Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehidupan sehari-hari, industri maupun laboratorium tidak terlepas dari

kimia. Di dalam kimia dikenal suatu larutan, dimana larutan merupakan hal yang

sangat penting dan hal dasar yang harus diketahui, terutama bagi seseorang yang

bekerja di bidang industri maupun di dalam laboratorium. Banyak reaksi kimia yang

dikenal, terutama di dalam laboratorium atau di industri yang terjadi di dalam larutan.

Larutan pada dasarnya adalah campuran homogen antara dua atau lebih zat yang

terdispersi dengan baik. Dalam proses pembuatan larutan, juga dikenal pengenceran.

Pengenceran juga merupakan hal yang penting dalam bidang industri maupun

laboratorium. Pengenceran pada prinsipnya hanya menambahkan pelarut saja,

sehingga jumlah mol zat terlarut sebelum pengenceran sama dengan jumlah mol zat

terlarut sesudah pengenceran. Dengan kata lain jumlah mol zat terlarut sebelum

pengenceran sama dengan jumlah mol zat terlarut sesudah pengenceran. Di dalam

laboratorium maupun di industri juga dikenal pencampuran, dimana dua atau lebih

senyawa yang memiliki konsentrasi yang berbeda dicampurkan menjadi satu. Baik itu

berbentuk cair, padat, maupun gas.

Ilmu kimia tidak terlepas dari pembelajaran mengenai kimia, seperti

pembuatan larutan, pengenceran dan pencampuran bahan kimia dengan konsentrasi

yang berbeda. Selain itu, juga dilakukan pengujian-pengujian kandungan bahan

makanan yang mengandung karbohidrat, protein, dan lemak. Pengujian kandungan


2

bahan makan tersebut membutuhkan suatu pereaksi agar bisa menimbulkan

perubahan fisik yang menjadi ciri khas adanya karbohidrat, lemak dan protein.

Pereaksi yang dapat digunakan sangat bervariasi. Akan tetapi, masih banyak

praktikan yang tidak mengetahui jenis-jenis pereaksi tersebut dan tidak mengetahui

proses pembuatannya. Maka, penting bagi seorang praktikan dalam mengetahui

bagaimana cara pembuatan larutan pereaksi, baik dengan cara pengenceran maupun

pencampuran bahan kimia. Sehingga dilakukanlah percobaan ini.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada percobaan ini yaitu bagaimana membuat pereaksi

yang baik untuk digunakan dalam menguji kandungan bahan makanan dalam

praktikum biokimia

1.3 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk membuat pereaksi yang baik untuk

digunakan dalam menguji kandungan bahan makanan dalam praktikum biokimia

1.4 Manfaat

Manfaat yang diperoleh setelah melaksanakan praktikum ini yaitu praktikan

dapat mengetahui pembuatan pereaksi untuk digunakan dalam menguji berbagai

kandungan bahan makanan baik karbohidrat, lemak dan protein.


3

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Larutan

Reagen atau sering disebut pereaksi adalah suatu zat yang berperan dalam

suatu reaksi kimia atau diterapkan untuk tujuan analisis. Istilah reagen juga

digunakan untuk menunjuk pada zat kimia dengan kemurnian yang cukup untuk

sebuah analisis atau percobaan. Sebagai contoh sebuah reagen air tidak boleh

mengandung banyak ketidakmurnian seperti ion natrium, klorida atau bakteri dan

juga memiliki tahanan listrik yang tinggi. Penggolongan reagen terbagi menjadi dua,

yaitu :

a. Reagen padat adalah pereaksi yang berbentuk padatan atau serbuk, seperti

calcium carbonate.

b. Reagen cair adalah pereaksi yang berbentuk cairan, baik encer maupun kental,

seperti hydrochloric acid. (Rahmat, 2015).

Campuran homogen adalah campuran yang membentuk satu fasa yaitu yang

mempunyai sifat dan komposisi yang sama antara satu bagian dengan bagian yang

lain di dekatnya. Campuran homogen lebih umum disebut larutan. Contohnya gula

dan air dan alcohol dalam air. Sedangkan campuran heterogen adalah umumnya

campuran yang mengandung dua fasa atau lebih yang jelas terlihat dari

penyusunannya. Misalnya campuran air dan minyak , pasir dan semen , serta kopi dan

air. Kebanyakan larutan mempunyai salah satu komponen yang besar itu disebut

pelarut (solvent) dan yang lain disebt zat terlarut (solute) (Musrif, 2011). Larutan
4

terdiri atas zat yang dilarutkan (zat terlarut) yang disebut solute dan pelarut yang

dinamakan solvent. Solvent atau pelarut merupakan senyawa dalam jumlah yang

lebih besar sedangkan senyawa dalam jumlah yang lebih sedikit disebut solute atau

zat terlarut (Baroroh,2004).

Pereaksi baru sepenuhnya memberikan kepuasan dalam segala hal untuk

memprrkirakan gula baik dalam keadaan normal mauun dalam keadaan diabetes.

Angka yang diperoleh lebih dari 40 persen lebih rendah dari yang diberikan oleh

pereaksi lainnya, dan nilai tersebut adalah nilai yang lebih rendah daripada nilai yang

berikan pada metode Benedict dan Osterberg (Summer, 1925)

Pada umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air (H2O), selain

air yang berfungsi sebagai pelarut adalah alcohol, amoniak, kloroform, benzena,

minyak, asam asetat, akan tetapi kalau menggunakan air biasanya tidak disebutkan

(Gunawan, 2004).

2.2. Pereaksi Ninhidrin

Ninhidrin adalah reaksi yang berguna untuk mendeteksi asam amino dan

menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Ninhidrin merupakan hidrat dari triketon

siklik dan Jika bereaksi dengan asam amino akan menghasilkan warna violet.

Keseluruhan reaksi yang mekanisme rumit adalah:


5

Perhatikan bahwa asam amino menyumbangkan atom nitogennya pada warna

violet. Asam amino sisanya diubah menjadi aldehida dan karbondioksida.warna

violet yang sama dihasilkan dari seluruh asam α-amino dengan gugus NH2 primer dan

intensitas setiap warna tergantung pada konsentrasi asam amino (Hart, 1990).

Dalam pengembangan reagen ninhidrin yang digunakan dalam penentuan

kuantitatif asam amino ditemukan bahwa kehadiran dari pengurangan ninhidrin

dalam larutan sangat penting jika pengembangan warnanya sesuai dengan hukum

Beer. Menurunnya Senyawa (dalam bentuk hydrindantin) hampir sepenuhnya tidak

larut dalam air. Persiapan reagen membutuhkan air pelarut organik yang mampu

melarutkan baik hydrindantin dan senyawa berwarna biru (diketohydrindylidene-

diketohydrindamine) dibentuk oleh reaksi ninhidrin dengan asam amino. Pelarut yang

paling efektif untuk diuji adalah metil cellosolve; penderita dari keterbatasan serius

yang umumnya dengan banyak pelarut organic yang mudah menguap, sehingga harus

ditangani dengan hati-hati karena toksisitasnya (Moore, 1968).

2.3. Uji aldehid dan keton

Pereaksi Fehling dan pereaksi Benedict yang terdiri dari kelompok Cu2+

dengan ion tartrat untuk pereaksi Fenhling atau ion sitrat untuk perekasi Benedict,

keduanya adalah larutan basa. Reaksinya dengan aldehida ialah :

Pereaksi tembaga berwarna biru tua. Jika pereakis ini bereaksi dengan aldehida,

terbentuk endapan Cu2O berwarna merah bata.


6

Reaksi dengan pereaksi Tollen atau Fehling mengubah ikatan C-H menjadi

ikatan C-O. Aldehida dioksidasi menjadi asam karboksilat dengan jumlah atom

karbon yang sama. Karena keton tidak mempunyai hydrogen yang menempel pada

atom karbon karbonil, keton tidak dapat dioksidasi dengan pereaksi-pereaksi ini

(Hart, 1990).

2.4. Pereaksi Fehling

Modifikasi pereaksi fehling adalah pereaksi Benedict, yang merupakan

campuran 17,3 gram kupri sulfat, 173 gram natrium sitrat, dan 100 gram natrium

karbonat dalam 100 gram air. Pemanasan karbohidrat pereduksi dengan pereaksi

Benedict akan terjadi perubahan warna dari biru hijau kuning kemerah – merahan dan

akhirnya terbentuk endapan merah bata kupro oksida apabila konsentrasi karbohidrat

pereduksi cukup tinggi. Seperti halnya pereaksi fehling, dalam reaksi ini, karbohidrat

pereduksi akan teroksidasi menjadi asam onat, sedangkan pereaksi Benedict (sebagai

Cu++) akan tereduksi menjadi kupro oksida. Jadi, dalam uji ini terjadi proses oksida

dan proses reduksi.

2.5. Pereaksi Tollens


7

Pereaksi tollens adalah larutan perak nitrat dalam amonia. Pereaksi tollens

dibuat dengan mereaksikan larutan perak nitrat dengan larutan ammonium hidroksida

secara perlahan sehingga endapan yang mula – mula terbentuk larut.

(Sumardjo, 2009).

2.6. Pereaksi Benedict

Uji benedict bertujuan untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam larutan

sampel. Prinsip dari uji ini adalah gugus aldehid atau keton bebas pada gula reduksi

yang terkandung dalam sampel mereduksi ion Cu2+ dari CuSO4.5H2O dalam suasana

alkalis menjadi Cu+ yang mengendap menjadi Cu2O. Suasana alkalis diperoleh dari

Na2CO3 dan Na sitrat yang terdapat pada reagen Benedict (Kusbandari, 2015)

Uji Benedict adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui kandungan gula

(karbohidrat) pereduksi (Malingan, 2014). Pereaksi Benedict untuk mendeteksi

disakarida, dilakukan untuk menentukan apakah jaringan makanan kertas dicerna

menjadi disakarida (Aladesida et al, 2013).

Uji kualitatif benedict pada karbohidrat, dimana karbohidrat mempunyai sifat

pereduksi akan memberikan endapan merah bata dengan larutan benedict. Larutan

buah sukun setelah diuji dengan benedict menunjukkan hasil positif yang

membuktikan bahwa karbohidrat di dalam sampel mempunyai sifat mereduksi, yaitu

dengan terbentuknya endapan merah bata merah dari kupro oksida (Sutikno, 2008).
8

Warna yang diberikan oleh reagen Erlich dan Benedict memudar menjadi merah

muda dan kemudian menghilang (Rapport, 1949).

2.7.Pereaksi Seliwanoff

Uji Seliwanoff digunakan untuk membedakan antara ketosa dan aldoses. Jika

gula mengandung kelompok keton itu disebut ketose dan jika mengandung gugus

aldehid maka disebut aldosa. Ketosa lebih cepat dehidrasi dari aldoses ketika

dipanaskan. The ketose dehidrasi, hidroksimetil furfural, kemudian bereaksi dengan

resorsinol untuk menghasilkan cherry dalam warna merah (Sharma et al, 2016).

2.8. Pereaksi mollisch

larutan uji ketika direaksikan dengan pereaksi Molisch dapat membentuk

kompleks cincin berwarna ungu. Dengan bahan yang diujikan yaitu glukosa 1%

menunjukkan hasil yang positif. Hal ini menujukkan bahwa adanya suatu karbohidrat

dalam suatu larutan tersebut. Larutan uji yang telah dicampurkan dengan pereaksi

Molisch, dimasukkan larutan H2SO4 pekat dengan kondisi tabung reaksi miring. Hal

ini dilakukan agar reaksi yang diperoleh suatu pembentukkan cincin berwarna ungu

pada batas antara kedua lapisan larutan dalam tabung tersebut. Asam pekat tersebut

berfungsi sebagai penghidrolisis ikatan pada sakarida untuk menghasilkan furfural.

Furfural tersebut kemudian yang selanjutnya mengalami kondensasi 4-hidroksimetil-

furfural dengan α-naftol membentuk cincin berwarna ungu. Terbentuknya warna

ungu ini disebabkan adanya pengaruh hasil dehidrasi monosakarida (furfural) dengan

α-naftol dari pereaksi Molisch (Hendarmin, et al. 2016).


9
10

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu 9 april 2017 pukul 13.00-17.00

WITA di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Halu Oleo.

3.2 Alat dan bahan

3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan sebagai berikut gelas kimia 250 mL, batang

pengaduk, corong gelas, gelas arloji, pipet tetes, labu takar 25 mL, 50 mL, 100 mL,

botol semprot, pipet volume 25 mL, filler, gegep, botol reagen, spatula, gelas ukur

50mL, 100 mL.

3.2.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan yaitu ∝ naftol, alkohol, orcinol besi (III)

klorida, HCl pekat, resinol 0.5 %, HCl 6 M, asam asetat glasial, Kristal Cu (II) asetat,

HCl 12 M, H2SO4 18 M, ninhidrin 0,2 gram, HgSO4 1 gram, NaOH 0,4 gram,

aquades
11

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1. Pereaksi Mollisch

Sebanyak 5 gram α naftol (C10H8O) ditimbang, kemudian dilarutkan dengan

alkohol dalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, lalu

ditambahkan alkohol sampai batas tanda tera.

3.3.2. Pereaksi Seliwanof

a. Pembuatan resorsinol 0,5 %

Sebanyak 0,25 gram resorsinol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam gelas

kimia, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, dan ditambahkan aquades

hingga batas tanda tera, lalu dihomogenkan.

b. Pembuatan Pereaksi Seliwanof

Sebanyak 8,75 mL resorsinol 0,5 % dan 4 mL HCl 6 M dicampurkan,

kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL, lalu ditambahkan HCl 6 M hingga

batas tanda tera dan dihomogenkan.

3.3.4. Pereaksi Barfoed

Sebanyak 6,65 gram Cu asetat ditimbang lalu larutkan dengan sedikit asam

asetat 1% dalam gelas kimia, kemudian dimasukkan dalam labu takar 100 mL, dan

ditambahkan asam asetat 1% sampai batas tera, lalu dihomogenkan.


12

3.3.5. Pereaksi Tollens

a. Larutan A

Sebanyak 1 gram AgNO3 ditimbang, lalu dilarutkan dengan 10 mL aquades

dan dimasukkan dalam labu takar 10 mL, kemudian dihomogenkan.

b. Larutan B

Sebanyak 3 gram Kristal NaOH ditimbang lalu dilarutkan dengan 10 mL

aquades dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, kemudian dihomogenkan.

3.3.6 Pereaksi Fehling

a. Pereaksi Fehling A

Sebanyak 6,928 gram kristal Cu (II)SO4 ditimbang, kemudian dilarutkan

dalam gelas kimia dengan campuran 10 mL aquades ditambah sedikit asam sulfat

encer, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, dan ditambahkan aquades

sampai batas tera. Dikocok hingga homogen.

b. Pereaksi Fehling B

Sebanyak 12 gram NaOH dan 34,6 gram natrium kalium tartarat ditimbang,

kemudian dilarutkan dengan aquades, lalu dimasukkan dalam labu takar 100 mL, dan

dicukupkan dengan aquades sampai batas tera.


13

3.3.7. Pereaksi Ninhidrin

Sebanyak 0,2 gram ninhidrin ditimbang, lalu dilarutkan dengan sedikit air,

kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, dan ditambahkan aquades hingga

batas tanda tera.

3.3.8. Pereaksi Millon

a. Pembuatan Larutan H2SO4 10%

Dimasukkan 10 mL H2SO4 pekat ke dalam labu takar 100 mL, lalu

ditambahkan aquades hingga batas tanda tera.

b. Pembuatan Pereaksi

Sebanyak1 gram HgSO4 ditimbang, lalu dilarutkan dengan sedikit larutan

H2SO4 10%, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, lalu ditambahkan

aquades hingga batas tanda tera.

3.3.9. Larutan HCl

Dimasukkan 0,83 mL HCl pekat ke dalam labu takar 100 mL, lalu

ditambahkan aquades hingga batas tanda tera.

3.3.10. Larutan NaOH

Sebanyak 0,4 gram padatan NaOH ditimbang dan dilarutkan dengan sedikit

aquades dalam gelas kimia, lalu masukkan ke dalam labu takar 100 mL, dan

ditambahkan aquades hingga batas tanda tera.


14

3.3.10. Larutan Asam Asetat 1 M

Dimasukkan 28,875 mL asam asetat glacial ke dalam labu takar 500 mL, lalu

ditambahkan aquades hingga batas tanda tera.

3.3.11. Larutan Dapar/ Buffer Asetat

a. Larutan A

Sebanyak 5,775 mL larutan asam asetat 0,2 M diencerkan dengan sedikit

aquades, lalu dimasukkan dalam labu takar 500 mL dan ditambahkan aquades sampai

tanda tera.

b. Larutan B

Sebanyak 8,2 gram Na-asetat 0,2 M dilarutkan dengan aquades dan

dimasukkan ke dalam labu takar 100, lalu ditambahkan aquades sampai batas tera.

3.3.12. Larutan Iod 0,01 N

Sebanyak 2 gram KI dan 1,269 gram I2 ditimbang lalu dilarutkan dengan

aquades, dan dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL, kemudian ditambahkan

aquades hingga batas tanda tera.

3.3.13. Pereaksi Benedict

Sebanyak 0,25 gram resorsinol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam gelas

kimia, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, dan ditambahkan aquades

hingga batas tanda tera.


15

3.3.14. Pereaksi Bial Orsinol

Sebanyak 0,5 gram orcinol FeCl3 ditimbang, dilarutkan sedikit HCl pekat

dan diisi dengan HCl pekat.

3.3.15. Pereaksi Schiff

Ditimbang 1 gram natrium metabisulfit, ditambahkan 0,1 gram p-rosanilin

HCl, ditambahkan 1 mL HCl, diisi dengan akuades sampai tanda tera.

3.3.16. Larutan Kanji

Ditimbang 10 gram kanji ditambahkan 10 mgHgl ditambahkan 30 mL

akuades, ditambahkan 1 L akuades mendidih.

3.3.17. Pereaksi Nelson

a. Nelson A

12,5 gram natrium karbonat anhidrat ditambahkan 12,5 gram garam rochelle,

ditambahkan 10 gram natrium bikarbonat ditambahkan 100 gram natrium sulfat

anhidrat. Dilarutkan dalam 350 mL akuades. Diencerkan hingga 500 mL.

b. Nelson B

Sebanyak 7,5 CuSO4.5H2O dilarutkan dalam 50 mL akuades ditambahkan 1

tetes H2SO4 pekat.

3.3.18. Asam Asetat 1%

Dipipet volume 1 gram CH3COOH, diisi sampai tanda tera labu takar 100 mL

dengan akuades.
16

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Pengamatan

4.1.1. Pereaksi Mollisch

Tabel 1. Data pengamatan pembuatan pereaksi Mollisch


No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Menimbang 5 gram α naftol (C10H8O) Serbuk putih
2. Dimasukkan dalam gelas kimia dan
dilarutkan dengan sedikit alkohol
3. Dimasukkan kedalam labu takar 50 Larut dan berwarna bening
mL, kemudian menambahkan alkohol
kekuning-kuningan
sampai batas tanda tera

Pereaksi yang pertama yaitu pereaksi mollisch, Reagen Molisch digunakan

dalam uji Molisch (Molisch berasal dari nama ahli botani Austria, yaitu Hans

Molisch) ialah suatu ujikimia yang sensitif untuk mengetahui adanya karbohidrat,

berdasarkan pada dehidrasi karbohidrat oleh asam sulfat untuk menghasilkan aldehid,

yang berkondensasi dengan dua molekul fenol (biasanya alfa-naftol, meskipun fenol

lain (misalnya resorsinol, timol) juga memberikan hasil berwarna), yang

menghasilkan suatu senyawa berwarna merah atau ungu. Reagensia ini terdiri dari

alfa-naftol dan alkohol atau kloroform. Reagen ini digunakan untuk uji wol dan

karbohidrat. Reagen ini mudah dibuat di laboratorium. Cara membuatnya, larutkan 5

gram alfa-naftol dalam 100 ml alkohol atau kloroform. Pereaksi ini digunakan untuk

menguji kandungan karbohidrat. Semua karbohidrat – monosakarida, disakarida, dan

polisakarida – akan memberikan reaksi positif, dan asam nukleat dan glikoprotein

juga memberikan reaksi positif, karena semua senyawa tersebut akhirnya terhidrolisis
17

menjadi monosakarida oleh asam mineral kuat. Pentosa kemudian terhidrasi menjadi

furfural,sedangkan heksosa terhidrasi menjadi 5-hidroksi-metilfurfural. Salah satu

dari aldehida ini, jika ada, akan berkondensasidengan dua molekul naftol untuk

membentuk produk berwarna ungu, seperti yang digambarkan di bawah ini dengan

contoh glukosa.

4.1.2. Pereaksi Barfoed

Tabel 2. Data pengamatan pembuatan pereaksi Barfoed


No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Menimbang 6,65 gram Cu asetat Serbuk hijau tua kebiruan
2. Dilarutkan dengan sedikit asam asetat
dalam gelas kimia
3. Dimasukkan dalam labu takar 100 mL, Warna biru tua
kemudian ditambahkan 100 mL asam
asetat 1% sampai tanda tera.

Pembuatan pereaksi barfoed dilakukan dengan pelarutan tembaga asetat

dengan sedikit asam asetat yang kemudian ditambah dengan larutan asam asetat 1%.

Pencampuran larutann tersebut menghasilka warna larutan yang biru tua. Pereaksi ini

terdiri atas larutan kupriasetat dan asam asetat dalam air, dan digunakan untuk

membedakan antara monosakarida dengan disakarida. Monosakarida dapat mereduksi

lebih cepat daripada disakarida. Jadi Cu2O terbentuk lebih cepat oleh monosakarida

daripada oleh disakarida, dengan anggapan bahwa konsentrasi mopnosakarida dan

disakarida dalam larutan tidak berbeda banyak.

Tauber dan Kleiner membuat modifikasi atas pereaksi ini, yaitu dengan jalan

mengganti asam asetat dengan asam laktat dan ion Cu+ yang dihasilkan direaksikan

dengan pereaksi warna fosfomolibdat hingga menghasilkan warna biru adanya


18

monosakarida. Disakarida dengan konsentrasi rendah tidak memberikan hasil positif.

Perbedaan antara pereaksi Barfoed dengan pereaksi Fehling atau Benedict ialah

bahwa pereaksi Barfoed digunakan pada suasana asam. Apabila karbohidrat

mereduksi suatu ion logam, karbohidrat ini akan teroksidasi menjadi gugus

karboksilat dan terbentuklah asam monokarboksilat. Sebagai contoh galaktosa akan

teroksidasi menjadi asam galaktonat, sedangkan glukosa akan menjadi asam

glukonat. (McGilvery&Goldstein, 1996)

4.1.3. Pereaksi Seliwanof

a. pembuatan resorsinol 0,5 %

Tabel 3. Data pengamatan pembuatan resorsinol 0,5%


No. Perlakuan Pengamatan
1. Menimbang resorsinol 0,25 gram, Serbuk kuning pudar
kemudian melarutkannya dengan
aquades dalam gelas kimia
2. Dimasukkan kedalam labu takar 100 Larutan bening
mL, lalu Menambahkan aquades
hingga batas tanda tera

Pembuatan resolsinol 0,5% menggunakan padatan resolsinol kemudian

dilarutkan dengan aquades. Penambahan aquades tersebut menyebabkan hilangnya

warna kuning pada padatan resolsinol menjadi larutan yang bening. Hal ini karena

sifat kepolaran yang sama antara aquades dan resolsinol sehingga menghasilkan

larytan yang bening.

b. Pembuatan Pereaksi Seliwanoff

Tabel 4. Data pengamatan pembuatan pereaksi Seliwanoff


No. Perlakuan Pengamatan
1. Ditimbang 8,75 mL resorsinol 0,5% Larutan bening
+ 4 mL HCl 6 M, lalu dilarutkan
dalam gelas kimia
19

2. Dimasukkan kedalam labu takar 25 Larutan bening


mL, lalu Menambahkan HCl 6 M
hingga tanda tera

Uji Seliwanoff adalah sebuah uji kimia yang membedakan gula aldosa dan

ketosa. Ketosa dibedakan dari aldosa via gugus fungsi keton/aldehida gula tersebut.

Jika gula tersebut mempunyai gugus keton, ia adalah ketosa. Sebaliknya jika ia

mengandung gugus aldehida, ia adalah aldosa. Uji ini didasarkan pada fakta bahwa

ketika dipanaskan, ketosa lebih cepat terdehidrasi daripada aldosa. Uji Seliwanoff

menguji adanya gugus keton pada karbohidrat. Dihasilkan larutan sukrosa dan

fruktosa mengandung gugus keton dengan terjadi perubahan warna menjadi merah

pada larutan.

4.1.4. Pereaksi Tollens

Tabel 5. Data pengamatan pembuatan pereaksi Tollens


No. Perlakuan Pengamatan
1. Larutan A: Serbuk kuning pudar
- Ditimbang 2,5 gram AgNO3, lalu
dilarutkan dengan aquades
- Dimasukkan dalam labu takar 25 mL dan Larutan bening
diencerkan dengan aquades sampai tanda
tera.
2. Larutan B:
- Menimbang 7,5 gram Kristal NaOH lalu Berupa padatan putih
dilarutkan dengan aquades dalam gelas
kimia
- Dimasukkan dalam labu takar 25 mL dan Larutan bening
ditambahkan aquades sampai tanda tera.

Reagen Tollens ialah reagen kimia yang paling umum digunakan untuk

menentukan apakah suatu senyawa mengandung karbonil yang adalah aldehida dan

keton. Ini biasanya adalah perak nitrat amoniakal, tetapi juga dapat berupa campuran

lain, asalkan adanya kompleks perak(I)diamina. Reagen ini dinamakan sesuai dengan
20

penemunya, ahli kimia Jerman Bernhard Tollens. Uji positif dengan reagen Tollens

dihasilkan dengan pengendapan unsur perak dari larutan, sebenarnya pada permukaan

dalam dari tabung reaksi, yang menghasilkan “cermin perak” yang karakteristik dan

mudah diingat di atas permukaan tabung reaksi sebelah dalam. Reagen ini tidak

tersedia secara komersial karena daya tahannya tidak lama; reagen ini harus disiapkan

secara segar di laboratorium. Cara pembuatannya meliputi dua tahap. Pertama

beberapa tetes NaOH encer ditambahkan kepada sejumlah perak nitrat encer. Dalam

larutan ini, ion Ag+ dari perak nitrat encer terdapat dalam bentuk terhidratkan sebagai

kompleks [Ag(H2O)4]+, yaitu ion tetraaquasilver(I). Ion OH– dari NaOH bereaksi

dengan ion Ag+ untuk menghasilkan perak oksida, Ag2O. Ini tidak larut, dan

mengendap dari larutan sebagai zat padat coklat. Natrium nitrat encer juga dihasilkan

dalam campuran sebagai hasil-samping.

4.1.5 Pereaksi Fehling

Tabel 6. Data pengamatan pembuatan pereaksi Fehling


No. Perlakuan Pengamatan
1. Larutan A :
- Ditimbang kristal Cu2SO4 6,928 gram, lalu
2. dilarutkan dengan sedikit aquades
- Dimasukkan dalam labu takar 100 mL dan Larutan bening
ditambahkan dengan aquades sampai tanda
tera.
Larutan B :
- Ditimbang 12 gram NaOH dan Natrium
Kalium tartarat 34,6 gram dan dilarutkan
dengan aquades
- Dimasukkan dalam labu takar 100 mL Larutan bening
dan ditambahkan dengan aquades sampai
tanda tera.
21

Larutan Fehling ialah suatu larutan yang digunakan dalam uji kimia untuk

membedakan antara karbohidrat larut dalam air dan gugus fungsional keton, dan

sebagai suatu uji untuk monosakarida. Fehling dapat digunakan untuk menentukan

apakah suatu senyawa mengandung karbonil aldehid atau keton. Kompleks

bistartratokuprate(II) dalam larutan Fehling merupakan bahan pengoksidasi dan

reagen aktif dalam uji tersebut. Senyawa yang akan diuji ditambahkan ke larutan

Fehling dan campuran ini dipanaskan. Aldehida yang teroksidasi, memberikan hasil

yang positif, namun keton tidak bereaksi, kecuali mereka adalah alfa-hidroksi–keton.

Uji Fehling dapat digunakan sebagai uji generik untuk monosakarida. Hal ini akan

memberikan hasil positif untuk monosakarida “aldosa” (karena gugus aledehida dapat

dioksidasi) tetapi juga untuk monosakarisa “ketosa”, karena mereka diubah menjadi

aldosa oleh basa dalam reagen tersebut, dan kemudian memberikan hasil positif.

Untuk alasan ini, reagen Fehling kadang-kadang disebut sebagai uji umum untuk

monosakarida. Reagen Fehling dapat digunakan untuk menunjukkan glukosa dalam

urin, sehingga mendeteksi diabetes. Penggunaan lainnya adalah dalam pemecahan

pati untuk mengubahnya menjadi sirup glukosa dan maltodekstrin untuk mengukur

jumlah gula pereduksi, sehingga dapat mengungkapkan setara dekstrosa (DE) dari

gula pati.

4.1.6 Pereaksi Benedict

Tabel 7. Data pengamatan pembuatan pereaksi Benedict


No. Perlakuan Pengamatan
1. Ditimbang Natrium sitrat 34,6 gram Natrium sitrat dan natrium
+ natrium carbonat 1 gram + CuSO4 carbonat berwarna putih, CuSO4
3,46 gram, lalu dilarutkan dengan berwarna biru
sedikit aquades dalam gelas kimia
22

Dimasukkan dalam labu takar 100


2. mL dan ditambahkan aquades Larutan bening
sampai tanda tera.

Reagen Benedict (juga disebut larutan Benedict) ialah suatu reagen kimia

yang dinamakan berdasarkan nama ahli kimia Amerika, yaitu Stanley Rossiter

Benedict. Reagen Benedict digunakan sebagai satu uji atas adanya gula reduksi. Ini

meliputi semua monosakarida dan banyak disakarida, termasuk laktosa dan

maltosa.Bahkan lebih umum, uji Benedict akan mendeteksi adanya aldehid, dan alfa-

hidroksi-keton, termasuk yang terjadi sebagai keton tertentu. Jadi, meskipun ketosa

fruktosa bukan suatu glua reduksi langsung, namun ia merupakan suatu alfa-hidroksi-

keton, dan memberikan uji positif karena ia diubah menjadi aldosa glukosa dan

mannosa oleh basa dalam reagen ini. Reagen Benedict mengandung ion tembaga(II)

(Cu2+) biru yang direduksi menjadi ion tembaga(I) (Cu+). Ini diendapkan sebagai

tembaga(I) oksida berwarna merah yang tidak larut dalam air. Reagen Benedict

memberikan suatu uji kuantitatif untuk gula reduksi bersama dengan uji kuantitatif.

Warna dari endapan yang diperoleh memberikan satu ide tentang kuantitas gula yang

ada dalam larutan. Suatu endapan kehijauan menunjukkan konsentrasi sekitar 0,5%;

endapan kuning konsentrasi 1%; jingga menunjukkan konsentrasi 1,5% dan merah

menunjukkan konsentrasi 2% atau lebih tinggi.

4.1.7 Pereaksi Ninhidrin

Tabel 8. Data pengamatan pembuatan pereaksi Ninhidrin


No. Perlakuan Pengamatan
1. Menimbang 0,2 gram ninhidrin lalu Serbuk ninhidrin
dilarutkan dengan sedikit aquades
dalam gelas kimia
2. Dimasukkan kedalam labu takar 100 Larutan bening
23

mL, lalu Menambahkan aquades


hingga batas tanda tera

Metode ninhidrin merupakan metode yang digunakan untuk menguji adanya

asam amino dalam suatu sampel. Prinsip analisis protein dengan pereaksi ninhdrin

yaitu asam amino akan beraksi dengan ninhidrin membentuk aldehid dengan satu

atom C lebih rendah serta melepaskan molekul NH3 dan CO2. Sedangkan ninhidrin

yang telah bereaksi akan membentuk hidrindantin. Hasil positif menggunakan

pereaksi ninhidrin akan ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna

biru/keunguan. Hal ini disebabkan karena molekul nnhidrin dan hidrindantin bereaksi

dengan NH3 setelah gugus asam amino teroksidasi.

4.1.8 Pereaksi Millon

a. Pembuatan Larutan H2SO4 10%

Tabel 9. Data pengamatan pembuatan larutan H2SO4 10%


No. Perlakuan Pengamatan
1. 10 mL H2SO4 pekat dimasukkan
kedalam labu takar 100 mL
2. Menambahkan aquades hingga Larutan bening
batas tanda tera

Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara alami

di bumi oleh karena sifatnya yang higroskopis. Walaupun demikian, asam sulfat

merupakan komponen utama hujan asam, yang terjadi karena oksidasi sulfur dioksida

di atmosfer dengan keberadaan air (oksidasi asam sulfit). Sulfur dioksida adalah

produk sampingan utama dari pembakaran bahan bakar seperti batu bara dan minyak

yang mengandung sulfur (belerang). Asam sulfat terbentuk secara alami melalui

oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida. Air yang dihasilkan dari oksidasi ini
24

sangat asam dan disebut sebagai air asam tambang. Air asam ini mampu melarutkan

logam-logam yang ada dalam bijih sulfida, yang akan menghasilkan uap berwarna

cerah yang beracun.

b. Pembuatan Pereaksi Millon

Tabel 10. Data pengamatan pembuatan pereaksi Millon


No. Perlakuan Pengamatan
1. Menimbang 1 gram HgSO4 lalu Serbuk berwarna putih
dilarutkan dengan sedikit larutan
H2SO4 10 %
2. Dimasukkan kedalam labu takar 100 Larutan bening
mL, lalu Menambahkan aquades
hingga batas tanda tera

Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat.

Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan

putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini

positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus

hidroksifenil yang berwarna.

4.1.9 Larutan HCl

Tabel 11. Data pengamatan pembuatan pereaksi Larutan HCl


No. Perlakuan Pengamatan
1. Dipipet sebanyak 0,83 mL HCl Larutan bening
pekat dimasukkan kedalam labu
takar 100 mL
2. Ditambahkan dengan aquades Larutan bening
hingga batas tanda tera

Hidrogen klorida (HCl) adalah asam monoprotik, yang berarti bahwa ia dapat

terdisosiasi (terionisasi) melepaskan satu H+ (sebuah proton tunggal) hanya sekali.


25

Dalam larutan asam klorida, H+ ini bergabung dengan molekul air membentuk ion

hidronium, H3O+.

HCl + H2O → H3O+ + Cl−

Ion lain yang terbentuk adalah ion klorida, Cl−. Asam klorida oleh karenanya

dapat digunakan untuk membuat garam klorida, seperti natrium klorida. Asam

klorida adalah asam kuat karena ia terdisosiasi penuh dalam air.Ketika garam klorida

seperti NaCl ditambahkan ke dalam larutan HCl, ia tidak akan mengubah pH larutan

secara signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa Cl− adalah basa konjugat yang

sangat lemah dan HCl secara penuh berdisosiasi dalam larutan tersebut. Untuk larutan

asam klorida sedang hingga pekat, asumsi bahwa molaritas H+ sama dengan molaritas

(satuan konsentrasi) HCl cukuplah baik, dengan ketepatan mencapai empat digit

angka bermakna. Dari enam asam mineral kuat dalam kimia, asam klorida merupakan

asam monoprotik yang paling sulit mengalami reaksi redoks. Ia juga merupakan asam

kuat yang paling tidak berbahaya untuk ditangani dibandingkan dengan asam kuat

lainnya. Walaupun asam, ia mengandung ion klorida yang tidak reaktif dan tidak

beracun. Asam klorida dalam konsentrasi menengah cukup stabil untuk disimpan dan

terus mempertahankan konsentrasinya. Oleh karena alasan inilah, ditambah

kenyataan bahwa asam ini tersedia dalam bentuk pereaksi murni, asam klorida

merupakan reagen pengasam yang sangat baik.

4.1.10 Larutan NaOH

Tabel 12. Data pengamatan pembuatan pereaksi Larutan NaOH


No. Perlakuan Pengamatan
1. Ditimbang 0,4 gram padatan Kristal padat NaOH larut
NaOH, dilarutkan dengan sedikit
26

aquades
2. Dimasukkan kedalam labu takar Larutan bening
100 mL, lalu Menambahkan
aquades hingga batas tanda tera
Natrium hidroksida (NaOH) dikenal sebagai soda kaustik, soda api, atau

sodium hidroksida adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk

dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida

membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. NaOH tergolong

basa kuat yang ditunjukkan dengan adanya endapan setelah pemanasan. Sedangkan

setelah didiamkan, tidak tampak adanya perubahan. Hal ini kemungkinan terjadi

karena NaOH yang ditambahkan tidak cukup banyak sehingga belum mampu

mendenaturasikan protein yang terdapat dalam larutan.Penambahan NaOH ke dalam

larutan protein menyebabkan pH larutan di atas pH isoelektrik sehingga kelarutan

protein dalam air meningkat dan larutan tetap bening. Ketika ditambahkan dengan

etanol, larutan tetap bening. Hal ini terjadi karena molekul-molekul protein yang

kelarutanya telah meningkat akibat penambahan basa tidak kalah bersaing dengan

gugus –OH dari etanol untuk mengikat air, sehingga molekul protein tidak

mengendap dan larutan tetap bening.

4.1.11 Larutan Asam Asetat 1 M

Tabel 13. Data pengamatan pembuatan pereaksi larutan Asam Asetat 1 M


No. Perlakuan Pengamatan
1. Dipipet 28,875 mL asam asetat Larutan bening
glacial dimasukkan kedalam labu
takar 500 mL
2. Ditambahkan aquades hingga Larutan bening
batas tanda tera
27

Pembuatan asam asetat 1 M menggunakan campuran asam asetat glasial

dengan aquades. Kepolaran antara kedua larutan ini hampir sama, sehingga ketika

terjadi pencampuraan maka akan menghasilkan larutan yang homogen

4.1.12 Larutan Dapar/ Buffer Asetat

Tabel 14. Data pengamatan pembuatan pereaksi larutan Buffer Asetat


No. Perlakuan Pengamatan
1. Larutan A:
- Dipipet 5,775 mL larutan asam
asetat 0,2 M ditambahkan
aquades, Larutan bening
- Dimasukkan dalam labu takar
500 mL diencerkan dengan
aquades hingga tanda tera

Larutan B:
2. - Ditimbang 8,2 gram Na-asetat Serbuk putih
dilarutkan dengan aquades
dalam gelas kimia Larutan bening
- Dimasukkan kedalam labu takar
100, lalu ditambahkan aquades
sampai tanda tera

Larutan dapar (lebih tepatnya, dapar pH atau dapar ion hidrogen) adalah

larutan yang mengandung campuran asam lemah dan basa konjugatnya, atau

sebaliknya. Perubahan pH larutan ini sangat kecil, ketika asam atau basa kuat

ditambahkan, dalam jumlah sedikit atau sedang, ke dalam larutan dapar. Oleh karena

itu, larutan ini berguna untuk mencegah perubahan pH larutan. Larutan dapar

digunakan untuk mempertahankan pH pada nilai tertentu dalam berbagai aplikasi

kimia. Kebanyakan bentuk kehidupan berusaha mempertahankan pH, sehingga

mereka menggunakan larutan dapar untuk menjaga pH konstan. Secara alami, sistem

dapar bikarbonat digunakan untuk mengatur pH darah.


28

4.1.13 Larutan Iod 0,01 N

Tabel 15. Data pengamatan pembuatan larutan Iod 0,01 N


No. Perlakuan Pengamatan
1. Ditimbang 2 gram KI + 1,269
gram I2 lalu dilarutkan dengan
aquades dalam gelas kimia
2. Dimasukkan kedalam labu takar Larutan bening
1000 mL, lalu menambahkan
aquades hingga batas tanda tera

Larutan iod atau lugol, Lugol telah digunakan lebih jarang untuk mencukupi

defisiensi iodium. Namun, kalium iodida murni, mengandung ion iodida yang relatif

tidak berbahaya tanpa unsur iodium yang lebih toksik, sangat disukai untuk tujuan

ini. Sebaliknya, dalam kecelakaan Chernobyl banyak larutan Lugol digunakan

sebagai sumber iodium darurat untuk memblokir pengambilan iodium radioaktif,

sederhana karena ia tersedia secara luas sebagai dekontaminan air minum, dan kalium

iodida murni tanpa iodium (zat yang lebih disukai) tidak tersedia. Larutan ini dapat

digunakan sebagai uji indikator atas adanya pati dalam senyawa organik, dengan

mana larutan ini bereaksi dengan mengubah warna biru-gelap/hitam. Larutan unsur

iodium seperti Lugol akan mewarnai pati/kanji karena interaksi iodium dengan

struktur lingkar polisakarida. Pati termasuk pati tanaman amilosa dan amilopektin,

serta glikogen pada sel hewan. Larutan Lugol tidak akan mendeteksi gula-gula

sederhana seperti glukosa atau fruktosa. Pada kondisi patologis, deposit amiloid

(yaitu, deposit yang berwarna seperti pati, tetapi tidak) dapat begitu berlimpah bahwa

organ yang terkena dampak juga akan ternoda terlalu positif untuk reaksi Lugol untuk

pati.
29

4.1.14 Pereaksi Bial Orsinol

Tabel 16. Data pengamatan pembuatan larutan Iod 0,01 N


No. Perlakuan Pengamatan
1. Ditimbang 0,5 gram orcinol FeCl3 Larutan bening
2. Dilarutkan sedikit HCl pekat, diisi
dengan HCl pekat

Pereaksi bial orsinol ini dibuat dengan melarutkan padatan orsinol FeCl3

dengan HCl pekat, sehingga menghasilkan larutan yang bening. Hal ini menandakan

kepolaran atara keduanya adalah sama. Karena padatan orsinol larut didalam pelarut.

4.1.15 Asam Asetat 1%

Tabel 17. Data pengamatan pembuatan larutan Asam Asetat 1%


No. Perlakuan Pengamatan
1. Dipipet volume 1 gram
CH3COOH

2. Diisi sampai tera labu takar 100 Larutan bening


mL dengan akuades

Asam asetat 1% dibuat dengan melarutkan 1 gram asam asetat kedalam 100

mL aquades. Larutan yang dihasilkan bening, karena asam asetat larut sempurna

dalam aquades.

4.1.16 Pereaksi Schiff

Tabel 18. Data pengamatan pembuatan pereaksi Schiff


No. Perlakuan Pengamatan
1. Ditimbang 1 gram natrium
metabisulfit

2. Ditambah 0,1 gram p-rosanilin Larutan bening


HCl
3. Ditambahkan 1 mL HCl pekat
4. Diisi dengan akuades sampai tera
30

Pereaksi Schiff dibuat dengan mereaksikan 1 gram natrium metabisulfit

dengan 0,1 gram p-rosanilin HCl kedalam 1 mL HCl pekat dan aquades. Larutan

yang dihasilkan adalah bening.

4.1.17 Larutan Kanji

Tabel 19. Data pengamatan pembuatan larutan Kanji


No. Perlakuan Pengamatan
1. 3 gram kanji ditambah 10 mgHgl
ditambah 30 mL akuades
bening
2. Ditambah 1 L akuades mendidih

Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,

berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang

dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk

fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai

sumber energi yang penting. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan

amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras

(pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan

warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi.

4.1.18 Pereaksi Nelson

Tabel 20. Data pengamatan pembuatan pereaksi Nelson


No. Perlakuan Pengamatan
1. Nelson A :
-12,5 gram natrium karbonat
anhidrat ditambahkan
-12,5 gram garam rochelle,
ditambahkan 10 gram natrium
bikarbonat
-Ditambahkan 100 gram natrium
sulfat anhidrat.
31

-Dilarutkan dalam 350 mL


akuades. Diencerkan hingga 500
mL.
2. Nelson B:
-Sebanyak 7,5 CuSO4.5H2O
dilarutkan dalam 50 mL akuades
-Ditambahkan 1 tetes H2SO4
pekat.

Percobaan ini dilakukan pembuatan reagen nelson. Reagen nelson ini

digunakan untuk menguji adanya kandungan karbohidrat dalam suatu sampel. Reagen

nelson merupakan reagen yang akan mengalami reduksi oleh gula reduksi, reagen ini

berperan sebagai oksidator. Reagen nelson yang digunakan merupakan gabungan dari

reagen nelson A dan reagen nelson B dengan perbandingan volume 25 : 1 (mL).

Warna dari reagen nelson ini adalah biru. Gula pereduksi (glukosa) akan mereduksi

senyawa pengoksidasi (CuSO4.5H2O) menjadi endapan berwarna merah bata (Cu2O).

Pada saat penambahan reagen nelson lalu dilakukan pemanasan, maka akan terlihat

adanya endapan pada dasar tabung reaksi yang diasumsikan sebagai endapan merah

bata Cu2O pada sampel yang memiliki konsentrasi gula reduksi yang tinggi.
32

BAB V
SIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan maka dapat disimpulkan bahwa pembuatan

larutan pereaksi kimia sangat beragam tergantung dari pelarut atau larutan

penyusunnya. Pereeaksi tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kandungan-

kandungan bahan makanan yang akan dilakukan pada praktikum biokimia.


33

DAFTAR PUSTAKA

Aladesida, A.A., Owa, S.O., Dedeke, G.A., Osho, B.A. And Adewoyin, O.A. 2013.
Cellulase Sources In The Eudrilid Earthworm. J. Chem. Bio. Phy. Sci. Sec.B,
Vol.3, No.3.

Baroroh, Umi L.U. 2004. Diktat Kimia Dasar 1. Universitas Lambung


Mangkurat:Banjar Baru.

Gunawan, Adi dan Roeswati. 2004. Tangkas Kimia. Kartika : Surabaya.

Hart, Harold. 1990. Kimia Organik Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta.

Hendarmin, N.P., Putri A.A., Ramadhan, N., Rizki, Y.R., Saskiya, K. 2016. Uji
Kualitatif Karbohidrat Dan Protein. Universitas Pendidikan Indonesia:
Jakarta.

Kusbandari, Aprilia. 2015. Qualitative Analysis Of Content Saccharide In The


Powder And Starch Of Canna Tubers (Canna Edulis Ker.). J. Pharmaҫiana,
Vol. 5, No. 1,

Martina, Vranska Dan Kumbar Vojtech. 2015. A Comparison Of Biuret, Lowry And
Bradford Methods For Measuring The Egg’s Proteins. J. Mende Net

Rapport, Maurice M. 1949. Serum Vasoconstrictor (Serotonin) V. The Presence Of


Creatinine In The Complex. A Proposed Structure Of The Vasoconstrictor
Principle. Jurnal Biol Chem.
Sharma, R., Asha, K., Veena S. G. 2016. A Novel Method For Keratin Dissolution
And Testing. International Journal , Volume 4, Issue 4.

Summer, James B. 1925. A More Specific Reagent For The Determination Of Sugar
In Urine. Department Of Physiology and Biochemistry, Comell University.
Ithaca.

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA


34

PERCOBAAN I

PEMBUATAN PEREAKSI IDENTIFIKASI KANDUNGAN


KARBOHIDRAT, LEMAK DAN PROTEIN DALAM BAHAN
MAKANAN

OLEH:

NAMA : NUR AVINA

STAMBUK : A1C4 14 029

KELOMPOK : V. A

ASISTEN PEMBIMBING : MARINDA

LABORATORIUM PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2017

Anda mungkin juga menyukai