2016
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/2173
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN GIZI KURANG
PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GLUGUR
DARAT KECAMATAN MEDAN TIMUR TAHUN 2016
TESIS
Oleh
TESIS
Oleh
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Kata Kunci : Balita, Gizi Kurang, Pola Asuh, Pengetahuan Ibu, Pendapatan
Keluarga
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
Keywords: Under Five Children, Under Nutrition, Care Pattern, Family Income
Women’s Knowledge
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita di Wilayah Kerja
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum sebagai Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Dekan dan Ketua Program Studi S2 Ilmu
Utara.
3. Prof. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Utara.
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan drh.
untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
5. Prof. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si dan Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D
selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,
7. Kepala Puskesmas Glugur Darat Kota Medan dan para staf yang telah membantu
8. Secara istimewa rasa cinta dan terimakasih tak terhingga penulis persembahkan
kepada Ibunda Rumina Br Purba dan ibu mertua Nursiti br Hutabarat atas kasih
sayang, perhatian, pengertian, dan doa yang tulus kepada penulis, sehingga bisa
9. Rasa cinta dan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada suami tercinta Ir.
Andrew Sitompul dan Putri Cecilia Sitompul yang selalu memberikan motivasi
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
Nency Tioria Hutagalung, lahir di Medan pada tanggal 17 Januari 1968, anak
kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan almarhum Saut Hutagalung dan Ibunda
Setia Budi Medan pada tahun 1980, pendidikan menengah pertama di SMP Budi
Murni 1 Medan pada tahun 1983, pendidikan menengah atas di SMAN 7 Medan pada
Mulai bekerja sebagai dokter PTT tahun 1996 dan pelaksana Kepala
tahun 1999. Tahun 2000 sebagai dokter PNS dan tahun 2001 sebagai pelaksana
2006 sebagai dokter di Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur. Tahun
Medan Tuntungan. Tahun 2013 sampai sekarang sebagai dokter di Puskesmas Pulo
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................ i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3.1 Populasi ................................................................................... 33
3.3.2 Sampel ..................................................................................... 34
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 35
3.4.1 Data Primer ............................................................................. 36
3.4.2 Data Sekunder ......................................................................... 36
3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ........................................................ 36
3.5 Variabel dan Definisi Operasional .................................................... 38
3.5.1 Variabel Bebas ......................................................................... 38
3.5.2 Variabel Terikat ....................................................................... 38
3.5.3 Definisi Operasional................................................................. 39
3.6 Metode Pengukuran ......................................................................... 39
3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas dan terikat ..................... 42
3.7 Metode Analisis Data ........................................................................ 42
BAB 4. HASIL PENELITIAN ............................................................................ 44
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.4.1. Asuh Makan 77
5.4.2. Asuh Kesehatan80
5.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Gizi Kurang 82
5.5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Kejadian Gizi Kurang 82
5.5.2. Pengaruh Pendapatan terhadap Kejadian Gizi Kurang83
5.5.3. Pengaruh Jumlah Anggota Keluarga terhadap Kejadian Gizi
Kurang 85
5.5.4. Pengaruh Asuh Makan terhadap Kejadian Gizi Kurang 86
5.5.5. Pengaruh Asuh Kesehatan terhadap Kejadian Gizi Kurang 87
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................91
LAMPIRAN......................................................................................................................................95
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner Penelitian.................................................................................................................95
4 Uji Multivariat..........................................................................................................................118
5 Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan....................122
xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN
Derajat kesehatan yang optimal dapat dilihat dari unsur kualitas hidup serta
unsur–unsur mortalitas dan yang mempengaruhinya, yaitu morbiditas dan status gizi.
Keadaan gizi yang baik adalah syarat utama untuk mewujudkan sumber daya manusia
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang melalui terciptanya masyarakat, bangsa
dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku
kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata di seluruh wilayah Republik
2009), Oleh karena itu, persoalan ini menjadi salah satu butir penting yang menjadi
secara bertahap harus mampu mengurangi jumlah balita bergizi buruk atau gizi
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
terburuk dapat menyebabkan kematian. Masalah gizi buruk dan gizi kurang
nampaknya belum dapat teratasi dengan baik dalam skala internasional maupun
nasional, tercatat 101 juta anak di dunia dibawah lima tahun menderita kekurangan
Permasalahan gizi ini di Indonesia juga merupakan salah satu persoalan utama
persoalan gizi buruk (Ares, 2006). Walaupun proses pembangunan di Indonesia telah
mampu mengatasi persoalan ini, tetapi dilihat dari kecenderungan data statistik, masih
banyak persoalan yang perlu diselesaikan terutama yang menyangkut persoalan balita
gizi kurang.
Masa balita merupakan masa keemasan kedua bagi anak. Pertumbuhan balita
pada masa ini tidak bertumbuh sepesat saat masa bayi, tetapi kebutuhan nutrisi
mereka tetap merupakan prioritas utama dalam perkembangan seorang anak (Sutani,
2008). Menurut Soegeng (2009) ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka
balita termasuk dalam golongan masyarakat kelompok rentan gizi, yaitu kelompok
masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, sedangkan pada saat ini
mereka sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat. Akibat dari kurang
Kekurangan asupan makanan membuat daya tahan tubuh sangat lemah, memudahkan
terkena penyakit infeksi, ditambah dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk,
langsung di pengaruhui oleh penyakit infeksi dan tidak cukupnya asupan gizi secara
jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang memadai,
Pola asuh anak sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan
anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa
dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang
kembang secara fisik, mental, sosial dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus
dibawa sampai anak menjadi dewasa. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar
tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya. Pengasuhan kesehatan dan
makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan anak.
pertumbuhan badan, lebih penting lagi keterlambatan perkembangan otak dan dapat
pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi
(Soegeng, 2009).
Beberapa hasil penelitian terkait dengan status gizi, yaitu hasil penelitian
(p<0,01) lebih tinggi di antara anak laki-laki dari pada anak perempuan. Anak balita
yang dibesarkan oleh orang tua tunggal cenderung mengalami gizi kurang secara
signifikan (p<0,01) daripada anak balita yang tinggal bersama kedua orang tua.
Prevalensi gizi kurang menurun secara signifikan (p<0,01) jika pendapatan keluarga
meningkat. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin rendah tingkat gizi
berhubungan dengan status gizi adalah jenis pekerjaan ayah dan jenis pekerjaan ibu.
Jenis kelamin, umur balita, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan orang tua,
dan jenis pekerjaan orang tua berhubungan dengan status gizi balita di pedesaan.
terhadap gizi kurang pada anak balita adalah status ekonomi keluarga yang tergolong
miskin berisiko meningkatkan kurang gizi 1,3 kali, perilaku higienis ibu yang kurang
baik berisiko sebesar 1,4 kali, adanya penyakit infeksi pada anak balita berisiko
banyak anak balita yang memiliki gizi buruk di Sumatera Barat dimana prevalensi
gizi buruk sekitar 17,6% dan gizi kurang sekitar 14%. Kemiskinan dan tingkat
pendidikan orang tua merupakan faktor utama penyebab balita menderita gizi buruk
dan gizi kurang. Hasil penelitian Zulfadli (2012) menyimpulkan bahwa pola asuh
makan dan pola asuh kesehatan berpengaruh terhadap status gizi anak balita. Pola
Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan prevalensi gizi kurang pada
balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4% tahun 2007
menurun menjadi 17,9% tahun 2010 kemudian meningkat menjadi 19,6% tahun
2013. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk, yaitu dari 5,4% pada tahun
2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa
setiap tahun selama periode 2010-2013 ada peningkatan jumlah gizi kurang dan gizi
prevalensi balita gizi buruk dan kurang pada tahun 2013 sebesar 22,4% yang terdiri
dari 8,3% gizi buruk dan 14,1% gizi kurang. Angka ini lebih tinggi 2,8% dengan
angka prevalensi gizi berat dan kurang secara nasional, yaitu 19,6%. Prevalensi gizi
kurang dan gizi buruk sebesar 22,4% di Sumatera Utara masih termasuk dalam
prevalensi gizi berat dan kurang di atas angka prevalensi provinsi, yaitu berkisar
Lawas. Angka prevalensi gizi buruk dan kurang tertinggi terdapat pada 3 (tiga)
kabupaten, yaitu Kabupaten Padang Lawas sebesar 41,4%, Nias Utara sebesar 40,7%
dan Nias Barat sebesar 37,5%. Sedangkan berdasarkan sasaran MDG’s 2015
prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita sebesar 15,5% (Dinas Kesehatan
Satu hal penting yang perlu diperhatikan untuk mempertajam identifikasi akar
masalah gizi buruk dan kurang, yaitu adanya fakta bahwa kasus gizi buruk dan
kurang tidak selalu terjadi pada keluarga miskin atau yang tinggal di lingkungan
miskin. Begitu juga sebaliknya, tidak selamanya pada lingkungan yang tidak rawan
gizi atau lingkungan yang baik selalu ditemukan bayi, balita, dan anak dengan
keadaan gizi baik. Secara epidemiologis kasus gizi buruk dan kurang ini merupakan
Kota Medan merupakan salah satu bagian wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Kota Medan tahun 2013 sebesar 19,3% yang
terdiri dari 4,2% gizi buruk dan 15,1% gizi kurang. Angka prevalensi ini mendekati
angka nasional, yaitu sebesar 19,6%. Sedangkan berdasarkan sasaran MDG’s 2015
prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita sebesar 15,5%, angka prevalensi ini
termasuk dalam kategori tinggi (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2015).
2015, Kota Medan mendapat ranking kedua (2) kasus balita gizi buruk terbanyak di
Sumut dengan jumlah 113 kasus, setelah Kabupaten Asahan yang berjumlah 117
kasus. Tahun 2015 balita yang menderita gizi buruk di Provinsi Sumatera Utara
mencapai 1.152 kasus. Jumlah tersebut sedikit menurun dibanding 2014, yakni 1.196
kasus. Selain Kota Medan dan Asahan ada beberapa kabupaten/kota lagi yang angka
kasus gizi buruknya tinggi, yaitu Kota Gunung Sitoli 76 kasus, Langkat 72 kasus,
Nias Barat 71 kasus, Mandailing Natal 62 kasus, Dairi 55 kasus, Serdang Bedagai 52
puskesmas dari 39 Puskesmas di Kota Medan yang memiliki kasus gizi buruk dan
kurang pada balita masih tinggi, yaitu dengan prevalensi sebesar 9,93%. Berdasarkan
hasil pemantauan status gizi di Puskesmas Glugur Darat Tahun 2014 ditemukan kasus
gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 59 balita, terdiri dari 3 balita gizi buruk dan 56
balita gizi kurang. Tahun 2015 kasus gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 21 balita,
terdiri dari 4 balita gizi buruk dan 17 balita gizi kurang meskipun Kecamatan Medan
gizi kurang pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat secara
Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016”.
1.2 Permasalahan
Kasus gizi kurang pada anak balita masih relatif tinggi di Wilayah Kerja
Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur dan kajian komprehensif tentang
faktor-faktor apa saja yang memengaruhi gizi kurang pada anak balita masih terbatas.
terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur
1.4 Hipotesis
jumlah anggota keluarga), dan Pola asuh (asuh makan, asuh kesehatan) berpengaruh
terhadap kejadian gizi kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan
Medan Timur.
2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita.
3. Bagi ibu balita, penelitian ini dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor
TINJAUAN PUSTAKA
Status gizi berarti keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang
ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu
(Soekirman, 2000). Sedangkan menurut Supariasa dkk. (2002), satus gizi adalah
ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan
dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu dan merupakan indeks yang statis dan
agregatif sifatnya kurang peka untuk melihat terjadinya perubahan dalam waktu yang
seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan penggunaan zat gizi yang
berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan
indikator yang digunakan. Menurut Suharjo (2003), status gizi adalah keadaan
kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan
energi serta zat gizi lainnya yang diperoleh dari pangan, makanan dan fisiknya dapat
diukur secara antropometri. Menurut Almatsier (2009), status gizi adalah keadaan
tubuh sebagai akibat konsumsi makan dan penggunaan zat-zat gizi dan gangguan gizi
terjadi baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih. Status gizi balita yang
misalnya anak tersebut gizi kurang (underweight), kurus (wasted), pendek (stunted)
Penilaian status gizi, secara garis besar dibedakan atas 2 jenis yaitu: (1)
penilaian status gizi secara langsung yang terdiri dari: biokimia, klinis, antropometri,
dan biofisik, (2) penilaian status gizi secar tidak langsung terdiri dari: survei
konsumsi makanan, statistik vital dari faktor ekologi. Penggunaan metode penilaian
status gizi dengan pertimbangan tujuan unit sampel, jenis informasi tingkat
reliabilitas dan akurasi, ketersediaan fasilitas dan peralatan, tenaga dan waktu
penilaian.
Menurut Siagian (2010), penilaian status gizi balita yang paling sering
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk
Menurut Gibson (2005) salah satu metode untuk menilai status gizi secara
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), tinggi badan menurut
umur (TB/U), lingkar lengan atas (LILA), lingkar dada menurut umur (LIDA),
lingkar kepala (LIKA), tebal lemak bawah kulit menurut umur dan rasio lingkar
berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dan indeks massa tubuh
(IMT). Variabel ini disajikan dalam bentuk yaitu : berat badan menurut umur (BB/U),
panjang badan menurut umur (PB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat
badan menurut panjang badan (BB/PB), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
memberikan gambaran tentang status gizi bersifat umum, tidak spesifik. Tinggi
rendahnya prevalensi gizi buruk atau gizi kurang mengindikasikan ada tidaknya
masalah gizi pada balita, namun tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi
Status gizi yang didasarkan pada indikator BB/TB menggambarkan status gizi
bersifat akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang pendek
seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena menderita diare. Dalam
keadaan demikian berat badan anak akan cepat turun, sehingga tidak proporsional
dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus. Selain mengindikasikan masalah
gizi bersifat akut, juga dapat digunakan sebagai indikator kegemukan. Dalam hal ini
berat badan akan melebihi proporsi normal terhadap tinggi badan. Besarnya masalah
kekurusan (kurus dan sangat kurus) pada balita yang masih merupakan masalah
masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kekurusan antara 10,1%-15,0% dan
kronis, sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan,
perilaku pola asuh yang kurang baik, sering menderita penyakit secara berulang
Akar masalah faktor penyebab gizi kurang adalah krisis ekonomi, politik dan
(b) kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya
masalah pokok pada masyarakat menyebabkan 3 (tiga) hal sebagai penyebab tidak
langsung kurang gizi, yaitu (1) tidak cukup persediaan pangan, (2) pola asuh anak
tidak memadai, dan (3) sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar tidak
seimbang serta menimbulkan penyakit infeksi sebagai penyebab langsung kurang gizi
(UNICEF, 1998).
(1) faktor pertanian yang meliputi seluruh usaha pertanian mulai dari penanaman
sampai dengan produksi dan pemasaran; (2) faktor ekonomi, yaitu besarnya
(3) faktor sosial budaya meliputi kebiasaan makan, anggapan terhadap suatu makanan
yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan tertentu, kesukaan terhadap jenis
makanan tertentu; (4) faktor fisiologi, yaitu metabolisme zat gizi dan pemanfaatannya
oleh tubuh, keadaan kesehatan seseorang, adanya keadaan tertentu misalnya hamil
dan menyusui; dan (5) faktor infeksi, yaitu adanya suatu penyakit infeksi dalam
tubuh.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap status gizi selain faktor-faktor diatas
adalah besar keluarga, pengetahuan gizi dan tingkat pendidikan seseorang (Suhardjo,
2003). Besar keluarga meliputi banyaknya jumlah individu dalam sebuah keluarga,
akan memengaruhi daya nalar seseorang dalam interpretasi terhadap suatu hal.
Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat dengan
pendidikan. Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang tinggi mungkin
akan dapat kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan baik. Membesarkan
anak sehat tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun seorang ibu perlu
keterampilan yang baik. Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan kemampuan untuk
1. Penyebab langsung, yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin
diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang,
tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan makanan cukup baik, tetapi
sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita kurang gizi.
Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan
tubuhnya akan melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang
dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi.
Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan zat-zat gizi pada tingkat sel
dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi yang tepat yang diperlukan tubuh untuk
tumbuh, berkembang dan berfungsi normal. Makanan yang ideal harus mengandung
cukup energi dan semua zat gizi esensial (komponen bahan makanan yang tidak dapat
disintesis oleh tubuh sendiri tetapi diperlukan bagi kesehatan dan pertumbuhan) harus
tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan sehari-harinya. Jumlah
energi dan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan normal tergantung dari
kualitas zat gizi yang diasup, bagaimana zat gizi dicerna, bagaimana zat gizi diserap
peningkatan kualitas fisik, mental dan kecerdasan. Oleh karena itu asupan pangan
masih perlu dipelajari karena berhubungan dengan keadaan kesehatan dan gizi
masyarakat atau individu di suatu wilayah (Prihatini et al., 2007). Status gizi buruk
pada anak balita akibat dari asupan gizi yang jelek, cenderung meningkat seiring
2004).
2012, angka kecukupan gizi (AKG) kebutuhan energi usia 0-6 bulan dengan BB 6
kilogram dan TB 61 centimeter sebesar 550 kkal/ hari, usia 7-11 bulan dengan BB 9
kilogram dan TB 71 centimeter sebesar 725 kkal/ hari, usia 1-3 tahun dengan BB 13
kilogram dan TB 91 centimeter adalah berkisar 1125 kkal/ hari, dan untuk usia 4-6
Kebutuhan protein untuk anak usia 0-6 bulan adalah 12 gram/hari, usia 7-11 bulan 18
gram/hari, usia 1-3 tahun 26 gram/hari, dan untuk usia 4-6 tahun sebesar 35 gram/hari
Menurut Siagian (2010) salah satu metode dalam menilai kebiasaan asupan
adalah FFQ (Food Frequency Questionnaire) merupakan salah satu metode yang
cocok untuk penilaian kebiasan asupan pangan dalam kajian epidemiologis. Dengan
modifikasi, metode ini dapat menyediakan data asupan kebiasaan zat gizi. FFQ sering
dirancang untuk mendapatkan informasi yang spesifik, seperti asupan zat gizi makro
dan mikro.
digunakan untuk mengestimasi asupan energi pada anak sekolah di Poerto Rico, serta
mikronutrien pada anak sekolah menengah atas. Hasil dari penelitian ini kini menjadi
instrumen terbaru yang digunakan pada studi dietary pada anak di Poerto Rico.
b. Penyakit Infeksi
Faktor lain yang secara langsung memengaruhi status gizi adalah adanya
infeksi. Infeksi berat dapat memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan
malnutrisi walaupun ringan akan berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh,
Pada umumnya baik infeksi umum maupun infeksi lokal mendapat respon
metabolik bagi penderitanya yang disertai dengan kekurangan zat gizi. Penelitian
yang dilakukan menunjukkan bahwa kurang gizi, dapat menyebabkan gangguan pada
pertahanan tubuh. Di lain pihak, penyakit infeksi akan memberikan efek berupa
gangguan pada tubuh, yang dapat menyebabkan kekurangan gizi. Penyakit infelks
dapat menyebabkan kurang gizi, sebaliknya kurang gizi juga menyebabkan penyakit
infeksi. Ada tendensi di mana, adanya penyakit infeksi, malnutrisi (gizi lebih dan gizi
kurang), yang terjadi secara bersamaan di mana akan bekerjasama (secara sinergis),
hingga suatu penyakit infeksi yang baru akan menyebabkan kekurangan gizi yang
lebih berat atau ikenal dengan siklus sinergis (vicious cycle) yang banyak dan sering
(Supariasa, 2002).
a.Diare
Bayi dan balita dinyatakan menderita diare, apabila buang air besar tidak
normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali.
Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi kronis. Diare akut, yaitu diare yang
berlangsung secara mendadak, tanpa gejala gizi kurang dan demam serta berlangsung
beberapa hari. Sedangkan diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai lebih dari 2
minggu, biasanya disertai dehidrasi. Diare umumnya disebabkan oleh infeksi virus,
parasit atau racun dari bakteri. Diare dapat juga merupakan gejala dari penyakit
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut. Istilah ISPA
meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pemafasan dan akut. Salah satu penyebab
kematian bayi dan anak balita disebabkan oleh ISPA yang diakibatkan oleh penyakit
pneumonia (infeksi paru yang berat). Pemeliharaan gizi anak harus diperhatikan
beberapa penyakit seperti penyakit tuberkulosa, campak, polio dan sebagainya harus
dilakukan sesuai waktu. Disamping itu pemeliharaan hygiene dan sanitasi lingkungan
menular yang dapat menyerang semua kelompok masyarakat. Semua orang dari
berbagai golongan umur, status sosial ekonomi, ras maupun suku bangsa dan tempat
tuberkulosis jauh lebih berat pada anak-anak yang menderita kekurangan gizi. Hal ini
Pola asuh adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak termasuk
rekreasi. Pola asuh yang memadai pada bayi adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan
biomedis anak terpenuhi secara optimal. Hal ini dilakukan melalui pemberian gizi
yang baik berupa pemberian ASI, pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-
ASI) tepat waktu dan bentuknya, melanjutkan menyusui sampai anak berumur 2
tahun, ibu punya cukup waktu merawat bayi, imunisasi dan memantau status gizi
menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh
kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan
anak merupakan sikap dan praktek ibu atau pengasuh lain dalam kedekatannya
dengan anak, cara merawat, cara memberi makan serta memberi kasih sayang.
Pola asuh makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam
memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang
atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu. Penanaman pola
makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi, saat bayi masih
makan nasi tim, yaitu ketika usia baru enam bulan ke atas, ibu harus tahu dan mampu
menerapkan pola makan sehat (Widjaja, 2007). Pola asuh makan balita berkaitan
dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan (Karyadi,
2000).
Kasus gizi buruk banyak terjadi pada kelompok balita sehingga dikatakan
sebagai kelompok rentan karena pada usia tersebut merupakan masa pertumbuhan
yang pesat di mana memerlukan zat gizi yang optimal. Sampai saat ini masalah
kesehatan dan gizi masih diprioritaskan untuk kelompok balita karena rentan terhadap
masalah kesehatan dan gizi, pada masa tersebut merupakan periode penting dalam
proses tumbuh kembang. Pada masa ini proses tumbuh kembang berlangsung sangat
cepat disebut dengan masa keemasan (golden age), di mana pada masa ini otak
berkembang sangat cepat dan akan berhenti saat anak berusia tiga tahun. Balita yang
makanan relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik dan bergizi (Sutomo
Menurut Engle, Menon dan Haddad (1996), faktor ketersediaan sumber daya
pengasuhan, sanitasi dan penyehatan rumah, ketersediaan waktu serta dukungan ayah,
sebagai faktor yang memengaruhi status gizi. Pola pengasuhan turut berkontribusi
terhadap status gizi anak, salah satu pola pengasuhan yang berhubungan dengan
Menurut Kemenkes RI (2011), pola makan yang baik bagi bayi dan balita
Usia 0-6 bulan pertama kehidupan bayi merupakan usia dimana bayi hanya
1. Memberikan ASI yang pertama keluar, yaitu ASI yang berwarna kekuningan
(kolostrum).
6. Apabila bayi tidur lebih dari tiga jam, membangunkannya untuk kemudian
menyusukannya
8. Menyusui sampai payudara terasa kosong, baru kemudian pindah ke payudara sisi
yang lainnya.
Pada usia 6-8 bulan, bayi sudah dapat diperkenalkan dengan makanan
2. Mulai memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) seperti bubur susu dan
makanan lumat (bubur lumat, sayuran, daging, dan buah yang dilumatkan, biskuit,
3. Memberikan MP-ASI secara bertahap sesuai umur anak, pada tahap awal 2-3
sendok makan kemudian secara bertahap ditambah hingga mencapai setengah gelas
5. Memberikan makanan selingan seperti jus buah dan biskuit 1-2 kali dalam sehari
6. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak mendapat ASI
Hal-hal yang harus diperhatikan ibu dalam memberi makan anak usia 9-11
bulan adalah:
2. Memberikan MP-ASI dalam bentuk makanan lembik seperti nasi tim atau makanan
yang dicincang kecil sehingga mudah ditelan anak dengan frekuensi pemberian 3-4
kali sehari.
perkali makan.
4. Memberikan makanan selingan yang dapat dipegang anak diantara waktu makan
5. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak mendapat ASI
1. Mulai memperkenalkan anak dengan makanan keluarga yang terdiri dari ¾ gelas
atau 1 sdm kacang-kacangan, ¼ gelas sayur, dan 1 potong buah dengan frekuensi 3-
4 kali sehari.
2. Memberikan makanan selingan seperti bubur dan kue dua kali sehari.
1. Memberikan anak makanan orang dewasa dengan frekuensi tiga kali sehari.
2. Memberikan anak ½ porsi makanan orang dewasa yang terdiri dari makanan
3. Memberikan makanan selingan seperti bubur kacang hijau, biskuit, dan kue dua
4. Tidak memberikan makanan manis berdekatan dengan waktu makan, karena dapat
Asuh kesehatan berdasarkan aspek pola asuh menurut Engle et.al (1996),
meliputi praktek kebersihan dan sanitasi lngkungan dan perawatan anak balita dalam
keadaan sakit seperti pencarian pelayanan kesehatan. Anak balita adalah kelompok
usia yang rentan terserang penyakit, terkait dengan interaksi dengan sarana dan
prasarana di rumah tangga dan sekelilingnya. Jenis sakit yang dialami, frekuensi
sakit, lama sakit, penanganan anak balita sakit dan status imunisasi adalah faktor
yang memengaruhi tingkat kesehatan anak balita dan status gizi anak balita.
Menurut Engle et.al (1996), perilaku ibu dalam menghadapi anak balita yang
sakit dan pemantauan kesehatan terprogram adalah pola pengasuhan kesehatan yang
sangat memengaruhi status gizi anak balita. Anak balita yang mendapatkan imunisasi
akan lebih rendah mengalami risiko penyakit. Anak balita yang dipantau status
informasi akan adanya gangguan status gizi. Sakit yang lama, berulang akan
diare. Hasil penelitian Widodo (2005) mengungkapkan akibat rendahnya sanitasi dan
mikroba, sehingga meningkatkan risiko atau infeksi yang lain pada bayi. Sumber
infeksi lain adalah alat permainan dan lingkungan bermain yang kotor.
2.5.1. Pengetahuan
makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita. Pengetahuan yang dimiliki ibu
ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan.
Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang tinggi mungkin akan dapat
kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan baik. Membesarkan anak sehat
tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun seorang ibu perlu keterampilan yang
Bloom (1908) membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain, ranah
adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
2007).
a) Penyebab penyakit
dan sebagainya
e). Pentingnya istirahat cukup, rekreasi, dan lain sebagainya bagi kesehatan
mempunyai anak dengan status gizi yang baik. Tingkat pengetahuan gizi ibu akan
berpengaruh terhadap sikap perawatan anak serta dalam perawatan memilih makanan.
a. Tingkat pengetahuan sangat penting dalam meningkatkan status gizi yang optimal.
b. Pengetahuan gizi seseorang akan mempengaruhi status gizinya jika makanan yang
pertumbuhan tubuh.
c. Dengan adanya ilmu gizi masyarakat dapat belajar menggunakan pangan untuk
perbaikan gizi.
ibu dalam keluarga sebagai pengelola makanan. Ibu yang tidak tau gizi makanan,
akan menghidangkan makanan yang tidak seimbang gizinya. Berbagai faktor yang
secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada balita
keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat (Suhardjo, 2003).
asupan gizi pada anak tidak terpenuhi dengan baik maka proses tumbuh kembang
anak akan terhambat, anak bisa mengalami penyakit kurang gizi. Anak yang
mengalami defesiensi gizi pada umur semakin muda, kemungkinan besar akan
(Sediaoetama, 2008).
perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan gizi yang lebih tinggi akan memudahkan
perilaku dan gaya hidup sehari-hari khususnya dalam kesehatan dan gizi (LIPI, 2000).
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh
kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orangtua dapat menerima
segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik,
diri. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam merespon sesuatu yang datang
dari luar, seperti sikap atau penerimaan anjuran atau nasehat. Orang berpendidikan
tidak akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingakn orang yang
pengasuhan anak, apabila ibu berpendidikan lebih baik maka mengerti cara
lingkungan bebas dari penyakit. Ibu yang berpendidikan lebih baik kemungkinan
perbaikan kesehatan dan keadaan gizi. Sedangkan pendapatan yang rendah akan
kebiasaan makan dengan cara-cara tertentu secara efektif terutama untuk anak
Indikator dari masalah gizi dapat diketahui dari taraf ekonomi keluarga dan
ukuran yang dipakai adalah garis kemiskinan. Stabilitas keluarga dengan ukuran
tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi kurang, dan kurangnya
(Soegeng, 2009).
kondisi yang umum, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius karena
akses pada sumber daya dan dalam memperoleh pelayanan serta prasarana untuk
membutuhkan makanan dengan cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga
yang pesat. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi terlihat nyata pada
masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin akan
lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya jika yang harus dilayani jumlahnya
perawatan anak menjadi berkurang, karena perhatian ibu dalam merawat dan
membesarkan anak balita dapat terpengaruh bila banyak anak yang dimiliki. Bila
besar keluarga bertambah maka porsi makanan untuk setiap anak berkurang
(Notoatmodjo, 2007).
oleh karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang. Semakin
pemenuhan kebutuhan gizi yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Dalam hal ini
faktor selera dari masing-masing anggota keluarga sangat berpengaruh, karena tidak
semua anggota keluarga menyukai jenis makanan yang sama (Suhardjo, 2003).
dan jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap kejadian kurang giji. Kurang gizi
adalah akibat dari rendahnya asupan gizi dan adanya penyakit infeksi, hal ini dapat
diketahui dari indikator berat badan menurut umur (BB/U) (WHO, 2000). Pola asuh
meliputi pola asuh makanan, pola asuh kesehatan dan pola asuh diri. Pola asuh
kesehatan dan asuh makan secara langsung memengaruhi status gizi anak balita,
sedangkan asuh diri tidak secara langsung memengaruhi status gizi anak balita,
sehingga dalam penelitian ini yang diteliti adalah pola asuh makan dan pola asuh
kesehatan yaitu: (a) pola asuh makan yang berupa sikap dan perilaku ibu atau
pengasuh lain dalam memberikan makan (Soekirman, 2000), dan (b) pola asuh
kesehatan sebagai sikap dan tindakan ibu terhadap perawatan balita dalam keadaan
sehat maupun sakit (Engle et.al, 1996). Menurut UNICEF (1998), keadaan gizi
kurang disebabkan oleh berbagai faktor, baik langsung maupun tidak langsung,
seperti pada skema berikut ini. Sebagai landasan teori dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Kurang Gizi
tingkat rumah tangga yang memengaruhi asupan gizi anak balita. Pola asuh juga
memengaruhi status gizi meliputi pola asuh makan dan asuh kesehatan yang
diberikan kepada anak, terkait dengan perilaku ibu yang belum baik dalam
memberikan makan dan perawatan kesehatan pada anak balita, sehingga dapat
memengaruhi kejadian gizi kurang pada anak balita. Sebagai kerangka konsep
Pola Asuh
a. Asuh makan
b. Asuh kesehatan
METODE PENELITIAN
sectional.
Kecamatan Medan Timur. Alasan pemilihan lokasi penelitian karena kecamatan ini
merupakan salah satu kecamatan yang memiliki anak balita dengan status gizi kurang
Penelitian ini dimulai dengan melakukan survei awal sampai selesai selama 3
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita gizi kurang dan gizi normal di
Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur. Berdasarkan data
33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah anak balita gizi kurang dan gizi normal
yang memiliki usia 13-59 bulan. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan
Menghindari sampel yang drop out maka perlu dilakukan koreksi terhadap
besar sampel yang dihitung, dengan menambahkan sejumlah sampel agar besar
dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel
d. Ibu balita yang datang ke posyandu di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat
menggunakan kuesioner, yaitu data anak Balita melalui Ibu Balita dan data Ibu Balita.
Data yang diperoleh berupa data karakteristik Balita (umur, jenis kelamin, berat
badan, urutan anak balita dalam keluarga) dan karakteristik ibu balita (pengetahuan,
pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga), serta pola asuh (asuh makan, asuh
kesehatan).
Data sekunder merupakan data dari Puskesmas Glugur Darat berupa letak
geografi, demografi, KMS anak balita dan data lainnya yang mendukung penelitian.
validitas dan uji reliabilitas terhadap kuesioner yang digunakan agar layak digunakan
dalam penelitian dan untuk mengukur sejauh mana kuesioner dapat dijadikan sebagai
alat ukur yang mewakili variabel terikat dan variabel bebas dalam suatu penelitian.
Uji coba kuesioner dilakukan kepada 30 orang responden yang tidak termasuk sampel
a. Validitas
diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dengan mengukur korelasi antar
item variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment (r),
dengan ketentuan nilai koefisien korelasi >0,361 (valid) (Arikunto, 2010). Hasil uji
Moment diketahui bahwa variabel bebas karakteristik ibu balita, yaitu pengetahuan
Ibu Balita tentang gizi sebanyak 10 pertanyaan, mempunyai nilai koefisien korelasi
(r) >0,3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel faktor
Moment diketahui bahwa variabel bebas pola asuh, yaitu pola asuh makan sebanyak
koefisien korelasi (r) >0,3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
ukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas ini menggunakan koefisien
Alpha Cronbach, apabila nilai Alpha Cronbach > 0,600, maka alat ukur tersebut
reliabel (Arikunto, 2010). Hasil uji reliabilitas variabel bebas karakteristik ibu balita
dan pola asuh makan serta asuh kesehtan setelah diuji secara statistik diketahui
seluruh pertanyaan mempunyai nilai r-alpha cronbach >0,6, maka dapat disimpulkan
(pengetahuan ibu balita, pekerjaan ibu balita, pendapatan keluarga, jumlah anggota
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian gizi kurang pada anak
balita.
(1) Karakteristik adalah ciri-ciri yang dimiliki seorang ibu dalam penentuan konsumsi
(a) Pengetahuan ibu balita adalah tingkat pemahaman mengenai gizi dalam
(b) Pekerjaan ibu balita adalah aktivitas rutin yang dilakukan pada saat survei
(c) Pendapatan kepala keluarga adalah merupakan penghasilan yang diterima oleh
(d) Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang masih
hidup dan tinggal dalam satu rumah serta menjadi tanggungan kepala keluarga.
(2) Pola asuh adalah sikap dan perilaku yang dipraktekkan oleh ibu atau pengasuh
lain dalam penentuan konsumsi makanan pada anak balita, meliputi asuh makan
(a) Asuh makan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh ibu balita untuk
(b) Asuh kesehatan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh ibu balita untuk
kesehatan bayi secara rutin, meliputi hal pengobatan penyakit pada anak balita
kesehatan.
(3) Kejadian gizi kurang adalah kondisi yang diakibatkan rendahnya konsumsi energi
dan protein pada anak balita, hal ini dapat diketahui dari status gizi dengan
BB/U.
Definisi kategori jawaban responden tentang karakteristik ibu balita, pola asuh
a).Pengetahuan ibu balita diukur melalui 10 pertanyaan dengan pilihan jawaban benar
atau salah. Pertanyaan yang benar, apabila dijawab benar diberi nilai 1 dan jika
dijawab salah akan diberi nilai 0. Total skor terendah 0 dan tertinggi 10. Skala
a. Baik bila skor mencapai >75% dari skor jawaban yang tertinggi (skor 8-10)
b. Tidak baik bila skor mencapai ≤40-75 % dari skor jawaban yang tertinggi(0-7)
d Buruh, e Nelayan)
c).Pendapatan disajikan dengan cara deskriptif berdasarkan UMK Medan tahun 2016
d).Jumlah anggota keluarga disajikan dengan cara deskriptif dengan skala ordinal,
kemudian dikategorikan;
a. < 4 orang
b. ≥ 4 orang
f).Asuh makan, diukur melalui 12 pertanyaan, skor jawaban tertinggi 2 dan terendah
0, sehingga skor terendah 0 dan tertinggi 24. Skala pengukuran yang digunakan
(Pratomo,1990):
a. Baik bila skor mencapai >75% dari skor jawaban yang tertinggi (skor 19-24).
b. Tidak baik bila skor mencapai ≤40-75 % dari skor jawaban yang tertinggi (skor
0-18).
g).Asuh kesehatan diukur melalui 7 pertanyaan dengan pilihan jawaban ”Ya” dan
”Tidak”. Pertanyaan dijawab ”Ya” diberi nilai 1 dan jika dijawab ”Tidak” diberi
nilai 0. Total skor terendah 0 dan tertinggi 7. Skala pengukuran yang digunakan
(Pratomo,1990):
a. Baik bila skor mencapai >75% dari skor jawaban yang tertinggi (skor 6-7)
b. Tidak baik bila skor mencapai ≤40-75 % dari skor jawaban yang tertinggi (0-5)
h). Kejadian gizi baik dan gizi kurang pada anak balita dilihat berdasarkan Z-Score
Metode pengukuran variabel bebas dan terikat dapat dilihat pada Tabel 3.2.
1. Analisa univariat, yaitu analisis variabel bebas dan terikat dalam bentuk distribusi
frekuensi dan dihitung persentasenya, yaitu faktor karakteristik ibu balita meliputi
(asuh makan, dan asuh kesehatan) serta kejadian gizi kurang berdasarkan status
variabel bebas dengan variabel terikat dan analisis faktor risiko Rasio Prevalensi
menggunakan uji chi-square. Variabel bebas yaitu faktor karakteristik ibu balita
pola asuh (asuh makan, asuh kesehatan) dengan kejadian gizi kurang berdasarkan
yaitu kejadian gizi kurang berdasarkan status gizi anak balita berdasarkan hasil
uji bivariat dipilih variabel yang masuk kedalam analisis multivariat dengan
syarat hasil uji mempunyai nilai p<0,25 menggunakan uji regresi logistik
Pada taraf kepercayaan 95%. Bila nilai p<0.05 maka hasil perhitungan statistik
bermakna dan apabila nilai p>0,05 maka hasil perhitungan statistik tidak
bermakna.
HASIL PENELITIAN
lain yang merupakan wilayah Kota Medan. Luas wilayah Kecamatan Medan Timur
adalah 776 Ha, terdiri dari 11 Kelurahan, 128 Lingkungan, dengan batas wilayah
sebagai berikut :
Medan Tembung
Brayan Darat I dan paling sedikit terdapat pada Kelurahan Perintis. Pada wilayah
kerja Puskesmas Glugur Darat terdapat 1 buah Puskesmas Pembantu (Pustu), yaitu
Pustu Pulo Brayan Bengkel yang terletak di Kelurahan Pulo Brayan Bengkel.
44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
a. Jumlah Penduduk
Medan Timur berjumlah 139.538 jiwa yang terdapat pada 128 lingkungan. Distribusi
Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat dapat dilihat pada Tabel
4.1.
Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat
Kecamatan Medan Timur Tahun 2016
b. Jumlah Balita
Timur lebih banyak terdapat dikelurahan Pulo Brayan Darat I, yaitu berjumlah 1.549
Balita dan paling sedikit terdapat dikelurahan Gang Buntu, yaitu berjumlah 498
Balita. Distribusi Jumlah Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat dapat
Tabel 4.2. Distribusi Jumlah Balita Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat
Kecamatan Medan Timur Tahun 2016
c. Tenaga Kesehatan
dan SMP 1 orang. Distribusi jumlah tenaga kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas
12 Administrasi SMA 3
13 Petugas kebersihan SMP 1
14 Satpam S1 1
Jumlah 55
karakteristik balita, yaitu umur, jenis kelamin, berat badan dan urutan anak balita
pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga dan variabel pola asuh meliputi asuh
makan dan asuh kesehatan. Hasil penelitian secara rinci sebagai berikut:
bulan dan terendah 13 bulan dengan rata-rata umur 28,30 bulan, umur balita, lebih
banyak pada kelompok umur 13-24 bulan dan 25-36 bulan, yaitu masing-masing
sebanyak 45 orang (46,9%) dan sebanyak 24 orang (25,0%) dan paling sedikit adalah
anak balita dengan kelompok umur 49-59 bulan, yaitu sebanyak 8 orang (8,3%). Hal
ini memberikan gambaran bahwa kasus gizi kurang mulai meningkat setelah umur 6
bulan karena kebanyakan sebelum usia 12 bulan bayi masih menyusu pada ibunya,
dan masih memenuhi kebutuhan gizi si bayi. Namun setelah 6 bulan ASI tidak cukup
perempuan lebih banyak hal ini sesuai dengan data yang ada di Puskesmas
Berat badan balita tertinggi adalah 16,5 Kg dan terendah adalah 6,0 Kg
dengan rata-rata berat badan 9,72 Kg. Berdasarkan berat badan balita, lebih banyak
pada kelompok 9-11 Kg dan 6-8 Kg, yaitu masing-masing sebanyak 55 orang
(57,3%) dan sebanyak 29 orang (30,2%) dan paling sedikit adalah anak balita dengan
berat badan 15-17 Kg, yaitu sebanyak 1 orang (1,0%). Hal ini memberikan gambaran
bahwa Balita mengalami gangguan pertumbuhan karena tidak didukung oleh asupan
Urutan anak balita dalam keluarga lebih banyak pada kelompok urutan ke dua
dan ketiga, yaitu masing-masing sebanyak 55 orang (57,3%) dan sebanyak 22 orang
(22,9%) dan paling sedikit adalah anak balita dengan urutan pertama, yaitu sebanyak
19 orang (19,8%). Hal ini memberikan gambaran bahwa Balita mengalami gangguan
gizi kurang karena anak balita urutan ke dua sudah mulai kurang mendapat perhatian
2 Jenis kelamin
Perempuan 57 59,4
Laki-laki 39 40,6
3 Berat Badan (Kg)
6 – 8 Kg 29 30,2
9-11Kg 55 57,3
12-14Kg 11 11,5
15-17Kg 1 1,0
4 Urutan Anak Balita
Pertama 19 19,8
Ke dua 55 57,3
Ke Tiga 22 22,9
Jumlah 96 100,0
4.2.2 Karakteristik Ibu Balita
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu Balita dengan umur terbanyak 20-35
tahun, yaitu sebanyak 60 orang (62,5%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
umur ibu Balita berada pada kelompok umur tidak berisiko. Pendidikan lebih banyak
tingkat pendidikan SLTA, yaitu sebanyak 69 orang (71,9%). Pendidikan ibu Balita
yang sebagian besar relatif rendah berkaitan dengan pengetahuan dan pola asuh
dalam menangani masalah kurang gizi. Hal ini ini dapat menjadi penghambat
(61,5%). Hal ini memberikan gambaran bahwa pendidikan Ibu Balita memiliki
keterkaitan secara tidak langsung dengan pekerjaan. Ibu Balita yang tidak bekerja
balitanya.
Tingkat pendapatan lebih banyak < UMK Kota Medan, yaitu sebanyak 67
orang (69,8%). Dukungan terhadap pemenuhan gizi juga dikuatkan dengan adanya
pendapatan keluarga yang baik. Faktor kemiskinan pada umumnya menduduki posisi
pertama sebagai salah satu determinan sosial ekonomi sebagai penyebab risiko gizi
kurang.
sebanyak 54 orang (56,2%). Hal ini memberikan gambaran bahwa besarnya jumlah
4.2.3 Pengetahuan
benar tentang kebutuhan zat gizi dalam jumlah yang cukup dan tidak berlebihan juga
tidak kekurangan. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita
mengetahui tentang kebutuhan zat gizi pada anak Balitanya, namun belum
bergizi. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita belum
sepenuhnya mengetahui tentang apa arti makanan yang bergizi untuk kebutuhan anak
Balitanya.
ASI pada balita. Hal ini menunjukkan sebagian besar ibu Balita belum memiliki
pemberian zat gizi bagi tubuh. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar
Ibu Balita belum sepenuhnya mengetahui tentang apa manfaat pemenuhan zat gizi
perlu diatur. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita belum
pada balita. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita belum
sepenuhnya mendapat akses atau informasi akibat kekurangan gizi pada anak Balita.
yang pertama kali keluar. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu
Balita belum sepenuhnya mengetahui kaitan pemberian ASI dengan kejadian balita
gizi kurang.
makanan tambahan pada balita. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar
Ibu Balita belum sepenuhnya mengetahui apa arti makanan tambahan bagi kebutuhan
Sebanyak 52 orang (54,2%) menjawab salah tentang berapa umur balita yang
diberikan makanan tambahan. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar
Ibu Balita belum sepenuhnya mendapat informasi tentang umur berapa anak Balita
Balita.
Sebanyak 49 orang (51,0%) menjawab salah tentang makanan apa yang paling
baik buat balita. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita
belum sepenuhnya mendapat akses terhadap informasi tentang makanan yang baik
pada anak Balita. Distribusi jawaban berdasarkan pengetahuan dapat dilihat pada
Tabel 4.6.
kategori tidak baik sebanyak 56 orang (58,3%). Distribusi berdasarkan kategori dapat
Pola asuh dalam penelitian ini meliputi; asuh makan dan asuh kesehatan
a. Asuh Makan
menyatakan bahwa yang memasak makanan untuk balita adalah ibu balita sendiri,
selebihnya dilakukan oleh keluarga dan pembantu. Hal ini memberikan gambaran
bahwa sebagian besar Ibu Balita telah melakukan dengan baik tentang memasak
makanan anak Balitanya, karena masih memiliki waktu untuk mengasuh anak
balitanya.
Sebanyak 47 orang (49,0%) menyatakan bahwa jika balita tidak mau makan
fasilitas kesehatan. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita
dalam asuh makan belum sepenuhnya mampu membujuk anak balitanya dengan baik
dalam pemenuhan gizi, karena mengikuti apa yang diinginkan anak Balitanya.
waktu makan Selebihnya kadang-kadang mendampingi balita waktu makan. Hal ini
memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita mampu menadampingi anak
usia 6 bulan dan sebanyak 38 orang (39,6%) menyatakan tidak diberikan susu
ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita belum mampu
kadang. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita belum
mampu menerapkan pola asuh makan dalam pemberian makanan tambahan sesuai
tambahan buah pada usia 6 bulan, selebihnya sebanyak 54 orang (56,2%) menyatakan
tidak diberikan. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita
belum mampu menerapkan pola asuh makan pemberian makanan tambahan buah dan
tambahan roti, agar-agar atau kacang ijo pada usia 6 bulan, selebihnya sebanyak 52
orang (54,2%) menyatakan tidak diberikan. Hal ini memberikan gambaran bahwa
sebagian besar Ibu Balita belum mampu menerapkan pola asuh makan pemberian
makanan tambahan seperti roti agar-agar atau kacang ijo dalam asuh makan.
dalam sehari adalah 2 kali, selebihnya sebanyak 29 orang (30,2%) menyatakan 3-4
kali. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita belum mampu
sebagian besar Ibu Balita belum mampu menerapkan cara pemberian makan dengan
dari hari ke hari dan sebanyak 13 orang (13,5%) menyatakan meningkat dari hari ke
hari. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita masih kurang
perhatian pada abak Balitanya, sehingga belum mampu menerapkan pola asuh makan
dengan optimal.
Sebanyak 96 orang (100,0%) menyatakan jika balita tidak suka pada menu
gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita sudah mengupayakan menu makanan lain
setiap hari. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita belum
sepenuhnya mengupayakan variasi menu makanan setiap hari pada anak balitanya
dengan alasan repot dalam mengurus ruamah tangga. Distribusi berdasarkan asuh
kategori tidak baik sebanyak 52 orang (54,2%). Distribusi berdasarkan kategori dapat
b. Asuh Kesehatan
menyatakan dalam satu bulan terakhir balita tidak mengalami penyakit diare dan
sebanyak 6 orang (6,2%) menyatakan balita mengalami penyakit diare. Diare dapat
makanan dan minuman yang masuk ke tubuhnya, yang dapat berakibat balita
mengalami gizi kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang
Sebanyak 88 orang (91,7%) menyatakan dalam satu bulan terakhir balita tidak
mengalami penyakit ISPA. Sebagian besar ibu Balita memiliki waktu dan perhatian
yang baik. Status gizi yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh balita terhadap
kesehatan (puskesmas atau posyandu) apabila sakit. Hal ini memberikan gambaran
bahwa sebagian besar Ibu Balita sudah dapat mengakses fasilitas kesehatan dengan
baik.
pada saat jadwal imunisasi dan sebanyak 33 orang (34,4%) menyatakan tidak
membawa anak balita ke posyandu pada saat jadwal imunisasi. Alasan ibu balita
sesuai umur dan sebanyak 32 orang (33,3%) menyatakan anak balita mendapatkan
imunisasi tidak sesuai umur. Alasan ibu balita adalah ketidaktahuan waktu dan tempat
imunisasi balita.
ke posyandu. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita sudah
sebanyak 17 orang (17,7%) menyatakan balita tidak ditimbang setiap bulan. Alasan
ibu yang tidak menimbang balita karena kadang-kadang ada pekerjaan di luar rumah
dan repot mengurus rumah tangga, sehingga tidak sempat membawa anaknya untuk
Tabel 4.10.
pada kategori tidak baik sebanyak 66 orang (68,8%). Distribusi berdasarkan kategori
antropometri, yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U) dengan baku rujukan WHO-
NCHS. Status gizi BB/U memberikan gambaran secara umum, tidak spesifik Hasil
penelitian menunjukkan sebanyak 59 orang (61,5%) dengan status gizi kurang dan
sebanyak 37 orang (38,5%) dengan status gizi normal. Distribusi berdasarkan status
makan dan asuh kesehatan) dengan variabel dependen (status gizi balita) dilakukan
uji bivariat menggunakan uji statistik chi-square. Hasil uji masing-masing variabel
yang memiliki pengetahuan tidak baik ada sebanyak 49 orang (87,5%) status gizi
balita kurang dan sebanyak 7 orang (12,5%) status gizi balita normal. Ada
kecenderungan ibu balita yang memiliki pengetahuan tidak baik lebih banyak status
gizi balita kurang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh p<0,05, (RP=3,500;
95% CI 2,028-6,041) artinya ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
Berdasarkan pekerjaan diketahui bahwa dari 59 orang ibu balita yang tidak
bekerja ada sebanyak 39 orang (66,1%) status gizi balita kurang dan sebanyak 20
orang (33,9%) status gizi balita normal. Berdasarkan uji statistik Chi-square
yang memiliki pendapatan keluarga <UMK Medan ada sebanyak 56 orang (83,6%)
status gizi balita kurang dan sebanyak 11 orang (16,4%) status gizi normal. Ada
kecenderungan ibu balita yang memiliki pendapatan keluarga < UMK Medan lebih
banyak status gizi balita kurang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai
Berdasarkan jumlah anggota keluarga diketahui bahwa dari 54 orang ibu balita
yang memiliki jumlah anggota keluarga besar ada sebanyak 47 orang (87,0%) status
gizi balita kurang dan sebanyak 7 orang (13,0%) status gizi normal. Ada
kecenderungan ibu balita yang memiliki jumlah anggota keluarga besar lebih banyak
status gizi balita kurang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai p<0,05,
Berdasarkan asuh makan diketahui bahwa dari 52 orang ibu balita yang
memiliki pola asuh makan tidak baik ada sebanyak 43 orang (82,7%) status gizi balita
kurang dan sebanyak 9 orang (17,3%) status gizi balita normal. Ada kecenderungan
ibu balita yang memiliki pola asuh makan tidak baik lebih banyak status gizi balita
1,509-3,427) artinya ada hubungan signifikan antara pola asuh makan dengan status
gizi balita.
Berdasarkan asuh kesehatan diketahui bahwa dari 66 orang ibu balita yang
memiliki pola asuh kesehatan tidak baik ada sebanyak 46 orang (69,7%) status gizi
balita kurang dan sebanyak 20 orang (30,3%) status gizi balita normal. Ada
kecenderungan ibu balita yang memiliki pola asuh kesehatan tidak baik lebih banyak
status gizi balita kurang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh p<0,05,
(RP=1,608; 95% CI 1,037-2,495) artinya ada hubungan signifikan antara pola asuh
95%
Status Gizi Jumlah p RP (Rasio Confidence
Variabel Prevalensi) Interval
Normal Kurang Lower Upper
n % n % n %
Karakteristik Ibu Balita
Pengetahuan
Tidak baik 7 12,5 49 87,5 56 100,0 <0,001 3,500 2,028 6,041
Baik 30 75,0 10 25,0 40 100,0
Pekerjaan
Tidak bekerja 20 33,9 39 66,1 59 100,0 0,238 1,223 0,863 1,733
Bekerja 17 45,9 20 54,1 37 100,0
Pendapatan
< UMK Medan 11 16,4 56 83,6 67 100,0 <0,001 8,080 2,753 23,713
≥ UMK Medan 26 89,7 3 10,3 29 100,0
Jumlah Anggota Keluarga
Kecil 30 71,4 12 28,6 42 100,0 <0,001 3,046 1,868 4,968
Besar 7 13,0 47 87,0 54 100,0
Pola Asuh
Asuh Makan
Tidak baik 9 17,3 43 82,7 52 100,0 <0,001 2,274 1,509 3,427
Baik 28 63,6 16 36,4 44 100,0
Asuh Kesehatan
Tidak baik 20 30,3 46 69,7 66 100,0 0,014 1,608 1,037 2,495
Baik 17 56,7 13 43,3 30 100,0
Langkah ini bertujuan untuk menguji model secara keseluruhan melalui uji
variabel karakteristik ibu balita dan pola asuh mampu menjelaskan sebesar 81,0%
keragaman total dari status gizi dan sisanya sebesar 19,0% dijelaskan oleh faktor lain
diluar model. Hasil pengujian overall model fit dapat dilihat pada Tabel 4.14.
variabel independen yang disertakan kedalam uji multivariat harus memiliki nilai uji
statistik p<0,25 pada uji bivariat (Tabel 4.13). Berdasarkan hasil uji bivariat dengan
metode chi-square seluruh variabel independen disertakan dalam uji regresi logistik.
Hasil uji regresi logistik diketahui bahwa variabel bebas yang diuji seluruhnya
pekerjaan (Tabel 4.15), sehingga hipotesis yang menyatakan “Karakteristik ibu anak
balita (pengetahuan, pendapatan, jumlah anggota keluarga), dan Pola asuh (asuh
makan, asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan) berpengaruh terhadap kejadian gizi
Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang paling signifikan
memengaruhi kejadian gizi kurang pada anak balita berdasarkan indeks BB/U adalah
variabel pengetahuan, pendapatan, jumlah anggota keluarga, asuh makan dan asuh
a. Pengetahuan ibu balita mempunyai nilai Exp (B) sebesar 17,669, artinya ibu balita
yang memiliki pengetahuan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian gizi
b. Pendapatan mempunyai nilai Exp (B) sebesar 24,993, artinya ibu balita yang
kejadian gizi kurang (underweight) 25 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%;
2,990-208,925).
c. Jumlah anggota keluarga mempunyai nilai Exp (B) sebesar 7,945, artinya ibu balita
yang memiliki jumlah anggota keluarga besar mempunyai peluang risiko kejadian
gizi kurang (underweight) 8 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%; 1,524-41,428).
d. Asuh makan mempunyai nilai Exp (B) sebesar 5,790, artinya ibu balita yang
memiliki pola asuh makan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian gizi
e. Asuh kesehatan mempunyai nilai Exp (B) sebesar 11,036, artinya ibu balita yang
memiliki pola asuh kesehatan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian gizi
f. Variabel pendapatan mempunyai nilai Exp (B) paling besar, yaitu 24,993 dengan
koefisien (B) 3,219. Hasil uji regresi logistik berganda dapat dilihat pada Tabel
4.15.
PEMBAHASAN
atau keadaan nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi kurang dibagi menjadi
tiga bagian, yakni gizi kurang berdasarkan indikator BB/U, BB/TB dan TB/U.
pada saat penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan
Medan Timur digunakan sebagai indikator untuk menentukan status gizi balita.
keseimbangan antara konsumsi serta kebutuhan zat gizi mengikuti pertambahan umur.
BB/U juga dapat mendeteksi kegemukan/berat badan lebih pada anak balita.
Menurut Siagian (2010), penilaian status gizi balita yang paling sering
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk
Hasil penelitian ditemukan bahwa status gizi anak balita sebanyak 59 orang
(61,5%) dengan status gizi kurang dan sebanyak 37 orang (38,5%) status gizi normal.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita belum memenuhi
67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
kebutuhan gizi anak balitanya dengan optimal. Status gizi merupakan indikator yang
dapat menentukan derajat kesehatan, karena status gizi yang baik dapat membantu
status gizi yang diperoleh dalam penelitian ini relevan dengan hasil survei yang
Timur.
Almatsier (2009), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makan dan penggunaan zat-zat gizi dan gangguan gizi terjadi baik pada status gizi
kurang maupun status gizi lebih. Status gizi balita yang tidak seimbang menyebabkan
pertumbuhan seorang anak balita akan terganggu, misalnya anak tersebut gizi kurang
yang menyebabkan gizi kurang pada masyarakat, yaitu krisis ekonomi, politik dan
(b) kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya
sebagai penyebab tidak langsung kurang gizi, yaitu (1) tidak cukup persediaan
pangan, (2) pola asuh anak tidak memadai, dan (3) sanitasi dan air bersih, pelayanan
Santoso dan Lies (2004) mengungkapkan bahwa keadaan gizi kurang pada
yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu, kemampuan untuk belajar dan bekerja serta
bersikap pada anak yang kurang gizi akan lebih terbatas daripada anak yang normal.
kemampuan orangtua dalam menerapkan pola asuh kepada anak, perawatan pada ibu
hamil, dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hal tersebut akan menyebabkan asupan
makanan menurun dan penyakit infeksi yang merupakan penyebab langsung dari
Hasil penelitian diketahui sebagian besar jenis kelamin anak balita yang
perempuan lebih banyak hal ini dikarenakan sesuai dengan data yang ada di
Prevalensi kejadian gizi kurang berdasarkan indikator BB/U lebih banyak pada
Balita yang memiliki jenis kelamin perempuan, yaitu sebesar 64,9%. Anak balita laki-
laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap kejadian gizi kurang. Hal ini
sejalan dengan penelitian Kusriadi (2010) menyimpulkan tidak ada hubungan jenis
kelamin dengan kejadian gizi kurang. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian
Berdasarkan umur Balita diketahui sebagian besar pada kelompok umur 13-24
bulan dan 25-36 bulan, yaitu masing-masing sebanyak 45 orang (46,9%) dan 24
orang (25,0%). Prevalensi kejadian gizi kurang berdasarkan indikator BB/U lebih
banyak pada anak Balita yang memiliki umur 6-23 bulan, yaitu sebesar 69,8%. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Kusriadi (2010) dan Zulfadli (2012) yang
mengungkapkan bahwa kejadian gizi kurang pada anak Balita berdasarkan indikator
BB/U lebih banyak pada kelompok umur 6-23 bulan dan 24-59 bulan.
5.3.1. Pengetahuan
Pengetahuan ibu balita tentang gizi sebagian besar, yaitu sebanyak 58,3%
tidak baik, karena dari 10 pertanyaan tentang gizi sebanyak 9 pertanyaan dijawab
salah oleh ibu balita. Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan
konsumsi makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita. Pengetahuan yang
berkurang.
pada Ibu Balita yang memiliki pengetahuan tidak baik, yaitu sebesar 87,5% dan rasio
prevalens status gizi pada anak balita berdasarkan pengetahuan ibu tentang gizi
adalah sebesar 3,500, artinya pengetahuan ibu tentang gizi merupakan faktor risiko
anak balita gizi kurang. Hasil uji statistik dengan uji Chi square menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian gizi kurang (p<0,05).
Mengacu pada hasil tersebut bahwa semakin baik pengetahuan Ibu Balita semakin
Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat
dengan pendidikan. Pendidikan ibu balita lebih banyak tingkat pendidikan SLTA,
yaitu sebanyak 69 orang (71,9%) dan SLTP sebanyak 14 orang (14,6%). Hal ini
oleh status pendidikan keluarga. Oleh sebab itu untuk meningkatkan pengetahuan Ibu
Balita akan masalah gizi pada balita, sebaiknya diadakan kegiatan berupa penyuluhan
serta pembagian leaflet atau brosur dalam pencegahan gizi kurang. Demikian juga
pada hasil penelitian Mahgoub et al. (2006) di Botswana dan Islam et al. (2014) di
India menyimpulkan bahwa prevalensi gizi kurang pada anak balita berhubungan
lupa jadwal posyandu meskipun tanggal sudah ditetapkan sama untuk setiap
bulannya. Oleh sebab itu, sebaiknya kader selalu mengingatkan jadwal posyandu
5.3.2. Pekerjaan
Selain pengetahuan, ibu balita yang bekerja juga sebagai faktor penting dalam
pemenuhan gizi balita. Pada penelitian ini diketahui bahwa sebanyak 59 orang
(61,5%) Ibu Balita tidak bekerja. Ibu Balita yang tidak bekerja diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan tentang gizi balita, sehingga peran ibu dapat di tingkatkan
dalam pemenuhan kualitas dan kuantitas gizi anak balita. Oleh karena itu petugas
karena ibu balita yang tidak bekerja akan dapat ditemui dirumahnya. Sedangkan yang
Prevalensi kejadian gizi kurang lebih banyak pada Ibu Balita yang tidak
bekerja, yaitu sebesar 66,1% dan rasio prevalens status gizi pada anak balita
berdasarkan pekerjaan adalah sebesar 1,223, artinya pekerjaan ibu bukan merupakan
faktor risiko anak balita gizi kurang. Hasil uji statistik dengan uji Chi square
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan
meskipun sebagian besar Ibu Balita tidak bekerja tindakan ibu dalam pencegahan gizi
kurang pada balitanya belum cukup baik karena masih enggan membawa anak
yang memadai. Pendapatan keluarga atau status ekonomi merupakan salah satu faktor
daya beli keluarga sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan keluarga. Ketersediaan
pangan yang kurang menjadi salah satu penyebab terjadinya gizi kurang. Hasil
Prevalensi kejadian gizi kurang lebih banyak pada Ibu Balita yang memiliki
pendapatan kepala keluarga <UMK Medan, yaitu sebesar 83,6% dan rasio prevalens
status gizi pada anak balita berdasarkan pendapatan kepala keluarga adalah sebesar
8,080, artinya pendapatan kepala keluarga merupakan faktor risiko anak balita gizi
kurang. Hasil uji statistik dengan uji Chi square menunjukkan ada hubungan yang
Mengacu pada hasil tersebut bahwa semakin meningkat pendapatan keluarga semakin
Kemiskinan dan kurang gizi merupakan suatu fenomena yang saling terkait,
oleh karena itu meningkatkan status gizi masyarakat erat kaitannya dengan upaya
atau peningkatan pendapatan sebagai dampak dari berkurangnya status gizi kurang
dapat dilihat dari dua sisi, pertama berkurangnya biaya berkaitan dengan kematian
dan kesakitan dan di sisi lain akan meningkatkan produktivitas. Minimal manfaat
ekonomi yang diperoleh sebagai dampak dari perbaikan status gizi adalah:
berkurangnya kematian bayi dan anak balita, berkurangnya biaya perawatan untuk
neonatus, bayi dan balita, produktivitas meningkat karena berkurangnya anak yang
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Saputra dan Nurizzka
(2012) menyimpulkan bahwa masih banyak anak balita yang memiliki gizi buruk di
Sumatera Barat dimana prevalensi gizi buruk sekitar 17,6% dan gizi kurang sekitar
14%. Faktor sosial ekonomi, yaitu kemiskinan orang tua merupakan faktor utama
pangan dan terjadinya masalah gizi kurang. Akses pangan setiap individu sangat
kontinyu. Kemampuan mengakses ini dipengaruhi oleh daya beli, yang berkaitan
daya beli rendah atau masyarakat tergolong miskin memiliki keterbatasan dan
kemampuan atas akses terhadap sumber daya, pelayanan kesehatan serta prasarana
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga kebutuhan gizi anak balitanya tidak
terpenuhi. Salah satu akibat langsung dari penurunan daya beli masyarakat akan
pangan adalah meningkatnya prevalensi gizi kurang terutama pada anak balita. Hal
ini sejalan dengan pendapat Berg (1986) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan
tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan dalam kualitas dan kuantitas
kesehatan dan keadaan gizi. Sedangkan pendapatan yang rendah akan mengakibatkan
lemahnya daya beli, sehingga tidak memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan
Salah satu upaya peningkatan daya beli melalui pemberian kredit usaha kecil
generating) yang disertai dengan upaya KIE gizi menuju keluarga sadar gizi kepada
penyebab terjadinya kekurangan gizi pada anak. Dalam hal ini UNICEF
faktor penyebab KEP. Pada bagan tersebut disebutkan bahwa status ekonomi keluarga
Sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin akan lebih mudah
memenuhi kebutuhan makannya jika yang harus dilayani jumlahnya sedikit. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita, yaitu sebanyak 54 orang
Status gizi kurang pada anak Balita juga dipengaruhi oleh jumlah anggota dan
UMK Kota Medan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Almatsier (2004)
bahwa keluarga yang memiliki jumlah anak banyak akan menimbulkan masalah gizi
bagi keluarga jika penghasilan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizi.
Prevalensi kejadian gizi kurang lebih banyak pada Ibu Balita yang memiliki
jumlah anggota keluarga kategori besar, yaitu sebesar 87,0% dan rasio prevalens
status gizi pada anak balita berdasarkan jumlah anggota keluarga adalah sebesar
3,046, artinya jumlah anggota keluarga merupakan faktor risiko anak balita gizi
kurang. Hasil uji statistik dengan uji Chi square menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian gizi kurang (p<0,05).
Mengacu pada hasil tersebut bahwa semakin sedikit jumlah anggota keluarga semakin
makanan dalam keluarga. Keadaan demikian juga dapat mengakibatkan perhatian ibu
terhadap perawatan anak menjadi berkurang, karena perhatian ibu dalam merawat dan
membesarkan anak balita dapat terpengaruh bila banyak anak yang dimiliki. Bila
besar keluarga bertambah maka porsi makanan untuk setiap anak berkurang.
Hasil penelitian ini didukung pendapat Suhardjo (2003) besar kecilnya jumlah
sehingga jumlah anggota keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan gizi yang
dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga
miskin paling rentan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak
Pola asuh pada balita yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan fisik dan
kurang pada anak sangat ditentukan oleh praktek pengasuhan dalam keluarga. Pola
asuh yang diterapkan oleh Ibu Balita, yaitu pola asuh makan dan asuh kesehatan
Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh kualitas makanan dan gizi yang
dikonsumsi. Sementara itu, kualitas makanan dan gizi sangat tergantung pada pola
asuh makan anak yang diterapkan oleh keluarga. Pola asuh makan adalah cara
seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam memilih jenis dan jumlah bahan
makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang atau lebih dan mempunyai khas
untuk satu kelompok tertentu. Hasil penelitian diketahui bahwa asuh makan pada
kategori tidak baik sebanyak 52 orang (54,2%). Hal ini menunjukkan bahwa Ibu
Balita belum menerapkan pola asuh makan sebagai pemenuhan kebutuhan gizi pada
Balita secara optimal. Hasil penelitian ini didukung penelitian Zulfadli (2012) di
ibu sebesar (58,2%) cenderung tidak baik, dalam memberikan pola asuh makan pada
anak Balita.
Salah satu penyebab terjadinya gizi kurang pada anak Balita dalam penelitian
ini adalah umur Ibu Balita sebanyak 60 orang (62,5%) pada kelompok umur 20-35
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa umur Ibu Balita relatif tergolong muda, cenderung
dengan baik, karena jumlah dan persentase jawaban Ibu Balita tentang seluruh
kegiatan yang dilakukan dalam asuh makan dominan pada kategori tidak baik,
sehingga berdampak terhadap kualitas pengasuhan anak Balita terutama pada usia
Tingkat kecukupan zat gizi mempengaruhi status gizi (BB/U), yang berarti
berat badan anak balita. Anak balita merupakan konsumen pasif yang sangat
bergantung pada orangtuanya, terutama ibu, dalam menerima apa yang dikonsumsi.
Sebagai gate keeper, yaitu orang yang menentukan bahan makanan yang dibeli dan
bagaimana bahan makanan tersebut disiapkan, ibu sangat berperan dalam menentukan
keadaan gizi anak Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yulia (2008) menemukan
bahwa tingkat kecukupan energi dan protein anak balita akan semakin
meningkat, jika pola asuh makan yang diberikan ibu semakin baik. Demikian juga
pada hasil penelitian Karyadi (2000) dan Widjaja (2007) mengungkapkan bahwa
penanaman pola makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi,
saat bayi masih makan nasi tim, yaitu ketika usia baru enam bulan ke atas, ibu harus
tahu dan mampu menerapkan pola makan sehat. Pola asuh makan Balita berkaitan
Prevalensi kejadian gizi kurang lebih banyak pada Ibu Balita yang memiliki
pola asuh makan kategori tidak baik, yaitu sebesar 82,7% dan rasio prevalens status
gizi pada anak balita berdasarkan pola asuh makan adalah sebesar 2,274, artinya pola
asuh makan merupakan faktor risiko anak balita gizi kurang. Hasil uji statistik dengan
uji Chi square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola asuh makan
dengan kejadian gizi kurang (p<0,05). Mengacu pada hasil tersebut bahwa semakin
Hasil penelitian Ogunba (2006) menyebutkan bahwa perilaku ibu yang benar
selama memberi makan akan meningkatkan konsumsi pangan anak dan pada akhirnya
anggota keluarga sangat terbatas. Demikian juga dengan komposisi makanan dilihat
dari sumber zat gizi belum sesuai dengan konsep keseimbangan menu makanan yang
dianjurkan. Proses pengolahan makanan keluarga yang tidak baik, sehingga dapat
mengakibatkan bayi sakit. Hal ini sering kali menyebabkan kandungan gizi makanan
kebutuhan Balita maupun anggota keluarga lainnya bahwa sebagian besar responden
program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang bergizi, seperti susu kedelai
melalui Posyandu dengan melibatkan peran serta masyarakat dan pihak swasta. Selain
Anak balita adalah kelompok usia yang rentan terserang penyakit, terkait
dengan interaksi dengan sarana dan prasarana di rumah tangga dan sekelilingnya.
Jenis sakit yang dialami, frekuensi sakit, lama sakit, penanganan anak balita sakit dan
status imunisasi adalah faktor yang memengaruhi tingkat kesehatan anak balita dan
status gizi anak balita yang merupakan bagian dari asuh kesehatan. Hasil penelitian
diketahui bahwa asuh kesehatan pada kategori tidak baik sebanyak 66 orang (68,8%).
Hal ini menunjukkan bahwa Ibu Balita belum melaksanakan pola asuh kesehatan
dengan baik.
Menurut Satoto (1990), pola asuh kesehatan yang diterapkan pada anak balita perlu
dilakukan secara sungguh-sungguh karena anak balita belum mampu merawat diri
sendiri, kondisi fisik masih lemah dan sangat peka terhadap serangan penyakit.
balita yang tidak terawat dengan baik akan mudah terserang penyakit
Salah satu penyebab terjadinya gizi kurang pada balita dalam penelitian ini
adalah terkait dengan asuh kesehatan, yaitu sebanyak 79 orang (82,3%) tidak
menimbang balita, dan sebagian besar tidak membawa balita pada jadwal imunisasi
karena ada pekerjaan di luar rumah, sehingga tidak sempat membawa anaknya ke
lengkap kepada anak balita dapat mempengaruhi status gizinya secara positif karena
tubuh akan memiliki daya tahan terhadap penyakit-penyakit berbahaya yang dapat
mengakibatkan cacat atau kematian. Hal ini sejalan dengan pendapat Engle et.al
(1996), yang menyatakan bahwa asuh kesehatan meliputi praktek kebersihan dan
sanitasi lngkungan dan perawatan anak balita dalam keadaan sakit seperti pencarian
pelayanan kesehatan.
Prevalensi kejadian gizi kurang lebih banyak pada Ibu Balita yang memiliki
pola asuh kesehatan kategori tidak baik, yaitu sebesar 69,7% dan rasio prevalens
status gizi pada anak balita berdasarkan pola asuh kesehatan adalah sebesar 1,608,
artinya pola asuh kesehatan merupakan faktor risiko anak balita gizi kurang. Hasil uji
statistik dengan uji Chi square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
pola asuh kesehatan dengan kejadian gizi kurang (p<0,05). Mengacu pada hasil
tersebut bahwa semakin baik pola asuh kesehatan semakin menurun kejadian gizi
kurang
Anak balita yang kurang gizi jauh lebih mudah terkena diare daripada anak
yang lebih besar atau orang dewasa. Hal ini disebabkan anak balita harus
kegiatan asuh kesehatan pada keluarga masih rendah, khususnya dalam tindakan
imunisasi Balita. Kualitas asuh kesehatan yang dilakukan pada Balita sejak lahir
belum baik, sehingga daya tahan bayi (tingkat imunitas) terhadap kuman penyakit
juga rendah.
berganda dengan metode stepwise. Hasil analisis uji statistik menunjukkan bahwa
faktor-faktor yang memengaruhi kejadian gizi kurang, yaitu karakteristik Ibu Balita
(pengetahuan, pendapatan, jumlah anggota keluarga) dan pola asuh (asuh makan,
Pengetahuan ibu balita mempunyai nilai Exp (B) sebesar 17,669, artinya ibu
balita yang memiliki pengetahuan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian gizi
kurang (underweight) 18 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%; 3,063-101,925). Hal
ini sejalan dengan penelitian Yusrizal (2008) di wilayah pesisir Kabupaten Bireuen,
Demikian juga dengan pendapat Suhardjo (2003) pengetahuan gizi dipengaruhi oleh
berbagai faktor, di samping pendidikan yang pernah dijalani, faktor lingkungan sosial
dan frekuensi kontak dengan media massa juga memengaruhi pengetahuan gizi. Salah
satu sebab gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi atau kemauan untuk
pengetahuan ibu balita tentang masalah kesehatan terutama masalah gizi pada Balita
brosur, sehingga tindakan ibu dalam pencegahan kejadian gizi kurang semakin baik.
dominan terhadap kejadian gizi kurang. Berdasarkan hasil uji statistik pendapatan
mempunyai nilai Exp (B) sebesar 24,993, artinya ibu balita yang memiliki pendapatan
keluarga <UMK Kota Medan mempunyai peluang risiko kejadian gizi kurang
pengetahuan gizi ibu yang rendah diduga menjadi penyebab tingginya kejadian gizi
kurang pada anak balita. Dengan demikian, kondisi ekonomi (tingkat pendapatan)
memiliki peran langsung terhadap status gizi anak balita walaupun secara teoritis
tidak demikian
Hal ini sejalan dengan penelitian Kusriadi (2010) menyimpulkan bahwa faktor
yang berpengaruh terhadap gizi kurang pada anak Balita adalah status ekonomi
keluarga yang tergolong miskin berisiko meningkatkan gizi kurang 1,3 kali.
menyimpulkan bahwa prevalensi gizi kurang menurun secara signifikan (p<0,01) jika
Hal senada juga ditemukan pada penelitian Amosu et al. (2011) di Nigeria
menyimpulkan bahwa status gizi anak Balita usia 6-59 bulan masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat dan status sosial ekonomi miskin dari orang tua
berpengaruh terhadap pemenuhan gizi anak Balita Demikian juga hasil penelitian
Islam et al. (2014) di India menyimpulkan bahwa prevalensi gizi kurang berhubungan
anak balita. Hal ini disebabkan keadaan ekonomi sangat berpengaruh kepada
Jumlah anggota keluarga mempunyai nilai Exp (B) sebesar 7,945, artinya ibu
balita yang memiliki jumlah anggota keluarga besar mempunyai peluang risiko
kejadian gizi kurang (underweight) 8 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%; 1,524-
41,428).
Jumlah anggota keluarga dan pendapatan merupakan variabel yang sangat erat
kurang. Pendapatan kepala keluarga sebagian besar <UMK Kota Medan dan sebagian
terhadap pemenuhan gizi keluarga. Sedangkan berdasarkan urutan anak balita dalam
keluarga lebih banyak pada kelompok urutan ke dua dan ketiga, yaitu masing-masing
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Islam et al. (2014) di India
kurang. Demikian juga pada hasil penelitian Jalal dan Soekiman (1990) menyatakan
bahwa ada hubungan status gizi anak dengan pendapatan keluarga berdasarkan
perbedaan jumlah anggota keluarga. Semakin tinggi pendapatan dan semakin rendah
jumlah anggota keluarga, maka semakin baik pertumbuhan anak. Demikian juga hasil
keluarga 7-8 orang akan mengalami KEP dimulai pada anak nomor ke empat atau
yang lahir sesudahnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan jumlah anggota
keluarga yang besar dibarengi dengan distribusi makanan yang tidak merata akan
menyebabkan anak Balita dalam keluarga tersebut menderita KEP. Namun berbeda
Asuh makan mempunyai nilai Exp (B) sebesar 5,790, artinya ibu balita yang
memiliki pola asuh makan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian gizi kurang
(underweight) 6 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%; 1,035-32,402). Hal ini
ibu balita yang memiliki asuh makan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian
gizi kurang sebesar 2,6 kali. Demikian juga penelitian Zulfadli (2012) di Kecamatan
Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar, yang menyimpulkan bahwa ibu balita yang
memiliki asuh makan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian gizi kurang
sebesar 3,9 kali. Pola asuh makan memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat
kecukupan zat gizi anak balita. Hasil penelitian Islam et al. (2014) di India
Menurut Engle, Menon dan Haddad (1996), faktor ketersediaan sumber daya
pengasuhan, sanitasi dan penyehatan rumah, ketersediaan waktu serta dukungan ayah,
sebagai faktor yang memengaruhi status gizi. Pola pengasuhan turut berkontribusi
terhadap status gizi anak, salah satu pola pengasuhan yang berhubungan dengan
Asuh kesehatan mempunyai nilai Exp (B) sebesar 11,036, artinya ibu balita
yang memiliki pola asuh kesehatan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian
gizi kurang (underweight) 11 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%; 1,714-71,057).
pengaruhnya terhadap kejadian gizi kurang dibanding pola asuh makan. Kesadaran
ibu terhadap kesehatan anak balita belum sepenuhnya baik Akses ibu terhadap
informasi tentang pelayanan gizi dan kesehatan diduga mempengaruhi pola asuh
kesehatan ibu. Ibu balita di daerah penelitian memiliki akses yang baik terhadap
sarana pelayanan gizi dan kesehatan, terutama Posyandu. Namun, ibu memiliki
keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan gizi anak balita. Sebagian besar ibu balita
belum memperhatikan faktor gizi dalam memberikan makanan kepada anak. Kondisi
ekonomi keluarga dan tingkat pengetahuan gizi ibu yang rendah diduga menjadi
penyebab rendahnya konsumsi pangan anak balita. Dengan demikian, pola asuh
kesehatan ibu memiliki peran langsung terhadap status gizi anak balita.
menyimpulkan bahwa ibu balita yang memiliki asuh kesehatan tidak baik mempunyai
peluang risiko kejadian gizi kurang sebesar 9,8 kali. Demikian juga penelitian
menyimpulkan bahwa ibu balita yang memiliki asuh kesehatan tidak baik mempunyai
Hasil penelitian ini relevan dengan pendapat Engle et.al (1996), perilaku ibu
dalam menghadapi anak balita yang sakit dan pemantauan kesehatan terprogram
adalah pola pengasuhan kesehatan yang sangat memengaruhi status gizi anak balita.
Anak Balita yang mendapatkan imunisasi akan lebih rendah mengalami risiko
penyakit. Anak balita yang dipantau status gizinya di Posyandu melalui kegiatan
penimbangan akan lebih dini mendapatkan informasi akan adanya gangguan status
gizi. Sakit yang lama, berulang akan mengurangi nafsu makan yang berakibat pada
6.1 Kesimpulan
ibu Balita baik, pendapatan keluarga meningkat dan jumlah anggota keluarga
2. Pola asuh (asuh makan, asuh kesehatan) berpengaruh signifikan terhadap kejadian
gizi kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur.
Berarti apabila pelaksanaan asuh makan, asuh kesehatan pada Balita baik, maka
apabila pendapatan keluarga lebih kecil dari UMK Medan mempunyai peluang 25
6.2 Saran
89
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
90
dipahami oleh penduduk setempat seperti pembagian leaflet atau brosur dalam
saat hari buka Posyandu atau kunjungan rumah tentang asuh makan untuk
gizi menuju keluarga sadar gizi kepada masyarakat yang dapat berkontribusi
3 Ibu Balita
Mengupayakan peningkatan pengetahuan tentang gizi dan pola asuh anak Balita
Almatsier, S., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Amosu, A.M, Degun, A.M., Atulomah, N.O.S., Olanrewju., M.F., 2011. A Study of
the Nutritional Status of Under-5 Children of Low-Income Earners in a South-
Western Nigerian Community. Current Research Journal of Biological
Sciences 3(6): 578-585, 2011 ISSN:2041-0778 © Maxwell Scientific
Organization.
Ares, M., Martianto D., 2006. Estimasi kerugian ekonomi akibat status gizi buruk dan
biaya penanggulangannya pada balita di berbagai provinsi di Indonesia. Jurnal
Gizi dan Pangan. 2006;1(2):26-33.
Aritonang, I., 2004. Penyebab Gizi Buruk dan Kematian pada Anak Balita. Jurnal
Nutrisia, Media Informasi Gizi Ilmiah. Vol 5. No.1., 1-42.
Azwar., A., 2004. Aspek Kesehatan dan Gizi dalam Ketahanan Pangan dalam Widya
Karya Pangan dan Gizi Nasional VIII. 17-19 Mei 2004, Jakarta
Depkes RI, 2005. Gizi Dalam Angka. Dirjen Bina Masyarakat Direktorat Gizi
Masyarakat, Jakarta
Depkes RI., 2008. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Penelitian dan
Pengembangan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Depkes RI., 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-
2025, Jakarta.
91
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
92
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2014. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara, 2013, Medan.
Engle, P.L, P. Menon., L. Haddad., 1996. Care and Nutrition ; Concept and
Measurement. Washington D.C. International Food Policy Research Institute
(IFPRI)
Gibson., Rosalind., S., 2005. Principles of Nutritional Assessments. New York, USA:
Oxford University Press.
Islam, S, Mahanta TG, Sarma R, Hiranya S., 2014. Nutritional Status of under 5
Children belonging to Tribal Population Living in Riverine (Char) Areas of
Dibrugarh District, Assam. Indian J Community Med. 2014 Jul;39(3):169-74.
doi: 10.4103/0970-0218.137155. PMID: 25136158
Judarwanto., W., 2004. Mengatasi Kesulitan Makan pada Anak. Jakarta: Puspa Swara
Kemenkes RI., 2011. Panduan Penyelenggaraan PMT Pemulihan Bagi Balita Gizi
Kurang, Jakarta.
Kemenkes RI., 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Kusriadi, 2010. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Kurang Gizi pada
Anak Balita Di Provinsi NTB. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
Mahgoub, Salah E.O, Maria Nnyepi, Theodore Bandeke., 2006. Factors Affecting
Prevalence Of Malnutrition Among Children Under Three Years Of Age In
Botswana. African Journal of Food Agriculture Nutrition and Development,
Vol. 6, No. 1, 2006.
Moehdji, S., 2003. Ilmu Gizi dan Penanggulangan Gizi Buruk. Papas Sinar Sinanti,
Jakarta.
Mulyadi, D, 2003. Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC
pada Balita Berstatus Gizi Buruk di Kota Bogor. Tesis. Universitas Indonesia.
Ogunba., B.O. 2006. Maternal behavioral feeding practices and under-five nutrition:
implication for child development and care. Journal of Applied Sciences
Research 2(12): 1132-1136.
Prihatini, Sri dan Abas Basuni Jahari. 2007. “Faktor Resiko Kegemukan pada Anak
Sekolah Usia 6-18 Tahun di DKI Jakarta.” 30(1): 32-40.
Saputra., Wiko., Rahmah Hida Nurizzka., 2012. Faktor Demografi Dan Risiko Gizi
Buruk Dan Gizi Kurang. Makara, Kesehatan, Vol. 16, No. 2, Desember 2012:
95-101.
Satoto., 1990. Pertumbuhan dan perkembangan anak umur 0-18 bulan di Kecamatan
Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah [disertasi]. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Soegeng., S.. Anne Lies Ranti., 2009. Kesehatan dan Gizi. PT Rineka Cipta, Jakarta
Soekirman., 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Supariasa, IDN., Bakri, B dan Fajar, I., 2002. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta.
Sutomo, B dan Anggraini, DY. 2010. Menu Sehat Alami Untuk Balita & Batita. PT.
Agromedia Pustaka., Jakarta :
Tarigan., I.U, 2003. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak
Umur 3-36 Bulan Sebelum Dan Saat Krisis Ekonomi Di Jawa Tengah .
Buletin Penelitian Kesehatan Bulletin Of Health Studies Vol. 31 No. 1-2003.
UNICEF., 1998. The State of the World’s Children 1998. Oxford University Press,
New York.
WHO., 2005. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Widjaja., 2007. Gizi Tepat untuk Perkembangan Otak dan Kesehatan Balita. Kawan
Pustaka, Jakarta.
Yusnidaryani., 2009. Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga
Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara. Tesis SPS Universitas
Sumatera Utara, Medan
Yusrizal., 2008. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Dan Budaya Masyarakat Terhadap
Status Gizi Anak Balita Di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. Tesis SPS
Universitas Sumatera Utara, Medan
Zulfadli., 2012. Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Anak Balita Di Kecamatan
Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar. Tesis. S2 IK, FKM, USU, Medan.
KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN GIZI KURANG
PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GLUGUR
DARAT KECAMATAN MEDAN TIMUR
A. Karakteristik Responden
1. Umur :
2. Pendidikan : 1. Tamat SD 2. SLTP 3 SLTA 4 DIII
5. S-1
3. Pekerjaan : 1. IRT
2. PNS
3. Pegawai swasta
4. Wiraswasta/Berdagang
5.Bertani/ berkebun
6. Lainnya, sebutkan......................................
4. Pendapatan : ≥ UMK Medan (Rp.2.271.255)
B. Karakteristik Balita
1.Umur :
2.Jenis Kelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan
3.Berat Badan : :
4.Anak Ke :
95
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
96
C. PENGETAHUAN
Pengetahuan Ibu tentang Gizi
Petunjuk : Pilihlah salah satu jawaban pernyataan dibawah ini sesuai dengan
pengetahuan saudari.Berikan tanda X pada pernyataan yang diangap benar pada kotak
pilihan jawaban yang tersedia.
1 Benar (1)
2 Salah (0)
No Pertanyaan Jawaban
1 (B) 0 (S)
1 Setiap orang memerlukan zat gizi dalam jumlah yang cukup dan
tidak berlebihan agar dapat hidup sehat, namun juga tidak
kekurangan, sehingga dianjurkan:
a. Makanlah makanan yang beragam, bergizi dan berimbang
b. Makanlah makanan yang sudah di awetkan
c. Makanlah makanan yang banyak mengandung lemak dan serat
d. Makanlah makanan yang banyak mengandung lemak
2 Makanan bergizi adalah:
a. Makanan yang mengandung sumber energi, protein, vitamin dan
mineral
b Makanan yang banyak porsinya
c Makanan yang banyak porsinya, enak dan gurih
d. Makanan yang bersih dan menarik
3 Keuntungan pemberian ASI adalah ?
a. Bayi sehat, tidak mudah sakit, cerdas, dan tidak mudah cengeng
b. Menghemat biaya pengeluaran
c. Bayi cepat kenyang
d. Pengganti vitamin
4 Manfaat pemenuhan pemberian zat gizi bagi tubuh adalah untuk:
a. Meningkatkan berat badan
b. Membuat tubuh lincah
c. Mendapatkan tubuh yang gemuk
d. Membuat tubuh menjadi kuat
5 Menu makanan balita perlu diatur berdasarkan
a. Kesukaan ibu
b. Kebutuhan gizi
c. Keinginan pengasuh
d. Apa yang dimasak
6 Kekurangan gizi pada anak balita dapat mengakibatkan :
a. Mudah terserang penyakit
b. Anak memiliki perkembangan tubuh yang tepat
c. Anak akan sehat
d. Anak akan cerdas
4. Apakah Ibu membawa anak balita ke posyandu pada saat jadwal imunisasi?
1. Tidak
2. Ya
Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
p1 2,30 7,666 ,769 ,879
p2 2,53 8,464 ,606 ,890
p3 2,40 8,041 ,659 ,887
p4 2,37 7,826 ,728 ,882
p5 2,40 8,386 ,522 ,897
p6 2,47 7,982 ,740 ,881
p7 2,37 7,413 ,904 ,868
p8 2,67 9,678 ,204 ,908
p9 2,50 8,190 ,686 ,885
p10 2,60 8,800 ,558 ,893
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,898 10
100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
101
Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
Am1 9,47 42,533 ,408 ,952
Am2 10,33 34,575 ,987 ,933
Am3 9,53 41,568 ,733 ,943
Am4 9,90 38,300 ,825 ,939
Am5 10,13 36,395 ,868 ,938
Am6 10,33 34,575 ,987 ,933
Am7 10,33 34,575 ,987 ,933
Am8 10,27 42,892 ,507 ,949
Am9 10,67 40,368 ,989 ,938
Am10 9,73 41,444 ,859 ,942
Am11 10,10 42,507 ,534 ,948
Am12 10,20 42,648 ,510 ,949
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,946 12
Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
Ak1 3,27 4,754 ,781 ,865
Ak2 3,20 4,924 ,746 ,870
Ak3 3,23 4,737 ,819 ,861
Ak4 3,60 5,007 ,643 ,882
Ak5 3,40 4,593 ,812 ,861
Ak6 3,23 5,289 ,518 ,896
Ak7 3,67 5,333 ,520 ,895
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,892 7
Jenis Kelamin
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 39 40,6 40,6 40,6
Perempuan 57 59,4 59,4 100,0
Total 96 100,0 100,0
Umur Balita
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 13-24 Bulan 45 46,9 46,9 46,9
25-36 Bulan 24 25,0 25,0 71,9
37-48 Bulan 19 19,8 19,8 91,7
49-59 Bulan 8 8,3 8,3 100,0
Total 96 100,0 100,0
Anak ke
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pertama 22 22,9 22,9 22,9
Ke Dua 55 57,3 57,3 80,2
Ke Tiga 19 19,8 19,8 100,0
Total 96 100,0 100,0
103
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
104
Pendidikan
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tamat SD 2 2,1 2,1 2,1
Tamat SLTP 14 14,6 14,6 16,7
Tamat SLTA 69 71,9 71,9 88,5
Tamat Akademi/PT 11 11,5 11,5 100,0
Total 96 100,0 100,0
Pekerjaan
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak bekerja 59 61,5 61,5 61,5
Bekerja 37 38,5 38,5 100,0
Total 96 100,0 100,0
Pendapatan
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < UMK Kota Medan 67 69,8 69,8 69,8
>= UMK Kota Medan 29 30,2 30,2 100,0
Total 96 100,0 100,0
Setiap orang memerlukan zat gizi dalam jumlah yang cukup dan tidak
berlebihan agar dapat hidup sehat, namun juga tidak kekurangan
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 6 6,3 6,3 6,3
Benar 90 93,8 93,8 100,0
Total 96 100,0 100,0
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 54 56,3 56,3 56,3
Benar 42 43,8 43,8 100,0
Total 96 100,0 100,0
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 51 53,1 53,1 53,1
Benar 45 46,9 46,9 100,0
Total 96 100,0 100,0
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 50 52,1 52,1 52,1
Benar 46 47,9 47,9 100,0
Total 96 100,0 100,0
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 53 55,2 55,2 55,2
Benar 43 44,8 44,8 100,0
Total 96 100,0 100,0
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 57 59,4 59,4 59,4
Benar 39 40,6 40,6 100,0
Total 96 100,0 100,0
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 49 51,0 51,0 51,0
Benar 47 49,0 49,0 100,0
Total 96 100,0 100,0
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 52 54,2 54,2 54,2
Benar 44 45,8 45,8 100,0
Total 96 100,0 100,0
Pengetahuan
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak baik 56 58,3 58,3 58,3
Baik 40 41,7 41,7 100,0
Total 96 100,0 100,0
Sejak umur berapa balita mulai diberikan makanan tambahan seperti bubur tepung atau
bubur dicampur dengan pisang
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak diberikan 46 47,9 47,9 47,9
Kadang-kadang diberikan 6 6,3 6,3 54,2
Sejak usia 6 bulan 44 45,8 45,8 100,0
Total 96 100,0 100,0
ejak umur berapa balita mulai diberikan makanan tambahan buah, misalnya jeruk
pepaya
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak diberikan 54 56,3 56,3 56,3
Sejak usia 6 bulan 42 43,8 43,8 100,0
Total 96 100,0 100,0
Sejak umur berapa balita mulai diberikan makanan selingan seperti roti (kue),
agar-agar atau kacang hijau
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak diberikan 52 54,2 54,2 54,2
Sejak usia 1 tahun 44 45,8 45,8 100,0
Total 96 100,0 100,0
Kalau balita tidak suka pada menu makanan tertentu, apakah ibu mengusahakan
makanan lain
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kadang-kadang 96 100,0 100,0 100,0
Apakah makanan balita bervariasi setiap hari antara pagi sampai sore
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 8 8,3 8,3 8,3
Kadang-kadang 88 91,7 91,7 100,0
Total 96 100,0 100,0
Asuh makan
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak baik 52 54,2 54,2 54,2
Baik 44 45,8 45,8 100,0
Total 96 100,0 100,0
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 8 8,3 8,3 8,3
Tidak 88 91,7 91,7 100,0
Total 96 100,0 100,0
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya, Dibawa ke
Dokter / tenaga 96 100,0 100,0 100,0
kesehatan terdekat
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 64 66,7 66,7 66,7
Ya 32 33,3 33,3 100,0
Total 96 100,0 100,0
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 96 100,0 100,0 100,0
Apakah balita ditimbang setiap bulan
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 79 82,3 82,3 82,3
Ya 17 17,7 17,7 100,0
Total 96 100,0 100,0
Asuh kesehatan
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak baik 66 68,8 68,8 68,8
Baik 30 31,3 31,3 100,0
Total 96 100,0 100,0
Status Gizi
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Gizi Kurang 59 61,5 61,5 61,5
Normal 37 38,5 38,5 100,0
Total 96 100,0 100,0
Uji Bivariat
Pengetahuan * Status Gizi
Crosstab
Status Gizi
Gizi Kurang Normal Total
PengetahuanTidak baik Count 49 7 56
Expected Count 34,4 21,6 56,0
% within Pengetahuan 87,5% 12,5% 100,0%
% of Total 51,0% 7,3% 58,3%
Baik Count 10 30 40
Expected Count 24,6 15,4 40,0
% within Pengetahuan 25,0% 75,0% 100,0%
% of Total 10,4% 31,3% 41,7%
Total Count 59 37 96
Expected Count 59,0 37,0 96,0
% within Pengetahuan 61,5% 38,5% 100,0%
% of Total 61,5% 38,5% 100,0%
Chi-Square Tests
Risk Estimate
95% Confidence
Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Pengetahuan 21,000 7,222 61,065
(Tidak baik / Baik)
For cohort Status 3,500 2,028 6,041
Gizi = Gizi Kurang
For cohort Status ,167 ,081 ,341
Gizi = Normal
N of Valid Cases 96
Chi-Square Tests
Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square b
1,393 1 ,238
a
Continuity Correction ,931 1 ,335
Likelihood Ratio 1,386 1 ,239
Fisher's Exact Test ,284 ,167
Linear-by -Linear 1,379 1 ,240
Association
N of Valid Cases 96
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count
is 14,26.
Risk Estimate
95% Confidence
Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pekerjaan 1,658 ,714 3,846
(Tidak bekerja / Bekerja)
For cohort Status Gizi = 1,223 ,863 1,733
Gizi Kurang
For cohort Status Gizi = ,738 ,448 1,215
Normal
N of Valid Cases 96
Chi-Square Tests
Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
b
Pearson Chi-Square 45,830 1 ,000
a 42,791 1 ,000
Continuity Correction
Likelihood Ratio 48,871 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by -Linear 45,353 1 ,000
Association
N of Valid Cases 96
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
11,18.
Risk Estimate
95% Confidence
Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or
Pendapatan (< UMK 44,121 11,339 171,681
Kota Medan / >=
UMK Kota Medan)
For cohort Status 8,080 2,753 23,713
Gizi = Gizi Kurang
For cohort Status ,183 ,105 ,319
Gizi = Normal
N of Valid Cases 96
Chi-Square Tests
Risk Estimate
95% Confidence
Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or Jumlah
anggota keluarga 16,786 5,941 47,424
(Besar / Kecil)
For cohort Status Gizi = 3,046 1,868 4,968
Gizi Kurang
For cohort Status Gizi = ,181 ,089 ,372
Normal
N of Valid Cases 96
Chi-Square Tests
Risk Estimate
95% Confidence
Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio for Asuh 8,361 3,249 21,516
makan (Tidak baik / Baik)
For cohort Status Gizi = 2,274 1,509 3,427
Gizi Kurang
For cohort Status Gizi = ,272 ,144 ,513
Normal
N of Valid Cases 96
Chi-Square Tests
Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square b 1 ,014
6,052
a 4,990 1 ,025
Continuity Correction
Likelihood Ratio 5,973 1 ,015
Fisher's Exact Test ,023 ,013
Linear-by -Linear 5,989 1 ,014
Association
N of Valid Cases 96
Risk Estimate
95% Confidence
Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Asuh kesehatan 3,008 1,232 7,344
(Tidak baik / Baik)
For cohort Status 1,608 1,037 2,495
Gizi = Gizi Kurang
For cohort Status ,535 ,330 ,865
Gizi = Normal
N of Valid Cases 96
Logistic Regression
a,b
Classification Table
Predicted
Status Gizi Percentage
118
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
119
Model Summary
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke
Step likelihood R Square R Square
1 a
79,126 ,399 ,542
2 b ,497 ,674
62,093
3 b ,551 ,748
51,090
4 c ,578 ,785
45,169
c
5 40,911 ,596 ,810
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than ,001.
b. Estimation terminated at iteration number 6 because
parameter estimates changed by less than ,001.
c. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Classification Table
Predicted
Status Gizi Percentage