Anda di halaman 1dari 14

LBM 4

Skenario: Batuk lama disertai penurunan berat badan

Seorang laki–laki berusia 40 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk berdahak
sejak 3 minggu yang lalu, dahak kadang bercampur darah. Keluhan disertai demam ringan,
nafsu makan menurun, berat badan pasien dirasa makin lama makin menurun dan keringat
banyak terutama pada malam hari. Teman kerja pasien menderita penyakit yang sama dan
mendapatkan pengobatan selama 6 bulan. Pasien tidak mendapat imunisasi BCG saat lahir.
Pada pemeriksaan perkusi paru didapatkan keredupan di apek paru, auskultasi ronchi basah
pada kedua apex paru. Pada pemeriksaan dahak 3 kali didapatkan BTA positif 1 kali. Dokter
akan melakukan pengulangan pemeriksaan BTA. Dokter puskesmas

Pasien tinggal satu rumah dengan seorang istri dan 1 anak berusia 4 tahun. Dokter meminta
pasien untuk membawa istri dan anaknya untuk dilakukan screening.

Oleh perawat dilakukan pengkajian pola persepsi-manajemen kesehatan ditemukan fakta


saat batuk tidak menutup mulut dan pasien menyampaikan tidak tahu tentang penyakitnya
dan cara perawatannya. Perawat menegakkan diagnosis keperawatan Defisiensi
Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Sumber Pengetahuan. Perawat merencanakan
intervensi Fasilitasi Pembelajaran dengan aktivitas pemberian pendidikan kesehatan tentang
etika batuk dan modifikasi lingkungan rumah tinggal.

Peresepan terapi yang diberikan adalah Ethambutol, INH, Rifampisin dan Pirazinamid.
Pemantauan monitoring efek samping obat perlu dilakukan oleh Apoteker karena
kemungkinan terjadinya permasalahan Drug Related Problem. Informasi obat, edukasi dan
konseling oleh Apoteker kepada pasien dengan tujuan meningkatkan kepatuhan minum
obat, resistensi dan kekambuhan.

STEP 1

- BTA : bakteri tahan asam yang bakteri gramnya memiliki lapisan lipid tebal dan
mempunyai asam nikolat peptidoglikan-arabinosakaraktan
- BCG : basillus callemete-guarin imunisasi untuk mencegah tbc. Suatu strain tb tapi non
virulen menghasilkan imunitas dan mengurangi tb paru sebesar 70%
STEP 3

1. Manifestasi klinis?

2. Klasifikasi TB?

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi:


- TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial. TB milier
diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan
ekstraparu harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.
- TB ekstraparu adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru seperti pleura,
kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak.
Kasus TB ekstraparu dapat ditegakkan secara klinis atau histologis setelah diupayakan
semaksimal mungkin dengan konfirmasi bakteriologis.

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan:


 Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT sebelumnya atau riwayat
mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan.

 Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang pernah mendapatkan
OAT 1 bulan atau lebih. Kasus ini diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil
pengobatan terakhir sebagai berikut:
o Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat ini
ditegakkan diagnosis TB episode rekuren (baik untuk kasus yang benar-benar
kambuh atau episode baru yang disebabkan reinfeksi).
o Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir pengobatan.
o Kasus setelah putus obat adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau
lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-turut atau
dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir pengobatan. (Pada revisi guideline WHO
tahun 2013 klasifikasi ini direvisi menjadi pasien dengan perjalanan pengobatan
tidak dapat dilacak (lost to follow up) yaitu pasien yang pernah mendapatkan OAT
dan dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir pengobatan).
o Klasifikasi berikut ini baru ditambahkan pada revisi guideline WHO tahun 2013
yaitu: kasus dengan riwayat pengobatan lainnya adalah pasien sebelumnya
pernah mendapatkan OAT dan hasil akhir pengobatannya tidak diketahui atau
tidak didokumentasikan.
o Pasien pindah adalah pasien yang dipindah dari register TB (TB 03) lain untuk
melanjutkan pengobatan. (Klasifikasi ini tidak lagi terdapat dalam revisi guideline
WHO tahun 2013).
o Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang
tidak dapat dimasukkan dalam salah satu kategori di atas.
Penting diidentifikasi riwayat pengobatan sebelumnya karena terdapatnya risiko resisten obat.
Sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan pemeriksaan biakan spesimen dan uji
resistensi obat atau metode diagnostik cepat yang telah disetujui WHO (Xpert MTB/RIF) untuk
semua pasien dengan riwayat pemakaian OAT.

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis dan uji resistensi obat


Semua pasien suspek / presumtif TB harus dilakukan pemeriksaan bakteriologis untuk
mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada pemeriksaan apusan
dahak atau spesimen lain atau identifikasi M. tuberculosis berdasarkan biakan atau metode
diagnostik cepat yang telah mendapat rekomendasi WHO (Xpert MTB/RIF).
(+) Pada wilayah dengan laboratorium jaminan mutu eksternal, kasus TB paru dikatakan apusan
dahak positif berdasarkan terdapatnya paling sedikit hasil pemeriksaan apusan dahak BTA positif
pada satu spesimen pada saat mulai pengobatan. Pada daerah tanpa laboratorium dengan
jaminan mutu eksternal maka definisi kasus TB apusan dahak positif bila paling sedikit terdapat
dua spesimen pada pemeriksaan apusan dahak adalah BTA positif.
(-) Kasus TB paru apusan negatif adalah:
1. Hasil pemeriksaan apusan dahak BTA negatif tetapi biakan positif untuk M. tuberculosis
2. Memenuhi kriteria diagnostik berikut ini:
 keputusan oleh klinisi untuk mengobati dengan terapi anti TB lengkap; DAN
 temuan radiologis sesuai dengan TB paru aktif DAN:
o terdapat bukti kuat berdasarkan laboratorium atau manifestasi klinis; ATAU
o bila HIV negatif (atau status HIV tidak diketahui tetapi tinggal di daerah dengan
prevalens HIV rendah), tidak respons dengan antibiotik spektrum luas (di luar OAT
dan fluorokuinolon dan aminoglikosida).
Kasus TB paru tanpa pemeriksaan apusan dahak tidak diklasifikasikan apusan negatif tetapi
dituliskan sebagai “apusan tidak dilakukan”.

d. Klasifikasi berdasarkan status HIV1


 Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB konfirmasi bakteriologis atau klinis yang
memiliki hasil positif untuk tes infeksi HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis
TB atau memiliki bukti dokumentasi bahwa pasien telah terdaftar di register HIV atau obat
antiretroviral (ARV) atau praterapi ARV.

 Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB konfirmasi bakteriologis atau klinis yang
memiliki hasil negatif untuk tes HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB.
Bila pasien ini diketahui HIV positif di kemudian hari harus disesuaikan klasifikasinya.

 Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB konfirmasi bakteriologis atau
klinis yang tidak memiliki hasil tes HIV dan tidak memiliki bukti dokumentasi telah
terdaftar dalam register HIV. Bila pasien ini diketahui HIV positif dikemudian hari harus
disesuaikan klasifikasinya.

Menentukan dan menuliskan status HIV adalah penting untuk mengambil keputusan
pengobatan, pemantauan dan menilai kinerja program. Dalam kartu berobat dan register TB,
WHO mencantumkan tanggal pemeriksaan HIV, dimulainya terapi profilaksis kotrimoksazol,
dimulainya terapi antiretroviral.
Semua pasien (dewasa, remaja, dan anak yang dapat mengeluarkan dahak) yang dicurigai TB paru
sebaiknya mengirimkan dua spesimen dahak untuk pemeriksaan mikroskopik ke laboratorium
yang terjamin kualitasnya. Bila mungkin diperoleh paling sedikit satu spesimen pagi karena
memiliki hasil yang terbaik.
Semua orang dengan temuan foto toraks tersangka TB sebaiknya mengirimkan spesimen dahak
untuk pemeriksaan mikrobiologi.
Standar 2 dan 4 International Standards for Tuberculosis Care

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis . KEMENTERIAN


KESEHATAN RI 2013

3. Mengapa didapatkan bunyi redup pada apex paru?

Sifat aerob obligat membuat bakteri ini menyukai daerah yang kaya akan O2, bagian
apex (zona 1) banyak mengandung O2 karena tidak terjadi aliran darah, sehingga daerah
tersebut kaya akan udara.
Adanya bakteri di daerah tersebut memicu adanya respon inflamasi  infiltrat sel-sel
radang  pada saat perkusi redup

4. Patofisiologi?

TUBERKULOSIS PRIMER :

Kuman TBmasuk di jar paruterbentuk sarang primer/afek primerperdangan


saluran getah bening menuju hilus(llingfangitis local)&pembesaran KGB di
hilus(limfangitis regional)komplek primer
Komplek primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
a. sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
b. sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran dihilus)
c. menyebar dengan cara :
- perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya
- penyebaran secara bronkogen, baik diparu bersangkutan
maupun keparu sebelahnya. Tertelannya dahak bersama
ludah, penyebaran ini juga terjadi kedalam usus
- penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini
sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila
tidak terdapat imuniti yang adekuat , penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,
typhobacillosis landouzy. Penyebran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia, dsb. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
 sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang
pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma)
 meninggal
TUBERKULOSIS SEKUNDER :
TB primer bertahun-tahun  TB post primer(usia 15-40 th)sarang dini biasanya
disegmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior berbentuk sarang
pneumonik kecil :
- diresobsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak menimbulkan cacat
- sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
pembentukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi
lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk
jaringan keju dan menimbulkan kaviti, bila jaringan keju dibatukkan keluar.
- Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju tadi keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Nasib kaviti ini :
a. mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.
Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan diatas
b. dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi
mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
c. kaviti bisa juga menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed
cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan
menciut sehingga kelihatan sebagai bintang (stellate shaped)
(TUBERKULOSIS, PEDOMAN DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
DIINDONESIA, PDPI, 2003)

5. Mengapa pada pemeriksaan perkusi paru didapatkan redup pada apex paru?
redup atau gangguan resonansi di akibatkan oleh setiap keadaan yang menganggu getaran
resonan normal dalam paru-paru atau keadaan yang menggangu pengahtaran dari getaran
tersebut dari luar. Oleh karen itu konsilidasi parenkim paruparu mengakibatkan suara perkusis
redup contoh penyakit seperti penumonia, neoplasma, atelektasis, fibrosis pleura, efusi pleura.
Suara resonansi skodaik bagian bawah paru mengalami kompresi oleh setiap efusi pleuritik dan
volume bagian atasnya berkurang , suara bagian atas toraks akan bersifat timpani (pneumonia
lobaris) di atas daerah konsolidasi.

perkusi: redup (infiltrat luas, schwarte), hipersonor (kavitas yang besar) , pekak (efusi pleura).

6. Mengapa bisa batuk berdarah?


Hemoptisis adalah ekspektorasi darah atau dahak yang mengandung bercak darah dan
berasal dari saluran napas bawah.
Hemoptisis masif adalah batuk darah antara >100 sampai >600 mL dalam waktu 24
jam.
Penting bedakan bahwa darah berasal dari saluran napas dan bukan dari traktus
gastrointestinal. Darah yang berasal dari gastrointestinal berwana hitam kemerahan dan
pH-nya asam, sebaliknya pada hemoptisis darah merah terang dan ph-nya alkali.

Saluran napas dan paru2 terutama diperdarahi oleh sistem arteri-vena pulmonalis dan
sistem arteri bronkialis yang berasal dari aorta. Dari kedua sistem ini perdarahan pada
sistem arteri bronkialis lebih sering terjadi.

Penyebab hemoptisis secara umum dapat dibagi menjadi empat, yaitu infeksi,
neoplasma, kelainan kardiovaskular dan hal lain-lain yang jarang kejadiannya. Infeksi
adalah penyebab tersering hemoptisis, tuberkulosis adalah infeksi yang menonjol.

Pada tuberkulosis, hemoptisis dapat disebabkan oleh kavitas aktif atau oleh proses
inflamasi tuberkulosis di jaringan paru. Apabila tuberkulosis berkembang menjadi
fibrosis dan perkijuan, dpat terjadi aneurisma arteri pulmonalis dan bronkiektasis yang
akan mengakibatkan hemoptisis pula.
BATUK DAN BATUK DARAH,BAHAN KULIAH PULMONOLOGI ILMU PENYAKIT DALAM,
Dr. Aditiawarman, SpPD

7. Mengapa bisa mengalami penurunan berat badan?

8. Mengapa dijumpai keringat saat malam hari?

Keringat malam sebenarnya merupakan gejala klinis yang penting pada pasien TB
dewasa. Produksi keringat pada malam hari pada saat tidur nyenyak biasanya disebabkan
oleh peningkatan metabolisme basal tubuh (basal metabolic rate). Pada infeksi TB
dewasa terjadi peningkatan tersebut sehingga keluhan keringat malam pasti sering
dijumpai
Ada pendapat keringat malam pada pasien tuberkulosis aktif terjadi sebagai respon salah
satu molekul sinyal peptida yaitu tumour necrosis factor alpha (TNF-α) yang dikeluarkan
oleh sel-sel sistem imun di mana mereka bereaksi terhadap bakteri infeksius
(M.tuberculosis). Monosit yang merupakan sumber TNF-α akan meninggalkan aliran
darah menuju kumpulan kuman M.tuberculosis dan menjadi makrofag migrasi.
Walaupun makrofag ini tidak dapat mengeradikasi bakteri secara keseluruhan,
tetapi pada orang imunokompeten makrofag dan sel-sel sitokin lainnya akan mengelilingi
kompleks bakteri tersebut untuk mencegah penyebaran bakteri lebih lanjut ke jaringan
sekitarnya.TNF-α yang dikeluarkan secara berlebihan sebagai respon imun ini akan
menyebabkan demam, keringat malam, nekrosis, dan penurunan berat badan di mana
semua ini merupakan karakteristik dari tuberkulosis (Tramontana et al, 1995). Demam
timbul sebagai akibat respon sinyal kimia yang bersirkulasi yang menyebabkan
hipotalamus mengatur ulang suhu tubuh ke temperatur yang lebih tinggi untuk sesaat.
Selanjutnya suhu tubuh akan kembali normal dan panas yang berlebihan akan
dikeluarkan melalui keringat. Untuk lebih jelasnya berikut adalah fase demam. Pertama
yaitu fase inisiasi dimana vasokonstriksi kutaneus akan menyebabkan retensi panas dan
menggigil untuk menghasilkan panas tambahan. Ketika set point baru tercapai maka
menggigil akan berhenti. Dengan menurunnya set point menjadi normal, vasodilatasi
kutaneus menyebabkan hilangnya panas ke lingkungan dalam bentuk berkeringat (Young,
1988; Boulant, 1991, Dinarello and Bunn, 1997)

9. Alur diagnosis?
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis . KEMENTERIAN
KESEHATAN RI 2013

10. Pencegahan dari penyakit TB ?

1. Lebih sering terkena sinar matahari (sinar matahari  bakterisida yang membunuh MTB bila terpapar
dalam waktu yang cukup lama selain itumampu mengubah ergosterol yang terdapat di kulit menjadi
vitamin D sehingga meningkatkan pertahanan tubuh terhadap MTB.

2. Memakai alat pelindung diri jika sedang kontak dengan pasien TB


3. Imunisasi BCG kepada bayi

4. Menjaga kesehatan dengan menjalankan PHBS di lingkungan tempat kerja, dll

5. Tidak kontak dengan cairan pasien yang (+) TB

World Health Organization. Gobal Report TB. 2009

11. Tatalaksana?

Anda mungkin juga menyukai