Anda di halaman 1dari 19

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018: 100–118


100 p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280

Analisis Pengeluaran Sektor Pariwisata terhadap Ketimpangan Upah


Tenaga Kerja di Indonesia
Analysis of Tourism Sector Expenditures on Inequality of Labor Wages in
Indonesia

Lalu Muhammad Azmi Prasetyaa,∗, M. Pudjihardjoa , & Nurul Badriyaha


a Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

[diterima: 10 September 2018 — disetujui: 6 Desember 2018 — terbit daring: 18 Mei 2019]

Abstract
This study analyses the effect of foreign tourist expenditure, government expenditure and foreign investment on wage
inequality between skilled, semi-skilled and unskilled labour in the Indonesian tourism sector. The study uses time series
data with a period of 22 years. The method used is Error Correction Model (ECM). The results of this study indicate
that foreign tourist expenditure and government expenditure increase inequality in the short term, but in the long run
can reduce wage inequality. Meanwhile, foreign investment increases inequality both in the short and long term.
Keywords: tourism sector; wage inequality; skill premium; Error Correction Model (ECM)

Abstrak
Penelitian ini menganalisis pengaruh pengeluaran wisatawan mancanegara, pengeluaran pemerintah dan
investasi asing terhadap ketimpangan upah antara tenaga kerja terampil, semi terampil, dan tidak terampil
di sektor pariwisata Indonesia. Penelitian menggunakan data time series dengan periode waktu 22 tahun.
Metode yang digunakan adalah Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pengeluaran wisatawan dan pemerintah meningkatkan ketimpangan dalam jangka pendek, namun dalam
jangka panjang mampu menurunkan ketimpangan upah. Investasi asing meningkatkan ketimpangan, baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Kata kunci: sektor pariwisata; ketimpangan upah; premi keterampilan; Error Correction Model (ECM)

Kode Klasifikasi JEL: F10; J01; Z30

Pendahuluan dunia serta penciptaan lapangan pekerjaan dan


menghasilkan devisa. Berdasarkan penelitian Gar-
Perdagangan pada sektor jasa telah menjadi bagian son (2015), jasa pariwisata pada tahun 2050 diperki-
terpenting di negara-negara berkembang dengan rakan menjadi salah satu sektor terbesar di dunia.
ekspor jasa tumbuh dua kali lebih cepat diban- United Nations World Tourism Organization (UNW-
dingkan dengan majunya ekonomi dunia dan telah TO) (2017) pun menjelaskan bahwa pertumbuhan
tumbuh sepuluh kali lipat sejak 1990 (Loungani et sektor pariwisata, sebagai salah satu sektor ekonomi
al., 2017). Menurut Cali et al. (2008), perdagangan terbesar dan tercepat yang mampu melebihi perda-
sektor jasa merupakan komponen penting dalam gangan dunia dalam lima tahun terakhir, mampu
perekonomian dunia, yang berkontribusi langsung menunjukkan ketangguhannya pada pelemahan
dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketidakpastian ekonomi global. Chou (2013)
pun mengakui bahwa pengembangan pariwisata
∗ Alamat Korespondensi: Perum. Muslim Pondok Asri, Lom- secara luas adalah instrumen positif untuk men-
bok Barat. E-mail: azmiprasetya19@gmail.com.

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118


Prasetya, L. M. A., Pudjihardjo, M., & Badriyah, N. 101

dorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan menurut Pertumbuhan penerimaan devisa yang signifikan
Scheyvens (2002), pariwisata tidak lagi hanya di- dari sektor pariwisata, menjadikannya primadona
anggap sebagai penghasil pendapatan, pencipta baru bagi pembangunan ekonomi Indonesia sehing-
lapangan kerja, atau fenomena sosial budaya, na- ga ditetapkan sebagai salah satu sektor unggulan
mun juga berfungsi sebagai alat untuk mendorong Indonesia yang tertera dalam Rencana Pembangun-
pembangunan yang bermanfaat dan berbasis lokal an Jangka Menengah Nasional 2015–2019 bahkan
dalam semua dimensinya. diproyeksikan menjadi penyumbang devisa terbe-
sar pada 2019. Harapannya adalah sektor pariwi-
Menurut Shaw dan Williams (2004), pariwisata
sata mampu membantu mengurangi ketimpangan
mampu mendistribusikan pembangunan dari pusat
ekonomi yang telah terjadi, baik antar-individu,
ekonomi ke daerah tertinggal. Dengan demikian,
antarwilayah, dan juga antarsektor.
pengembangan pariwisata cenderung dijadikan in-
strumen untuk mempersempit ketimpangan, seper- Dumairy (1996) menjelaskan bahwa ketimpangan
ti yang dijelaskan oleh Demian (2013) dan Raza dan upah bisa terjadi karena dua hal, yaitu faktor endow-
Shah (2017), bahwa sektor jasa pariwisata adalah ment dan strategi kebijakan pembangunan. Faktor
sektor penting yang dapat memengaruhi ketim- endowment menunjukkan kualitas dari sumber da-
pangan upah. Beberapa negara telah menjadikan ya manusia, sementara faktor strategi kebijakan
pariwisata sebagai sumber utama pembangunan pembangunan menunjukkan ke mana arah pemba-
ekonomi dan saling terkait dengan pertumbuhan ngunan Indonesia di masa depan. Menurut Demian
ekonomi sedemikian rupa sehingga setiap perubah- (2013), penjelasan paling sederhana terkait faktor
an di dalamnya dapat mempersempit ketimpangan endowment adalah kekayaan keluarga yang dapat
upah di negara tersebut (Lau et al., 2017; Raza et diandalkan oleh tenaga kerja selama masa studinya
al., 2017; Raza dan Jawaid, 2013; Taylor et al., 2009; atau akses terhadap beasiswa dan lain sebagainya
Zaman et al., 2016). sehingga dapat memengaruhi modal manusia pada
tenaga kerja. Secara alamiah, faktor endowment ter-
Pariwisata mampu menyumbang 10% dari total
sebut akan mengelompokkan tenaga kerja menjadi
Produk Domestik Bruto (PDB) dunia tahun 2017 de-
tenaga kerja terampil, semi terampil, dan tidak te-
ngan menyediakan satu dari sepuluh kesempatan
rampil. Pengelompokkan tersebut dapat dilakukan
kerja di dunia. Selain itu, pariwisata juga mampu
berdasarkan tingkat pendidikan tenaga kerja. Tena-
menghasilkan USD1,4 triliun yang berasal dari eks-
ga kerja terampil adalah tenaga kerja lulusan vokasi
por dan menyumbang 7% dari total ekspor dunia
dan perguruan tinggi, tenaga kerja semi terampil
dan 30% ekspor jasa. Ekspor jasa pariwisata tersebut
adalah tenaga kerja lulusan menengah atas, dan
merupakan total pengeluaran wisatawan manca-
tenaga kerja tidak terampil merupakan tenaga kerja
negara di negara tujuan pariwisatanya. Menurut
lulusan pendidikan menengah pertama ke bawah.
UNWTO (2017), sektor pariwisata di banyak negara
Pengelompokkan inilah yang akan menunjukkan
berkembang memiliki kategori ekspor tertinggi di
adanya perbedaan upah hingga muncul masalah
dunia, seperti Asia Tenggara yang diperkirakan
ketimpangan distribusi upah. Hal tersebut juga dije-
akan menjadi wilayah dengan pertumbuhan pari-
laskan oleh teori pendekatan modal manusia yang
wisata tercepat di dunia sekitar 6,5% sampai 7%. Di
disampaikan oleh Becker (1975), bahwa perbedaan
antara negara-negara Asia Tenggara lainnya, Indo-
upah tenaga kerja terjadi dikarenakan perbedaan
nesia telah berhasil memiliki pertumbuhan yang
kualitas tenaga kerja.
lebih tinggi di tahun 2016 jika dibandingkan dengan
Thailand, Singapura, dan Malaysia. Apabila ketimpangan upah dianalisis dengan
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
102 Analisis Pengeluaran Sektor Pariwisata...

mempertimbangkan kualitas tenaga kerja, maka sementara teknologi dapat masuk ketika negara
premi keterampilan berperan sebagai penentu uta- bersangkutan melakukan perdagangan internasio-
ma pada ketimpangan upah tersebut (Internatio- nal.
nal Monetary Fund/IMF, 2016). Pengukuran premi Beberapa penelitian pun memang ada yang me-
keterampilan dilakukan dengan membandingkan nunjukkan hubungan positif dan negatif antara
rata-rata upah yang diterima oleh tenaga kerja, se- perdagangan jasa, khususnya pada sektor pariwisa-
perti membandingkan rata-rata upah tenaga kerja ta dan pengaruhnya terhadap ketimpangan. Raza
terampil dan tidak terampil. Premi keterampilan dan Shah (2017) berusaha menguji hubungan an-
Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1. tara pariwisata dan ketimpangan pendapatan di
Perbedaan terbesar memang terlihat jelas pada 43 negara kunjungan wisatawan tahun 1995 sam-
premi keterampilan kelompok pertama, yaitu premi pai 2015 dengan hasil penelitian yang menjelaskan
keterampilan Indonesia pada tahun 2008 menun- bahwa sektor pariwisata memiliki pengaruh posi-
jukkan angka 3,03 yang artinya bahwa rata-rata tif signifikan terhadap ketimpangan pendapatan.
upah tenaga kerja terampil lebih besar 3,03 kali Selain itu, hipotesis Kuznets juga terbukti dalam
dibandingkan rata-rata upah tenaga kerja tidak ter- penelitiannya yang menyiratkan bahwa apabila
ampil, dan menurun di tahun 2017 menjadi sebesar pendapatan pariwisata berlipat ganda, maka ketim-
2,63 yang artinya bahwa rata-rata upah tenaga kerja pangan pendapatan akan mengalami penurunan.
terampil hanya lebih besar 2,63 kali dibandingkan Hasil penelitian serupa juga ditemukan oleh Alam
rata-rata upah tenaga kerja tidak terampil. Secara dan Paramati (2016) yang meneliti dampak pari-
keseluruhan, ketiga kelompok premi keterampil- wisata terhadap ketimpangan pendapatan pada 49
an menunjukkan tren yang menurun. Penurunan negara berkembang tahun 1991 sampai 2012.
tersebut diperkirakan karena laju pertumbuhan Lebih spesifiknya, Petit (2016) menjelaskan bah-
upah riil pekerja tidak terampil lebih besar diban- wa total perdagangan internasional secara signifi-
dingkan tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu, kan dapat meningkatkan ketimpangan pendapatan
IMF (2016) menjelaskan bahwa ketika premi kete- dalam jangka panjang antara pekerja terampil dan
rampilan memiliki kecenderungan yang menurun, semi terampil, maupun antara pekerja semi teram-
maka penawaran tenaga kerja terampil semakin me- pil dan pekerja tidak terampil. Berkenaan dengan
ningkat yang tidak diikuti dengan penyerapannya sektor pariwisata, untuk ketimpangan antara peker-
sehingga mengakibatkan upah dari tenaga kerja ja semi terampil dan pekerja terampil menunjukkan
terampil menjadi turun. hubungan negatif, sementara ketimpangan antara
Keadaan tersebut tidak sejalan dengan teori hu- pekerja semi terampil dan pekerja tidak terampil
man capital yang disampaikan oleh Becker (1975), menunjukkan hubungan positif. Hal tersebut men-
yang menjelaskan bahwa pemerataan tingkat pendi- cerminkan bahwa perbedaan upah pada pekerja
dikan sebagai bagian dari investasi modal manusia tidak terampil yang relatif terhadap pekerja semi
akan memeratakan distribusi pendapatan sehingga terampil yang bekerja di sektor pariwisata menga-
ketimpangan akan menurun. Singkatnya, hal ter- lami peningkatan dan perbedaan upah antara pe-
sebut menunjukkan bahwa tenaga kerja terampil kerja terampil dan semi terampil berkurang dari
tidak terserap dengan sempurna oleh pasar tena- waktu ke waktu. Dengan demikian, sektor pariwisa-
ga kerja. Penyerapan tenaga kerja terampil dapat ta lebih intens menggunakan pekerja tidak terampil
terjadi apabila teknologi masuk pada suatu negara dibandingkan pekerja semi terampil dan terampil.
atau dikenal dengan skill-biased technological change, Selain itu, Engelmann (2014) juga melakukan pe-
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
Prasetya, L. M. A., Pudjihardjo, M., & Badriyah, N. 103

Gambar 1: Premi Keterampilan Indonesia 2007–2017


Keterangan: Premi keterampilan 1 : rasio rata-rata upah tenaga kerja terampil dan tidak terampil;
Premi keterampilan 2 : rasio rata-rata upah tenaga kerja terampil dan semi terampil; dan
Premi keterampilan 3 : rasio rata-rata upah tenaga kerja semi terampil dan tidak.
Sumber: BPS (2017a, b), data diolah

nelitian untuk mengetahui pengaruh perdagangan nya menunjukkan bahwa pekerja berupah rendah
internasional terhadap upah riil pekerja terampil, dan menengah akan merasakan ketimpangan upah
semi terampil, dan tidak terampil pada 11 sektor yang besar karena adanya perdagangan internasio-
manufaktur di Inggris. Hasil penelitiannya men- nal dibandingkan dengan pekerja berupah tinggi
jelaskan bahwa telah terjadi perubahan struktural di negara maju.
dalam ekonomi Inggris yang ditunjukkan pada pe-
nurunan permintaan untuk pekerja tidak terampil
dan permintaan meningkat untuk pekerja terampil Tinjauan Literatur
dan semi terampil selama bertahun-tahun.
Secara keseluruhan, penelitian-penelitian tersebut
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Casset- menunjukkan bahwa perdagangan internasional
te et al. (2012) berusaha memperkirakan dampak pada sektor jasa, khususnya pariwisata, mengaki-
spesifik dari perdagangan internasional terhadap batkan peningkatan ketimpangan upah. Namun,
ketimpangan upah dengan menggunakan tiga ukur- terdapat beberapa penelitian lain yang justru me-
an upah, yaitu D9/D1, D5/D1, dan D9/D5. Hasil nunjukkan bahwa perdagangan internasional pada
penelitiannya menunjukkan bahwa perdagangan sektor pariwisata dapat menurunkan ketimpangan
internasional pada layanan jasa memiliki dampak upah. Li et al. (2016) melakukan penelitian terkait
positif signifikan pada masing-masing ketiga ukur- pariwisata dan ketimpangan upah daerah dengan
an upah. Perdagangan internasional jasa juga telah menggunakan data 30 provinsi di Cina dari tahun
meningkatkan ketimpangan upah antara kelompok 1997 sampai 2010. Hasil penelitiannya menunjuk-
upah tertinggi dan upah rata-rata (D9/D5). Dalam kan bahwa pariwisata mampu mengurangi ketim-
jangka pendek, perdagangan jasa internasional ti- pangan upah dengan peran pariwisata domestik
dak memiliki dampak signifikan pada ketimpangan. lebih besar dibandingkan dengan pariwisata inter-
Dalam jangka panjang, perdagangan internasional nasional. Li et al. (2015) juga melakukan penelitian
jasa meningkatkan ketimpangan antara pekerja ber- di Cina dan menunjukkan bahwa pariwisata dapat
upah rendah, menengah, dan tinggi. Hasil utama- memperbaiki keadaan ekonomi di daerah tertinggal
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
104 Analisis Pengeluaran Sektor Pariwisata...

dibandingkan daerah yang maju sehingga pariwi- inbound tourism yang menjelaskan keterbukaan per-
sata dapat mengurangi ketimpangan upah yang dagangan pada pariwisata yang digunakan oleh
terjadi di Cina. Sementara itu, Haddad et al. (2013) Chao et al. (2012) dalam Petit (2017) untuk men-
melakukan penelitian terkait di Brazil dan menun- jelaskan bahwa peningkatan inbound pariwisata
jukkan bahwa pariwisata domestik memiliki peran dapat meningkatkan ketimpangan antara pekerja
penting dalam mengurangi ketimpangan upah di tidak terampil dan terampil. Pengeluaran wisata-
wilayah Brazil. wan mancanegara layak diperhitungkan sebab data
Berdasarkan serangkaian uraian yang telah dije- ini merupakan bagian dari data ekspor pariwisata
laskan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui yang dapat menggambarkan adanya keterbukaan
pengaruh pengeluaran wisatawan mancanegara, perdagangan di sektor pariwisata.
investasi pariwisata, dan pengeluaran pemerintah Selanjutnya, variabel investasi pada sektor pa-
sektor pariwisata terhadap premi keterampilan sek- riwisata juga digunakan dalam penelitian sebagai
tor pariwisata di Indonesia dalam jangka pendek salah satu saran data oleh Petit (2017) yang dapat
dan jangka panjang. Petit (2017) menjelaskan bah- digunakan untuk melihat pengaruh ketimpangan
wa keuntungan menggunakan premi keterampilan di sektor pariwisata. Namun, dalam penelitiannya
sebagai ukuran ketimpangan upah adalah bahwa tidak menggunakan variabel investasi asing sek-
pengaruh yang terlihat lebih mampu menunjukkan tor pariwisata ini dikarenakan ketidaktersediaan
suatu kebenaran dan bukan hubungan yang me- data untuk periode penelitian dan sampel negara
nyesatkan. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa yang digunakan. Begitu pula hubungan variabel
liberalisasi pariwisata dapat berdampak pada distri- pengeluaran pemerintah dalam sektor pariwisata
busi upah di sektor pariwisata, yakni antara pekerja terhadap ketimpangan upah juga diperhitungkan
yang terampil dan tidak terampil, pekerja terampil dalam penelitian Petit (2017) sehingga model yang
dan semi terampil, serta pekerja semi terampil dan digunakan dalam penelitian ini dibentuk dengan
tidak terampil. mengacu pada penelitian yang sebelumnya telah
Dalam penelitian Petit (2017), hubungan lang- dilakukan oleh Petit (2017). Pengukuran alternatif
sung antara perdagangan internasional dalam jasa dari pengeluaran wisatawan mancanegara yang
pariwisata dan ketimpangan upah diestimasi de- dapat digunakan untuk melihat pengaruhnya pada
ngan memperhitungkan indeks keterbukaan per- ketimpangan upah adalah keterbukaan perdagang-
dagangan sektor pariwisata, inflasi pada sektor an dari sektor pariwisata. Pengukuran ini tidak
pariwisata, Gross Domestic Product (GDP) pariwi- digunakan dalam penelitian karena ketidaktersedi-
sata, tingkat pendidikan pekerja sektor pariwisata, aan jenis data ini untuk sektor pariwisata Indonesia.
kepadatan serikat pekerja sektor pariwisata, indeks Banyak pengamat menghubungkan peningkatan
Herfindal pariwisata, dan keterlibatan pemerintah ketimpangan upah dengan perubahan pada per-
dalam pembentukan upah pariwisata. Namun, be- tumbuhan perdagangan dunia dan khususnya eks-
berapa variabel yang digunakan dalam penelitian por yang berasal dari negara-negara berkembang
Petit (2017) tidak dimasukkan dalam model ini se- (Krugman et al., 2012). Ekspor yang dilakukan ne-
bab keterbatasan data yang tersedia untuk sektor gara berkembang, biasanya berteknologi rendah,
pariwisata Indonesia. yang produksinya intensif pada pekerja tidak te-
Selanjutnya, perdagangan internasional dalam rampil, sementara ekspor yang dilakukan negara
penelitian ini diukur dengan pengeluaran wisata- maju biasanya berteknologi tinggi yang produksi-
wan mancanegara, yang merupakan proksi dari nya intensif pada pekerja terampil. Keadaan terse-
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
Prasetya, L. M. A., Pudjihardjo, M., & Badriyah, N. 105

but disebut sebagai langkah menuju pemerataan sektor menghasilkan peningkatan pada ketimpang-
harga. Perdagangan antara negara maju yang ber- an upah. Perubahan teknologi tersebut diklasifika-
limpah modal dan keterampilan, sementara negara sikan sebagai bias keterampilan karena menggeser
berkembang yang berlimpah pekerja tidak teram- permintaan relatif untuk pekerja terampil di kedua
pil, akan meningkatkan upah pekerja terampil dan sektor (kurva LL dan kurva HH berubah). Kemudi-
menurunkan upah pekerja tidak terampil di negara an, harga barang berteknologi tinggi dihubungkan
maju. Hal tersebut sesuai dengan prediksi model dengan rasio upah terampil dan tidak terampil
faktor proporsi. yang lebih tinggi (kurva S bergeser). Dalam hal
Model faktor proporsi juga menjelaskan bahwa ini, perubahan teknologi mendorong produsen di
perdagangan internasional memengaruhi ketim- kedua sektor untuk meningkatkan penggunaan
pangan upah melalui perubahan relatif harga ba- pekerja terampil dibandingkan pekerja tidak teram-
rang. Mayoritas pengamat menjelaskan bahwa tek- pil. Oleh karena itu, kelebihan dari perdagangan
nologi produksi baru memberi penekanan lebih dibandingkan dengan perubahan teknologi yang
besar pada keterampilan pekerja. Tenaga kerja te- bias keterampilan untuk menjelaskan peningkatan
rampil digunakan untuk menghasilkan barang ber- ketimpangan upah dapat dilihat dari perubahan
teknologi tinggi dan pekerja tidak terampil untuk penggunaan antara tenaga kerja terampil dan tidak
menghasilkan barang berteknologi rendah. terampil pada sektor-sektor tersebut.

Garis vertikal pada Gambar 2 menunjukkan ra- Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan bahwa
sio upah pekerja terampil terhadap pekerja tidak ketika negara berkembang membuka diri untuk
terampil dan garis horizontal menunjukkan jumlah perdagangan, negara tersebut akan mengekspor
pekerja terampil terhadap pekerja tidak terampil. barang atau jasa yang relatif intensif pada pekerja-
Gambar 2 menjelaskan permintaan faktor relatif an berketerampilan rendah karena negara-negara
oleh produsen di antara dua sektor (sektor ber- berkembang memiliki sejumlah besar tenaga kerja
teknologi tinggi dan rendah) dengan rasio pekerja berketerampilan rendah. Selain itu, negara berkem-
terampil terhadap pekerja tidak terampil yang di- bang juga akan melakukan impor pada barang atau
pekerjakan sebagai fungsi dari rasio upah terampil jasa yang relatif intensif berketerampilan tinggi. Pro-
terhadap pekerja tidak terampil (kurva LL untuk ses ini tergantung pada fakta bahwa liberalisasi per-
teknologi rendah dan HH untuk teknologi tinggi). dagangan akan meningkatkan harga relatif barang
Diasumsikan bahwa produksi barang berteknolo- atau jasa yang bersifat padat karya dengan keteram-
gi tinggi sangat padat karya sehingga kurva HH pilan rendah. Lebih lanjut, teori Stolper-Samuelson
bergeser relatif terhadap kurva LL. membuktikan bahwa reformasi perdagangan da-
Pada Gambar 2(a), peningkatan perdagangan pa- pat mengarah pada penurunan ketimpangan upah
da negara berkembang menghasilkan peningkatan antara tenaga kerja terampil dan tidak terampil
pada ketimpangan upah (rasio upah terampil/tidak di negara-negara berkembang, sebab tenaga kerja
terampil) di negara tersebut melalui kenaikan harga berketerampilan rendah akan melihat peningkatan
relatif barang berteknologi tinggi. Kenaikan biaya upah yang lebih tinggi (Bacchetta et al., 2009).
relatif pekerja terampil mengindikasikan produsen Teori perdagangan H-O memperjelas hal terkait
di kedua sektor untuk mengurangi pekerjaan pa- siapa yang harus diuntungkan dan siapa yang harus
da relatif pekerja terampil terhadap pekerja tidak merugi dalam perdagangan bebas. Bayangkan jika
terampil. hanya terdapat dua faktor di dunia, yaitu pekerja te-
Pada Gambar 2(b), perubahan teknologi di kedua rampil dan tidak terampil. Upah relatif dari pekerja
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
106 Analisis Pengeluaran Sektor Pariwisata...

Gambar 2: Rasio Upah Pekerja Ketika Adanya Perdagangan dan Perubahan Teknologi
Sumber: Krugman et al. (2012)

terampil akan lebih rendah di negara yang berlim- pangan upah, yaitu:
pah tenaga kerja terampil (dinyatakan dengan R dan
disebut sebagai negara kaya) daripada di negara a. Hubungan Antara Pengeluaran Wisatawan
yang berlimpah tenaga kerja tidak terampil (dinya- Mancanegara dan Ketimpangan Upah
takan dengan P dan disebut sebagai negara miskin)
yang dinotasikan dengan (WS /WUS )R < (WS /WUS )P , Sesuai dengan rekomendasi World Tourism Organi-
dengan WS dan WUS menunjukkan masing-masing zation (WTO) dan International Union Office Travel
upah pekerja terampil dan tidak terampil. Perbe- Organization (IUOTO), batasan/definisi wisatawan
daan atau ketimpangan inilah yang mendorong mancanegara (wisman) adalah setiap orang yang
keunggulan komparatif, yaitu negara-negara ka- mengunjungi suatu negara di luar tempat tinggal-
ya akan mengekspor barang-barang intensif kete- nya, kurang dari satu tahun, dan didorong oleh
rampilan, sedangkan negara-negara miskin akan satu atau beberapa keperluan selain untuk beker-
mengekspor barang-barang padat karya tidak te- ja dengan penduduk di tempat yang dikunjungi.
rampil. Hasilnya adalah konvergensi harga faktor Wisman pada dasarnya dibagi dalam dua golongan:
relatif (atau pemerataan harga) yang ketika suatu 1. Wisatawan (Tourist) yang dimaksud adalah
negara bergerak menuju perdagangan bebas, maka kunjungan seseorang di negara tujuannya yang
harga relatif tenaga kerja terampil akan mening- lebih dari satu hari, namun tidak lebih dari satu
kat di negara-negara kaya dan akan menurun di tahun, dengan maksud untuk:
negara-negara miskin (Findlay et al., 2006). (a) Kegiatan personal, seperti liburan, bero-
bat, acara keagamaan, belanja, mengunju-
Selanjutnya, perlu diketahui hubungan antara ngi kerabat, transit, dan lainnya.
faktor-faktor ekonomi pariwisata terhadap ketim- (b) Urusan bisnis dan profesional, seperti
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
Prasetya, L. M. A., Pudjihardjo, M., & Badriyah, N. 107

menghadiri acara konser, pertemuan, kon- b. Hubungan Antara Investasi dan Ketimpangan
ferensi, pameran dagang, dan lain-lain. Upah
2. Pelancong (Excursionist), yaitu pengunjung
Investasi merupakan suatu aktivitas penanaman
yang tinggal di negara yang dituju kurang
modal dalam kegiatan ekonomi dengan tujuan un-
dari 24 jam, termasuk cruise passenger yang ber-
tuk mendapatkan manfaat di masa depan. Investasi
kunjung ke suatu negara dengan kapal pesiar
ini sangatlah dibutuhkan untuk pembangunan eko-
untuk tujuan wisata dengan durasi lebih atau
nomi suatu wilayah agar tetap berlangsung. Terkait
kurang dari 24 jam, tetapi tetap menginap di
dengan pariwisata, jenis investasi yang diberikan
kapal bersangkutan.
adalah investasi fisik. Investasi fisik yang dimaksud
berupa pembangunan tempat tinggal, pembelian
Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke mesin, pembelian kendaraan, pembelian barang
negara yang menjadi destinasi wisata pasti menge- modal lainnya, dan non-tempat tinggal seperti ho-
luarkan uangnya untuk belanja. Implikasinya, pe- tel, tempat hiburan, kantor, dan lain-lain.
masukan negara menjadi bertambah akibat belanja Lebih jelasnya, investasi pariwisata merupakan
wisatawan mancanegara di dalam negeri tersebut pengeluaran dengan tujuan pembentukan modal
(Cohen dan Murphy, 1984). Misalnya, pengeluar- yang dilakukan untuk mendukung sektor pariwi-
an wisatawan mancanegara atas produk dan jasa sata secara langsung dan tidak langsung. Aktor
yang dihasilkan di wilayah Indonesia sebagai ne- dalam kegiatan investasi ini merupakan produsen,
gara yang dikunjungi tersebut akan dicatat sebagai termasuk pihak swasta. Dalam ilmu ekonomi, teo-
ekspor pariwisata Indonesia. Semakin besar penge- ri Harrod-Domar menyampaikan bahwa investasi
luaran wisatawan mancanegara, secara tidak lang- adalah faktor yang sangat penting dalam menen-
sung pariwisata membuka peluang kerja guna me- tukan pertumbuhan ekonomi, baik secara langsung
menuhi kebutuhan wisatawan. Kebutuhan wisata- maupun tidak langsung.
wan yang beragam tentu menimbulkan usaha yang Menurut Wahyuni et al. (2014), pengeluaran pe-
beragam pula seperti akomodasi, makanan, toko merintah dan investasi berpengaruh positif dan
cinderamata, biro perjalanan pariwisata, penyewa- signifikan terhadap kesenjangan pendapatan kabu-
an kendaraan, konsultasi pariwisata, dan lain-lain. paten/kota di Provinsi Bali. Di samping itu, inves-
Kemudian, belanja wisatawan tersebut akan mem- tasi berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan
bawa dampak berupa tambahan pemasukan bagi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabu-
masyarakat setempat sehingga pendapatan masya- paten/kota di Provinsi Bali.
rakat turut meningkat dan ketimpangan upah tidak
akan mengalami peningkatan. c. Hubungan Antara Pengeluaran Pemerintah
dan Ketimpangan Upah

Dari hasil analisis Maulida (2003) terlihat bah- Pengeluaran pemerintah adalah pengeluaran untuk
wa terdapat kecenderungan distribusi pendapatan barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah ter-
yang ditimbulkan oleh ekspor, khususnya ekspor masuk pembiayaan pemerintah terkait kebutuhan
wisatawan, yang justru lebih banyak terserap dalam administrasi pemerintah dan agenda pembangun-
kelompok pendapatan sedang. Sementara untuk an. Pengeluaran pemerintah untuk sektor pariwisa-
kelompok pendapatan rendah dan tinggi, distribusi ta ini meliputi pembinaan, promosi, dan lain-lain.
pendapatannya terbagi hampir merata. Promosi yang dimaksud terkait dengan periklanan,
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
108 Analisis Pengeluaran Sektor Pariwisata...

misalnya iklan perhotelan, rumah makan, industri Untuk menghindari adanya masalah dalam esti-
pengolahan yang terkait pariwisata, dan sektor jasa masi karena minimnya data yang digunakan, akan
lainnya yang terkait. Seluruh pengeluaran ini a- dilakukan uji asumsi klasik untuk data dalam pe-
kan tertera dalam belanja barang pada pengeluaran nelitian ini. Pertama, uji multikolinearitas dengan
rutin pemerintah. menggunakan varians inflation factors (VIF). Selanjut-
Ketersediaan infrastruktur sangat diperlukan nya dilakukan uji heteroskedastisitas, yang untuk
oleh suatu daerah untuk mendorong produktivitas mengatasi masalah heteroskedastisitas, digunakan
daerahnya serta menciptakan efisiensi dan efektivi- prosedur yang berdasarkan matriks deviasi stan-
tas di berbagai sektor. Pembangunan infrastruktur dar White (Uji White). Terakhir, data akan diuji
merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk autokorelasi dengan metode Durbin-Watson.
mempercepat proses pembangunan nasional mau- Metode yang digunakan dalam penelitian ini
pun regional. Infrastruktur juga memegang peranan adalah Error Correction Model (ECM) karena sesuai
penting sebagai salah satu roda penggerak pertum- dengan tujuan penelitian dan data yang diguna-
buhan ekonomi. Faktor pendorong produktivitas kan. Selain itu, metode ini digunakan juga karena
suatu daerah salah satunya adalah ketersediaan memenuhi beberapa asumsi yang perlu dipenuhi
infrastruktur. Pembangunan infrastruktur diyakini untuk data time series. Penggunaan metode ini juga
mampu menggerakkan sektor riil, menyerap te- didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dila-
naga kerja, meningkatkan konsumsi masyarakat kukan oleh Petit (2017) dengan 26 tahun observasi,
dan pemerintah, serta memicu kegiatan produksi bahwa penggunaan model ini baik untuk menje-
(Awandari & Indrajaya, 2016). Tersedianya fasilitas laskan pengaruh perdagangan pariwisata. Hasil
pelayanan publik membuat masyarakat akan lebih penelitiannya pun menyatakan bahwa liberalisa-
aktif dan bergairah dalam bekerja, serta dengan ada- si perdagangan pariwisata dapat meningkatkan
nya fasilitas yang baik akan meningkatkan jumlah ketimpangan dalam jangka pendek antara peker-
investasi di masing-masing daerah yang akan mam- ja yang sangat terampil dan tidak terampil serta
pu mempercepat pembangunan ekonomi sehingga antara pekerja semi terampil dan tidak terampil.
akhirnya akan mengurangi tingkat ketimpangan Analisis data dilakukan dengan metode ECM un-
yang ada (Putri & Natha, 2014). tuk mengidentifikasi hubungan jangka panjang dan
pendek yang terjadi karena adanya kointegrasi di
antara variabel penelitian. Sebelum melakukan es-
Metode timasi ECM, perlu dilakukan uji stasioneritas data,
menentukan panjang lag, dan uji derajat kointegra-
Berdasarkan pada permasalahan dan paparan di si. Analisis dengan menggunakan ECM ini harus
bagian Pendahuluan, pendekatan untuk jenis pe- memenuhi persyaratan bahwa data tidak stasioner
nelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan pada tingkat level dan terdapat keseimbangan da-
kuantitatif. Data yang digunakan merupakan da- lam jangka panjang. Secara ekonomi, model yang
ta sekunder yang bersifat time series dari tahun akan diteliti adalah sebagai berikut:
1996–2017 yang bersumber dari Badan Pusat Sta-
tistik (BPS), Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Yi,t = f (X1t , X2t , X3t )
dan World Travel & Tourism Council (WTTC). Sam-
pel yang dipilih adalah pekerja sektor pariwisata dengan i adalah premi keterampilan dan t adalah
di Indonesia. Data time series dengan 22 observasi tahun.
ini tergolong dalam small sample (stata.com, 2005). Berdasarkan tujuan penelitian, metode analisis
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
Prasetya, L. M. A., Pudjihardjo, M., & Badriyah, N. 109

yang akan digunakan dalam penelitian adalah ECM 1. Apabila hasil uji akar unit pada variabel me-
dengan persamaan sebagai berikut: nunjukkan bahwa tidak terdapat akar unit, ma-
∆Yi,t = α0 ∆Yi,t−1 + α1 ∆X1t + α2 ∆X1t−1 ka interpretasi pada model ini cukup dilakukan
+ α3 ∆X2t + α4 ∆X2t−1 + α5 ∆X3t seperti regresi sederhana karena perilaku data
+ α6 ∆X3t−1 + α7 ECTt−1 + µt yang menunjukkan I(0) tidak membutuhkan
analisis time series lebih lanjut.
Persamaan yang digunakan adalah sebagai beri-
2. Apabila hasil uji akar unit pada seluruh varia-
kut:
bel dalam suatu model berada pada orde yang
∆SPi,t = α0 ∆SPi,t−1 + α1 ∆PW1t + α2 ∆PW1t−1 sama, misalnya I(1), sedangkan hasil regresi
+ α3 ∆PP + α4 ∆PP2t−1 + α5 ∆I3t (1) mengandung stochastic trend (residual tidak
+ α6 ∆I3t−1 + α7 ECTt−1 + µt stasioner), maka hasil regresi ini akan mengha-
Perhitungan error correction term (ECT) dalam pe- silkan spurious regression. Untuk menghindari
nelitian dilakukan berdasarkan persamaan berikut: hal tersebut, maka variabel tersebut perlu dies-
timasi dalam format turunan pertama. Spurious
ECT = X1t−1 + X2t−1 + X3t−1 (2) regression timbul karena perilaku data sesung-
guhnya tidak hanya menggambarkan perilaku
dengan Y adalah premi keterampilan; PW adalah sederhana yang hanya dapat dijelaskan seba-
pengeluaran wisman; I adalah investasi; PP adalah gaimana I(0), namun menunjukkan adanya
pengeluaran pemerintah; i adalah kelompok 1,2,3; t dampak yang semu apabila diregeresi dengan
adalah tahun; α adalah koefisien; ECT adalah error teknik sederhana.
correction term; dan µ adalah error term. Beberapa Apabila hasil uji semua variabel dalam model
tahapan yang perlu dilakukan dalam analisis ECM menunjukkan integrasi pada orde yang sama, misal-
adalah sebagai berikut: nya I(1), sedangkan residual hasil regresi tersebut
stasioner pada I(0), maka variabel-variabel terse-
a. Uji Akar Unit but terkointegrasi. Keadaan ini menunjukkan tidak
Apabila dalam uji akar unit terhadap level series adanya spurious regression karena diperoleh infor-
menerima hipotesis adanya akar unit, yang berarti masi adanya co-movement (co-integration) dari data
bahwa pada tingkat tersebut bersifat tidak stasioner time series sebagai bentuk adanya penyesuaian yang
sehingga langkah selanjutnya adalah melakukan terus terjadi pada data time series.
uji akar unit terhadap first difference dari series. Apa-
bila hasilnya menolak adanya akar unit, maka pada
tingkat first difference sudah stasioner dan terinte- c. Uji Kointegrasi
grasi pada orde I(1). Apabila hasil uji menerima
Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya ko-
adanya akar unit, langkah selanjutnya adalah mela-
integrasi atau hubungan keseimbangan jangka pan-
kukan diferensiasi kembali terhadap series sampai
jang antara dua variabel atau lebih adalah dengan
stasioner.
metode Engle Granger (EG). Untuk melakukan uji
kointegrasi EG, perlu dilakukan regresi persamaan
b. Uji Derajat Kointegrasi
jangka panjangnya terlebih dahulu. Residual ter-
Pada prinsipnya, dalam melakukan estimasi pada sebutlah yang dikenal dengan ECT. Apabila ECT
suatu model, ada dua kasus yang berlaku umum, stasioner, maka variabel dependen dan independen
di antaranya: dapat dikatakan saling berkointegrasi.
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
110 Analisis Pengeluaran Sektor Pariwisata...

d. ECM hubungan antara eror pada setiap anggota series


dengan ketentuan dU < DW < 4 − dU.
Persamaan jangka panjang yang diberikan oleh mo-
del ECM menunjukkan suatu hubungan pendugaan Sebelum melakukan uji ECM, perlu dilakukan
terhadap variabel dependen yang ditentukan oleh uji stasioneritas terlebih dahulu. Uji stasioneritas
regresor sehingga diperlukan serangkaian peng- dalam penelitian ini akan dilakukan dengan meng-
ujian ekonometrika, yaitu (1) hubungan variabel gunakan pengukuran Phillips-Perron karena pengu-
melalui uji kointegrasi; (2) analisis model pada kuran ini memasukkan unsur perubahan struktural
persamaan jangka panjang; dan (3) analisis pada yang terjadi di dalam data (Ekananda, 2015). Berda-
parameter (α dan β). sarkan hasil uji stasioneritas pada masing-masing
Persamaan jangka pendek menunjukkan suatu variabel diperoleh nilai probabilitas yang tidak sta-
penyimpangan antara nilai aktual variabel depen- sioner pada tingkat level, seperti yang terlihat pada
den dengan tren variabel dependen. Penyimpangan Tabel 1 yang menunjukkan bahwa hanya variabel
terjadi pada setiap waktu observasi sehingga di- SP1 (premi keterampilan 1) yang stasioner pada
sebut sebagai persaman jangka pendek. Beberapa tingkat level dengan pertimbangan nilai probabili-
pengujian ekonometrika pada persamaan jangka tas yang lebih kecil dari nilai kritis pada tingkat ke-
pendek yaitu analisis model pada persamaan jangka yakinan 5%. Penggunaan metode kointegrasi tetap
pendek dan analisis parameter (δ) serta mekanisme dimungkinkan walaupun terdapat variabel yang su-
dinamisasi difference variabel independen terhadap dah stasioner pada tingkat level. Sementara dalam
variabel dependen. bentuk first difference, ditemukan variabel SP1, SP2
(premi keterampilan 2), SP3 (premi keterampilan
3), PW (pengeluaran wisatawan), PP (pengeluar-
Hasil dan Analisis an pemerintah), dan I (investasi) stasioner secara
bersama-sama.
Berdasarkan model ekonometri yang telah dibahas,
maka analisis hasil penelitian dan pembahasan akan Setelah melakukan uji stasioneritas, perlu dila-
ditampilkan berdasarkan hasil akhir data-data yang kukan uji kointegrasi untuk menunjukkan sejauh
telah melalui uji stasioneritas yang merupakan uji mana hubungan keseimbangan antarvariabel da-
prasyarat bagi data time series, yaitu mencakup uji lam jangka panjang. Untuk menguji ada tidaknya
akar-akar unit dan uji derajat integrasi. Selanjutnya kointegrasi digunakan uji Engle Granger-Phillips
dilakukan uji kointegrasi, estimasi persamaan jang- Peron. Metode pengujian dilakukan melalui dua
ka panjang dan estimasi persamaan jangka pendek tahap. Tahap pertama dilakukan dengan menges-
dengan model koreksi kesalahan atau ECM un- timasi model regresi Ordinary Least Square (OLS).
tuk pengolahan data dalam penelitian digunakan Tahap selanjutnya dilakukan dengan menguji sta-
perangkat lunak Stata 13.1. sioneritas residual hasil regresi dengan menggu-
Pertama, hasil uji asumsi klasik dalam data ti- nakan Phillips Peron. Uji kointegrasi berdasarkan
dak ditemukan adanya masalah multikolinearitas prosedur Engle-Granger mensyaratkan residual da-
dari masing-masing variabel dengan pertimbang- ri persamaan jangka panjang stasioner pada tingkat
an bahwa nilai VIF tidak lebih dari 10. Kedua, uji level.
heterokedastisitas juga tidak ditemukan adanya Tabel 2 menunjukkan bahwa residual dari per-
permasalahan dengan ketentuan nilai probabilitas samaan ketimpangan upah menolak hipotesa nol
yang lebih besar dari derajat kepercayaan 95%. Da- (H0 ) yang menyatakan bahwa residual tersebut sta-
lam uji autokorelasi juga tidak ditemukan adanya sioner di tingkat level. Hal tersebut dapat dilihat
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
Prasetya, L. M. A., Pudjihardjo, M., & Badriyah, N. 111

Tabel 1: Hasil Uji Stasioneritas

SP1 SP2 SP3


Variabel Level First Difference Level First Difference Level First Difference
(Prob.) (Prob.) (Prob.) (Prob.) (Prob.) (Prob.)
SP 0,0139 0,0000 0,0076 0,0000 0,0758 0,0000
PW 0,4773 0,0000 0,4773 0,0000 0,4773 0,0000
PP 0,9965 0,0023 0,9965 0,0023 0,9965 0,0023
I 0,9571 0,0186 0,9571 0,0186 0,9571 0,0186
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Tabel 2: Hasil Uji Kointegrasi

Nilai Ketimpangan Upah 1 Ketimpangan Upah 2 Ketimpangan Upah 3


Prob. 0,0000 0,0000 0,0020
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

dari nilai probabilitas yang kurang dari 0,05 pada (SP1) menyesuaikan perubahan dari ketiga variabel
tingkat keyakinan 5%. Artinya, residual dari regresi yang digunakan pada periode berikutnya. Atau
persamaan ketimpangan upah sudah stasioner atau dapat pula dikatakan bahwa penyesuaian satu peri-
tidak memiliki unit akar di tingkat level sehingga ode berikutnya untuk menuju keseimbangan jangka
persamaan jangka panjang terdapat kointegrasi di panjang menjadi cukup penting sebab nilai koreksi
tingkat kepercayaan 5%. Berdasarkan hasil terse- untuk penyesuaian mencapai 106,7%. Angka terse-
but dapat dijelaskan bahwa dalam jangka panjang, but menunjukkan bahwa ketimpangan upah saat
variabel ketimpangan upah (SP1, SP2, dan SP3) ini berada pada tingkat di atas nilai keseimbangan
dipengaruhi oleh pengeluaran wisatawan, pengelu- jangka panjangnya sehingga setiap tahun akan di-
aran pemerintah, dan investasi di masa yang akan koreksi rata-rata sebesar 106,7% untuk mencapai
datang. nilai keseimbangan.
Selanjutnya, estimasi dapat dilanjutkan untuk Berdasarkan hasil uji ukuran ketimpangan upah
membentuk persamaan jangka pendeknya. Sebab pertama, didapatkan koefisen determinasi yang me-
setiap data yang tidak stasioner pada tingkat level nunjukkan kuatnya hubungan regresi sebesar 0,705,
atau data terkointegrasi dalam first difference sela- yang artinya 70,5% variasi variabel dependen da-
lu memiliki pergerakan jangka pendek sehingga pat dijelaskan oleh variabel dependen dalam model
model dinamis yang cocok untuk mencari kese- tersebut. Untuk menguji tingkat signifikansi dari pe-
imbangan jangka pendek adalah model koreksi ngaruh variabel independen secara bersama-sama
kesalahan (ECM). Selanjutnya, model ECM menja- terhadap variabel dependen dapat dilihat dari nilai
di model yang valid apabila variabel-variabel yang probabilitas F-statistik sebesar 0,0004 yang lebih
berkointegrasi tersebut didukung oleh ECT yang kecil dari 5% (untuk tingkat keyakinan 95%), maka
signifikan secara statistik. Hasil regresi persamaan H0 ditolak yang berarti bahwa variabel independen
ketimpangan upah jangka pendek dengan menggu- berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
nakan pendekatan ECM dapat dilihat pada Tabel 3. dependen secara bersama-sama.
Selanjutnya, pengaruh variabel independen ter-
Hasil estimasi mengindikasikan bahwa secara hadap variabel dependen secara individu dapat
statistik, koefisien kesalahan keseimbangan (equi- dilihat dari nilai probabilitas t-statistik. Pada persa-
librium error) berpengaruh signifikan yang berarti maan ketimpangan upah pertama, nilai probabili-
bahwa dalam jangka pendek, ketimpangan upah tas koefisien variabel pengeluaran wisatawan dan
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
112 Analisis Pengeluaran Sektor Pariwisata...

Tabel 3: Hasil Regresi ECM

SP1 SP2 SP3


Variabel
Koefisien Prob. Koefisien Prob. Koefisien Prob.
C -0,148 0,078 -0,0301 0,274 -0,0325 0,129
D(PW) 0,00000629 0,335 0,00000239 0,550 0,00000161 0,343
D(PP) 0,00016 0,201 0,0000523 0,481 0,00004 0,204
D(I) 0,00000938 0,041 0,00000366 0,178 0,00000162 0,161
ECT(-1) -1,067 0,000 -1,137 0,000 -0,8645 0,001
R-squared 0,705 0,616 0,586
Prob(F-statistic) 0,0004 0,0028 0,005
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

pengeluaran pemerintah lebih besar dari tingkat ke- koreksi rata-rata sebesar 86,45% untuk mencapai
yakinan 5% sehingga pengaruhnya tidak signifikan nilai keseimbangan. Berdasarkan hasil uji ukuran
terhadap ketimpangan upah. Sementara variabel ketimpangan upah ketiga, didapatkan koefisen de-
investasi memiliki hubungan yang signifikan terha- terminasi yang menunjukkan kuatnya hubungan
dap ketimpangan upah. regresi sebesar 0,586, yang artinya 58,6% variasi
Pada ukuran ketimpangan upah kedua, nilai ko- variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel
reksi untuk penyesuaian mencapai 113,7%. Angka dependen dalam model tersebut.
tersebut menunjukkan bahwa ketimpangan upah Pada persamaan ketimpangan upah ketiga, nilai
saat ini berada pada tingkat di atas nilai keseimbang- probabilitas F-statistik sebesar 0,005 yang lebih kecil
an jangka panjangnya, sehigga setiap tahun akan dari 5% (untuk tingkat keyakinan 95%), maka H0
dikoreksi rata-rata sebesar 113,7% untuk mencapai ditolak yang berarti bahwa variabel independen
nilai keseimbangan. Berdasarkan hasil uji ukuran berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
ketimpangan upah kedua, didapatkan koefisen de- dependen secara bersama-sama. Sementara secara
terminasi yang menunjukkan kuatnya hubungan individu, nilai probabilitas koefisien variabel in-
regresi sebesar 0,616, yang artinya 61,6% variasi dependen lebih besar dari tingkat keyakinan 5%
variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel sehingga tidak terdapat hubungan secara signifikan
dependen dalam model tersebut. terhadap ketimpangan upah.
Pada persamaan ketimpangan upah kedua, nilai
probabilitas F-statistik sebesar 0,0028 yang lebih
Pengaruh Pengeluaran Wisatawan terha-
kecil dari 5% (untuk tingkat keyakinan 95%), maka
dap Ketimpangan Upah
H0 ditolak yang berarti bahwa variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap variabel depen- Berdasarkan persamaan jangka panjang diketahui
den secara bersama-sama. Sementara secara indivi- bahwa pengeluaran wisatawan mancanegara berpe-
du, nilai probabilitas koefisien variabel independen ngaruh negatif secara tidak signifikan terhadap ke-
lebih besar dari tingkat keyakinan 5% sehingga ti- timpangan upah pertama, kedua, dan ketiga. Apa-
dak terdapat hubungan secara signifikan terhadap bila melihat pengaruhnya dalam jangka pendek,
ketimpangan upah. diketahui bahwa pengeluaran wisatawan manca-
Pada ukuran ketimpangan upah ketiga, nilai ko- negara berpengaruh positif secara tidak signifikan
reksi untuk penyesuaian mencapai 86,45% yang terhadap ketimpangan upah pertama, kedua, dan
menunjukkan bahwa ketimpangan upah saat ini ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pe-
berada pada tingkat di atas nilai keseimbangan ngeluaran wisatawan mancanegara tidak cukup
jangka panjangnya sehingga setiap tahun akan di- mampu untuk menjelaskan pengaruhnya pada ke-
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
Prasetya, L. M. A., Pudjihardjo, M., & Badriyah, N. 113

Tabel 4: Hasil Uji Persamaan Jangka Panjang

SP1 SP2 SP3


Variabel
Koefisien Prob. Koefisien Prob. Koefisien Prob.
C 3,392 3,392 2,096 2,096 1,630 1,630
PW -0,00000881 0,167 -0,00000263 0,439 -0,00000253 0,128
I 0,000008 0,011 0,00000411 0,016 -0,000000878 0,249
PP -0,00005 0,129 -0,0000379 0,039 0,00000412 0,619
R-squared 0,358 0,298 0,326
Prob(F-statistic) 0,042 0,088 0,0630
Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

timpangan upah yang terjadi dalam sektor pariwi- nyebabkan kuantitas dan kualitas pengeluaran pe-
sata Indonesia. Sementara terdapat variabel lain di merintah, yaitu infrastruktur, berpengaruh negatif
luar model yang memiliki pengaruh lebih besar pa- terhadap ketimpangan upah melalui liberalisasi
da ketimpangan upah pekerja di sektor pariwisata perdagangan (Raychaudhuri dan De, 2016). Lebih
Indonesia. lanjut, pengaruh pengeluaran pemerintah pada pre-
mi keterampilan tergantung pada intensitas faktor
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah pada produksi. Dalam jangka panjang, apabila lebih ba-
nyak menggunakan tenaga kerja semi terampil,
Sektor Pariwisata terhadap Ketimpang-
akan ada arus modal keluar dari kelompok tena-
an Upah ga kerja terampil ke kelompok tenaga kerja semi
Berdasarkan persamaan jangka panjang diketahui terampil sehingga tingkat upah tenaga kerja te-
bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh ne- rampil akan menurun dan upah tenaga kerja semi
gatif secara signifikan terhadap ketimpangan upah terampil akan meningkat. Hal ini akan megurangi
kedua, yaitu antara pekerja terampil dan semi te- ketimpangan upah antara tenaga kerja terampil
rampil. Sementara itu, pengeluaran pemerintah ber- dan semi terampil dalam jangka panjang. Tentu
pengaruh negatif secara tidak signifikan terhadap saja dampaknya akan berbeda jika dalam jangka
ketimpangan upah pertama dan ketiga. Sementara pendek lebih banyak tenaga kerja terampil yang
berdasarkan persamaan jangka pendek, diketahui digunakan dalam pengembangan pariwisata yang
bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh po- digarap oleh pemerintah, maka ketimpangan upah
sitif secara tidak signifikan terhadap ketimpangan akan mengalami peningkatan (Pi dan Zhou, 2012).
upah pertama, kedua, dan ketiga. Hasil penelitian Berdasarkan pemaparan tersebut berarti bahwa
ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, pe- pengeluaran pemerintah dapat menghasilkan dam-
ngeluaran pemerintah untuk sektor pariwisata ini pak yang berbeda tergantung pada dominasi faktor
dapat menurunkan ketimpangan upah, khususnya input yang digunakan. Hal inilah yang menun-
antara pekerja terampil dan semi terampil. Keadaan jukkan bahwa pengeluaran pemerintah merupakan
ini mencerminkan bahwa pengeluaran pemerintah faktor yang bias. Apabila pengeluaran pemerintah
di sektor pariwisata lebih menyukai pekerja semi untuk sektor pariwisata adalah pada tenaga kerja
terampil. terampil, akan meningkatkan ketimpangan upah.
Pengeluaran pemerintah yang terjadi di sektor Namun, jika pengeluaran pemerintah untuk sektor
pariwisata merupakan faktor penentu untuk men- pariwisata adalah pada tenaga kerja semi terampil,
capai perdagangan jasa pariwisata yang lebih ting- akan menurunkan ketimpangan upah sehingga ke-
gi disertai dengan ketimpangan upah yang lebih tergantungan relatif pada tenaga kerja tersebut bagi
rendah dalam jangka panjang. Hal inilah yang me- pengeluaran pemerintah merupakan penentu yang
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
114 Analisis Pengeluaran Sektor Pariwisata...

penting dalam ketimpangan upah. Selain itu, penge- yang lebih terampil atau hanya meningkatkan upah
luaran pemerintah juga merupakan faktor penentu rata-rata secara keseluruhan. Investasi asing da-
keunggulan komparatif ekonomi (Pi dan Zhang, lam penelitian Zulfiu-Alili (2014) dapat meningkat-
2018; Anwar, 2008). Pengeluaran pemerintah meru- kan ketimpangan upah lebih tinggi dibandingkan
pakan penyeimbang dalam distribusi upah ketika dengan investasi yang berasal dari dalam negeri.
perdagangan internasional dilakukan (Krugman, Investasi asing dapat meningkatkan ketimpangan
2018). upah di negara berkembang berpendapatan ren-
dah, tetapi tidak di negara berkembang berpenda-
Pengaruh Investasi Asing terhadap Ke- patan tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh negara
timpangan Upah berkembang berpendapatan rendah yang sering
mengalami krisis ekonomi (Hazama, 2017).
Berdasarkan persamaan jangka panjang diketahui
bahwa investasi berpengaruh positif secara signifi- Selanjutnya, dalam dua dekade ini terlihat bah-
kan terhadap ketimpangan upah pertama dan ke- wa ketimpangan upah antarkelompok pekerja pada
dua. Sementara itu, investasi berpengaruh positif sektor pariwisata terus mengalami penurunan. Pe-
secara tidak signifikan terhadap ketimpangan upah nurunan ketimpangan upah ini disebabkan oleh
ketiga. Berdasarkan persamaan jangka pendek di- banyaknya tenaga kerja yang lebih terampil dalam
ketahui bahwa investasi berpengaruh positif secara sektor pariwisata Indonesia. Hal ini menunjukkan
tidak signifikan terhadap ketimpangan upah perta- bahwa kegiatan ekonomi dalam sektor pariwisata
ma, kedua, dan ketiga. dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja terampil.
Data investasi asing pada sektor pariwisata yang Semakin banyak tenaga kerja terampil yang terse-
digunakan dalam penelitian ini menunjukkan ada- rap, maka distribusi upah kelompok teratas akan
nya peningkatan investasi asing sejak periode 1996 semakin menuju pemerataan. Namun, ternyata libe-
sampai 2017 di sektor pariwisata. Dalam jangka ralisasi yang ditunjukkan oleh masuknya investasi
pendek, investasi asing dapat meningkatkan ke- asing ke sektor pariwisata Indonesia tetap akan
timpangan upah secara tidak signifikan antara ke- terus mengakibatkan peningkatan ketimpangan
lompok tenaga kerja terampil dan tidak terampil, upah di antara kelompok tenaga kerja. Jika inves-
kelompok terampil dan semi terampil, serta kelom- tasi asing memang hanya menyukai tenaga kerja
pok semi terampil dan tidak terampil. Sementara terampil dan tidak dapat menerima tenaga ker-
dalam jangka panjang, investasi asing dapat me- ja terampil yang tersedia di Indonesia, maka hal
ningkatkan ketimpangan upah secara signifikan ini menunjukkan bahwa keterampilan tenaga kerja
antara kelompok tenaga kerja terampil dan tidak Indonesia tidak dapat mengimbangi permintaan ke-
terampil, serta kelompok tenaga kerja terampil dan terampilan yang berasal dari luar Indonesia. Seperti
semi terampil. halnya yang dijelaskan dalam teori faktor proporsi
Hal ini disebabkan oleh karakteristik investasi Heckscher-Ohlin-Samuelson, yang dikembangkan
asing berkaitan dengan perubahan teknologi yang kembali oleh Krugman (2012), bahwa ketika suatu
bias keterampilan. Implikasinya adalah investasi negara yang terbuka memiliki penawaran sum-
asing akan meningkatkan permintaan untuk tenaga ber daya yang relatif melimpah (tenaga kerja dari
kerja yang lebih terampil di negara-negara berkem- dalam negeri dan modal dari luar negeri), maka
bang (Alili, 2015; Peluffo, 2015). Pengaruh investasi negara tersebut akan memperoleh keuntungan dari
asing pada pasar tenaga kerja adalah meningkatkan liberalisasi perdagangan yang terjadi. Namun, ke-
ketimpangan upah, sebab menuntut tenaga kerja tika penawaran sumber daya yang dimiliki suatu
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
Prasetya, L. M. A., Pudjihardjo, M., & Badriyah, N. 115

negara relatif kecil (modal dari dalam negeri dan bahwa jenis keterampilan yang dibutuhkan dalam
tenaga kerja dari luar negeri), maka negara tersebut pasar tenaga kerja berubah dengan cepat sehingga
akan cenderung memperoleh sedikit manfaat dari dapat dikatakan bahwa penawaran tenaga kerja
kegiatan perdagangan yang dilakukan. terampil di Indonesia masih belum mampu meme-
nuhi permintaan tenaga kerja terampil yang ada
Tetapi kenyataannya, sektor pariwisata meneri-
di sektor pariwisata karena perubahan permintaan
ma modal dari luar negeri dengan sumber daya
keterampilan yang berlangsung dengan cepat. De-
manusia yang sebagian besar tidak terampil. Modal
ngan kata lain, perubahan teknologi akan mengarah
dari luar negeri ini memang dikenal akan mengaki-
pada perubahan permintaan keterampilan tenaga
batkan terjadinya perubahan teknologi ataupun ke-
kerja tersebut.
majuan teknologi sehingga semakin besar investasi
Keadaan demikian dijelaskan dalam teori race
asing yang masuk, semakin tinggi pula ketimpang-
education oleh Tinbergen yang menunjukkan ketim-
an upah yang terjadi karena hanya tenaga kerja
pangan sebagai perlombaan antara pendidikan dan
terampil dan up to date yang diminta. Dalam kon-
teknologi (Broecke et al., 2016). Menurut pandang-
teks globalisasi, dengan teknologi, tuntutan pasar,
an Tinbergen dalam idenya terkait education race,
dan hubungan perdagangan yang berubah dengan
tingkat pengembalian pendidikan akan meningkat
cepat, serta responsif pada keterampilan, akan men-
ketika tingkat perkembangan teknologi telah me-
jadikan perubahan permintaan yang ada dan po-
lebihi pertumbuhan angkatan kerja berpendidikan
tensial saat ini. Keadaan ini menunjukkan bahwa
dan ketika produksi pendidikan telah melampaui
investasi asing yang masuk juga akan menggeser
kemajuan teknologi. Tinbergen selalu menganggap
permintaan untuk menjadi lebih beragam jenisnya,
bahwa perubahan teknologi yang terjadi akan sela-
termasuk di sektor pariwisata ini. Hal ini tentunya
lu membutuhkan keterampilan baru (Autor, 2012)
juga dikarenakan adanya perubahan teknologi.
dan begitu pula peningkatan jumlah pekerja te-
Keterampilan adalah salah satu faktor pendorong rampil akan mendorong pengembangan teknologi
utama pertumbuhan perdagangan dan diversifikasi (Lee dan Wie, 2015) sehingga untuk menghindari
ekonomi yang dalam hal ini merupakan pelengkap terjadinya peningkatan ketimpangan upah perlu pe-
penting untuk pembangunan infrastruktur. Sela- nawaran keterampilan yang memenuhi permintaan
ma dua dekade ini, Indonesia memang mengalami tersebut.
peningkatan jumlah tenaga kerja yang terampil,
bahkan tidak sedikit yang menganggur. Namun,
menjadi tenaga kerja yang terampil saja tidaklah Kesimpulan
cukup dalam pasar tenaga kerja saat ini. Manpo-
wergroup’s 2017 Talent Shortage Survey menemukan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat
bahwa 40% pengusaha melaporkan kesulitan dalam ditarik kesimpulan sebagai berikut. Pertama, dalam
menemukan tenaga kerja terampil di Indonesia. Be- jangka pendek, peningkatan pengeluaran wisata-
gitu pula dalam laporan World Economic Forum 2016, wan mancanegara dapat meningkatkan ketimpang-
The Future of Jobs yang menemukan bahwa pada an upah antarkelompok pekerja dan dalam jangka
2020 di semua jenis pekerjaan, secara rata-rata lebih panjang, akan berlaku hal sebaliknya. Namun, pe-
dari sepertiga keterampilan inti yang dibutuhkan ngeluaran wisatawan mancanegara tidak cukup
untuk melakukan sebagian besar pekerjaan akan mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap ketim-
terdiri dari keterampilan yang saat ini belum diang- pangan upah. Kedua, dalam jangka pendek maupun
gap penting dalam pekerjaan. Hal ini menyiratkan panjang, peningkatan investasi asing dapat mening-
Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118
116 Analisis Pengeluaran Sektor Pariwisata...

katkan ketimpangan upah antarkelompok pekerja. sional secara tidak langsung membawa perubahan
Namun, investasi asing pada sektor pariwisata sig- teknologi yang akan mengakibatkan perubahan
nifikan memengaruhi ketimpangan upah dalam permintaan karakteristik tenaga kerja terjadi secara
jangka panjang, khususnya antara pekerja teram- cepat.
pil dan tidak terampil serta antara tenaga kerja Saran bagi penelitian selanjutnya diharapkan da-
terampil dan semi terampil. Penyebabnya adalah pat melihat penyebab ketimpangan upah tenaga
peningkatan investasi akan mendorong kemajuan kerja sektor pariwisata Indonesia dari sisi pena-
teknologi dan akan meminta tenaga kerja teram- waran tenaga kerja untuk memahami lebih baik
pil yang lebih banyak lagi, yang mana kemajuan karakteristik tenaga kerja sektor pariwisata.
teknologi ini terus terjadi seiring dengan bertam-
bahnya waktu dan akan terus mengubah kriteria
keterampilan bagi tenaga kerja. Daftar Pustaka
Ketiga, dalam jangka pendek, peningkatan penge- [1] Alam, M. S., & Paramati, S. R. (2016). The impact of tourism
luaran pemerintah dapat meningkatkan ketimpang- on income inequality in developing economies: Does Ku-
an upah antara kelompok tenaga kerja. Sementara znets curve hypothesis exist?. Annals of Tourism Research, 61,
111–126. doi: https://doi.org/10.1016/j.annals.2016.09.008.
dalam jangka panjang, peningkatan pengeluaran
[2] Alili, M. Z. (2015). An empirical investigation of the effects
pemerintah dapat menurunkan ketimpangan upah of foreign direct investment on the skill intensity of host
antara kelompok tenaga kerja. Namun, pengaruh- country employment. Procedia Economics and Finance, 26,
nya yang negatif signifikan dalam jangka panjang 623–629. doi: https://doi.org/10.1016/S2212-5671(15)00799-6.
[3] Anwar, S. (2008). Labor inflow induced wage inequali-
tersebut hanya terjadi di antara pekerja terampil
ty and public infrastructure. Review of Development Eco-
dan semi terampil. Hal ini disebabkan karena pe- nomics, 12(4), 792–802. doi: https://doi.org/10.1111/j.1467-
ningkatan pengeluaran pemerintah pada sektor 9361.2008.00453.x.
pariwisata lebih menguntungkan tenaga kerja semi [4] Autor, D. (2012, February). Lecture 1 – The the-
ory of skill premia, Part I: Laying out facts and
terampil.
clearing empirical underbrush. Course 14.662-Spring
2012. Massachusetts Institute of Technology. Diakses
25 Juli 2018 dari https://pdfs.semanticscholar.org/8826/
Saran
56b8c3df902e8fd2cbbd8d5f6a8d38a2f611.pdf.
Saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini [5] Awandari, L. P. P., & Indrajaya, I. G. B. (2016). Pengaruh
infrastruktur, investasi, dan pertumbuhan ekonomi terha-
adalah perlunya kebijakan yang tepat untuk me- dap kesejahteraan masyarakat melalui kesempatan kerja.
respons ketimpangan upah di sektor pariwisata E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 5(12),
Indonesia, yakni dengan meningkatkan akses pen- 1435–1462.
[6] Bacchetta, M., Ernst, E., & Bustamante, J. P. (2009). Glo-
didikan sebagai prioritas yang juga perlu didam-
balization and informal jobs in developing countries. Geneva:
pingi dengan pelatihan karena penawaran tenaga International Labour Organization and World Trade Orga-
kerja di Indonesia yang belum responsif terhadap nization. Diakses 7 September 2018 dari https://www.wto.
permintaan tenaga kerja. Oleh karena itu, perlu int/english/res e/booksp e/jobs devel countries e.pdf.
[7] Becker, G. S. (1975). Human Capital (2nd edition). New York:
adanya kebijakan maupun bantuan dari pemerin-
Columbia University Press.
tah untuk menyediakan berbagai program yang [8] BPS. (2017a). Gini ratio provinsi 2002–2018. Bad-
mampu memberikan reskilling dan upskilling bagi an Pusat Statistik. Diakses 23 September 2017 da-
semua tenaga kerja termasuk pekerja yang sudah ri https://www.bps.go.id/dynamictable/2017/04/26/1116/
gini-ratio-provinsi-2002-2017.html.
terampil saat ini, khususnya dengan fokus pada sci-
[9] BPS. (2017b). Keadaan pekerja di Indonesia Feb-
ence, technology, engineering dan mathematics (STEM). ruari 2017. Badan Pusat Statistik. Diakses 20
Hal ini dianggap perlu karena perdagangan interna- September 2017 dari https://www.bps.go.id/

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118


Prasetya, L. M. A., Pudjihardjo, M., & Badriyah, N. 117

publication/2017/08/03/184dafb04f72b286f8f16e02/ imf.org/en/Publications/REO/APAC/Issues/2017/03/06/
keadaan-pekerja-di-indonesia-februari-2017.html Building-on-Asia-s-Strengths-during-Turbulent-Times.
[10] Broecke, S., Quintini, G., & Vandeweyer, M. (2016). Wage [24] Krugman, P. (2018). International trade: Theory and policy
inequality and cognitive skills: Re-opening the debate. (11th edition). United Kingdom: Pearson Education.
NBER Working Paper, 21965. Cambridge, MA: National [25] Krugman, P. R., Obstfeld, M., & Melitz, M. J. (2012). Interna-
Bureau of Economic Research. Diakses 25 Juli 2018 dari tional Economics (9th ed.). Essex: Pearson.
http://www.nber.org/papers/w21965. doi: 10.3386/w21965. [26] Lau, P. L., Koo, T. T., & Dwyer, L. (2017). Metrics to
[11] Cali, M., Ellis, K., & te Velde, D. W. (2008). The contribution measure the geographic characteristics of tourism mar-
of services to development and the role of trade libera- kets: An integrated approach based on Gini index de-
lisation and regulation. ODI Working Paper, 298. London: composition. Tourism Management, 59, 171–181. doi: ht-
Overseas Development Institute. tps://doi.org/10.1016/j.tourman.2016.07.019.
[12] Cassette, A., Fleury, N., & Petit, S. (2012). Income inequali- [27] Lee, J. W., & Wie, D. (2015). Technological change,
ties and international trade in goods and services: Short- skill demand, and wage inequality: Evidence from
and long-run evidence. The International Trade Journal, 26(3), Indonesia. World Development, 67, 238–250. doi: ht-
223–254. doi: https://doi.org/10.1080/08853908.2012.682023. tps://doi.org/10.1016/j.worlddev.2014.10.020.
[13] Chou, M. C. (2013). Does tourism development promo- [28] Li, H., Goh, C., Zhang Qiu, H., & Meng, F. (2015). Effect
te economic growth in transition countries? A panel of tourism on balanced regional development: A dyna-
data analysis. Economic Modelling, 33, 226–232. doi: ht- mic panel data analysis in Coastal and Inland China. Asia
tps://doi.org/10.1016/j.econmod.2013.04.024. Pacific Journal of Tourism Research, 20(6), 694–713. doi: ht-
[14] Cohen, B., & Murphy, G. L. (1984). Models of tps://doi.org/10.1080/10941665.2014.930055.
concepts. Cognitive Science, 8(1), 27–58. doi: ht- [29] Li, H., Chen, J. L., Li, G., & Goh, C. (2016). Tou-
tps://doi.org/10.1207/s15516709cog0801˙2. rism and regional income inequality: Evidence from
[15] Demian, C. V. (2013). Trade, the skill premium and global China. Annals of Tourism Research, 58, 81–99. doi: ht-
inequality. Paper presented at ETSG 2013 Birmingham, Fifte- tps://doi.org/10.1016/j.annals.2016.02.001.
enth Annual Conference, 12-14 September 2013, University of [30] Loungani, M. P., Mishra, M. S., Papageorgiou, M. C., &
Birmingham. European Trade Study Group (ETSG). Diak- Wang, K. (2017). World trade in services: evidence from
ses 27 Desember 2017 dari http://www.etsg.org/ETSG2013/ a new dataset. IMF Working Paper WP/17/77. Internatio-
Papers/348.pdf. nal Monetary Fund. Diakses 3 Maret 2018 dari https:
[16] Dumairy. (1996). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga. //www.imf.org/en/Publications/WP/Issues/2017/03/29/
[17] Ekananda, M. (2015). Ekonometrika dasar untuk penelitian World-Trade-in-Services-Evidence-from-A-New-Dataset-
dibidang ekonomi, sosial dan bisnis. Jakarta: Mitra Wacana 44776.
Media. [31] Maulida, E. (2003). Analisis dampak pengeluaran wisata-
[18] Engelmann, S. (2014). International trade, technological wan terhadap distribusi pendapatan dan perekonomian di
change and wage inequality in the UK economy. Empirica, Propinsi Bali (pendekatan model Miyazawa). Tesis. Fakultas
41(2), 223–246. doi: https://doi.org/10.1007/s10663-013-9209- Ekonomi Universitas Indonesia.
z. [32] Peluffo, A. (2015). Foreign direct investment, productivity,
[19] Findlay, R., Henriksson, R. G. H., Lindgren, H., & Lundahl, demand for skilled labour and wage inequality: An ana-
M. (ed.) (2006). Eli Heckscher, international trade, and economic lysis of Uruguay. The World Economy, 38(6), 962–983. doi:
history. London: The MIT Press. https://doi.org/10.1111/twec.12180.
[20] Garson, G. D. (2015). GLM multivariate, MANOVA, and [33] Petit, S. (2016). International trade in services and inequ-
canonical correlation. Statistical Associates Publishing. alities: Empirical evaluation and role of tourism services.
[21] Haddad, E. A., Porsse, A. A., & Rabahy, W. (2013). Domestic MPRA Paper, 75206. Munich Personal RePEc Archive. Diak-
tourism and regional inequality in Brazil. Tourism Economics, ses 18 Desember 2017 dari https://mpra.ub.uni-muenchen.
19(1), 173–186. doi: https://doi.org/10.5367%2Fte.2013.0185. de/75206/.
[22] Hazama, Y. (2017). The impact of exports on income ine- [34] Petit, S. (2017). International trade in services and
quality in developing countries. IDE Discussion Paper, 650. inequalities: Empirical evaluation and role of tourism
Institute of Developing Economies, Japan External Trade services. Tourism Economics, 23(5), 1069–1075. doi: ht-
Organization (JETRO). tps://doi.org/10.1177%2F1354816616672361.
[23] IMF. (2016, April). Regional economic outlook: Asia and Pacific: [35] Pi, J., & Zhang, P. (2018). Factor-biased public infrastructure
Building on Asia’s strengths during turbulent times. World and wage inequality. Review of Development Economics, 22(3),
economic and financial surveys. International Monetary e79–e94. doi: https://doi.org/10.1111/rode.12393.
Fund. Diakses 27 Desember 2017 dari https://www. [36] Pi, J., & Zhou, Y. (2012). Public infrastructure provi-

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118


118 Analisis Pengeluaran Sektor Pariwisata...

sion and skilled–unskilled wage inequality in develop- countries. Tourism Management, 54, 275–283. doi: ht-
ing countries. Labour Economics, 19(6), 881–887. doi: ht- tps://doi.org/10.1016/j.tourman.2015.12.001.
tps://doi.org/10.1016/j.labeco.2012.08.007. [49] Zulfiu-Alili, M. (2014). Inward foreign direct in-
[37] Putri, N. P. V. S., & Natha, I K. S. (2014). Pengaruh penda- vestment and wage inequality in Macedonia.
patan asli daerah, dana alokasi umum dan belanja modal Eastern European Economics, 52(5), 56–86. doi: ht-
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. E-Jurnal Eko- tps://doi.org/10.1080/00128775.2014.1004265.
nomi Pembangunan Universitas Udayana, 4(1), 41–49.
[38] Raychaudhuri, A., & De, P. (2016). Trade, infrastructure and
income inequality in selected Asian countries: An empirical
analysis. In Roy M., & Sinha Roy S. (eds), International Trade
and International Finance (pp. 257–278). Springer, New Delhi.
doi: https://doi.org/10.1007/978-81-322-2797-7˙12.
[39] Raza, S. A., & Jawaid, S. T. (2013). Terrorism
and tourism: A conjunction and ramification in
Pakistan. Economic Modelling, 33, 65–70. doi: ht-
tps://doi.org/10.1016/j.econmod.2013.03.008.
[40] Raza, S. A., & Shah, N. (2017). Tourism growth
and income inequality: does Kuznets Curve hypothe-
sis exist in top tourist arrival countries. Asia Paci-
fic Journal of Tourism Research, 22(8), 874–884. doi: ht-
tps://doi.org/10.1080/10941665.2017.1343742.
[41] Raza, S. A., Sharif, A., Wong, W. K., & Karim, M. Z. A.
(2017). Tourism development and environmental degra-
dation in the United States: Evidence from wavelet-based
analysis. Current Issues in Tourism, 20(16), 1768–1790. doi:
https://doi.org/10.1080/13683500.2016.1192587.
[42] Scheyvens, R. (2002). Backpacker tourism and third world
development. Annals of Tourism Research, 29(1), 144–164.
doi: https://doi.org/10.1016/S0160-7383(01)00030-5.
[43] Shaw, G., & Williams, A. M. (2004). Tourism and
tourism spaces. SAGE Publications Ltd. doi: ht-
tp://dx.doi.org/10.4135/9781446220528.
[44] stata.com. (2005). Regress postestimation time series. Diakses
6 Desember 2018 dari https://www.stata.com/manuals13/
rregresspostestimationtimeseries.pdf.
[45] Taylor, J. E., Hardner, J., & Stewart, M. (2009). Ecotourism
and economic growth in the Galapagos: an island economy-
wide analysis. Environment and Development Economics, 14(2),
139–162. doi: https://doi.org/10.1017/S1355770X08004646.
[46] UNWTO. (2017). UNWTO tourism highlights, 2017 edition.
The United Nations World Tourism Organization. Diak-
ses 17 Juni 2018 dari http://www2.unwto.org/publication/
unwto-tourism-highlights-2017.
[47] Wahyuni, I. G. A. P., Sukarsa, M., & Yuliarmi, N. (2014).
Pengaruh pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap
pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan pendapatan ka-
bupaten/kota di Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana, 3(8), 458–477.
[48] Zaman, K., Shahbaz, M., Loganathan, N., & Raza,
S. A. (2016). Tourism development, energy consump-
tion and Environmental Kuznets Curve: Trivariate
analysis in the panel of developed and developing

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 100-118

Anda mungkin juga menyukai