A. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Purba, dkk. 2008). Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson, 2007).
Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat, 2006).
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses,
karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman
bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih
sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa
tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan
tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di
kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan
terdiri dari:
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun
psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan
rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya
dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam
mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan
dengan orang lain pada masa berikutnya.
2) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal
lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik
terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak
frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka
dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang
tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya,
maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk
sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan
orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis,
yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman
sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya
dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen
antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka
terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan
menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda
adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya
menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru
yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap
mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan
orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan
tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih
dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan
gangguan tingkah laku.
1. Sikap bermusuhan/hostilitas
2. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pendapatnya.
4. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang
terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
5. Ekspresi emosi yang tinggi
6. Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat
bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang
salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia.
Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita
skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada
struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun
eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan
stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan
pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini
dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus saraf
dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin
dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin,
maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia.
Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme,
adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan
tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik diantaranya
adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara
individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah
gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan
tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya
masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan
psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang
sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
a) Tingkah laku curiga: proyeksi
b) Dependency: reaksi formasi
c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan regrasi.
C. POHON MASALAH
Isolasi Sosial
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian stressor
, suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan
tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS ,
informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak
ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan
sehari – hari , dependen.
3. Factor predisposisi
kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan /
frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah
,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba
– tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri
yang berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami
oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan
tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi
negatip tentang tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus
asaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan .
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus sekolah,
PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu
tinggi
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan hubungan
sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri.
a) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social dengan orang lain
terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
b) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
6) Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai
pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain ,
Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
7) Kebutuhan persiapan pulang
a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikan dan
merapikan pakaian.
c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah
e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
8) Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain(
lebih sering menggunakan koping menarik diri).
9) Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy
okopasional, TAK , dan rehabilitas.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
Beri obat-obatan sesuai program
Pantau keefektifan dan efek sampig o
Ukur vital sign secara periodik
Gangguan konsep diri: harga Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
diri rendah berhubungan selama 3 x pertemuan klien mempunyai konsep Pasien:
dengan tidak efektifnya diri yang positif dengan criteria hasil: Bina hubungan saling percaya
koping individu : koping Dapat membina hubungan saling percaya Identifikasi kemampuan dan aspek
defensif. Dapat mengidentifikasi aspek positif yang keluarga, dan masyarakat)
dimiliki Antu klien menilai kemampuan klien
Dapat mengembangkan kemampuan yang Bantu klien memilih kegiatan dan me
telah diajarkan Melatih kemampuan kedua
Dapat terlibat dalam terapi aktivitas kelompok Anjurkan klien memasukan dalam jad
orientasi realita dan stimulasi persepsi Keluarga:
Dapat mengikuti aktivitas di rumah Diskusikan masalah yang dirasakan k
Dapat minum obat dengan bantuan minimal Jelaskan pengertian, tanda, dan geja
beserta proses terjadinya
Jelaskan cara-cara merawat klien harg
Latih keluarga melakukan cara me
rendah dirumah
Bantu keluarga membuat jadwal aktiv
Jelaskan follow up klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
Berikan obat-obatan sesuai program p
Pantau keefektifan dan efek samping
Ukur VS secara periodic
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada tanggal 24
Juli 2012 pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-isolasi-sosial/
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta:
Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga.
Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar
Interpratama.