Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum

Ilmu Gulma dan Pengelolaannya (304G0103)

PENGENDALIAN GULMA

Nama : Muh. Faried


NIM : G011171317
Kelas : Ilmu Gulma dan Pengelolaannya - C
Kelompok : 1 (Satu)
Asisten : Rahmat Nur, S.P

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gulma merupakan tumbuhan liar yang keberadaannya tidak diinginkan dan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman lainnya, khusunya tanaman yang
dibudidayakan. Gulma menjadi kompetitor yang berat bagi tanaman budidaya,
berinteraksi secara kompetisi, baik untuk kebutuhan yang berasalah dari usur
biotik maupun unsur abiotik. gulma menyerap unsur hara dan air yang menjadi
kebutuhan penting bagi tanaman pokok. Keberadaan gulma sangat tidak
menguntungkan bagi petani, karena akan mempengaruhi produksi tanaman pokok.
Selain menjadi kompetitor bagi tanaman pokok, tanaman tertentu juga yang
tergolong dalam kelompok gulma dapat memproduksi senyawa alelokimia yang
memiliki dampak negatif pada tanaman lainnya. Mekanisme ini dikenal dengan
alelopati, dimana kemampuan tanaman dalam mengeluarkan senyawa kimia, baik
melalui akar, daun ataupun bagian tanaman yang terdekomposisi yang dapat
mempengaruhi organisme lain yang ada disekitarnya.
Berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari keberadaan gulma, membuat
petani harus melakukan tindakan untuk mengendalikan gulma tersebut.
Pengendalian gulma bertujuan untuk mencegah ataupun menurunkan populasi
gulma yang ada di lahan budidaya, sehingga tidak menimbulkan kerugian secara
ekonomi bagi petani. Terdapat berbagai teknik atau metode pengendalian yang
telah diterapkan oleh petani, baik itu untuk pencegahan ataupun yang sudah
terlanjur tumbuh di lahan budidaya. Pengendalian yang paling dasar dilakukan
yaitu dengan fisik dan mekanik berupa proses pencangkulan, sanitasi, dan
mencabut gulma secara langsung dengan tangan. Namun, pengendalian yang
banyak dilakukan pada skala besar yaitu menggunakan bahan kimia, berupa
herbisida. Jenis dan metode pengendalian ini tentunya perlu diperhatikan sesuai
kebutuhan di lapangan
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan praktikum pengendalian
gulma, guna mengetahui berbagai metode pengendalian dan efektivitasnya dalam
mengontrol populasi gulma.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Praktikum pengendalian gulma bertujuan untuk mengetahui berbagai macam
metode pengendalian dan efektivitasnya dalam mengontrol populasi gulma.
Adapun kegunaan dari praktikum ini yaitu sebagai bahan rujukan dan menambah
wawasan bagi para praktikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Gulma


2.1.1 Amaranthus spinosus L.
Menurut USDA (2019), bayam duri dapat diklasifikasikan yaitu sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Caryophyllales
Family : Amaranthaceae
Genus : Amaranthus L.
Species : Amaranthus spinosus L.
Bayam duri merupakan gulma yang tergolong annual atau perennial yang
artinya siklus hidupnya dapat semusim atau lebih. Gulma ini memiliki keragaan
yang berwarna hijau hingga keunguna. Batangnya memiliki pajang 30-60 cm,
keras, lurus dan memiliki duri di percabangannya. Daunnya berbentuk oval
dengan ukuran yaitu panjang 1-6 cm dan lebar 0,5-2,6 cm. Bunganya berwarna
hijau keabu-abuan yang tumbuh di ketiak daun, dimana bunganya termasuk bunga
majemuk. Biji yang dihasilkan berwarna hitam yang mengkilap, bulat dan
ukurannya yaitu panjang 1,0-1,4 mm dan lebar 0,7-1,0 mm (Naidu, 2012).
2.1.2 Euphorbia hirta L.
Menurut USDA (2019), bayam duri dapat diklasifikasikan yaitu sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Euphorbia L.
Species : Euphorbia hirta L.
Gulma ini termasuk golongan yang memiliki siklus hidup semusim yaitu
annual herb. Gulma ini dapat tumbuh mencapai 50 cm. Batangnya bercabang dan
memiliki rambut halus di permukaannya. Daunnya saling berpasangan, dengan
ukuran yaitu panjang 1,3-3,8 cm dan lebar 0,6-1,6 cm, berbentuk oval dengan
ujung runcing. Daunnya berwarna hijau gelap. Bunganya kecil dengan ukuran
kurang dari 1,3 mm, bergerombol dan berwarna hijau kekuningan. Buahnya
berbentuk kapsul kecil dengan ukuran 1,25 mm. Bijinya berwarna coklat
kemerahan dengan panjang 0,8 mm (Naidu, 2012).
2.1.3 Digitaria sanguinalis (L.) Poir
Menurut USDA (2019), gulma Digitaria sanguinalis dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kindom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Order : Cyperales
Family : Poaceae
Genus : Digitaria L
Species : Digitaria sanguinalis (L.) Poir
Tumbuhan ini menyelesaikan siklus hidupnya selama satu musim atau
tergolong annual grass. Tumbuhan ini memiliki batang yang rata dengan tanah,
bercabang dan akarnya bertumbuh pada nodes atau buku-buku. Daunnya memiliki
panjang berkisar antara 3-20 cm, dengan lebar berkisar antara 3-10 mm.
Permukaan daunnya memiliki rambut halus. Daunnya berwarna hijau dan
kemerahan ketika sudah menua. Bunganya termasuk majemuk dengan
percabangan sebanyak 5-6 spikes dan panjang bunganya berkisar antara 3-15 cm.
Buahnya berwarna coklat dengan ukuran 2-3 mm (Naidu, 2012).

2.1.4 Acalypha indica L.


Menurut USDA (2019), gulma Acalypha indica L. dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kindom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Acalypha L.
Species : Acalypha indica L.
Tumbuhan ini memiliki siklus hidup yang singkat yaitu semusim atau
annual herb. Tumbuhan ini dapat tumbuh mencapai 60 cm. Batangnya bercabang
dan berbentuk angular. Daunnya memiliki panjang 2,5-7,0 cm dan lebar 2,0-2,5
cm, berbentuk oval dengan tepian daun yang bergerigi. Bunganya sempurna,
dimana organ reproduksi jantan dan betina berada dalam satu bunga. Ukuran
bunganya sekitar 7 mm. Buahnya berbentuk kapsul dan bijinya berbentuk ovoid
dan warnanya coklat (Naidu, 2012).
2.1.5 Spigelia anthelmia L.
Menurut USDA (2019), tumbuhan Spigelia anthelmia L. dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Gentianales
Family : Loganiaceae
Genus : Spigelia L.
Species : Spigelia anthelmia L.
Tumbuhan ini termasuk golongan annual herb atau siklus hidupnya yang
hanya semusim. Batangnya memiliki panjang yang berkisar antara 50-70 cm dan
tidak memiliki percabangan ataupun memiliki percabangan yang hanya muncul
pada ujung batang. Batangnya berbentuk silindris, berwarna hijau. Daunnya
berbentuk lonjong dengan ujung yang runcing. Bunganya tumbuh di pucuk
tumbuhan, tepat diatas daun, ukurannya mencapai 15 cm. Bunganya berwarna
merah atau ungu. Buahnya berbentuk kapsul dengan panjang 4-5 mm dan lebar 5-
6 mm. Bijinya berbentuk lonjong, 1,5-2 mm dan berwarna coklat (Naidu, 2012).
2.1.6 Cassia tora (L.) Roxb
Menurut USDA (2019), gulma Cassia tora (L.) Roxb dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kindom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Fabales
Family : Fabaceae
Genus : Cassia L
Species : Cassia tora (L.) Roxb
Tumbuhan ini memiliki tinggi mencapai 60 cm. Batangnya bercabang dan
permukaannya yang berambut. Daunnya berbentuk oval dengan ujung yang
rounded dan saling berpasangan di dua sisi tangkai daun. Ukuran daunnya yaitu
panjang sekitar 1,6-4 cm dan lebar 0,8-2,5 mm. Bunganya berwarna kuning,
terbentuk di antara pasangan daun, dengan panjang 2-13 cm. Buahnya kecil dan
memanjang yang permukaan luar buahnya berambut, buahnya yang elastis dengan
ukuran 2,5-4,5 cm. Bijinya berkisar 5 hingga 8 per buahnya, dengan bentuk ovale
dan berwarna coklat tua (Naidu, 2012).

2.2 Pengendalian Gulma


Pengendalian gulma menjadi suatu kegiatan yang sangat penting bagi
kegiatan budidaya pertanian. Kondisi agroklimat yang beragam, sedikitnya 267
jenis gulma telah teridentifikasi yang menyebabkan kerugian hampir 3 juta dollar.
Kompetisi gulma dengan tanaman budidaya untuk memperebutkan unsur hara dan
unsur iklim lainnya. Selain itu, gulma juga menjadi inang bagi berbagai jenis
hama dan penyakit merugikan bagi tanaman budidaya. Kerugian yang besar,
membuat gulma menjadi salah satu organisme yang memerlukan manajemen
khusus dalam pengendaliannya. Lebih lanjut, banyaknya jenis gulma yang
resisten terhadap penggunaan herbisida, kurangnya tenaga kerja pertanian, jenis
gulma baru yang menginvasi, perubahan lingkungan, keterbatasan pengetahuan
terhadap pengendalian gulma dan biaya yang besar menajadi masalah petani
dalam melakukan pengendalian gulma itu sendiri (Matloob et al, 2019).
Pengendalian secara kimiawi menjadi metode yang paling banyak digunakan
selama 6 dekade belakangan, sehingga banyak menimbulkan masalah. Kemudian,
diperkenalkan integrated weed management, dimana metode pengendalian ini
menggabungkan berbagai disiplin ilmu khusus yaitu agronomi, entomolgi,
ekologi, ekonomi, hortikultura, nematologi, patologi tanaman dan ilmu gulma.
IWM banyak digunakan sejak awal tahun 1970an dengan berbagai macam cara
dan metode. Pengendalian terintegrasi ini bisa dikatakan gabungan berbagai
macam metode pengendalian gulma yaitu mulai dari preventif, kultur teknis,
mekanik dan bahan kimia yang terkontrol (Chausan dan Gulshan, 2014).
2.3 Teknik Pengendalian Gulma
Menurut Egbuna dan Barbara (2019), terdapat beberapa macam metode
pengendalian gulma yaitu sebagai berikut:
1. Kultur Teknis
Metode pengendalian secara kultur teknis banyak digunakan pada lahan
budidaya tanaman dengan siklus hidup yang singkat. Metode secara kultur teknis
meliputi penggunaan mulsa, rotasi tanaman, pengaturan jadwal tanam,
penggunaan varietas unggul, mengatur pola tanam dan kerapatan tanaman.
Metode ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman dari kompetisi gulma.
2. Kontrol Mekanik dan Fisik
Metode ini merupakan salah satu metode yang sudah lama dilakukan oleh
para petani. Metode ini dilakukan dengan sederhana menggunakan tangan, mulai
pra tanam hingga berlangsungnya proses budidaya. Salah satu cara yang penting
dalam metode ini yaitu pengolahan lahan. Proses pengolahan lahan secara
langsung menghambat proses germinasi dari benih gulma. Metode ini banyak
digunakan karena tidak membutuhkan modal dan hanya mengandalkan tenaga
manusia.
3. Kontrol Biologi
Kontrol biologi dalam pengendalian gulma diartikan sebagai pemanfaatan
organisme atau agen biologi untuk menekan pertumbuhan, perkembangan dan
reproduksi gulma. Salah satu caranya yaitu penggunaan bioherbisida yang dibuat
dari tanaman yang mengandung senyawa tertentu yang dapat menekan
pertumbuhan gulma.
4. Kontrol Kimia
Salah satu metode yang paling efektif dalam mengandalikan gulma yaitu
menggunakan senyawa kimia yang dikenal dengan herbisida. Jenis dari herbisida
ini pun sangat beragam bergantung dari bahan aktif dan cara kerjanya.
Pengaplikasian herbisida akan menyebabkan gulma menjadi mati, akibat
mekanisme yang dimiliki senyawa kimia tertentu seperti menghambat sintesis
protein dan lipid, menghambat fotosintesis, meluruhkan dinding sel dan
sebagainya.
5. Kontrol Integrasi
Integrated weed management atau pengendalian gulma terpadu menjadi
salah satu metode yang banyak berkembang saat ini, karena fokus terhadap
keberlanjutan organisme dan mengurangi dampak negatif dari penggunaan
senyawa kimia. Pengendalian terpadu menintegrasikan seluruh metode yang ada,
dengan memperhatikan aspek ekonomi dan sosial masyarakat. Metode ini paling
banyak digunakan dalam lahan pertanian organik dan menerapak good agriculture
practice atau GAP.
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Teknik Pengenalian Gulma
Pengendalian gulma secara kultur teknis memiliki kelebihan yaitu
penerapannya yang mudah, tidak membutuhkan biaya yang banyak. Selain itu,
pengendalian secara kultur teknis tidak berbahaya bagi kesehatan lingkungan.
Penggunaan mulsa dapat membantu dalam menghambat erosi permukaan. Lebih
lanjut, rotasi tanaman membantu dalam meningkatkan diversitas atau keragaman
produksi pertanian. Namun, di lain hal pengendalian dengan metode ini perlu
keahlian khusus dalam mencermati setiap cara yang hendak diterapkan dan juga
biasanya efektivitasnya yang tidak terlalu baik (Barbour et al, 2015).
Pengendalian secara fisik berupa pencabutan menjadi metode pengendalian
yang tidak membutuhkan biaya, karena hanya melakukan pencabutan secara
manual. Selain itu, pengolahan lahan dengan alat dan mesin pertanian cukup
efektif dalam menahan germinasi benih gulma. Di sisi lain, metode ini
membutuhkan banyak tenaga dan tidak efisien dari segi waktu. Lebih lanjut,
metode secara fisik dan mekanik ini perlu dilakukan secara berulang, mengikuti
jadwal pelaksanaan budidaya (Barbour et al, 2015).
Pengendalian menggunakan herbsida merupakan cara yang paling efektif
dalam mengendalikan gulma. Metode ini juga tidak terlalu membutuhkan tenaga
kerja yang banyak dan efisien dari segi waktu. Efek dari senyawa kimia memiliki
periode yang panjang, sehingga tidak terlalu sering diulangi. Akan tetapi, biaya
yang dikeluarkan mahal, teradapat senyawa beracun pada larutan herbisida,
memiliki dampak negatif bagi kesehatan manusia dan hewan ternak dan senyawa
toksik dapat mencemari air dan tanah (Barbour et al, 2015).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum alelopati dilaksanakan di Teaching Farm, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar, pada hari Selasa, 15 Oktober 2019, mulai
pukul 16.30 sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu cangkul, sprayer, ember,
gunting, meteran dan smartphone. Adapun bahan yang digunkaan yaitu air, patok,
tali rafiah, papan plastik, herbisida Gramoxone dan korek api.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam praktikum pengendalian gulma yaitu sebagai berikut;
1. Menyiapkan alat dan bahan yang hendak digunakan.
2. Menentukan lahan yang hendak dijadikan plot pengamatan.
3. Membuat plot pengamatan sebanyak 4 luasan, masing-masing dengan ukuran
1×1 meter, sehingga luas total plot menjadi 2×2 meter.
4. Memasang patok di masing-masing sudut plot dan menghubungkannya
dengan tali rafiah satu sama lain.
5. Memasang papan nama pada masing-masing plot dengan perlakuan yang
telah ditentukan yaitu cabut, cangkul, bakar dan herbisida.
6. Melakukan penyiraman disetiap plot, hingga tumbuh gulma.
7. Melakukan pengamatan terhadap jenis dan jumlah populasi gulma pada setiap
plot, 1 minggu setelah pembuatan plot.
8. Memotret setiap jenis gulma yang terdapat dalam setiap plot dengan
smartphone.
9. Melakukan aplikasi perlakuan berupa pencabutan, pencangkulan, pembakaran
dan penyemprotan herbisida.
10. Melakukan penyiraman kembali di setiap plot, hingga seminggu kedepan.
11. Melakukan pengamatan terhadap jenis dan jumlah populasi gulma pada setiap
plot, 1 minggu setelah pengaplikasian perlakuan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Pengamatan Spesies Gulma Sebelum Perlakuan
Jumlah Total
No Perlakuan Spesies Gulma
Individu Individu
Digitaria sanguinalis L. 5
1 Pencabutan Acalypha indica L. 2 11
Cassia tora (L.) Roxb 4
Digitaria sanguinalis L. 4
2 Pencangkulan 10
Cassia tora (L.) Roxb 6
3 Pembakaran Cassia tora (L.) Roxb 3 12
Spigelia anthelmia L. 7
Euphorbia hirta L. 2
Spigelia anthelmia L. 6
4 Herbisida Digitaria sanguinalis L. 7 16
Amaranthus spinosus L. 3
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2019.
Tabel 2. Pengamatan Spesies Gulma Setelah Satu Minggu Perlakuan
Jumlah Total
No Perlakuan Spesies Gulma
Individu Individu
Acalypha indica L. 7
1 Pencabutan 9
Cassia tora (L.) Roxb 2
Digitaria sanguinalis L. 5
2 Pencangkulan 8
Cassia tora (L.) Roxb 3
Cassia tora (L.) Roxb 3
3 Pembakaran Spigelia anthelmia L. 2 6
Digitaria sanguinalis L. 1
Spigelia anthelmia L. 31
4 Herbisida 33
Cassia tora (L.) Roxb 2
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2019.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pengendalian gulma dengan
metode fisik yaitu pencabutan tidak memiliki efektivitas yang baik, dimana
populasi gulma sebelum dan sesudah perlakuan tidak berubah secara drastis yaitu
hanya terjadi penurunan jumlah populasi sebanyak 2 individu. Metode ini tidak
begitu efektif dalam pengendalian gulma. Kemungkinan yang dapat terjadi yaitu
tidak tepatnya cara pencabutan gulma, sehingga masih menyisahkan pangkar
batang dan perakaran yang dapat tumbuh lagi. Hal ini didukung oleh Korres et al
(2019), yang menyatakan bahwa pengendalian gulma secara fisik menggunakan
tangan atau handweeding tidak memiliki efektivitas yang tinggi, dimana dengan
melakukan pencabutan secara manual, memiliki peluang meninggalkan sisa gulma
yang dapat tumbuh kembali, sehingga pengendalian dengan metode ini harus
dilakukan secara berulang.
Pengendalian gulma dengan perlakuan pencangkulan juga memiliki efektivitas
yang rendah, ditandai dengan populasi gulma yang tidak menunjukkan penurunan
yang signifikan yaitu sebelum dan sesudah perlakuan berturut-turut 10 dan 8
individu. Tumbuhnya kembali gulma disebabkan oleh pengolahan tanah dengan
cangkul yang secara langsung membongkar keadaan awal tanah, sehingga biji
gulma yang terpendam di kedalaman tanah dapat naik ke permukaan tanah. Lebih
lanjut, biji yang telah berada di permukaan dan terkena air akan memicu
perkecambahan dan selanjutnya akan tumbuh menjadi individu baru. Hal ini
didukung oleh Romaneckas et al (2015), yang menyatakan bahwa pengolahan
lahan secara mekanik memiliki resiko yang tinggi karena pertumbuhan gulma
akan semakin pesat. Lahan yang diolah dengan kedalaman tertentu, akan
membalikkan tanah sekaligus menaikkan biji gulma yang dorman, sehingga ketika
lingkungan sudah memungkinkan, maka biji gulma akan segera tumbuh.
Proses pembakaran yang dilakukan pada plot pengamatan memberikan hasil
yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan gulma, dimana terjadi penurunan
populasi gulma sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Penurunan ini cukup
pesat, akibat terjadi kematian terhadap populasi gulma yang ada. Selain itu, biji
gulma yang terdapat di dalam plot pengamatan tidak dapat lagi tumbuh, karena
mengalami kerusakan akibat suhu tinggi dari proses pembakaran. Kerusakan ini
menyebabkan biji gulma menjadi non-aktif. Hal ini didukung oleh Yudono (2015),
yang menyatakan bahwa benih tumbuhan memiliki syarat untuk perkecambahan,
dimana salah satunya suhu. Suhu yang optimum bagi biji untuk berkecambah
yaitu 15ºC sampai 30ºC.
Pengendalian gulma dengan metode herbisida memiliki hasil yang sangat
bertolak belakang terhadap efektivitas pengendalian kimia berupa herbisida. Pada
umumnya, penggunaan herbisida merupakan cara yang sangat efektif, akan tetapi
pada praktikum yang dilakukan, menunjukkan hasil yang berbeda. Pada
pengamatan yang dilakukan, terjadi peningkatan populasi gulma yang sangat
signifika yaitu dari 16 individu menjadi 33 individu. Efektivitas pemberian
herbisida tidak begitu baik karena cara pengaplikasiannya yang kurang tepat, yaitu
tidak tepat waktu. Herbisida gramoxone disemprotkan pada gulma yang sudah
tumbuh. Biji gulma yang terdapat di permukaan tanah, tidak terkena. Lebih lanjut,
herbisida jenis ini bersifat purna tumbuh. Hal ini didukung oleh Astuti et al
(2019), yang menyatakan bahwa herbisida gramoxone merupakan herbisida
dengan bahan aktif paraquat, dengan aplikasinya saat gulma telah tumbuh atau
purna tumbuh.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulan bahwa
terdapat berbagai macam metode pengendalian gulma yaitu secara fisik dan
mekanik berupa pencabutan, pencangkulan dan pembakaran. Selain itu, metode
kimia berupa aplikasi herbisida. Metode yang paling efektif dalam menekan
pertumbuhan gulma yaitu pembakaran, sedangkan metode dengan efektivitas yang
rendah berupa aplikasi herbisida.
5.2 Saran
Sebaiknya para praktikan memperhatikan betul setiap kegiatan yang
dilakukan pada saat praktikum, sehingga dapat dipahami dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Maria, Samsuri, Enny Rahayu, Neni Andayani., dan Danang Manumono.
2019. Panduan Praktek Lapang: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.
Yogyakarta: Institut Pertanian Yogyakarta.

Barbour, George, Hosea Gemuh dan Jasmine Lochhead. 2015. Weed Control
Methods in the Transitional City. University of Catenbury.

Chausan, Bhagirath S dan Gulshan Mahajan. 2014. Recent Advances in Weed


Management. New York: Springer.

Egbuna, Chukwuebuka dan Barbara Sawicka. 2019. Natural Remedies for


Pest, Disease and Weed Control. United Kingdom: Academic Press.
Korres, Nicholas E, Nilda R. Dan Stephen O. Duke. 2019. Weed Control:
Sustainability, Hazard and Risk in Cropping System Worldwide. United
State of America: CRC Press.

Matloob, Amar, Muhammad Ehsan Safdar, Tasawer Abbas, Farhena Aslam,


Abdul Khaliq, Asif Tanveer, Abdul Rehman dan Asim Raza Chadar.
2019. Challenges and Prospects for Weed Management in Pakistan: A
Review. Crop Protection, 2019.

Naidu, V. S. G. R. 2012. Hand Book of Weed Identification. India: Directorate of


Weed Science Research.

Romaneckas, Kestutis, Egidijus Saraukis, Dovile Avizienyte dan Aida


Adamaviciene. 2015. Weed Control by Soil Tillage and Living Mulch.
Intech.

USDA. 2019. Plant Database. Diakses pada tanggal 3 November 2019, di


plant.usda.gov

Yudono, Prapto. 2015. Perbenihan Tanaman. Yogyakarta: UGM Press.

.
LAMPIRAN
Gambar 1. Plot Perlakuan Pecabutan Gambar 2. Plot Perlakuan
Herbisida

Gambar 3. Plot Perlakuan Pencangkulan Gambar 4. Plot Perlakuan


Pembakaran

Anda mungkin juga menyukai