Anda di halaman 1dari 11

BAB VII

FAKTOR INTERPERSONAL DAN FAKTOR EMOSI DALAM PSIKOLOGI


PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Dalam bab ini, Skemp berbicara tentang bagaimana belajar matematika dengan
pemahaman bukan pada pengajaran walaupun banyak manfaatnya pada tahap-tahap
selanjutnya. Pada bab sebelumnya khususnya bab 2 dan 3, penekanan permasalahan
matematika adalah pada ketergantungan siswa terhadap pengajaran yang baik. Sedangkan
uraian pada bab ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kesalahan bukan pada mereka
(siswa) seutuhnya melainkan pada guru mereka sendiri, misalnya guru tersebut tidak dapat
membangkitkan motivasi siswa selama proses pembelajaran matematika berlangsung. Guru
matematika mempunyai dua tugas penting dalam mengajarkan matematika, yaitu:
1. Sebelum pembelajaran berlangsung guru harus menganalisis konsep materi yang akan
disajikan kemudian membuat perencanaan dengan cermat untuk mengembangkan skema
siswa pada tingkat akomodasi skema siswa.
2. Ketika proses belajar mengajar berlangsung, guru bertanggung jawab untuk:
a. Membimbing siswa dalam bekerja
b. Menjelaskan dan mengoreksi kesalahan
c. Memberikan variasi pengayaan
d. Membangkitkan dan mempertahankan minat dan motivasi siswa

Dalam pembahasan ini istilah guru dibatasi pada guru yang mengajar secara langsung (atau
mungkin tutor korespondensi) yang secara langsung dan terus menerus berkomuikasi dengan
siswa. Dalam bab ini juga akan dibahas interaksi antara guru dan siswa serta cara yang
digunakan yang berdampak pada belajar matematika berdasar pada pemahaman.

A. Definisi Kriteria Dalam Matematika


Di dalam matematika murni, pertimbangan terakhir bukanlah pada eksperimen.
Misalnya dengan percobaan laboratorium apa dapat membuktikan bahwa √−1 adalah
bukan bilangan real? Lalu apa kaitannya dengan wewenang guru. Jika seorang siswa
menjawab tidak tepat hendaknya guru meminta siswa tersebut untuk mengecek lagi apakah
pekerjaannya sudah benar atau belum.Kriteria dalam matematika adalah konsistensi.
Konsistensi ini muncul sebagai suatu kesepakatan antara ahli matematika yang satu dan
yang lain, dan antara guru dan siswanya. Hal penting yang cukup mengejutkan bahwa pada
tingkat dasar sudah tercapai kesepakatan yang cukup tinggi.Selanjutnya, kriteria ini
mengacu pada dapat diterimanya suatu kesepekatan yang mengatur hubungan antara guru
dan siswa. Jika guru membuat kesalahan di papan tulis dan seorang siswa mengetahui hal
itu, guru tidak mempunyai pilihan lain kecuali meralatnya.

B. Penghinaan Terhadap Kecerdasan


Dalam proses pembelajaran, siswa pada dasarnya tidak bisa dipaksakan untuk
menerima informasi yang bertentangan dengan diri mereka. Bukan karena harkat martabat
atau apapun itu, melainkan tidak bisa diterima berdasarkan akal dan nalar mereka.Artinya
penolakan ini bergantung pada tingkat kecerdasan mereka. Pengajaran dan pembelajaran
matematika haruslah menjadi satu interaksi antara kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki
guru dan siswa, saling menghormati satu sama lain. Para siswa menghormati kemampuan
yang dimiliki guru, dan berharap pengetahuannya sendiri menjadi lebih luas.
Pada konteks ini istilah ‘penghinaan’ digunakan dalam pengertian sehari-hari dan
didalam pengertian kedokteran berarti melukai makhluk yang hidup.Mencoba memahami
sesuatu yang meliputi bantuan skema seseorang.Untuk menjelaskan bahwa yang
dikomunikasikan tidak dapat dimengerti, penerima berusaha untuk menampung skema-
skemanya menghasilkan hal yang tidak berarti. Usaha ini samaartinya dengan merusak
skema-skema, dimana pikiran diibaratkan sebagai tubuh yang terluka. Dalam hal ini kita
dapat melihat mengapa para siswa kurang antusias terhadap matematika, walaupun
menunjukkan suatu perubahan yang positif.Upaya yang telah dilakukan dalam situasi
seperti ini meskipun cukup tepat, namun kurang berarti sebab salah satu misi pendidikan
adalah mengembangkan intelegensi.

C. Aturan-Aturan Tanpa Alasan


Untuk mengarahkan siswa pada pemahaman baru, maka bisa diupayakan memberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada siswa yang sifatnya lebih mengarahkan seperti “Untuk
membagi dengan 2/3, anda kalikan dengan 3/2, mengapa?”. Dari dialog tersebut, siswa
diminta untuk mencari alasan yang tepat pada pertanyaan tersebut. Jadi siswa tidak hanya
melakukan langkah-langkah penyelesaian masalah secara prosedural, melainkan memang
benar-benar tau apa yang sedang mereka lakukan.
Daftar contoh-contoh matematika dapat dilakukan hampir tanpa batas, pada tingkat
dasar dan lanjutan. Beberapa siswa mungkin masih mengingat bagaimana cara untuk
menyelesaikan persamaan dengan beberapa metode seperti berikut, yang masih digunakan:
'kami menggunakan aturan bahwa ketika kami mengubah sisi kami mengubah tanda.’
Diberikan persamaan 6𝑥 − 3 = 7 + 𝑥. Untuk menyelesaikan persamaan tersebut,
pertama kita dapatkan semua x di satu sisi dengan mengambil x dan mengubah tanda,
diperoleh:
6𝑥 − 𝑥 − 3 = 7
lalu kita ambil -3 ke sisi lain dan ubah tanda, diperoleh:
6𝑥 − 𝑥 = 7 + 3
sederhanakan kedua sisi, diperoleh :
5𝑥 = 10
ambil 5 melintasi dan ubah tandanya, sehingga diperoleh:
𝑥 = 10 ∶ 5
𝑥=2
Jadi nilai x yang memenuhi persamaan tersebut adalah x = 2.
Jika yang diinginkan, agar siswa mampu menyelesaikan persamaan jenis ini dengan
cepat dan efisien, maka metode seperti ini cukup memadai. Akan tetapi, jika ada
kepentingan lain dibutuhkan untuk memahami yang dikerjakan seseorang, maka metode
ini tidak cukup. Dan pemahaman ini tidak sekedar kebanggaan untuk membuat tugas lebih
menyenangkan, melainkan suatu keperluan agar mampu menyesuaikan pengetahuannya
dengan situasi-situasi baru.

D. Dua Macam Wewenang


Berikut ini adalah jenis wewenang (yang dalam konteks ini berkonotasi umum seperti
seseorang yang harus dihormati dan ditaati berdasarkan status dan fungsinya):
1. Jenis pertama erat hubungannya dengan penegakkan dan pemeliharaan kedisiplinan,
mengatur tingkah laku dan kepatuhan pada instruksi-instruksi guru.
2. Jenis kedua adalah tetang wewenang pada disiplin ilmu seperti matematika, fisika,
kimia, biologi, dan lain sebagainya. Hal ini berkaitan dengan jika siswa mau diminta
guru berkumpul untuk belajar, maka hal ini merupakan kemauannya karena mereka
ingin belajar dari guru.
Tentunya sebagai guru haruslah dapat mengakomodir kedua jenis kewenangan
tersebut.Jika dia gagal mengendalikan siswanya, yang mungkin tidak masuk sekolah atas
kemauan mereka sendiri, maka dia hanya memiliki sedikit kesempatan untukmengajar
mereka.Namun pada dasarnya dua peranan ini tidak hanya berbeda, tetapi juga
bertentangan.Kombinasi kedua wewenang ini dalam diri seseorang mungkin
perlu.Beberapa orang memandang kuno jika siswa sebaiknya menerima peranan
pengawasan guru, sedangkan untuk belajar memahami suatu pokok persoalan dilakukan
dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan dan diskusi antara siswa dengan siswa dan
antar siswa dengan guru.
Masalah-masalah rumit yang berperanan khususnya dalam matematika diberikan
lebih dulu: yaitu untuk keseluruhan materi, pengajaran dan pembelajaran didasarkan
pada alasan dan kesepakatan. Situasi menjadi kurang baik jika guru tidak berhati-hati
dalam memberikan alasan yang tepat, karena (barangkali merupakan kesalahan yang
tidak disengaja) guru tidak mengetahui hal tersebut. Kemudian (karena kekurangan
analisis konsep yang memadai) dia tidak mengembangkan skema-skema yang dimiliki
siswa dengan cara tertentu sehingga materi yang diperoleh mereka tidak didasarkan pada
alasan yang tepat. Dalam kondisi seperti ini, belajar yang didasarkan pada pemahaman
akan macet, dan digantikan (jika semua) dengan belajar yang didasarkan pada
keteraturan dan kepatuhan.

E Manfaat dari Diskusi


Sejauh ini kita telah memusatkan perhatian pada hubungan antara guru dan siswa.
Tetapi pembicaraan tentang hubungan antar siswa juga merupakan hal yang penting dalam
proses belajar. Adanya komunikasi ide, nampaknya membantu memperjelas kata-kata
(atau simbol-simbol lain). Kejelasan suatu masalah yang diselesaikan sebagian, proses
perumusan beberapa masalah, pribadi atau akademis, untuk seorang pendengar yang
berkemauan, akhirnya sampai pada tahap suatu penyelesaian. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam diskusi :
1. Interelasi ide kita dengan ide–ide lain, hal ini memerlukan fleksibilitas dan pikiran
terbuka
2. Akomodasi dari skema kita dengan skema lain, sehingga kita dapat mengasimilasi ide-
ide baru dan menjelaskan ide-ide kita kepada orang lain untuk mendorong
terasimilasinya ide kita dengan skema orang lain. Dalam hal ini menuntut kemampuan
untuk melihat perbedaan antara skema seseorang dengan skema sendiri, agar
kesenjangan dapat dijembatani.
Diskusi juga mendorong timbulnya ide baru. Salah satu faktor penting adalah
penyederhanaan kelompok ide-ide, sehingga ide dari masing-masing kelompok menjadi
sesuai.Pertukaran ide yang baik merupakan salah satu manfaat dalam berdiskusi.
Mendengar pembicaraan seseorang (atau membaca tulisannya) mungkin memunculkan ide
baru yang tidak akan kita ketahui tanpa berkomunikasi. Kemudian pertukaran ide tersebut,
hasilnya mungkin menjadi suatu interaksi yang kreatif yang dapat memberikan keterkaitan
baru.

F. Sikap Dalam Bediskusi


Manfaat dari diskusi sangat tergantung pada persahabatan dan hubungan antar pribadi
yang baik. Seperti kerelaan untuk bergiliran berpendapat, mendengarkan, memperhatikan
sudut pandang orang lain. Jika dijumpai anggota kelompok yang tidak disukai, maka hal
tersebut di atas tidak akan mungkin terjadi. Suatu kesalahan yangsering muncul dalam
diskusi kelompok adalah memaksakan anggota kelompok menyesuaikan dengan cara
berpikir kita atau mengisolasi diri dari teman-teman lain dalam kelompok tersebut.
Ini tidak berarti bahwa anggota kelompok harus setuju dengan semua ide yang
muncul. Setiap anggota kelompok boleh tidak setuju dengan menempuh cara yang wajar,
sesuai aturan kelompok. Artinya mereka setuju untuk mengadakan diskusi berdasarkan
alasan yang masuk akal, dan tidak bereaksi secara berlebihan terhadap argumen dari teman
diskusinya.Pada akhirnya, setiap anggota kelompok harus setuju dengan hasil akhir
diskusi.

G. Guru Sebagai Pemimpin Diskusi


Dalam kegiatan kelompok, terdapat beberapa hal yang belum diketahui sepenuhnya
diantara dua factor menurut Freud, yaitu:
1. Faktor Ukuran
Berdasarkan pengalaman, kelompok yang baik adalah kelompok kecil yang terdiri atas
2 sampai 6 orang.Walaupun umumnya 30 sampai 40 merupakan jumlah kecil untuk
suatu kelas, terdapat pula kecenderungan khususnya di sekolah dasar untuk bekerja
secara individu atau bekerja dalam kelompok-kelompok kecil.
Dalam pengajaran tradisional, digunakan kelas yang agak besar, yang memungkinkan
seorang guru bersikap otoriter.Jika dia tidak membentak dan memberi perintah, dia sulit
menjalankan fungsinya sebagai komunikator pengetahuan.Akan tetapi pada dasarnya
kedua peranan ini bertentangan, sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
2. Faktor Kepemimpinan
Idealnya seorang guru yang baik harus bertindak sebagai berikut:
a. Berperan seperti seorang major dalam militer dan konduktor dari sebuah orkestra,
yang sangat berhati-hati dalam memainkan peranannya. Untuk menggabungkan
kedua peranan ini dengan kemampuan akademis merupakan persoalan besar. Untuk
meperlancar kegiatan belajar mengajar.
b. Mampu mengontrol kelas dan harus berperan dengan baik. Kemampuam guru
tersebut dalam memimpin (mengatur) kelompoknya difungsikan pada tingkat intuitif
dan tidak pada tingkat reflektif.

H. Kecemasan dan Aktivitas Mental


Alasan lain mengapa hubungan antar pribadi yang baik sangat penting dalam
memahami matematika karena kecemasan diri meningkat secara subyektif dan sulit
dipahami. Siswa diberikan beberapa penjelasan secara terperinci, hanya beberapa yang
akan mampu memahaminya, tetapi yang lainnya tidak. Jika mereka yang tidak memahami
merasa cemas pada kegagalan, mereka tidak akan ragu untuk berusaha lebih ulet. Tetapi
perasaan terlalu cemas bisa merusak diri sendiri dan akan mengurangi keefektifan usaha.
Makin tinggi kecemasan, siswa akan lebih ulet mencoba, bila tidak mampu mengerti dia
lebih cemas lagi. Kejadian semacam ini seperti lingkaran setan yang dapat berlangsung
jangka panjang maupun jangka pendek.
Suatu prinsip yang dikenal dengan hukum Yerkes Dodson, yang didasarkan pada
eksperimen, diterima oleh ahli-ahli psikologi.Hukum ini menyatakan bahwa tingkat
motivasi menurun sejalan dengan kompleksitas tugas yang diberikan. Dengan kata lain,
untuk tugas sederhana wujud motivasi lebih baik dan lebih kuat. Tetapi untuk tugas yang
lebih kompleks ini hanya sampai pada satu titik tertentu. Mulai dari motivasi nol, yang
menghasilkan penampilan tidak berarti, peningkatan motivasi akan memperbaiki
penampilan. Tetapi pada tingkat motivasi tertentu, peningkatan yang lebih lanjut tidak
menghasilkan perbaikan penampilan, malahan menghasilkan kemunduran.Jika lebih
kompleks tugas itu, maka makin rendah pula tingkat motivasi.
Motivasi adalah sesuatu yang agak rumit untuk dinilai secara tepat, walaupun biasanya
berhubungan dengan penampilan. Ini disebabkan motivasi merupakan bagian internal
seseorang dan tidak dapat langsung diobservasi, sedangkan di pihak lain penampilan
merupakan bagian eksternal seseorang dan dapat dinilai secara obyektif. Untuk menilai
motivasi melalui eksperimen, kita harus menciptakan kondisi yang kita anggap akan
memberi motivasi tertentu pada subyek – subyek itu.Aktivitas mental yang lebih tinggi,
pertama dipengaruhi oleh kecemasan situasi.Hal ini telah lama dikenal dalam militer.Aksi–
aksi yang harus dilakukan di bawah tekanan perang diajarkan sebagai kebiasaan yang
dibentuk dengan keras, untuk ditampilkan secara otomatis, ketika harus merencanakan
strategi perang dan melaksanakan taktik.Banyak guru mengakui bahwa ujian merupakan
situasi yang menegangkan, demikian pula melatih siswa dalam kegiatan rutin yang
terorganisir.

I. Penyebab Kecemasan
Dalam dunia pendidikan, kecemasan menjadi sebuah hambatan bagi siswa untuk dapat
menyerap ilmu sebanyak mungkin. Oleh sebab itu, perlu dicari sebab-musabab yang
menimbulkan kecemasan yaitu guru yang otoriter, seperti penegakkan kedisiplinan yang
ketat dan proses pembelajaran yang kurang memperhatikan pemahaman siswa. Harus
diingat bahwa bila skema–kema yang diperlukan untuk pemahaman bahan ajar tidak
tersedia dalam pikiran siswa, maka kegiatan belajar terjadi hanya didasarkan pada
penerimaan, keinginan untuk menerima. Jika hal ini yang dinginkan guru, itupun adalah
kewenangannya. Belajar jenis ini adalah belajar menghafal, bukan belajar skematik. Pada
awalnya mungkin belum disertai oleh kecemasan, bahkan mungkin sebaliknya. Tabel
perkalian yang diingat dengan baik bermanfaat sama bagi guru dan siswa. Masalah yang
muncul ialah anak yang pandai dan berkemauan, mampu mengingat sedemikian banyak
proses matematika dasar dengan baik sehingga sulit untuk membedakannya dari belajar
yang didasarkan pada pemahaman. Akan tetapi cepat atau lambat, akan terjadi kegagalan.
Terdapat dua alasan dalam hal ini yaitu: pertama, pada saat belajar lebih lanjut dan lebih
kompleks, untuk memaksakan mengingat, akan menjadi beban yang berat. Kedua, adalah
kebiasaan hanya bekerja dan dapat diterapkan pada ruang lingkup terbatas, dan tidak dapat
diadaptasi oleh pelajar untuk masalah yang lain, yang kelihatan berbeda, tetapi didasarkan
pada ide matematika yang sama. Belajar skematik lebih dapat menyesuaikan diri dan
mengurangi bebas pada memori.

J. Adaptasi Terhadap Kecemasan


Dua batasan penting yang harus dibuat untuk mengawali pembahasan ini.Pertama,
hukum Yerkes Dodson yang menunjukkan bahwa motivasi secara umum, mungkin
meningkat disebabkan kecemasan. Kedua, tingkat motivasi untuk suatu tugas yang
diberikan tergantung pada individu dan jenis tugas yang diberikan. Kecemasan tertentu
dapat menjadi suatu stimulus yang berguna; dan salah satu kegunaan dari pendidikan
adalah belajar untuk menggunakannya.Hal ini disebut dengan "adaptasi terhadap
kecemasan".Salah satu cata adaptasi terhadap kecemasan ini adalah penggunaan teknik-
teknik yang tepat untuk menghasilkan masalah (soal-soal) yang menjadi sumber
kecemasan. Faktor lain merupakan faktor pribadi yang tidak akan dibahas dalam buku ini.
Namun Perlu disadari bahwa banyak para ahli yang telah menyumbangkan ilmu
pengetahuan tanpa melibatkan masalah pribadi mereka.

K. Motivasi Belajar
Termotivasi adalah deskripsi dari tingkah laku yang diarahkan pada pemenuhan
kebutuhan. Jika dikatakan bahwa suatu tingkah laku kelihatan kurang termotivasi, maka
dapat diartikan bahwa sesuatu yang dihadapi kurang sesuai dengan kebutuhannya.Jadi
masalah motivasi erat kaitannya dengan kebutuhan.Beberapa kebutuhan seperti makan,
tidur adalah bawaan lahir.Dalam kelas, motivasi jangka pendek lebih efektif. Dua hal yang
sering muncul adalah keinginan untuk menyenangkan guru dan ketakutan tidak
menyenangkannya.Penghargaan dan hukuman secara luas digunakan sebagai metode untuk
melatih anak-anak dan binatang muda.
Kedua jenis ini adalah motivasi ekstrinsik terhadap matematika sendiri. Guru dapat
senang, atau, ketidaksenangan mereka dihindari dengan memancarkan perilaku yang
diinginkan (lisan atau tulisan) dengan sedikit atau tanpa pemahaman, jadi tidak ada
jaminan bahwa pemahaman telah dicapai. Dari keduanya, motivasi oleh kecemasan adalah
lebih mengarah ke belajar menghafal seperti telah dijelaskan, sehingga membawa efek
yang bersifat menghambat kegiatan kecerdasan reflektif.

L. Motivasi Intrinsik
Jika terdapat seseorang yang merasa bahwa matematika adalah sebuah tantangan dan
dapat dengan asik mempelajari matematika. Maka orang tersebut adalah seorang
matematikawan murni, dimana matematika sudah menjadi bagian dari diri mereka sendiri.
Jadi berdasarkan hipotesis bahwa setiap perilaku termotivasi memenuhi kebutuhan
tertentu.Kebutuhan umum mendasar yang lain adalah kebutuhan untuk "tumbuh". Kata
"tumbuh" dimaksud tidak hanya meliputi pertumbuhan fisik tetapi juga perkembangan
keterampilan, kekuatan, pengetahuan dan organisasi fisik yang lain, organisasi sensori
motor atau organisasi mental yang lain.
Pertumbuhan mental lebih penting untuk bertahan dari pada pertumbuhan
fisik.Aktivitas pertumbuhan mental ini harus dapat dirasakan anak, tidak hanya aktivitas
fisik saja.Pertumbuhan mental lebih lanjut, dapat berlangsung terus sesudah pertumbuhan
fisiknya berhenti. Maka kesenangan yang datang dari berbagai cara dalam satu latihan
mental harus berlangsung dari masa kanak-kanak hingga usia tua. Jika disepakati bahwa
matematika sejati bentuk khusus dari aktivitas mental, maka kita tidak perlu lagi bertanya-
tanya mengapa hal itu harus bisa dinikmati demi dirinya sendiri.
Kenikmatan yang kita alami dari kegiatan fisik atau mental, yang melayani kebutuhan
pertumbuhan kita adalah pengalaman intrinsik dalam kegiatan itu sendiri. Seorang anak
tidak suka mendaki karena ia tahu bahwa itu membuatnya kuat dan tangkas. Sebaliknya, ia
bertambah kuat dan tangkas karena ia suka mendaki. Apa lagi, jika membiarkan anak
memanjat pohon adalah cara yang lebih baik untuk membantu mereka menjadi kuat dan
gesit daripada membuat mereka melakukan latihan.Bagaimanapun efektifnya motivasi
intrinsik untuk belajar matematika,tetap merupakan sesuatu yang kurang diperhatikan dan
dihargai guru. Dalam berbagai kesempatan, guru menemukan bahwa siswanya dapat
menikmati matematika ketika matematika diajarkan dan dipelajari.

KETERKAITAN ANTAR SUB-BAB


Bab ini berbicara tentang bagaimana belajar matematika dengan pemahaman bukan
padapengajaran, dimana uraian pada bab ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kesalahan
dalam proses pembelajaran bukan pada siswa seutuhnya melainkan pada guru mereka sendiri,
misalnya guru tersebut tidak dapat membangkitkan motivasi siswa selama proses
pembelajaran matematika berlangsung.Kriteria dalam matematika adalah konsistensi, yaitu
kesepakatan antara ahli matematika dan ahli lain, antara guru dan siswa.Kriteria disini
mengacu pada dapat diterimanya suatu kesepakatan yang mengatur hubungan antara guru dan
siswa.Kesepakatan – kesepakatan yang dibuat dengan salah satu tujuan agar antara guru dan
siswa dapat saling menghormati kecerdasan yang dimiliki masing – masing dalam
pembelajaran.Namun, dalam prakteknya guru kadang melalaikan kesepakatan tersebut.Dalam
hal ini dalam Skemp dikenal dengan istilah “penghinaan” kecerdasan.Dimana dalam
pembelajaran guru memaksa siswa untuk mengikuti skema baru yang diajarkan tanpa
mempedulikan skema – skema yang sudah dimiliki siswa sebelumnya.Disini terlihat bahwa
siswa tidak diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi kecerdasan/kemampuan yang
dimilikinya secara maksimal. Penghinaan kecerdasan membuat siswa kurang memahami apa
yang disampaikan guru sehingga merusak skema yang telah dimiliki oleh siswa. Akhirnya,
muncullah aturan – aturan tanpa alasan dalam pembelajaran matematika.Jika yang diinginkan
guru, agar siswa mampu menyelesaikan soal dengan cepat dan efisien, maka dengan
menggunakan aturan tanpa alasan itu sudah cukup. Akan tetapi, jika ada kepentingan lain
dibutuhkan untuk memahami yang dikerjakan seseorang, maka metode ini tidak cukup. Dan
pemahaman ini tidak sekedar kebanggaan untuk membuat tugas lebih menyenangkan,
melainkan suatu keperluan agar mampu menyesuaikan pengetahuannya dengan situasi-situasi
baru.Dalam pembelajaran adadua wewenang yang dapat membantu siswa untuk memahami
suatu masalah yaitu yaitu pengaruh seseorang yang harus dihormati dan ditaati sebagai hasil
dari status atau fungsinya dan pengaruh sebagai hasil dari pengetahuan yang lebih. Guru
diharuskan untuk dapat mengombinasi kedua wewenang tersebut dalam pembelajaran karena
dalam memahami suatu pokok persoalan diperlukan pengawasan guru dan dilakukan dengan
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan serta diskusi antara siswa dengan siswa dan antar
siswa dengan guru. Manfaat dari diskusi sangat bergantung dengan sikap dalam berdiskusi.
Jika dalam berdiskusi, dijumpai anggota kelompok yang tidak disukai, maka siswa cenderung
tidak dapat menampilkan sikap baik dalam berdiskusi. Jika hal ini terjadi maka diskusi tidak
dapat berjalan dengan baik sehingga diskusi tersebut tidak bermanfaat secara maksimal. Guru
sebagai pemimpin diskusi dengan wewenang, dan pengetahuan yang lebih tinggi harus mampu
mengontrol siswa dalam berdiskusi dan menciptakan kebersamaan kelompok. Jika ada siswa
yang kurang maksimal dalam berdiskusi guru harus mampu mengatur strategi yang dapat
mengarahkan siswa dalam berdiskusi. Kecemasan dan aktivitas mental yang tinggi berkaitan
dengan penghinaan terhadap kecerdasan dan motivasi belajar. Disini ketika terjadi penghinaan
terhadap kecerdasan dimana sesuatu skema yang tidak dapat diterima oleh siswa dipaksakan
untuk diterima membuat siswa tidak dapat memahaminya. Jika tidak memahami, siswa
merasa cemas pada kegagalan sehingga bisa terjadi dua hal yang pertama; bisa
mengakibatkan siswa menjadi lebih termotivasi untuk lebih ulet belajar sehingga dapat
memahami, mengakibatkan siswa menjadi semakin cemas sehingga megakibatkan kurangnya
efisiensi berpikir matematika.
Penyebab kecemasan dapat terjadi karena guru yang otoriter, seperti penegakkan
kedisiplinan yang ketat dan proses pembelajaran yang kurang memperhatikan pemahaman
siswa. Tetapi kecemasan tertentu dapat menjadi suatu stimulus yang berguna dan salah satu
kegunaan dari pendidikan adalah belajar untuk menggunakannya. Hukum Yerkes Dodson
yang menunjukkan bahwa motivasi secara umum, mungkin meningkat disebabkan
kecemasan. Akibat dari guru yang otoriter akan muncul motivasi dari siswa yaitu keinginan
untuk menyenangkan guru dan ketakutan tidak menyenangkannya. Dua hal ini disebut dengan
motivasi ekstrinsik. Sehingga motivasi oleh kecemasan adalah lebih mengarah ke belajar
menghafal seperti telah dijelaskan. Hal ini dapat membawa efek yang bersifat menghambat
kegiatan kecerdasan reflektif sedangkan motivasi intrinsik. Motivasi esktrinsik terhadap
matematika merupakan motivasi yang asalnya bukan dari dalam diri sendiri tetapi dari orang
lain. Motivasi intrinsik juga adalah motivasi jangka pendek dengan menjadikan kesenangan
belajar dan mengerjakan matematika. Kesenangan belajar matematika, maka hal itu dapat
menjadi faktor insentif yang sangat kuat untuk belajar. Tetapi efektifnya motivasi intrinsik
untuk belajar matematika, tetap merupakan sesuatu yang kurang diperhatikan dan dihargai
guru.

REFLEKSI
Dari bab ini, diperoleh pelajaran bahwa selain dari tingkat kecerdasan siswa, guru juga
sebaiknya melihat dari tingkat emosi dan faktor lain yang ada di dalam diri siswa. Dengan
kata lain bahwa guru harus mampu mengenali siswa secara mendalam. Salah satu faktor yang
harus diperhatikan betul adalah masalah kecemasan dan motivasi. Kedua faktor ini sama-
sama memiliki peran pada berlangsungnya proses pembelajaran bagi siswa. Setelah
menganalisi kedua faktor tersebut, guru seharusnya mampu atau paling tidak tau bagaimana
menganalisis masalah tersebut.

Oleh :
1. Anansi S J Renggi
2. Kamelia Mauleto

Anda mungkin juga menyukai