PENGENDALIAN GULMA
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum alelopati dilaksanakan di Teaching Farm, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar, pada hari Selasa, 15 Oktober 2019, mulai
pukul 16.30 sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu cangkul, sprayer, ember,
gunting, meteran dan smartphone. Adapun bahan yang digunkaan yaitu air, patok,
tali rafiah, papan plastik, herbisida Gramoxone dan korek api.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam praktikum pengendalian gulma yaitu sebagai berikut;
1. Menyiapkan alat dan bahan yang hendak digunakan.
2. Menentukan lahan yang hendak dijadikan plot pengamatan.
3. Membuat plot pengamatan sebanyak 4 luasan, masing-masing dengan ukuran
1×1 meter, sehingga luas total plot menjadi 2×2 meter.
4. Memasang patok di masing-masing sudut plot dan menghubungkannya
dengan tali rafiah satu sama lain.
5. Memasang papan nama pada masing-masing plot dengan perlakuan yang
telah ditentukan yaitu cabut, cangkul, bakar dan herbisida.
6. Melakukan penyiraman disetiap plot, hingga tumbuh gulma.
7. Melakukan pengamatan terhadap jenis dan jumlah populasi gulma pada setiap
plot, 1 minggu setelah pembuatan plot.
8. Memotret setiap jenis gulma yang terdapat dalam setiap plot dengan
smartphone.
9. Melakukan aplikasi perlakuan berupa pencabutan, pencangkulan, pembakaran
dan penyemprotan herbisida.
10. Melakukan penyiraman kembali di setiap plot, hingga seminggu kedepan.
11. Melakukan pengamatan terhadap jenis dan jumlah populasi gulma pada setiap
plot, 1 minggu setelah pengaplikasian perlakuan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Pengamatan Spesies Gulma Sebelum Perlakuan
Jumlah Total
No Perlakuan Spesies Gulma
Individu Individu
Digitaria sanguinalis L. 5
1 Pencabutan Acalypha indica L. 2 11
Cassia tora (L.) Roxb 4
Digitaria sanguinalis L. 4
2 Pencangkulan 10
Cassia tora (L.) Roxb 6
3 Pembakaran Cassia tora (L.) Roxb 3 12
Spigelia anthelmia L. 7
Euphorbia hirta L. 2
Spigelia anthelmia L. 6
4 Herbisida Digitaria sanguinalis L. 7 16
Amaranthus spinosus L. 3
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2019.
Tabel 2. Pengamatan Spesies Gulma Setelah Satu Minggu Perlakuan
Jumlah Total
No Perlakuan Spesies Gulma
Individu Individu
Acalypha indica L. 7
1 Pencabutan 9
Cassia tora (L.) Roxb 2
Digitaria sanguinalis L. 5
2 Pencangkulan 8
Cassia tora (L.) Roxb 3
Cassia tora (L.) Roxb 3
3 Pembakaran Spigelia anthelmia L. 2 6
Digitaria sanguinalis L. 1
Spigelia anthelmia L. 31
4 Herbisida 33
Cassia tora (L.) Roxb 2
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2019.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pengendalian gulma dengan
metode fisik yaitu pencabutan tidak memiliki efektivitas yang baik, dimana
populasi gulma sebelum dan sesudah perlakuan tidak berubah secara drastis yaitu
hanya terjadi penurunan jumlah populasi sebanyak 2 individu. Metode ini tidak
begitu efektif dalam pengendalian gulma. Kemungkinan yang dapat terjadi yaitu
tidak tepatnya cara pencabutan gulma, sehingga masih menyisahkan pangkar
batang dan perakaran yang dapat tumbuh lagi. Hal ini didukung oleh Korres et al
(2019), yang menyatakan bahwa pengendalian gulma secara fisik menggunakan
tangan atau handweeding tidak memiliki efektivitas yang tinggi, dimana dengan
melakukan pencabutan secara manual, memiliki peluang meninggalkan sisa gulma
yang dapat tumbuh kembali, sehingga pengendalian dengan metode ini harus
dilakukan secara berulang.
Pengendalian gulma dengan perlakuan pencangkulan juga memiliki efektivitas
yang rendah, ditandai dengan populasi gulma yang tidak menunjukkan penurunan
yang signifikan yaitu sebelum dan sesudah perlakuan berturut-turut 10 dan 8
individu. Tumbuhnya kembali gulma disebabkan oleh pengolahan tanah dengan
cangkul yang secara langsung membongkar keadaan awal tanah, sehingga biji
gulma yang terpendam di kedalaman tanah dapat naik ke permukaan tanah. Lebih
lanjut, biji yang telah berada di permukaan dan terkena air akan memicu
perkecambahan dan selanjutnya akan tumbuh menjadi individu baru. Hal ini
didukung oleh Romaneckas et al (2015), yang menyatakan bahwa pengolahan
lahan secara mekanik memiliki resiko yang tinggi karena pertumbuhan gulma
akan semakin pesat. Lahan yang diolah dengan kedalaman tertentu, akan
membalikkan tanah sekaligus menaikkan biji gulma yang dorman, sehingga ketika
lingkungan sudah memungkinkan, maka biji gulma akan segera tumbuh.
Proses pembakaran yang dilakukan pada plot pengamatan memberikan hasil
yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan gulma, dimana terjadi penurunan
populasi gulma sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Penurunan ini cukup
pesat, akibat terjadi kematian terhadap populasi gulma yang ada. Selain itu, biji
gulma yang terdapat di dalam plot pengamatan tidak dapat lagi tumbuh, karena
mengalami kerusakan akibat suhu tinggi dari proses pembakaran. Kerusakan ini
menyebabkan biji gulma menjadi non-aktif. Hal ini didukung oleh Yudono (2015),
yang menyatakan bahwa benih tumbuhan memiliki syarat untuk perkecambahan,
dimana salah satunya suhu. Suhu yang optimum bagi biji untuk berkecambah
yaitu 15ºC sampai 30ºC.
Pengendalian gulma dengan metode herbisida memiliki hasil yang sangat
bertolak belakang terhadap efektivitas pengendalian kimia berupa herbisida. Pada
umumnya, penggunaan herbisida merupakan cara yang sangat efektif, akan tetapi
pada praktikum yang dilakukan, menunjukkan hasil yang berbeda. Pada
pengamatan yang dilakukan, terjadi peningkatan populasi gulma yang sangat
signifika yaitu dari 16 individu menjadi 33 individu. Efektivitas pemberian
herbisida tidak begitu baik karena cara pengaplikasiannya yang kurang tepat, yaitu
tidak tepat waktu. Herbisida gramoxone disemprotkan pada gulma yang sudah
tumbuh. Biji gulma yang terdapat di permukaan tanah, tidak terkena. Lebih lanjut,
herbisida jenis ini bersifat purna tumbuh. Hal ini didukung oleh Astuti et al
(2019), yang menyatakan bahwa herbisida gramoxone merupakan herbisida
dengan bahan aktif paraquat, dengan aplikasinya saat gulma telah tumbuh atau
purna tumbuh.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulan bahwa
terdapat berbagai macam metode pengendalian gulma yaitu secara fisik dan
mekanik berupa pencabutan, pencangkulan dan pembakaran. Selain itu, metode
kimia berupa aplikasi herbisida. Metode yang paling efektif dalam menekan
pertumbuhan gulma yaitu pembakaran, sedangkan metode dengan efektivitas yang
rendah berupa aplikasi herbisida.
5.2 Saran
Sebaiknya para praktikan memperhatikan betul setiap kegiatan yang
dilakukan pada saat praktikum, sehingga dapat dipahami dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Maria, Samsuri, Enny Rahayu, Neni Andayani., dan Danang Manumono.
2019. Panduan Praktek Lapang: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.
Yogyakarta: Institut Pertanian Yogyakarta.
Barbour, George, Hosea Gemuh dan Jasmine Lochhead. 2015. Weed Control
Methods in the Transitional City. University of Catenbury.
.
LAMPIRAN
Gambar 1. Plot Perlakuan Pecabutan Gambar 2. Plot Perlakuan
Herbisida