Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN BRONCHOPNEUMONIA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT BRONCHOPNEUMONIA


1. PENGERTIAN
Istilah bronchopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi dalam bronki dan meluas
ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Brunner & Suddarth, 2001). Bronchopneu
monia disebut juga pneumonia lobularis, yaitu radang paru- paru yang di sebabkan oleh bakteri,
virus, jamur dan lain- lain.
Bronchopneumonia/ pneumonia lobaris merupakan radang paru yang menyebabkana
bronkhioli terminal. Bronkhioli terminal tersumbat oleh eksudat yang berbentuk bercak- bercak.,
kemudian menjadi bagian yang terkonsulidasi atau membentuk gabungan dan meluas ke
parenkim paru.
Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam,
infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.

2. ETIOLOGI
Broncopneumonia dapat disebabkan oleh:
 Bakteri= streptococcus, straphylococcus, influenmza
 Virus= legionella pneumonia, virus influenza
 Jamur= aspergilus, candida albicons
 Aspirasi makanan, sekresi oropharing/isi lambung ke dalam paru
 Kongesti paru kronik
 Flora normal, hidrokarbon.
3. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar penyebab bronkopneumonia adalah mikroorganisme (jamur, bakter, virus)
dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin dan
sejenisnya). Serta aspirasi ( masuknya isi lambung ke dalam saluran napas). Awalnmya
mikroorganisme akan masuk melalui percikan ludah ( droplet) infasi ini akan masuk ke saluran
pernapasan atas dan menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan
peradangan, dimana saat terjadi peradangan ini tubuh akan menyesuaikan diri sehingga timbulah
gejala demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini akan menimbulkan secret. Semakin lama secret semakin menumpuk di
bronkus sehingga aliran bronkus menjadi semakin sempit dan pasien akan merasa sesak. Selain
terkumpul di bronkus, lama kelamaan secret akan sampai ke alveolus paru dan mengganggu
system pertukaran gas di paru.
Selain menginfeksi saluran napas, bakteri ini juga dapat menginfeksi saluran cerna saat ia
terbawa oleh darah. Bakteri ini akan membuat flora normal dalam usus menjadi agen pathogen
sehingga timbul masalah GI tract.
PATHWAY
4. GEJALA KLINIS
A. Pnemonia bakteri
Gejala :
- Rinitis ringan
- Anoreksia
- Gelisah
 Berlanjut sampai:
- Demam
- Malaise (tidak nyaman)
- Nafas cepat dan dangkal.
- Ekspirasi berbunyi.
- Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan
- Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
- Leukositosis
- Foto thorak pneumonia lebar
B. Pnemonia Virus
Gejala awal
- Batuk
- Rhinitis
 Berkembang sampai
- Demam ringan, batuk ringan dan malaise sampai demam tinggi batuk hebat dan lesu.
- Emfisema obstruktif
- Ronkhi basah.
C. Pneumonia mikroplasma
- Demam
- Sakit kepala
- Menggigil
- Anoreksia
 Berkembang sampai
- Rhinitis alergi
- Sakit tenggorokan batuk kering berdarah
- Area konsolidasi pada pemeriksa thorak.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
- Leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3
- Laju endap darah meningkat 100mm
- ASTO meningkat pada infeksi streptococcus.
- GDA menunjukkan hipoksemia tanpa hiperkapnea atau retensi CO2
- Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albumin urin ringan karena peningkatan
suhu tubuh.
B. Pemeriksaan Radiologi
- Terlihat bercak- bercak pada bronkus hingga lobus.

6. PENATALAKSANAAN
a. Antibiotic seperti ; penisilin, eritromicin, kindomisin, dan sefalosforin.
b. Terapi oksigen (O2)
c. Nebulizer, untuk mengencerkandahak yang kental dan pemberian bronkodilator.
d. Istirahat yang cukup
e. Kemoterafi untuk mikoplasma pneumonia dapat diberikan eritromicin 4x 500 mg/ hari atau
tetrasiklin 3-4 x 500mg/ hari.

7. KOMPLIKASI
a. Atelektasis :Pengembangan paru yang tidak sempurna.
b. Emfisema : Terdapatnya pus pada rongga pleura.
c. Abses paru :pengumpulan pus pada jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sistomik
e. Endokarditis :peradangan pada endokardium.
f. Meningitis : Peradangan pada selaput otak.
8. PENCEGAHAN PADA ANAK
a. Hindari anak dari paparan asap rokok, polusi dan tempat keramaian yang berpotensi penularan.
b. Hindari kontak anak dengan penderita ISPA
c. Membiasakan pemberian ASI
d. Segera berobat jika terjadi demam, batuk, dan pilek, terlebih disertai suara sesak dan sesak pada
anak.
e. Imunisasi Hb untuk kekebalan terhadapa hameophilus influenza

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.


1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN.
1) Identitas.
2) Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan cuping hidupng,
serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja
berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama
beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai
kejang karena demam yang tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan
kepada anggota keluarga yang lainnya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal
musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa
menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun
lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
f. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran
pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk
melawan infeksi sekunder.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
3) Pemeriksaan persistem.
a. Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki,
wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan
tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya
konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak
dan pilek.
c. Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua yang
dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara
pemberian makanan/cairan personde.
d. Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami alasan
anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
e. Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau malas
minum, ubun-ubun cekung.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit kering, .
i. Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.

4) Pemeriksaan diagnostik dan hasil.


Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000 - 40.000 / m dengan pergeseran ke
kiri. LED meninggi. Pengambilan sekret secara broncoskopi dan fungsi paru-paru untuk preparat
langsung; biakan dan test resistensi dapat menentukan/mencari etiologinya. Tetapi cara ini tidak
rutin dilakukan karena sukar. Pada punksi misalnya dapat terjadi salah tusuk dan memasukkan
kuman dari luar. Foto roentgen (chest x ray) dilakukan untuk melihat :
 Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis, dan OMA.
 Luas daerah paru yang terkena.
 Evaluasi pengobatan
Pada bronchopnemonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada salah satu atau beberapa lobur.
Pada pemeriksaan ABGs ditemukan PaO2 < 0 mmHg.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
ditandai dengan adanya ronchi, dan ketidakefektifan batuk.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi pada jaringan paru (perubahan
membrane alveoli) ditandai dengan sianosis, PaO2 menurun, sesak nafas.
3. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi terhadap infeksi saluran nafas ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, mengigil, akral teraba panas.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme sekunder
terhadap demam dan proses infeksi ditandai dengan nafsu makan menurun, BB turun, mual dan
muntah, turgor kulit tidak elastis.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan
oksigen ditandai dengan tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari sesuai
kemampuan tanpa bantuan.
6. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu
tubuh,kehilangan cairan karena berkeringat banyak, muntah atau diare.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan resiko terpajan bakteri patogen

3. INTERVENSI
Diagnosa 1
Tujuan dan criteria hasil : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (…x…)
diharapkan jalan nafas pasien efektif dengan criteria hasil : jalan nafas paten, tidak ada
bunyi nafas tambahan, tidak sesak, RR normal (35-40x/menit), tidak ada penggunaan otot
bantu nafas, tidak ada pernafasan cuping hidung
INTERVENSI RASIONAL
- Observasi TTV terutama respiratory rate - Member informasi tentang pola pernafasan
pasien, tekanan darah, nadi, suhu pasien.
- Auskultasi area dada atau paru, catat hasil
- Crekcels, ronkhi dan mengi dapat terdengar
pemeriksaan saat inspirasi dan ekspirasi pada tempat
konsolidasi sputum

- Latih pasien batuk efektif dan nafas dalam


- Memudahkan bersihan jalan nafas dan
ekspansi maksimum paru
- Lakukan suction sesuai indikasi
- Mengeluarkan sputum pada pasien tidak
sadar atau tidak mampu batuk efektif
- Memberi posisi semifowler atau supinasi
dengan elevasi kepala - Meningkatkan ekspansi paru
- Anjurkan pasien minum air hangat
- Air hangat dapat memudahkan pengeluaran
Kolaborasi : secret
- Bantu mengawasi efek pengobatan
- Memudahkan pengenceran dan
nebulizer dan fisioterapi nafas lainnya. pembuangan secret

- Berikan obat sesuai indikasi, seperti


- Proses medikamentosa dan membantu
mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, mengurangi bronkospasme
analgesic
- Berikan O2 lembab sesuai indikasi - Mengurangi distress respirasi
Diagnosa 2
Tujuan dan KH : setelah dilakukan asuhan (..x..) diharapkan ventilasi pasien tidak
terganggu dengan KH : GDA dalam rentang normal ( PO2 = 80 – 100 mmHg, PCO2 =
35 – 45 mmHg, pH = 7,35 – 7,45, SaO2 = 95 – 99 %), tidak ada sianosis, pasien tidak
sesak dan rileks.
Intervensi Rasional
- Kaji frekuensi, kedalaman, kemudahan- Memberi informasi tentang pernapasan
bernapas pasien. pasien.

- Observasi warna kulit, membran mukosa- Kebiruan menunjukkan sianosis.


bibir.

- Berikan lingkungan sejuk, nyaman,- Untuk membuat pasien lebih nyaman.


ventilasi cukup.

- Tinggikan kepala, anjurkan napas dalam- Meningkatkan inspirasi dan pengeluaran


dan batuk efektif. sekret.

- Pertahankan istirahat tidur. - Mencegah terlalu letih.

- Kolaborasikan pemberian oksigen dan- Mengevaluasi proses penyakit dan


pemeriksaan lab (GDA) mengurangi distres respirasi.
Diagnosa 3
Tujuan dan KH : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (...x...) diharapkan
suhu pasien turun atau normal (36,5 – 37,5C) dengan KH: pasien tidak gelisah, pasien
tidak menggigil, akral teraba hangat, warna kulit tidak ada kemerahan.

Intervensi Rasional

- Kaji suhu tubuh pasien - Data untuk menentukan intervensi

- Pertahankan lingkungan tetap sejuk - Menurunkan suhu tubuh secara radiasi

- Berikan kompres hangat basah pada


ketiak, lipatan paha, kening (untuk - Menurunkan suhu tubuh secara konduksi
sugesti)

- Anjurkan pasien untuk banyak minum - Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan


penguapan cairan tubuh meningkat,
sehingga diimbangi dengan intake cairan
yang banyak
- Anjurkan mengenakan pakaian yang
minimal atau tipis - Pakaian yang tipis mengurangi penguapan
- Berikan antipiretik sesuai indikasi cairan tubuh
- Antipiretik efektif untuk menurunkan
- Berikan antimikroba jika disarankan demam
- Mengobati organisme penyebab
Diagnosa 4
Tujuan dan KH : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (...x...) diharapkan
kebutuhan nutrisi pasien adekuat dengan KH: nafsu makan pasien meningkat, BB
pasien ideal, mual muntal berkurang, turgor kulit elastis, pasien tidak lemas
Intervensi Rasional
- Kaji penyebab mual muntah pasien - Untuk menentukan intervensi selanjutnya
- Mulut yang bersih meningkatkan nafsu
- Berikan perawatan mulut makan
- Sputum dapat menyebabkan bau mulut
- Bantu pasien membuang atau yang nantinya dapat menurunkan nafsu
mengeluarkan sputum sesering mungkin makan

- Anjurkan untuk menyajikan makanan


- Membantu meningkatkan nafsu makan
dalam keadaan hangat

- Anjurkan pasien makan sedikit tapi


- Meningkatkan intake makanan
sering

- Memenuhi gizi dan nutrisi sesuai dengan


- Kolaborasikan untuk memilih makanan keadaan pasien
yang dapat memenuhi kebutuhan gizi
selama sakit
Diagnosa 5:
Tujuan dan K.H : setelah diberikan asuhan keperawatan selama (…x…) diharapkan toleransi
pasien terhadap aktifitas meningkat dengan KH : pasien mampu berpartisipasi dalam
kegiatan sehari – hari sesuai kemampuan tanpa bantuan, pasien mampu mempraktekkan
teknik, penghematan energy, TTV stabil (S = 36,5°C – 37,5°C, N = 75 – 100x/menit, RR =
35 -40 x/ menit)

Intervensi Rasional
- Evaluasi tingkat kelemahan dan toleransi - Sebagai informsdi dalam menentukan
pasien dalam melakukan kegiatan intervensi selanjutnya

- Berikan lingkungan yang tenang dan


periode istirahat tanpa ganguan - Menghemat energy untuk aktifitas dan
penyembuhan
- Bantu pasien dalam melakukan aktifitas
sesuai dengan kebutuhannya - Oksigen yang meningkat akibat aktifitas

Kolaborasi :
- Berikan oksigen tambahan - Mengadekuatkan persediaan oksigen
Diagnosa 6
Tujuan dan KH : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (…x…) diharapkan volume
cairan tubuh pasien seimbang dengan KH : membrane mukosa pasien lembab, turgor kulit
baik, pengisian capiler cepat / < 3detik, input dan output seimbang, pasien tidak muntah.
Pasien tidak diare, TTV normal (S = 36,5°C – 37,5°C, N = 75 – 100x/menit, RR = 35 -40 x/
menit)
Intervensi Rasioanl
- Observasi TTV @ 2- 4 jam, kaji turgor- Peningkatan suhu menunjukkan peningkatan
kulit. metabolic

- Pantau intake dan output cairan - Mengidentifikasi kekurangan volume cairan

- Menurunkan resiko dehidrasi


- Anjurkan pasien minum air yang banyak

Kolaborasi : - Melengkapi kebutuhan cairan pasien


- Berikan terapi intravena seperti infuse
sesuai indikasi
- Membantu memenuhi cairan bila tidak bias
- Pasang NGT sesuai indikasi untuk dilakukan secara oral
pemasukan cairan
Diagnosa 7

Tujuan dan KH : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan


infeksi tidak terjadi dengan KH: klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal,
menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi Rasioanl
- Kaji suhu badan 8 jam - Mendeteksi adanya tanda dari infeksi
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
- Mempermudah untuk penanganan jika
dan lokal infeksi terjadi
- Inspeksi kulit dan membran mukosa
- Panas, kemerahan merupakan tanda dari
terhadap kemerahan, panas infeksi
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
- Dengan melibatkan keluarga tanda infeksi
gejala infeksi lebih cepat diketahui
Kolaborasi
- Berikan terapi antibiotik - Antibiotik efektif untuk mencegah
penyebaran bakteri

4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah di buat sebelumnya.
5. EVALUASI
Dx 1 :
- Jalan nafas pasien efektif
- Tidak ada bunyi nafas tambahan
- Jalan nafas pasien paten
- Pasien tidak sesak
- RR normal (30-40x/menit)
- Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
Dx 2 :
- Ventilasi pasien tidak terganggu
- GDA normal
 PO2 = 80-100mmHg
 PCO2 = 35-45mmHg
 pH = 7,35-7,45
 SaO2 = 95%-99%
- Tidak ada sianosis
- Tidak ada sesak
- Pasien terlihat rileks
Dx 3 :
- Suhu pasien normal (36,5-37,50C)
- Pasien tidak gelisah
- Pasien tidak menggigil
- Akral teraba hangat
Dx 4 :
- Kebutuhan nutrisi pasien adekuat
- Nafsu makan pasien meningkat
- Pasien tidak mual muntah
- Turgor kulit elastic
- BB pasien ideal
- Pasien tidak lemas
Dx 5 :
- Toleransi pasien terhadap aktivitas meningkat
- Pasien mampu berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari sesuai tingkat kemampuan tanpa
bantuan
- Pasien mampu mempraktekkan penghematan energy
- TTV stabil : S = 36,5-37,50C
N = 100-120x/menit
RR = 30-40x/menit
Dx 6 :
- Volume cairan pasien adekuat/seimbang
- Membran mukosa pasien lembab
- Turgor kulit elastis
- TTV stabil : S = 36,5-37,50C
N = 100-120x/menit
RR = 30-40x/menit
- CRT < 3 detik
Dx 7 :
- klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- jumlah leukosit dalam batas normal
- menunjukkan perilaku hidup sehat
DAFTAR PUSTAKA
Dongoes. Marlym.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne.2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.Vol 1.Jakarta : EGC
Zul Dahlan .2000.Ilmu Penyakit Dalam Edisi III. Jakarta : Balai penerbit FK UL
Rcevers,Chalene. J et all.2000.Keperawatan medical Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Diposting oleh Ditya Didit di 19.32
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: IKD
Reaksi:
LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS PADA BAYI

A. Pengertian

Sepsis adalah bakteri umum yang masuk ke aliran dalam darah (Donna L. Wong, 2003).

Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada aliran darah

bayi selama empat minggu pertama kehidupan (Bobak, 2004). Sepsis adalah infeksi bakteri

generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. (Mary E. Muscari, 2005).

Sepsis neonatorum adalah semua infeksi bayi pada 28 hari pertama sejak dilahirkan. Infeksi

dapat menyebar secara menyeluruh atau terlokasi hanya pada satu organ saja (seperti paru-paru

dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum persalinan

(intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat disebabkan karena

virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur (candida) meskipun

jarang ditemui. (John, 2009). Sepsis dapat dibagi menjadi dua, antara lain:

1. Sepsis dini: terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada saluran

genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.

2. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari

lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan

organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami

komplikasi. (Vietha, 2008)


B. Etiologi

Sepsis yang terjadi pada neonatus biasanya menimbulkan manifestasi klinis seperti

septikemia, pneumonia dan miningitis berhubungan dengan imaturitas dari sistem imun dan

ketidakmampuan neonatus untuk melokalisasi infeksi. Penyebab neonatus sepsis/sepsis

neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada

bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.

- Bakteri escherichia koli

- Streptococus group B

- Stophylococus aureus

- Enterococus

- Listeria monocytogenes

- Klepsiella

- Entererobacter sp

- Pseudemonas aeruginosa

- Proteus sp

- Organisme anaerobik

Berdasarkan mulai timbulnya gejala klinis, sepsis dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Early Onset : gejala mulai tampak pada hari-hari pertama kehibupan (rata-rata 48 jam), biasanya

infeksi berkaitan dengan faktor ibu (infeksi transplasenta, dari cairan amnion terinfeksi, waktu

bayi melewati jalan lahir, dll). Berkembangnya gejala pada early onset pada umumnya sangat

cepat dan meningkat menuju septik shock.


2. Late Onset : Timbul setelah satu minggu pada awal kehidupan neonatus tanpa kelainan perinatal,

infeksi didapat dari lingkungan atau dari rumah sakit (nosokomial) sering terjadi komplikasi

pada susunan syaraf pusat.

C. Tanda dan Gejala

Menurut Arief, 2008 tanda dan gejala dari sepsis neonatorum, antara lain:

1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema

2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali

3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih, sianosis

4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi

5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak

teratur, ubun-ubun membonjol

6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.

Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap,

denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa

gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung. Gejala dari sepsis

neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:

a.Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah darI pusar

b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang, opistotonus

(posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun

c.Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai

yang terkena
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang

terkena teraba hangat

e.Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare (Asrining,

2007).

D. Patofisiologi

Penyakit yang ada pada ibu karena adanya bakteri dan virus pada neonatus (bayi).

Kemudian menyebabkan terjadinya infeksi yang menimbulkan sepsis. Faktor infeksi yang

mempengaruhi sepsis, antara lain faktor maternal yaitu adanya status sosial-ekonomi ibu, ras,

dan latar belakang yang mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang

tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk

dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Status paritas (wanita multipara atau gravida

lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atau lebih dari 30 tahun. Kurangnya perawatan

prenatal, ketuban pecah dini (KPD), dan prosedur selama persalinan. Faktor Neonatal, pada bayi

dengan prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama

untuk sepsis neonatal.

Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor

imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir ketiga. Setelah bayi lahir,

konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun sehingga menyebabkan hipergamaglobulinemia

berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit. Kemudian adanya defisiensi imun.

Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau

Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam

darah tali pusat.


Faktor Lingkungan, pada bayi mudah terjadi defisiensi imun yaitu cenderung mudah sakit

sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit

lebih lama. Penggunaan kateter vena atau arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan

tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat

alat yang terkontaminasi. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan

resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga

menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda. Kadang-

kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari

petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan. Pada bayi yang minum ASI,

spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu

formula hanya didominasi oleh E.colli.


laporan pendahuluan sepsis pada bayi

A. Pengertian

Sepsis adalah bakteri umum yang masuk ke aliran dalam darah (Donna L. Wong, 2003).

Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada aliran darah

bayi selama empat minggu pertama kehidupan (Bobak, 2004). Sepsis adalah infeksi bakteri

generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. (Mary E. Muscari, 2005).

Sepsis neonatorum adalah semua infeksi bayi pada 28 hari pertama sejak dilahirkan. Infeksi

dapat menyebar secara menyeluruh atau terlokasi hanya pada satu organ saja (seperti paru-paru

dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum persalinan

(intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat disebabkan karena

virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur (candida) meskipun

jarang ditemui. (John, 2009). Sepsis dapat dibagi menjadi dua, antara lain:

1. Sepsis dini: terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada saluran

genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.

2. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari

lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan

organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami

komplikasi. (Vietha, 2008)

B. Etiologi

Sepsis yang terjadi pada neonatus biasanya menimbulkan manifestasi klinis seperti

septikemia, pneumonia dan miningitis berhubungan dengan imaturitas dari sistem imun dan
ketidakmampuan neonatus untuk melokalisasi infeksi. Penyebab neonatus sepsis/sepsis

neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada

bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.

- Bakteri escherichia koli

- Streptococus group B

- Stophylococus aureus

- Enterococus

- Listeria monocytogenes

- Klepsiella

- Entererobacter sp

- Pseudemonas aeruginosa

- Proteus sp

- Organisme anaerobik

Berdasarkan mulai timbulnya gejala klinis, sepsis dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Early Onset : gejala mulai tampak pada hari-hari pertama kehibupan (rata-rata 48 jam), biasanya

infeksi berkaitan dengan faktor ibu (infeksi transplasenta, dari cairan amnion terinfeksi, waktu

bayi melewati jalan lahir, dll). Berkembangnya gejala pada early onset pada umumnya sangat

cepat dan meningkat menuju septik shock.

2. Late Onset : Timbul setelah satu minggu pada awal kehidupan neonatus tanpa kelainan perinatal,

infeksi didapat dari lingkungan atau dari rumah sakit (nosokomial) sering terjadi komplikasi

pada susunan syaraf pusat.

C. Tanda dan Gejala


Menurut Arief, 2008 tanda dan gejala dari sepsis neonatorum, antara lain:

1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema

2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali

3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih, sianosis

4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi

5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak

teratur, ubun-ubun membonjol

6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.

Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap,

denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa

gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung. Gejala dari sepsis

neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:

a.Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah darI pusar

b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang, opistotonus

(posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun

c.Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai

yang terkena

d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang

terkena teraba hangat

e.Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare (Asrining,

2007).

D. Patofisiologi
Penyakit yang ada pada ibu karena adanya bakteri dan virus pada neonatus (bayi).

Kemudian menyebabkan terjadinya infeksi yang menimbulkan sepsis. Faktor infeksi yang

mempengaruhi sepsis, antara lain faktor maternal yaitu adanya status sosial-ekonomi ibu, ras,

dan latar belakang yang mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang

tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk

dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Status paritas (wanita multipara atau gravida

lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atau lebih dari 30 tahun. Kurangnya perawatan

prenatal, ketuban pecah dini (KPD), dan prosedur selama persalinan. Faktor Neonatal, pada bayi

dengan prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama

untuk sepsis neonatal.

Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor

imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir ketiga. Setelah bayi lahir,

konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun sehingga menyebabkan hipergamaglobulinemia

berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit. Kemudian adanya defisiensi imun.

Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau

Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam

darah tali pusat.

Faktor Lingkungan, pada bayi mudah terjadi defisiensi imun yaitu cenderung mudah sakit

sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit

lebih lama. Penggunaan kateter vena atau arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan

tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat

alat yang terkontaminasi. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan

resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga
menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda. Kadang-

kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari

petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan. Pada bayi yang minum ASI,

spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu

formula hanya didominasi oleh E.colli.

E.

Penyakitinfeksi yang diderita ibu

Pathways

Anda mungkin juga menyukai