Faktor Interpersonal Dan Emosi Dalam Psikologi Pembelajaran Matematika
Faktor Interpersonal Dan Emosi Dalam Psikologi Pembelajaran Matematika
Dalam bab ini, Skemp berbicara tentang bagaimana belajar matematika dengan
pemahaman bukan pada pengajaran walaupun banyak manfaatnya pada tahap-tahap
selanjutnya. Pada bab sebelumnya khususnya bab 2 dan 3, penekanan permasalahan
matematika adalah pada ketergantungan siswa terhadap pengajaran yang baik. Sedangkan
uraian pada bab ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kesalahan bukan pada mereka
(siswa) seutuhnya melainkan pada guru mereka sendiri, misalnya guru tersebut tidak dapat
membangkitkan motivasi siswa selama proses pembelajaran matematika berlangsung. Guru
matematika mempunyai dua tugas penting dalam mengajarkan matematika, yaitu:
1. Sebelum pembelajaran berlangsung guru harus menganalisis konsep materi yang akan
disajikan kemudian membuat perencanaan dengan cermat untuk mengembangkan skema
siswa pada tingkat akomodasi skema siswa.
2. Ketika proses belajar mengajar berlangsung, guru bertanggung jawab untuk:
a. Membimbing siswa dalam bekerja
b. Menjelaskan dan mengoreksi kesalahan
c. Memberikan variasi pengayaan
d. Membangkitkan dan mempertahankan minat dan motivasi siswa
Dalam pembahasan ini istilah guru dibatasi pada guru yang mengajar secara langsung (atau
mungkin tutor korespondensi) yang secara langsung dan terus menerus berkomuikasi dengan
siswa. Dalam bab ini juga akan dibahas interaksi antara guru dan siswa serta cara yang
digunakan yang berdampak pada belajar matematika berdasar pada pemahaman.
I. Penyebab Kecemasan
Dalam dunia pendidikan, kecemasan menjadi sebuah hambatan bagi siswa untuk dapat
menyerap ilmu sebanyak mungkin. Oleh sebab itu, perlu dicari sebab-musabab yang
menimbulkan kecemasan yaitu guru yang otoriter, seperti penegakkan kedisiplinan yang
ketat dan proses pembelajaran yang kurang memperhatikan pemahaman siswa. Harus
diingat bahwa bila skema–kema yang diperlukan untuk pemahaman bahan ajar tidak
tersedia dalam pikiran siswa, maka kegiatan belajar terjadi hanya didasarkan pada
penerimaan, keinginan untuk menerima. Jika hal ini yang dinginkan guru, itupun adalah
kewenangannya. Belajar jenis ini adalah belajar menghafal, bukan belajar skematik. Pada
awalnya mungkin belum disertai oleh kecemasan, bahkan mungkin sebaliknya. Tabel
perkalian yang diingat dengan baik bermanfaat sama bagi guru dan siswa. Masalah yang
muncul ialah anak yang pandai dan berkemauan, mampu mengingat sedemikian banyak
proses matematika dasar dengan baik sehingga sulit untuk membedakannya dari belajar
yang didasarkan pada pemahaman. Akan tetapi cepat atau lambat, akan terjadi kegagalan.
Terdapat dua alasan dalam hal ini yaitu: pertama, pada saat belajar lebih lanjut dan lebih
kompleks, untuk memaksakan mengingat, akan menjadi beban yang berat. Kedua, adalah
kebiasaan hanya bekerja dan dapat diterapkan pada ruang lingkup terbatas, dan tidak dapat
diadaptasi oleh pelajar untuk masalah yang lain, yang kelihatan berbeda, tetapi didasarkan
pada ide matematika yang sama. Belajar skematik lebih dapat menyesuaikan diri dan
mengurangi bebas pada memori.
K. Motivasi Belajar
Termotivasi adalah deskripsi dari tingkah laku yang diarahkan pada pemenuhan
kebutuhan. Jika dikatakan bahwa suatu tingkah laku kelihatan kurang termotivasi, maka
dapat diartikan bahwa sesuatu yang dihadapi kurang sesuai dengan kebutuhannya.Jadi
masalah motivasi erat kaitannya dengan kebutuhan.Beberapa kebutuhan seperti makan,
tidur adalah bawaan lahir.Dalam kelas, motivasi jangka pendek lebih efektif. Dua hal yang
sering muncul adalah keinginan untuk menyenangkan guru dan ketakutan tidak
menyenangkannya.Penghargaan dan hukuman secara luas digunakan sebagai metode untuk
melatih anak-anak dan binatang muda.
Kedua jenis ini adalah motivasi ekstrinsik terhadap matematika sendiri. Guru dapat
senang, atau, ketidaksenangan mereka dihindari dengan memancarkan perilaku yang
diinginkan (lisan atau tulisan) dengan sedikit atau tanpa pemahaman, jadi tidak ada
jaminan bahwa pemahaman telah dicapai. Dari keduanya, motivasi oleh kecemasan adalah
lebih mengarah ke belajar menghafal seperti telah dijelaskan, sehingga membawa efek
yang bersifat menghambat kegiatan kecerdasan reflektif.
L. Motivasi Intrinsik
Jika terdapat seseorang yang merasa bahwa matematika adalah sebuah tantangan dan
dapat dengan asik mempelajari matematika. Maka orang tersebut adalah seorang
matematikawan murni, dimana matematika sudah menjadi bagian dari diri mereka sendiri.
Jadi berdasarkan hipotesis bahwa setiap perilaku termotivasi memenuhi kebutuhan
tertentu.Kebutuhan umum mendasar yang lain adalah kebutuhan untuk "tumbuh". Kata
"tumbuh" dimaksud tidak hanya meliputi pertumbuhan fisik tetapi juga perkembangan
keterampilan, kekuatan, pengetahuan dan organisasi fisik yang lain, organisasi sensori
motor atau organisasi mental yang lain.
Pertumbuhan mental lebih penting untuk bertahan dari pada pertumbuhan
fisik.Aktivitas pertumbuhan mental ini harus dapat dirasakan anak, tidak hanya aktivitas
fisik saja.Pertumbuhan mental lebih lanjut, dapat berlangsung terus sesudah pertumbuhan
fisiknya berhenti. Maka kesenangan yang datang dari berbagai cara dalam satu latihan
mental harus berlangsung dari masa kanak-kanak hingga usia tua. Jika disepakati bahwa
matematika sejati bentuk khusus dari aktivitas mental, maka kita tidak perlu lagi bertanya-
tanya mengapa hal itu harus bisa dinikmati demi dirinya sendiri.
Kenikmatan yang kita alami dari kegiatan fisik atau mental, yang melayani kebutuhan
pertumbuhan kita adalah pengalaman intrinsik dalam kegiatan itu sendiri. Seorang anak
tidak suka mendaki karena ia tahu bahwa itu membuatnya kuat dan tangkas. Sebaliknya, ia
bertambah kuat dan tangkas karena ia suka mendaki. Apa lagi, jika membiarkan anak
memanjat pohon adalah cara yang lebih baik untuk membantu mereka menjadi kuat dan
gesit daripada membuat mereka melakukan latihan.Bagaimanapun efektifnya motivasi
intrinsik untuk belajar matematika,tetap merupakan sesuatu yang kurang diperhatikan dan
dihargai guru. Dalam berbagai kesempatan, guru menemukan bahwa siswanya dapat
menikmati matematika ketika matematika diajarkan dan dipelajari.
REFLEKSI
Dari bab ini, diperoleh pelajaran bahwa selain dari tingkat kecerdasan siswa, guru juga
sebaiknya melihat dari tingkat emosi dan faktor lain yang ada di dalam diri siswa. Dengan
kata lain bahwa guru harus mampu mengenali siswa secara mendalam. Salah satu faktor yang
harus diperhatikan betul adalah masalah kecemasan dan motivasi. Kedua faktor ini sama-
sama memiliki peran pada berlangsungnya proses pembelajaran bagi siswa. Setelah
menganalisi kedua faktor tersebut, guru seharusnya mampu atau paling tidak tau bagaimana
menganalisis masalah tersebut.
Oleh :
1. Anansi S J Renggi
2. Kamelia Mauleto