Anda di halaman 1dari 139

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kesehatan Masyarakat Tesis Magister

2016

Faktor-Faktor yang Memengaruhi


Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur
Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016

Hutagalung, Nency Tioria

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/2173
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN GIZI KURANG
PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GLUGUR
DARAT KECAMATAN MEDAN TIMUR TAHUN 2016

TESIS

Oleh

NENCY TIORIA HUTAGALUNG


137032228/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN GIZI KURANG
PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GLUGUR
DARAT KECAMATAN MEDAN TIMUR TAHUN 2016

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Kesehatan
Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

NENCY TIORIA HUTAGALUNG


137032228/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji
Pada Tanggal : 22 Desember 2016

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si


Anggota : 1. drh. Rasmaliah, M.Kes
2. Prof. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si
3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN GIZI KURANG


PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GLUGUR DARAT
KECAMATAN MEDAN TIMUR TAHUN 2016

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 22 Desember 2016


Penulis

Nency Tioria Hutagalung


137032228/IKM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Balita termasuk dalam golongan masyarakat kelompok rentan gizi. Prevalensi


gizi kurang pada Balita di kota Medan sebesar 15,1%. Di wilayah kerja Puskesmas
Glugur Darat Kecamatan Medan Timur kasus gizi kurang pada balita sebesar 9,93%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
gizi kurang pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat.Penelitian ini
menggunakan survey desaincross sectional. Penelitian ini dilaksanakan bulan Juli
sampai dengan September2016. Populasi adalah seluruh anak balita berjumlah 9.098
orang dan sampel sebanyak 96 orang. Metode pengukuran untuk status gizi Balita
menggunakan indeks antropometri Berat Badan menurut Umur ( BB/U ).
Karakteristik Ibu ( pengetahuan, pekerjaan, pendapatan keluarga dan jumlah anggota
keluarga ). Metode analisis data dengan tahapan analisis univariat, analisis bivariat
dengan uji chi-square dan multivariat menggunakan uji regressi logistik berganda
untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang,
yaitu pengetahuan, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga dan pola asuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik Karakteristik (pengetahuan,
pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga) dan Pola asuh (asuh makan, asuh
kesehatan) berpengaruh signifikan terhadap kejadian gizi kurang. Dapat disimpulkan
bahwa apabila pengetahuan ibu baik, pendapatan keluarga baik, jumlah anggota
keluarga kecil dan pelaksanaan polaasuh makan serta polaasuh kesehatan baik, maka
semakin rendah kejadian gizi kurang.Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah
pendapatan keluargaartinyaapabila pendapatan keluarga lebih kecil dari UMK Medan
mempunyai peluang 25 kali untuk terjadinya resiko kejadian gizi kurang
dibandingkan dengan pendapatan keluarga diatas UMK Medan.
Disarankan kepada; (1) Puskesmas Glugur Darat dan Dinas Kesehatan Kota Medan :
(a) mengupayakan peningkatan pengetahuan tentang gizi oleh tenaga kesehatan
kepada ibu Balita, (b) mengupayakan peningkatan kegiatan program Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) secara rutin, (c) mengupayakan peningkatan penyuluhan
oleh petugas kesehatantentang pentingnya asuh makan dan asuh kesehatan yang baik.
(2) Pemerintah Kota Medan mengupayakan program penanggulangan kemiskinan
perkotaan melalui peningkatan ketrampilan (income generating). (3) Ibu Balita
mengupayakan peningkatan pengetahuan tentang gizi dan pola asuh anak Balita ,rajin
mambaca leaflet yang diberikan dan berpartisipasi dalam kegiatan Posyandu.

Kata Kunci : Balita, Gizi Kurang, Pola Asuh, Pengetahuan Ibu, Pendapatan
Keluarga

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT

Balita (under five children) is vulnerable to under nutrition. The prevalence of


under nutrition in balita I’[n Medan is 15.1%, while it is 9.93% in the working area
of GlugurDaratPuskesmas (Public Health Center), Medan TimurSubdistrict.
The objective of the research was to find out some factors which influenced
the incidence of under nutrition in balita in the working area of
GlugurDaratPuskesmas. The research was a survey with cross sectional design. It
was conducted from July until September 2016. The population was 9,096
respondents, and 96 of them were used as the samples. Bb/u (Anthropometry Index of
Weight) according to age and women’s characteristics (knowledge, occupation,
family income, and the number of family members) was used to measure nutritional
status in balita. The data were analyzed by usingunivariate analysis, bivariate
analysis with chi square test and multivariate analysis with multiple logistic
regression analysis in order to analyze some factors (knowledge, family income, the
number of family members, and care pattern) which influenced the incidence of
nutritional deficiency.
The result of the research showed that, statistically, women’s characteristics
(knowledge, occupation, family income, and the number of family members) and care
pattern (eating and health patterns) had significant influence on the incidence of
under nutrition. It could be concluded that when women’s knowledge, family income,
and the implementation of eating and health patterns were good, the coverage of
under nutrition would decrease. The variable which had the most dominant influence
was family income which indicated that when family income was less than UMK
(City Minimum Wage) of Medan, it had 25 times of the possibility to have the risk for
under nutrition, compared with family income which was above UMK of Medan.
It is recommended that 1) the management of GlugurDaratPuskesmas a)
improve the knowledge of nutrition in women who had balita, b) increase PMT
(Giving Food Supplement) regularly, and c) increase counseling by health care
providers about the importance of good eating and health patterns. 2) The Medan
City Administration should perform urban extricating poverty program by increasing
skill (income generating). 3) Women who had balita should improve their knowledge
of nutrition and balita care pattern, read leaflets diligently, and participate in
posyandu (integrated health post)) activities.

Keywords: Under Five Children, Under Nutrition, Care Pattern, Family Income
Women’s Knowledge

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Faktor-Faktor

yang Memengaruhi Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum sebagai Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Dekan dan Ketua Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

3. Prof. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan drh.

Rasmaliah, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh

perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu

untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Prof. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si dan Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D

selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,

mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari

proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

6. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Kepala Puskesmas Glugur Darat Kota Medan dan para staf yang telah membantu

peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

8. Secara istimewa rasa cinta dan terimakasih tak terhingga penulis persembahkan

kepada Ibunda Rumina Br Purba dan ibu mertua Nursiti br Hutabarat atas kasih

sayang, perhatian, pengertian, dan doa yang tulus kepada penulis, sehingga bisa

menyelesaikan pendidikan ini.

9. Rasa cinta dan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada suami tercinta Ir.

Tommy Sitompul, putra-putri yang tercinta Samuel Albert Sitompul, Steven

Andrew Sitompul dan Putri Cecilia Sitompul yang selalu memberikan motivasi

dan semangat, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan

pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, 22 Desember 2016


Penulis

Nency Tioria Hutagalung


137032228/IKM

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP

Nency Tioria Hutagalung, lahir di Medan pada tanggal 17 Januari 1968, anak

kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan almarhum Saut Hutagalung dan Ibunda

Rumina br. Purba.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar SD RK

Setia Budi Medan pada tahun 1980, pendidikan menengah pertama di SMP Budi

Murni 1 Medan pada tahun 1983, pendidikan menengah atas di SMAN 7 Medan pada

tahun 1986. Pendidikan S1 di Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Sumatera

Utara Medan pada tahun 1995.

Mulai bekerja sebagai dokter PTT tahun 1996 dan pelaksana Kepala

Puskesmas Situmeang Habinsaran Kecamatan Sipoholon dari tahun 1997 sampai

tahun 1999. Tahun 2000 sebagai dokter PNS dan tahun 2001 sebagai pelaksana

Kepala Puskesmas Sitada-tada Kecamatan Sipoholon. Tahun 2003 sampai dengan

2006 sebagai dokter di Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur. Tahun

2006 sampai dengan 2013 sebagai Kepala Pudskesmas Simalingkar, Kecamatan

Medan Tuntungan. Tahun 2013 sampai sekarang sebagai dokter di Puskesmas Pulo

Brayan Kecamatan Medan Barat. Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program

Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan

Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

sejak tahun 2013 hingga saat ini.

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman

ABSTRAK ............................................................................................................ i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1


1.2 Permasalahan..................................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 8
1.4 Hipotesis ............................................................................................ 8
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................... 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 9

2.1 Status Gizi ......................................................................................... 9


2.2 Penilaian Status Gizi ........................................................................ 10
2.2.1 Indeks Pengukuran Status Gizi dengan Antropometri ............. 11
2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Anak Balita ............. 13
2.4 Pola Asuh .......................................................................................... 19
2.4.1 Pola Asuh Makan .................................................................... 20
2.4.2 Pola Asuh Kesehatan............................................................... 23
2.4.3 Pola Asuh Diri ......................................................................... 24
2.5 Karakteristik Keluarga ...................................................................... 24
2.5.1 Pengetahuan ............................................................................ 24
2.5.2 Tingkat Pendidikan ................................................................. 27
2.5.3 Tingkat Pendapatan ................................................................. 28
2.5.4 Jumlah Anggota Keluarga ....................................................... 29
2.6 Landasan Teori .................................................................................. 30
2.7 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................. 32
BAB 3. METODE PENELITIAN ...................................................................... 33

3.1 Jenis Penelitian .................................................................................. 33


3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 33
3.2.1 Lokasi Penelitian ..................................................................... 33
3.2.2 Waktu Penelitian ..................................................................... 33
3.3 Populasi dan Sampel ......................................................................... 33

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3.1 Populasi ................................................................................... 33
3.3.2 Sampel ..................................................................................... 34
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 35
3.4.1 Data Primer ............................................................................. 36
3.4.2 Data Sekunder ......................................................................... 36
3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ........................................................ 36
3.5 Variabel dan Definisi Operasional .................................................... 38
3.5.1 Variabel Bebas ......................................................................... 38
3.5.2 Variabel Terikat ....................................................................... 38
3.5.3 Definisi Operasional................................................................. 39
3.6 Metode Pengukuran ......................................................................... 39
3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas dan terikat ..................... 42
3.7 Metode Analisis Data ........................................................................ 42
BAB 4. HASIL PENELITIAN ............................................................................ 44

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian............................................................... 44


4.2 Analisis Univariat.............................................................................. 47
4.2.1 Karakteristik Balita ................................................................. 47
4.2.2 Karakteristik Ibu Balita ........................................................... 49
4.2.3 Pengetahuan ............................................................................ 51
4.2.4 Pola Asuh ................................................................................ 53
4.2.5 Status Gizi Balita..................................................................... 60
4.3 Analsis Bivariat ................................................................................. 60
4.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Status Gizi Balita ................. 61
4.3.2 Hubungan Pekerjaan dengan Status Gizi Balita...................... 61
4.3.3 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Balita ... 61
4.3.4 Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Status Gizi
Balita ....................................................................................... 62
4.3.5 Hubungan Asuh Makan dengan Status Gizi Balita ................. 62
4.3.6 Hubungan Asuh Kesehatan dengan Status Gizi Balita ........... 62
4.4 Analisis Multivariat ........................................................................... 63
4.4.1 Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) ................... 63
4.4.2 Pengujian Hipotesis ................................................................. 64
BAB 5. PEMBAHASAN ...................................................................................... 67

5.1 Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita .......................................... 67


5.2 Karakteristik Anak Balita .................................................................. 69
5.3 Karakteristik Ibu................................................................................ 70
5.3.1 Pengetahuan ............................................................................ 70
5.3.2 Pekerjaan ................................................................................. 72
5.3.3 Pendapatan Keluarga ............................................................... 73
5.3.4 Jumlah Anggota Keluarga ....................................................... 76
5.4 Pola Asuh .......................................................................................... 77

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.4.1. Asuh Makan 77
5.4.2. Asuh Kesehatan80
5.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Gizi Kurang 82
5.5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Kejadian Gizi Kurang 82
5.5.2. Pengaruh Pendapatan terhadap Kejadian Gizi Kurang83
5.5.3. Pengaruh Jumlah Anggota Keluarga terhadap Kejadian Gizi
Kurang 85
5.5.4. Pengaruh Asuh Makan terhadap Kejadian Gizi Kurang 86
5.5.5. Pengaruh Asuh Kesehatan terhadap Kejadian Gizi Kurang 87

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................89


6.1 Kesimpulan 89
6.2 Saran 89

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................91

LAMPIRAN......................................................................................................................................95

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Distribusi Sampel Menurut Kelurahan...........................................................................35


3.2 Metode Pengukuran Variabel Bebas dan Terikat.........................................................42
4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat
Kecamatan Medan Timur Tahun 2016...........................................................................45
4.2 Distribusi Jumlah Balita Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat
Kecamatan Medan Timur Tahun 2016...........................................................................46
4.3 Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas Glugur
Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016................................................................46
4.4 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Balita..................................................................48
4.5 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Ibu Balita..........................................................50
4.6 Distribusi Berdasarkan Pengetahuan...............................................................................53
4.7 Distribusi Berdasarkan Kategori Pengetahuan.............................................................53
4.8 Distribusi Berdasarkan Asuh Makan...............................................................................56
4.9 Distribusi Berdasarkan Kategori Asuh Makan.............................................................57
4.10 Distribusi Berdasarkan Asuh Kesehatan........................................................................59
4.11 Distribusi Berdasarkan Kategori Asuh Kesehatan......................................................60
4.12 Distribusi Berdasarkan Status Gizi Balita......................................................................60
4.13 Hubungan Variabel Bebas dengan Variabel Terikat....................................................63
4.14 Overall Model Fit..................................................................................................................64
4.15 Hasil Uji Regresi Logistik......................................................................................................66

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Landasan Teori.......................................................................................................................31


2.2 Kerangka Konsep Penelitian.............................................................................................32

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian.................................................................................................................95

2 Uji Validitas dan Reliabilitas................................................................................................100

3 Uji Univariat dan Bivariat.....................................................................................................103

4 Uji Multivariat..........................................................................................................................118

5 Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan....................122

6 Surat Izin Selesai Penelitian dari Puskesmas Glugur Darat Medan.........................123

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Derajat kesehatan yang optimal dapat dilihat dari unsur kualitas hidup serta

unsur–unsur mortalitas dan yang mempengaruhinya, yaitu morbiditas dan status gizi.

Keadaan gizi yang baik adalah syarat utama untuk mewujudkan sumber daya manusia

yang berkualitas dalam pembangunan kesehatan. Tujuan pembangunan kesehatan

menuju Indonesia Sehat 2025, adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang melalui terciptanya masyarakat, bangsa

dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku

dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata di seluruh wilayah Republik

Indonesia (Depkes RI, 2009).

Menurut UNICEF (United Nation of Children and Education Federation)

Masalah gizi dalam pembangunan kependudukan masih merupakan persoalan yang

dianggap menjadi masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia (UNICEF

2009), Oleh karena itu, persoalan ini menjadi salah satu butir penting yang menjadi

kesepakatan global dalam MDGs (Milleneum Development Goals). Setiap negara

secara bertahap harus mampu mengurangi jumlah balita bergizi buruk atau gizi

kurang mencapai 15,5 persen pada tahun 2015.

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

Kekurangan gizi dapat memberikan konsekuensi buruk dimana manifestasi

terburuk dapat menyebabkan kematian. Masalah gizi buruk dan gizi kurang

nampaknya belum dapat teratasi dengan baik dalam skala internasional maupun

nasional, tercatat 101 juta anak di dunia dibawah lima tahun menderita kekurangan

gizi (UNICEF, 2013).

Permasalahan gizi ini di Indonesia juga merupakan salah satu persoalan utama

dalam pembangunan manusia. Sebagai salah satu negara dengan kompleksitas

kependudukan yang sangat beraneka ragam, Indonesia dihadapi oleh dinamika

persoalan gizi buruk (Ares, 2006). Walaupun proses pembangunan di Indonesia telah

mampu mengatasi persoalan ini, tetapi dilihat dari kecenderungan data statistik, masih

banyak persoalan yang perlu diselesaikan terutama yang menyangkut persoalan balita

gizi kurang.

Masa balita merupakan masa keemasan kedua bagi anak. Pertumbuhan balita

pada masa ini tidak bertumbuh sepesat saat masa bayi, tetapi kebutuhan nutrisi

mereka tetap merupakan prioritas utama dalam perkembangan seorang anak (Sutani,

2008). Menurut Soegeng (2009) ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka

balita termasuk dalam golongan masyarakat kelompok rentan gizi, yaitu kelompok

masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, sedangkan pada saat ini

mereka sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat. Akibat dari kurang

gizi ini kerentanan terhadap penyakit infeksi dapat menyebabkan meningkatnya

angka kematian balita.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

UNICEF tahun 1998 menyatakan bahwa krisis ekonomi, politik, sosial

merupakan akar permasalahan gizi kurang, sedangkan penyebab langsung adalah

ketidakseimbangan antara asupan makanan yang berkaitan dengan penyakit infeksi.

Kekurangan asupan makanan membuat daya tahan tubuh sangat lemah, memudahkan

terkena penyakit infeksi, ditambah dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk,

sehingga menyebabkan gizi kurang (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan model yang di kembangkan Unicef 1998, penyebab kurang gizi

(malnutrition) disebabkan oleh beberapa faktor, penyebab kurang gizi secara

langsung di pengaruhui oleh penyakit infeksi dan tidak cukupnya asupan gizi secara

kuantitas maupun kualitas. Sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh

jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang memadai,

kurang baiknya kondisi sanitasi lingkungan serta rendahnya ketahanan pangan di

tingkat rumah tangga (UNICEF, 1998).

Pola asuh anak sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan

anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa

dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang

cukup dan memadai. Kekurangan gizi dapat menimbulkan gangguan tumbuh

kembang secara fisik, mental, sosial dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus

dibawa sampai anak menjadi dewasa. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar

tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya. Pengasuhan kesehatan dan

makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan anak.

Secara lebih spesifik, kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

pertumbuhan badan, lebih penting lagi keterlambatan perkembangan otak dan dapat

pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi

(Soegeng, 2009).

Beberapa hasil penelitian terkait dengan status gizi, yaitu hasil penelitian

Mahgoub et al. (2006) di Botswana menyimpulkan malnutrisi secara signifikan

(p<0,01) lebih tinggi di antara anak laki-laki dari pada anak perempuan. Anak balita

yang dibesarkan oleh orang tua tunggal cenderung mengalami gizi kurang secara

signifikan (p<0,01) daripada anak balita yang tinggal bersama kedua orang tua.

Prevalensi gizi kurang menurun secara signifikan (p<0,01) jika pendapatan keluarga

meningkat. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin rendah tingkat gizi

kurang. Praktik pengasuhan anak seperti pemberian ASI ditemukan mengurangi

terjadinya gizi kurang pada anak balita.

Hasil penelitian Devi (2010) menyimpulkan faktor yang paling dominan

berhubungan dengan status gizi adalah jenis pekerjaan ayah dan jenis pekerjaan ibu.

Jenis kelamin, umur balita, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan orang tua,

dan jenis pekerjaan orang tua berhubungan dengan status gizi balita di pedesaan.

Hasil penelitian Kusriadi (2010) menyimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh

terhadap gizi kurang pada anak balita adalah status ekonomi keluarga yang tergolong

miskin berisiko meningkatkan kurang gizi 1,3 kali, perilaku higienis ibu yang kurang

baik berisiko sebesar 1,4 kali, adanya penyakit infeksi pada anak balita berisiko

sebesar 1,8 kali.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

Hasil penelitian Saputra dan Nurizzka (2012) menyimpulkan bahwa masih

banyak anak balita yang memiliki gizi buruk di Sumatera Barat dimana prevalensi

gizi buruk sekitar 17,6% dan gizi kurang sekitar 14%. Kemiskinan dan tingkat

pendidikan orang tua merupakan faktor utama penyebab balita menderita gizi buruk

dan gizi kurang. Hasil penelitian Zulfadli (2012) menyimpulkan bahwa pola asuh

makan dan pola asuh kesehatan berpengaruh terhadap status gizi anak balita. Pola

asuh makan lebih dominan memengaruhi status gizi anak balita.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan prevalensi gizi kurang pada

balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4% tahun 2007

menurun menjadi 17,9% tahun 2010 kemudian meningkat menjadi 19,6% tahun

2013. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk, yaitu dari 5,4% pada tahun

2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa

setiap tahun selama periode 2010-2013 ada peningkatan jumlah gizi kurang dan gizi

buruk (Kemenkes RI, 2013).

Provinsi Sumatera Utara yang terdiri atas 33 kabupaten/kota memiliki angka

prevalensi balita gizi buruk dan kurang pada tahun 2013 sebesar 22,4% yang terdiri

dari 8,3% gizi buruk dan 14,1% gizi kurang. Angka ini lebih tinggi 2,8% dengan

angka prevalensi gizi berat dan kurang secara nasional, yaitu 19,6%. Prevalensi gizi

kurang dan gizi buruk sebesar 22,4% di Sumatera Utara masih termasuk dalam

kategori tinggi. Dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara, 17 provinsi memiliki

prevalensi gizi berat dan kurang di atas angka prevalensi provinsi, yaitu berkisar

antara 22,6% di kabupaten Serdang Bedagai sampai 41,4% di kabupaten Padang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

Lawas. Angka prevalensi gizi buruk dan kurang tertinggi terdapat pada 3 (tiga)

kabupaten, yaitu Kabupaten Padang Lawas sebesar 41,4%, Nias Utara sebesar 40,7%

dan Nias Barat sebesar 37,5%. Sedangkan berdasarkan sasaran MDG’s 2015

prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita sebesar 15,5% (Dinas Kesehatan

Provinsi Sumatera Utara, 2015).

Satu hal penting yang perlu diperhatikan untuk mempertajam identifikasi akar

masalah gizi buruk dan kurang, yaitu adanya fakta bahwa kasus gizi buruk dan

kurang tidak selalu terjadi pada keluarga miskin atau yang tinggal di lingkungan

miskin. Begitu juga sebaliknya, tidak selamanya pada lingkungan yang tidak rawan

gizi atau lingkungan yang baik selalu ditemukan bayi, balita, dan anak dengan

keadaan gizi baik. Secara epidemiologis kasus gizi buruk dan kurang ini merupakan

landasan ilmiah untuk penyusunan kebijakan gizi kesehatan masyarakat yang

difokuskan pada peningkatan kesehatan melalui gizi untuk pencegahan primer,

pengendalian, dan penanganan penyakit terkait gizi.

Kota Medan merupakan salah satu bagian wilayah Provinsi Sumatera Utara.

Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Kota Medan tahun 2013 sebesar 19,3% yang

terdiri dari 4,2% gizi buruk dan 15,1% gizi kurang. Angka prevalensi ini mendekati

angka nasional, yaitu sebesar 19,6%. Sedangkan berdasarkan sasaran MDG’s 2015

prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita sebesar 15,5%, angka prevalensi ini

termasuk dalam kategori tinggi (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2015).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatera Utara tahun

2015, Kota Medan mendapat ranking kedua (2) kasus balita gizi buruk terbanyak di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

Sumut dengan jumlah 113 kasus, setelah Kabupaten Asahan yang berjumlah 117

kasus. Tahun 2015 balita yang menderita gizi buruk di Provinsi Sumatera Utara

mencapai 1.152 kasus. Jumlah tersebut sedikit menurun dibanding 2014, yakni 1.196

kasus. Selain Kota Medan dan Asahan ada beberapa kabupaten/kota lagi yang angka

kasus gizi buruknya tinggi, yaitu Kota Gunung Sitoli 76 kasus, Langkat 72 kasus,

Nias Barat 71 kasus, Mandailing Natal 62 kasus, Dairi 55 kasus, Serdang Bedagai 52

kasus, Batubara 49 kasus, Tapanuli Tengah 43 kasus .

Puskesmas Glugur Darat, Kecamatan Medan Timur merupakan salah satu

puskesmas dari 39 Puskesmas di Kota Medan yang memiliki kasus gizi buruk dan

kurang pada balita masih tinggi, yaitu dengan prevalensi sebesar 9,93%. Berdasarkan

hasil pemantauan status gizi di Puskesmas Glugur Darat Tahun 2014 ditemukan kasus

gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 59 balita, terdiri dari 3 balita gizi buruk dan 56

balita gizi kurang. Tahun 2015 kasus gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 21 balita,

terdiri dari 4 balita gizi buruk dan 17 balita gizi kurang meskipun Kecamatan Medan

Timur merupakan wilayah perkotaan. Menurut Depkes RI (2008) besarnya masalah

gizi kurang pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat secara

epidemiologi jika prevalensi gizi kurang >5%.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan kajian

tentang “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Gizi Kurang pada Anak Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

1.2 Permasalahan

Kasus gizi kurang pada anak balita masih relatif tinggi di Wilayah Kerja

Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur dan kajian komprehensif tentang

faktor-faktor apa saja yang memengaruhi gizi kurang pada anak balita masih terbatas.

Sedangkan informasi tersebut dibutuhkan dalam menyusun kebijakan dan program

perbaikan gizi masyarakat yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur

Darat Kecamatan Medan Timur.

1.4 Hipotesis

Karakteristik ibu anak balita (pengetahuan, pekerjaan, pendapatan keluarga,

jumlah anggota keluarga), dan Pola asuh (asuh makan, asuh kesehatan) berpengaruh

terhadap kejadian gizi kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan

Medan Timur.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi puskesmas, sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan program

penanganan gizi dan merencanakan program penanggulangan gizi anak balita.

2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita.

3. Bagi ibu balita, penelitian ini dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi

Status gizi berarti keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang

ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu

(Soekirman, 2000). Sedangkan menurut Supariasa dkk. (2002), satus gizi adalah

ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan

dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu dan merupakan indeks yang statis dan

agregatif sifatnya kurang peka untuk melihat terjadinya perubahan dalam waktu yang

pendek misalnya dalam sebulan.

Menurut Depkes RI (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan

seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan penggunaan zat gizi yang

berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan

indikator yang digunakan. Menurut Suharjo (2003), status gizi adalah keadaan

kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan

energi serta zat gizi lainnya yang diperoleh dari pangan, makanan dan fisiknya dapat

diukur secara antropometri. Menurut Almatsier (2009), status gizi adalah keadaan

tubuh sebagai akibat konsumsi makan dan penggunaan zat-zat gizi dan gangguan gizi

terjadi baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih. Status gizi balita yang

tidak seimbang menyebabkan pertumbuhan seorang anak akan terganggu,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

misalnya anak tersebut gizi kurang (underweight), kurus (wasted), pendek (stunted)

atau gizi lebih (overweight).

2.2. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi, secara garis besar dibedakan atas 2 jenis yaitu: (1)

penilaian status gizi secara langsung yang terdiri dari: biokimia, klinis, antropometri,

dan biofisik, (2) penilaian status gizi secar tidak langsung terdiri dari: survei

konsumsi makanan, statistik vital dari faktor ekologi. Penggunaan metode penilaian

status gizi dengan pertimbangan tujuan unit sampel, jenis informasi tingkat

reliabilitas dan akurasi, ketersediaan fasilitas dan peralatan, tenaga dan waktu

penilaian.

Menurut Siagian (2010), penilaian status gizi balita yang paling sering

dilakukan adalah dengan cara penilaian antropometri. Secara umum antropometri

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi

tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk

melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.

Menurut Gibson (2005) salah satu metode untuk menilai status gizi secara

langsung adalah dengan antropometri. Antropometri berarti ukuran tubuh manusia,

sehingga antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran

dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Indeks antropometri yang direkomendasikan antara lain: berat badan menurut

umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), tinggi badan menurut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

umur (TB/U), lingkar lengan atas (LILA), lingkar dada menurut umur (LIDA),

lingkar kepala (LIKA), tebal lemak bawah kulit menurut umur dan rasio lingkar

panggul dengan pinggul.

2.2.1 Indeks Pengukuran Status Gizi dengan Antropometri

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tanggal 30

Desember 2010 Nomor : 1995/Menkes/SK/XII/2010 bahwa status gizi balita diukur

berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dan indeks massa tubuh

(IMT). Variabel ini disajikan dalam bentuk yaitu : berat badan menurut umur (BB/U),

panjang badan menurut umur (PB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat

badan menurut panjang badan (BB/PB), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

dan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U).

a. Berdasarkan Kategori BB/U


Kategori gizi buruk Z-Score < -3 SD

Kategori gizi kurang Z-Score -3SD sampai dengan < -2 SD

Kategori gizi baik Z-Score -2SD sampai dengan 2 SD

Kategori gizi lebih Z-Score > 2 SD

b. Berdasarkan Kategori PB/U dan TB/U

Kategori sangat pendek Z-Score < -3 SD

Kategori pendek Z-Score -3SD sampai dengan < -2 SD

Kategori normal Z-Score -2SD sampai dengan 2 SD

Kategori tinggi Z-Score > 2 SD

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

c. Berdasarkan Kategori BB/PB dan BB/TB


Kategori sangat kurus Z-Score <-3SD

Kategori kurus Z-Score -3 SD sampai dengan < -2 SD

Kategori normal Z-Score -2 SD sampai dengan 2 SD

Kategori gemuk Z-Score > 2 SD

Menurut Depkes RI (2008), status gizi balita berdasarkan indikator BB/U

memberikan gambaran tentang status gizi bersifat umum, tidak spesifik. Tinggi

rendahnya prevalensi gizi buruk atau gizi kurang mengindikasikan ada tidaknya

masalah gizi pada balita, namun tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi

tersebut bersifat akut atau kronis.

Status gizi yang didasarkan pada indikator BB/TB menggambarkan status gizi

bersifat akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang pendek

seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena menderita diare. Dalam

keadaan demikian berat badan anak akan cepat turun, sehingga tidak proporsional

dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus. Selain mengindikasikan masalah

gizi bersifat akut, juga dapat digunakan sebagai indikator kegemukan. Dalam hal ini

berat badan akan melebihi proporsi normal terhadap tinggi badan. Besarnya masalah

kekurusan (kurus dan sangat kurus) pada balita yang masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat adalah jika prevalensi kekurusan >5%. Masalah kesehatan

masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kekurusan antara 10,1%-15,0% dan

dianggap kritis bila prevalensi kekurusan sudah diatas 15,0%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Status gizi berdasarkan indikator TB/U menggambarkan status gizi bersifat

kronis, sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan,

perilaku pola asuh yang kurang baik, sering menderita penyakit secara berulang

karena higiene dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.

2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Anak Balita

Akar masalah faktor penyebab gizi kurang adalah krisis ekonomi, politik dan

sosial. Hal tersebut menyebabkan terjadinya berbagai masalah pokok dalam

masyarakat, seperti: (a) pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan,

(b) kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya

masyarakat serta (c) kurang pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan. Masalah-

masalah pokok pada masyarakat menyebabkan 3 (tiga) hal sebagai penyebab tidak

langsung kurang gizi, yaitu (1) tidak cukup persediaan pangan, (2) pola asuh anak

tidak memadai, dan (3) sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar tidak

memadai. Timbulnya ketiga masalah tersebut mengakibatkan makanan tidak

seimbang serta menimbulkan penyakit infeksi sebagai penyebab langsung kurang gizi

(UNICEF, 1998).

Menurut Suhardjo (2003) faktor-faktor yang memengaruhi status gizi adalah :

(1) faktor pertanian yang meliputi seluruh usaha pertanian mulai dari penanaman

sampai dengan produksi dan pemasaran; (2) faktor ekonomi, yaitu besarnya

pendapatan keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga;

(3) faktor sosial budaya meliputi kebiasaan makan, anggapan terhadap suatu makanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan tertentu, kesukaan terhadap jenis

makanan tertentu; (4) faktor fisiologi, yaitu metabolisme zat gizi dan pemanfaatannya

oleh tubuh, keadaan kesehatan seseorang, adanya keadaan tertentu misalnya hamil

dan menyusui; dan (5) faktor infeksi, yaitu adanya suatu penyakit infeksi dalam

tubuh.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap status gizi selain faktor-faktor diatas

adalah besar keluarga, pengetahuan gizi dan tingkat pendidikan seseorang (Suhardjo,

2003). Besar keluarga meliputi banyaknya jumlah individu dalam sebuah keluarga,

pembagian makan dalam keluarga dan jarak kelahiran anak.

Pengetahuan gizi akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan sehari-

hari dalam menyediakan kebutuhan pangan, sedangkan tingkat pendidikan seseorang

akan memengaruhi daya nalar seseorang dalam interpretasi terhadap suatu hal.

Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat dengan

pendidikan. Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang tinggi mungkin

akan dapat kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan baik. Membesarkan

anak sehat tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun seorang ibu perlu

keterampilan yang baik. Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan kemampuan untuk

menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari merupakan penyebab kejadian

gangguan kurang gizi (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Soekirman (2000), faktor penyebab kurang gizi atau yang

mempengaruhi status gizi seseorang adalah :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

1. Penyebab langsung, yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin

diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang,

tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan makanan cukup baik, tetapi

sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita kurang gizi.

Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan

tubuhnya akan melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang

dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi.

2. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan

anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan..

Beberapa variabel yang merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian kurang gizi pada anak balita sebagai berikut:

a. Asupan Zat Gizi

Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan zat-zat gizi pada tingkat sel

dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi yang tepat yang diperlukan tubuh untuk

tumbuh, berkembang dan berfungsi normal. Makanan yang ideal harus mengandung

cukup energi dan semua zat gizi esensial (komponen bahan makanan yang tidak dapat

disintesis oleh tubuh sendiri tetapi diperlukan bagi kesehatan dan pertumbuhan) harus

tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan sehari-harinya. Jumlah

energi dan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan normal tergantung dari

kualitas zat gizi yang diasup, bagaimana zat gizi dicerna, bagaimana zat gizi diserap

dan penggunaan oleh tubuh itu sendiri (Pudjiadi, 2005).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam

peningkatan kualitas fisik, mental dan kecerdasan. Oleh karena itu asupan pangan

masih perlu dipelajari karena berhubungan dengan keadaan kesehatan dan gizi

masyarakat atau individu di suatu wilayah (Prihatini et al., 2007). Status gizi buruk

pada anak balita akibat dari asupan gizi yang jelek, cenderung meningkat seiring

dengan menurunnya kemampuan masyarakat untuk memperoleh pangan (Aritoang,

2004).

Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X tahun

2012, angka kecukupan gizi (AKG) kebutuhan energi usia 0-6 bulan dengan BB 6

kilogram dan TB 61 centimeter sebesar 550 kkal/ hari, usia 7-11 bulan dengan BB 9

kilogram dan TB 71 centimeter sebesar 725 kkal/ hari, usia 1-3 tahun dengan BB 13

kilogram dan TB 91 centimeter adalah berkisar 1125 kkal/ hari, dan untuk usia 4-6

tahun dengan BB 19 kilogram dan TB 112 centimeter sebesar 1600 kkal/hari.

Kebutuhan protein untuk anak usia 0-6 bulan adalah 12 gram/hari, usia 7-11 bulan 18

gram/hari, usia 1-3 tahun 26 gram/hari, dan untuk usia 4-6 tahun sebesar 35 gram/hari

Menurut Siagian (2010) salah satu metode dalam menilai kebiasaan asupan

adalah FFQ (Food Frequency Questionnaire) merupakan salah satu metode yang

cocok untuk penilaian kebiasan asupan pangan dalam kajian epidemiologis. Dengan

modifikasi, metode ini dapat menyediakan data asupan kebiasaan zat gizi. FFQ sering

dirancang untuk mendapatkan informasi yang spesifik, seperti asupan zat gizi makro

dan mikro.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

Penelitian Preston et al, (2011) pada anak sekolah di Poerto Rico,

menunjukkan bahwa validasi dengan menggunakan metode FFQ adalah tepat

digunakan untuk mengestimasi asupan energi pada anak sekolah di Poerto Rico, serta

mikronutrien pada anak sekolah menengah atas. Hasil dari penelitian ini kini menjadi

instrumen terbaru yang digunakan pada studi dietary pada anak di Poerto Rico.

b. Penyakit Infeksi

Faktor lain yang secara langsung memengaruhi status gizi adalah adanya

infeksi. Infeksi berat dapat memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan

makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya

malnutrisi walaupun ringan akan berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh,

sehingga dapat menyebabkan infeksi (Pudjiadi, 2005).

Pada umumnya baik infeksi umum maupun infeksi lokal mendapat respon

metabolik bagi penderitanya yang disertai dengan kekurangan zat gizi. Penelitian

yang dilakukan menunjukkan bahwa kurang gizi, dapat menyebabkan gangguan pada

pertahanan tubuh. Di lain pihak, penyakit infeksi akan memberikan efek berupa

gangguan pada tubuh, yang dapat menyebabkan kekurangan gizi. Penyakit infelks

dapat menyebabkan kurang gizi, sebaliknya kurang gizi juga menyebabkan penyakit

infeksi. Ada tendensi di mana, adanya penyakit infeksi, malnutrisi (gizi lebih dan gizi

kurang), yang terjadi secara bersamaan di mana akan bekerjasama (secara sinergis),

hingga suatu penyakit infeksi yang baru akan menyebabkan kekurangan gizi yang

lebih berat atau ikenal dengan siklus sinergis (vicious cycle) yang banyak dan sering

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

terjadi di negara-negara berkembang, menyebabkan tingginya angka kematian

(Supariasa, 2002).

Beberapa penyakit infeksi yang sering diderita anak-anak antara lain;

a.Diare

Bayi dan balita dinyatakan menderita diare, apabila buang air besar tidak

normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali.

Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi kronis. Diare akut, yaitu diare yang

berlangsung secara mendadak, tanpa gejala gizi kurang dan demam serta berlangsung

beberapa hari. Sedangkan diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai lebih dari 2

minggu, biasanya disertai dehidrasi. Diare umumnya disebabkan oleh infeksi virus,

parasit atau racun dari bakteri. Diare dapat juga merupakan gejala dari penyakit

seperti disentri, kolera atau botulisme (Kamus Gizi, 2009). b. ISPA

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut. Istilah ISPA

meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pemafasan dan akut. Salah satu penyebab

kematian bayi dan anak balita disebabkan oleh ISPA yang diakibatkan oleh penyakit

pneumonia (infeksi paru yang berat). Pemeliharaan gizi anak harus diperhatikan

sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi. Pemberian imunisasi terhadap

beberapa penyakit seperti penyakit tuberkulosa, campak, polio dan sebagainya harus

dilakukan sesuai waktu. Disamping itu pemeliharaan hygiene dan sanitasi lingkungan

sangat penting sebagai upaya pencegahan infeksi (Moehji, 2003).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

c. Tuberkolosis Paru (TB Paru)

Penyakit tuberkulosis atau lazim disebut TBC merupakan suatu penyakit

menular yang dapat menyerang semua kelompok masyarakat. Semua orang dari

berbagai golongan umur, status sosial ekonomi, ras maupun suku bangsa dan tempat

tinggal memiliki risiko untuk terkena penyakit TBC (Prabu,1996). Infeksi

tuberkulosis jauh lebih berat pada anak-anak yang menderita kekurangan gizi. Hal ini

disebabkan oleh memburuknya keadaan sosial ekonomi dan kesehatan individu

seperti kemiskinan dan nutrisi yang kurang memadai (Mulyadi, 2003).

2.4 Pola Asuh

Pola asuh adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak termasuk

pangan dan gizi, kesehatan dasar, imunisasi, penimbangan, pengobatan,

papan/pemukiman yang layak, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang dan

rekreasi. Pola asuh yang memadai pada bayi adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan

biomedis anak terpenuhi secara optimal. Hal ini dilakukan melalui pemberian gizi

yang baik berupa pemberian ASI, pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-

ASI) tepat waktu dan bentuknya, melanjutkan menyusui sampai anak berumur 2

tahun, ibu punya cukup waktu merawat bayi, imunisasi dan memantau status gizi

melalui kegiatan penimbangan (Soekirman, 2000).

Menurut Azwar (2004), pola asuh adalah kemampuan keluarga untuk

menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh

kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan

anak merupakan sikap dan praktek ibu atau pengasuh lain dalam kedekatannya

dengan anak, cara merawat, cara memberi makan serta memberi kasih sayang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

2.4.1. Pola Asuh Makan

Pola asuh makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam

memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang

atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu. Penanaman pola

makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi, saat bayi masih

makan nasi tim, yaitu ketika usia baru enam bulan ke atas, ibu harus tahu dan mampu

menerapkan pola makan sehat (Widjaja, 2007). Pola asuh makan balita berkaitan

dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan (Karyadi,

2000).

Kasus gizi buruk banyak terjadi pada kelompok balita sehingga dikatakan

sebagai kelompok rentan karena pada usia tersebut merupakan masa pertumbuhan

yang pesat di mana memerlukan zat gizi yang optimal. Sampai saat ini masalah

kesehatan dan gizi masih diprioritaskan untuk kelompok balita karena rentan terhadap

masalah kesehatan dan gizi, pada masa tersebut merupakan periode penting dalam

proses tumbuh kembang. Pada masa ini proses tumbuh kembang berlangsung sangat

cepat disebut dengan masa keemasan (golden age), di mana pada masa ini otak

berkembang sangat cepat dan akan berhenti saat anak berusia tiga tahun. Balita yang

sedang mengalami proses pertumbuhan dengan pesat, memerlukan asupan zat

makanan relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik dan bergizi (Sutomo

dan Anggraini, 2010).

Menurut Engle, Menon dan Haddad (1996), faktor ketersediaan sumber daya

keluarga seperti pendidikan dan pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, pola

pengasuhan, sanitasi dan penyehatan rumah, ketersediaan waktu serta dukungan ayah,

sebagai faktor yang memengaruhi status gizi. Pola pengasuhan turut berkontribusi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

terhadap status gizi anak, salah satu pola pengasuhan yang berhubungan dengan

status gizi anak adalah pola asuh makan.

Menurut Kemenkes RI (2011), pola makan yang baik bagi bayi dan balita

adalah sebagai berikut :

A. Usia 0-6 bulan

Usia 0-6 bulan pertama kehidupan bayi merupakan usia dimana bayi hanya

diberikan ASI saja. Yang harus diperhatikan oleh ibu adalah

1. Memberikan ASI yang pertama keluar, yaitu ASI yang berwarna kekuningan

(kolostrum).

2. Berikan hanya ASI (ASI eksklusif).

3. Tidak memberikan makanan maupun minuman lain selain ASI

4. Menyusui bayi sesering mungkin.

5. Memberikan ASI sekehendak keinginan bayi, minimal delapan kali sehari.

6. Apabila bayi tidur lebih dari tiga jam, membangunkannya untuk kemudian

menyusukannya

7. Menyusui dengan payudara kanan dan kiri secara bergantian.

8. Menyusui sampai payudara terasa kosong, baru kemudian pindah ke payudara sisi

yang lainnya.

B. Usia 6-8 bulan

Pada usia 6-8 bulan, bayi sudah dapat diperkenalkan dengan makanan

pendamping ASI. Yang harus diperhatikan ibu adalah :

1. Tetap meneruskan pemberian ASI sesering mungkin.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

2. Mulai memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) seperti bubur susu dan

makanan lumat (bubur lumat, sayuran, daging, dan buah yang dilumatkan, biskuit,

dan lain-lain) sebanyak 2-3 kali sehari.

3. Memberikan MP-ASI secara bertahap sesuai umur anak, pada tahap awal 2-3

sendok makan kemudian secara bertahap ditambah hingga mencapai setengah gelas

atau 125 cc setiap kali makan.

4. Memberikan ASI terlebih dahulu kemudian MP-ASI.

5. Memberikan makanan selingan seperti jus buah dan biskuit 1-2 kali dalam sehari

6. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak mendapat ASI

karena alasan medis.

C. Usia 9-11 bulan

Hal-hal yang harus diperhatikan ibu dalam memberi makan anak usia 9-11

bulan adalah:

1. Tetap meneruskan pemberian ASI.

2. Memberikan MP-ASI dalam bentuk makanan lembik seperti nasi tim atau makanan

yang dicincang kecil sehingga mudah ditelan anak dengan frekuensi pemberian 3-4

kali sehari.

3. Memberikan makanan dengan porsi setengah gelas/mangkuk atau sebanyak 125 cc

perkali makan.

4. Memberikan makanan selingan yang dapat dipegang anak diantara waktu makan

lengkap sebanyak 1-2 kali sehari.

5. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak mendapat ASI

karena alasan medis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

D. Usia 1-2 tahun (12-24 bulan)

1. Mulai memperkenalkan anak dengan makanan keluarga yang terdiri dari ¾ gelas

nasi (200 cc), 1 potong kecil ikan/daging/ayam/telur, 1 potong kecil tempe/tahu

atau 1 sdm kacang-kacangan, ¼ gelas sayur, dan 1 potong buah dengan frekuensi 3-

4 kali sehari.

2. Memberikan makanan selingan seperti bubur dan kue dua kali sehari.

3. Meneruskan pemberian ASI apabila memungkinkan.

E. Usia 2-5 tahun (24-60 bulan)

1. Memberikan anak makanan orang dewasa dengan frekuensi tiga kali sehari.

2. Memberikan anak ½ porsi makanan orang dewasa yang terdiri dari makanan

pokok, lauk pauk, sayur, dan buah.

3. Memberikan makanan selingan seperti bubur kacang hijau, biskuit, dan kue dua

kali sehari di antara waktu makan.

4. Tidak memberikan makanan manis berdekatan dengan waktu makan, karena dapat

mengurangi nafsu makan anak.

2.4.2. Pola Asuh Kesehatan

Asuh kesehatan berdasarkan aspek pola asuh menurut Engle et.al (1996),

meliputi praktek kebersihan dan sanitasi lngkungan dan perawatan anak balita dalam

keadaan sakit seperti pencarian pelayanan kesehatan. Anak balita adalah kelompok

usia yang rentan terserang penyakit, terkait dengan interaksi dengan sarana dan

prasarana di rumah tangga dan sekelilingnya. Jenis sakit yang dialami, frekuensi

sakit, lama sakit, penanganan anak balita sakit dan status imunisasi adalah faktor

yang memengaruhi tingkat kesehatan anak balita dan status gizi anak balita.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Menurut Engle et.al (1996), perilaku ibu dalam menghadapi anak balita yang

sakit dan pemantauan kesehatan terprogram adalah pola pengasuhan kesehatan yang

sangat memengaruhi status gizi anak balita. Anak balita yang mendapatkan imunisasi

akan lebih rendah mengalami risiko penyakit. Anak balita yang dipantau status

gizinya di Posyandu melalui kegiatan penimbangan akan lebih dini mendapatkan

informasi akan adanya gangguan status gizi. Sakit yang lama, berulang akan

mengurangi nafsu makan yang berakibat pada rendahnya asupan gizi.

2.4.3. Pola Asuh Diri

Asuh diri meliputi perilaku ibu memelihara kebersihan rumah, higiene

makanan, kebersihan perseorangan (Anwar, 2000). Pemberian nutrisi tanpa

memperhatikan kebersihan akan meningkatkan risiko bayi mengalami infeksi, seperti

diare. Hasil penelitian Widodo (2005) mengungkapkan akibat rendahnya sanitasi dan

higiene pada pemberian MP-ASI memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh

mikroba, sehingga meningkatkan risiko atau infeksi yang lain pada bayi. Sumber

infeksi lain adalah alat permainan dan lingkungan bermain yang kotor.

2.5. Karakteristik Keluarga

2.5.1. Pengetahuan

Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi

makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita. Pengetahuan yang dimiliki ibu

berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu

tentang gizi menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Pengetahuan

ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang tinggi mungkin akan dapat

kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan baik. Membesarkan anak sehat

tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun seorang ibu perlu keterampilan yang

baik. Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan kemampuan untuk menerapkan

informasi dalam kehidupan sehari-hari merupakan penyebab kejadian gangguan

kurang gizi (Notoatmodjo, 2007).

Bloom (1908) membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain, ranah

atau kawasan yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotorik

(psychomotorik). Teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan

kesehatan yakni pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik/tindakan

(practice) (Notoatmodjo, 2007). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini

dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni : Pengetahuan

adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo,

2007).

Indikator yang dapat digunaakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau

kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi :

1. Pengetahuan tentang sehat dan penyakit meliputi :

a) Penyebab penyakit

b) Gejala dan tanda-tanda penyakit

c) Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan

d) Bagaimana cara penularannya

e) Bagaimana cara pencegahannya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

2. Pengetahuan tentang cara hidup sehat

a) Jenis-jenis makanan yang bergizi

b) Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatan

c) Pentingnya olahraga bagi kesehatan

d) Penyakit-penyakit atau bahaya merokok, minum-minuman keras, narkoba,

dan sebagainya

e). Pentingnya istirahat cukup, rekreasi, dan lain sebagainya bagi kesehatan

3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan

a) Manfaat air bersih

b) Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk kotoran dan sampah

c) Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah sehat

d) Akibat polusi bagi kesehatan

Ibu yang mempunyai pengetahuan tentang makanan yang bergizi, cenderung

mempunyai anak dengan status gizi yang baik. Tingkat pengetahuan gizi ibu akan

berpengaruh terhadap sikap perawatan anak serta dalam perawatan memilih makanan.

Menurut Suhardjo (2003) suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya

pengetahuan gizi didasarkan pada:

a. Tingkat pengetahuan sangat penting dalam meningkatkan status gizi yang optimal.

Status gizi yang cukup merupakan syarat penting untuk kesehatan.

b. Pengetahuan gizi seseorang akan mempengaruhi status gizinya jika makanan yang

dimakan dapat menyediakan zat-zat gizi yang nantinya diperlukan untuk

pertumbuhan tubuh.

c. Dengan adanya ilmu gizi masyarakat dapat belajar menggunakan pangan untuk

perbaikan gizi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Pengetahuan ibu tentang gizi seimbang sangatlah penting. Mengingat peran

ibu dalam keluarga sebagai pengelola makanan. Ibu yang tidak tau gizi makanan,

akan menghidangkan makanan yang tidak seimbang gizinya. Berbagai faktor yang

secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada balita

adalah ketidaktahuan akan hubungan makananan dan kesehatan, prasangka buruk

terhadap bahan makananan tertentu, adanya kebiasaan atau pantangan yang

merugikan, kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu,

keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat (Suhardjo, 2003).

Ketidaktahuan ibu balita akan kebutuhan gizi balita bisa mengakibatkan

asupan gizi pada anak tidak terpenuhi dengan baik maka proses tumbuh kembang

anak akan terhambat, anak bisa mengalami penyakit kurang gizi. Anak yang

mengalami defesiensi gizi pada umur semakin muda, kemungkinan besar akan

mengalami hambatan pada pertumbuhan dan kapasitas intelektualnya rendah

(Sediaoetama, 2008).

2.5.2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan

perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan gizi yang lebih tinggi akan memudahkan

seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan menerapkan dalam

perilaku dan gaya hidup sehari-hari khususnya dalam kesehatan dan gizi (LIPI, 2000).

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh

kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orangtua dapat menerima

segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik,

bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikan dan sebagainya. Pendidikan ibu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk mengembangkan

diri. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam merespon sesuatu yang datang

dari luar, seperti sikap atau penerimaan anjuran atau nasehat. Orang berpendidikan

tidak akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingakn orang yang

berpendidikan rendah maupun yang tidak berpendidikan. Semakin tinggi pendidikan

semakin mudah mengembangkan pengetahuan dan tekhnologi sehingga dapat

meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan keluarga (Hapsari dkk, 2001).

Menurut Adisasmito (2007), unsur pendidikan ibu berpengaruh pada kualitas

pengasuhan anak, apabila ibu berpendidikan lebih baik maka mengerti cara

pemberian makan, menggunakan pelayanan kesehatan, menjaga kebersihan

lingkungan bebas dari penyakit. Ibu yang berpendidikan lebih baik kemungkinan

menggunakan perawatan kesehatan dan fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan yang

ada dari ibu yang tidak memiliki pendidikan.

2.5.3. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan dalam kualitas dan

kuantitas pada makanan. Pendapatan yang meningkat maka berpengaruh terhadap

perbaikan kesehatan dan keadaan gizi. Sedangkan pendapatan yang rendah akan

mengakibatkan lemahnya daya beli sehingga tidak memungkinkan untuk mengatasi

kebiasaan makan dengan cara-cara tertentu secara efektif terutama untuk anak

mereka. (Notoatmodjo, 2007).

Indikator dari masalah gizi dapat diketahui dari taraf ekonomi keluarga dan

ukuran yang dipakai adalah garis kemiskinan. Stabilitas keluarga dengan ukuran

frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang

tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi kurang, dan kurangnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan di bidang memasak, konsumsi anak

keragaman jenis makanan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan

(Soegeng, 2009).

Kemiskinan sebagai penyebab kurang gizi menduduki posisi pertama pada

kondisi yang umum, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius karena

kemiskinan berpengaruh besar terhadap konsumsi makanan. Warga masyarakat yang

tergolong miskin adalah mereka yang mempunyai keterbatasan kemampuan dan

akses pada sumber daya dan dalam memperoleh pelayanan serta prasarana untuk

memenuhi kebutuhan dasarnya masyarakat harus mengerti bahwa anak mereka

membutuhkan makanan dengan cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga

anak tersebut tidak terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi.

Kelompok anak balita merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan badan

yang pesat. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita

akibat kekurangan gizi (Sediaoetama, 2008).

2.5.4. Jumlah Anggota Keluarga

Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi terlihat nyata pada

masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin akan

lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya jika yang harus dilayani jumlahnya

sedikit. Besar keluarga mungkin berpengaruh terhadap distribusi makanan dalam

keluarga. Keadaan demikian juga dapat mengakibatkan perhatian ibu terhadap

perawatan anak menjadi berkurang, karena perhatian ibu dalam merawat dan

membesarkan anak balita dapat terpengaruh bila banyak anak yang dimiliki. Bila

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

besar keluarga bertambah maka porsi makanan untuk setiap anak berkurang

(Notoatmodjo, 2007).

Keadaan ekonomi lemah dalam keluarga besar, anak-anak dapat menderita

oleh karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang. Semakin

banyak jumlah anggota keluarga, tentunya akan semakin bervariasi aktivitas,

pekerjaan dan seleranya, sehingga jumlah anggota keluarga berkaitan dengan

pemenuhan kebutuhan gizi yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Dalam hal ini

faktor selera dari masing-masing anggota keluarga sangat berpengaruh, karena tidak

semua anggota keluarga menyukai jenis makanan yang sama (Suhardjo, 2003).

2.6 Landasan Teori

Karakteristik keluarga seperti pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan

dan jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap kejadian kurang giji. Kurang gizi

adalah akibat dari rendahnya asupan gizi dan adanya penyakit infeksi, hal ini dapat

diketahui dari indikator berat badan menurut umur (BB/U) (WHO, 2000). Pola asuh

meliputi pola asuh makanan, pola asuh kesehatan dan pola asuh diri. Pola asuh

kesehatan dan asuh makan secara langsung memengaruhi status gizi anak balita,

sedangkan asuh diri tidak secara langsung memengaruhi status gizi anak balita,

sehingga dalam penelitian ini yang diteliti adalah pola asuh makan dan pola asuh

kesehatan yaitu: (a) pola asuh makan yang berupa sikap dan perilaku ibu atau

pengasuh lain dalam memberikan makan (Soekirman, 2000), dan (b) pola asuh

kesehatan sebagai sikap dan tindakan ibu terhadap perawatan balita dalam keadaan

sehat maupun sakit (Engle et.al, 1996). Menurut UNICEF (1998), keadaan gizi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

kurang disebabkan oleh berbagai faktor, baik langsung maupun tidak langsung,

seperti pada skema berikut ini. Sebagai landasan teori dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Kurang Gizi

Penyebab Makan tidak seimbang Penyakit infeksi


langsung

Penyebab Tidak cukup Pola asuh anak Sanitasi dan air


persediaan tidak memadai bersih, layanan
tidak pangan kesehatan tidak
langsung memadai

Kurang pendidikan, pengetahuan dan keterampilan

Penyebab Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga,


masalah di kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat
masyarakat

Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan

Akar masalah Krisis ekonomi, politik


dan sosial

Gambar 2.1 Landasan Teori

Sumber : UNICEF, 1998

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori di atas bahwa karakteristik anak dan keluarga

memiliki keterkaitan dengan kemampuan keluarga untuk menyediakan pangan di

tingkat rumah tangga yang memengaruhi asupan gizi anak balita. Pola asuh juga

memengaruhi status gizi meliputi pola asuh makan dan asuh kesehatan yang

diberikan kepada anak, terkait dengan perilaku ibu yang belum baik dalam

memberikan makan dan perawatan kesehatan pada anak balita, sehingga dapat

memengaruhi kejadian gizi kurang pada anak balita. Sebagai kerangka konsep

penelitian sebagai berikut:

Variabel independen Variabel Dependen

Karakteristik Ibu Balita


a. Pengetahuan
b. Pekerjaan
c. Pendapatan keluarga
d. Jumlah anggota keluarga
Kejadian Gizi
Kurang pada
Anak Balita

Pola Asuh
a. Asuh makan
b. Asuh kesehatan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei menggunakan desain cross

sectional.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat

Kecamatan Medan Timur. Alasan pemilihan lokasi penelitian karena kecamatan ini

merupakan salah satu kecamatan yang memiliki anak balita dengan status gizi kurang

sebesar 9,93% yang relatif masih tinggi di Kota Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan melakukan survei awal sampai selesai selama 3

bulan, yaitu mulai bulan Juli sampai dengan September 2016.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita gizi kurang dan gizi normal di

Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur. Berdasarkan data

Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur diketahui populasi sebanyak

9.098 anak balita (Puskesmas Glugur Darat, 2016).

33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah anak balita gizi kurang dan gizi normal

yang memiliki usia 13-59 bulan. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan

rumus (Lemeshow, 1997), sebagai berikut :

n Z21- / 2 P(1 P)N


d 2 (N 1)  Z21- / 2 P(1 P)
Keterangan : n = Jumlah sampel minimal diperlukan
N = Jumlah Populasi
Z1- / 2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu nilai
Z1- / 2 (α=0,05 = 1,96)
p = 0,4
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolelir, yaitu sebesar 10%
Dengan demikian besarnya sampel yang dibutuhkan sebagai berikut :
n 1,962 x 0,4(1  0,4) x 9.098

0,12 x (9.098 1) 1,962 x 0,4(1  0,4)

n = 91,3 digenapkan menjadi 91 orang.

Menghindari sampel yang drop out maka perlu dilakukan koreksi terhadap

besar sampel yang dihitung, dengan menambahkan sejumlah sampel agar besar

sampel tetap terpenuhi dengan rumus ni = n / (1-f)

Keterangan: n = besar sampel yang dihitung (91)

f = perkiraan proporsi drop out (5%)

Perhitungan : ni = 91/(1-0,05) = 95,8, dibulatkan menjadi 96 orang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Menentukan jumlah sampel untuk setiap kelurahan dilakukan dengan metode

proporsional. Distribusi sampel dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Distribusi Sampel Menurut Kelurahan

No Kelurahan Jumlah Proporsi Jumlah


Balita Sampel
1 Glugur Darat I 944 (944/9.098) x 96 10
2 Glugur Darat II 974 (974/9.098) x 96 10
3 P.Brayan Darat I 1.454 (1.454/9.098) x 96 15
4 P.Brayan Darat II 1.181 (1.181/9.098) x 96 12
5 P.Brayan Bengkel 1.134 (1.134/9.098) x 96 12
6 P.Brayan Bengkel Baru 812 (812/9.098) x 96 9
7 Durian 742 (742/9.098) x 96 8
8 Gaharu 756 (756/9.098) x 96 8
9 Sidodadi 306 (306/9.098) x 96 3
10 Perintis 335 (335/9.098) x 96 4
11 Gang Buntu 460 (460/9.098) x 96 5
Jumlah 9.098 96

Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling adalah anak balita

yang datang ke posyandu dan memenuhi kriteria inklusi pemilihan sampel

dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel

yang diperlukan terpenuhi.

Adapun kriteria inklusi pemilihan sampel adalah sebagai berikut :

a. Ibu yang memiliki balita dengan usia 13-59 bulan

b. Anak balita gizi normal dan gizi kurang

c Berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat

d. Ibu balita yang datang ke posyandu di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat

e. Bersedia menjadi responden.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

3.4.Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah data primer dan data sekunder.

3.4.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara langsung,

menggunakan kuesioner, yaitu data anak Balita melalui Ibu Balita dan data Ibu Balita.

Data yang diperoleh berupa data karakteristik Balita (umur, jenis kelamin, berat

badan, urutan anak balita dalam keluarga) dan karakteristik ibu balita (pengetahuan,

pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga), serta pola asuh (asuh makan, asuh

kesehatan).

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data dari Puskesmas Glugur Darat berupa letak

geografi, demografi, KMS anak balita dan data lainnya yang mendukung penelitian.

3.4.3. Validitas dan Reliabilitas

Sebelum dilakukan pengumpulan data primer, terlebih dahulu dilakukan uji

validitas dan uji reliabilitas terhadap kuesioner yang digunakan agar layak digunakan

dalam penelitian dan untuk mengukur sejauh mana kuesioner dapat dijadikan sebagai

alat ukur yang mewakili variabel terikat dan variabel bebas dalam suatu penelitian.

Uji coba kuesioner dilakukan kepada 30 orang responden yang tidak termasuk sampel

penelitian di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

a. Validitas

Kelayakan menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian

diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dengan mengukur korelasi antar

item variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment (r),

dengan ketentuan nilai koefisien korelasi >0,361 (valid) (Arikunto, 2010). Hasil uji

validitas variabel bebas sebagai berikut :

(1) Karakteristik Ibu Balita

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan korelasi Pearson Product

Moment diketahui bahwa variabel bebas karakteristik ibu balita, yaitu pengetahuan

Ibu Balita tentang gizi sebanyak 10 pertanyaan, mempunyai nilai koefisien korelasi

(r) >0,3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel faktor

karakteristik ibu balita valid (Lampiran 2).

(2) Pola Asuh

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan korelasi Pearson Product

Moment diketahui bahwa variabel bebas pola asuh, yaitu pola asuh makan sebanyak

12 pertanyaan serta pola asuh kesehatan sebanyak 7 pertanyaan, mempunyai nilai

koefisien korelasi (r) >0,3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan

variabel pola asuh valid (Lampiran 2).

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

ukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas ini menggunakan koefisien

Alpha Cronbach, apabila nilai Alpha Cronbach > 0,600, maka alat ukur tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

reliabel (Arikunto, 2010). Hasil uji reliabilitas variabel bebas karakteristik ibu balita

dan pola asuh makan serta asuh kesehtan setelah diuji secara statistik diketahui

seluruh pertanyaan mempunyai nilai r-alpha cronbach >0,6, maka dapat disimpulkan

bahwa seluruh pertanyaan variabel bebas reliabel (Lampiran 2).

3.5.Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik ibu balita

(pengetahuan ibu balita, pekerjaan ibu balita, pendapatan keluarga, jumlah anggota

keluarga) dan pola asuh (asuh makan dan asuh kesehatan).

3.5.2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian gizi kurang pada anak

balita.

3.5.3. Defenisi Operasional

(1) Karakteristik adalah ciri-ciri yang dimiliki seorang ibu dalam penentuan konsumsi

makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita, meliputi; pengetahuan,

pekerjaan, pendapatan dan jumlah anggota keluarga

(a) Pengetahuan ibu balita adalah tingkat pemahaman mengenai gizi dalam

memberikan makanan pada anak balitanya.

(b) Pekerjaan ibu balita adalah aktivitas rutin yang dilakukan pada saat survei

dalam rangka memberikan penghasilan tambahan pada keluarga.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

(c) Pendapatan kepala keluarga adalah merupakan penghasilan yang diterima oleh

kepala keluarga dalam beraktivitas dan dibandingkan dengan UMK Medan.

(d) Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang masih

hidup dan tinggal dalam satu rumah serta menjadi tanggungan kepala keluarga.

(2) Pola asuh adalah sikap dan perilaku yang dipraktekkan oleh ibu atau pengasuh

lain dalam penentuan konsumsi makanan pada anak balita, meliputi asuh makan

dan asuh kesehatan.

(a) Asuh makan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh ibu balita untuk

memberikan makan pada anak balita meliputi; jenis makanan, frekuensi

pemberian makan dan waktu pemberian makanan.

(b) Asuh kesehatan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh ibu balita untuk

untuk menjaga kesehatan anak balita dengan melakukan tindakan pemeriksaan

kesehatan bayi secara rutin, meliputi hal pengobatan penyakit pada anak balita

apabila sakit, memperhatikan status imunisasi dan membawa balita ke sarana

kesehatan.

(3) Kejadian gizi kurang adalah kondisi yang diakibatkan rendahnya konsumsi energi

dan protein pada anak balita, hal ini dapat diketahui dari status gizi dengan

melakukan pengukuran antropometri Berat Badan menurut Umur (BB/U) kemudian

diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan menggunakan indikator

BB/U.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

3.6. Metode Pengukuran

Definisi kategori jawaban responden tentang karakteristik ibu balita, pola asuh

dan kejadian gizi kurang sebagai berikut:

a).Pengetahuan ibu balita diukur melalui 10 pertanyaan dengan pilihan jawaban benar

atau salah. Pertanyaan yang benar, apabila dijawab benar diberi nilai 1 dan jika

dijawab salah akan diberi nilai 0. Total skor terendah 0 dan tertinggi 10. Skala

pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal kemudian dikategorikan

berdasarkan skala Pratomo (Pratomo,1990):

a. Baik bila skor mencapai >75% dari skor jawaban yang tertinggi (skor 8-10)

b. Tidak baik bila skor mencapai ≤40-75 % dari skor jawaban yang tertinggi(0-7)

b).Pekerjaan disajikan dengan cara deskriptif berdasarkan pekerjaan (aktivitas sehari-

hari) dengan skala ordinal, kemudian dikategorikan :

a.Tidak bekerja (Ibu RT)

b.Bekerja (a PNS/BUMN/TNI/POLRI, b Petani/berkebun, c Pedagang/Wiraswasta,

d Buruh, e Nelayan)

c).Pendapatan disajikan dengan cara deskriptif berdasarkan UMK Medan tahun 2016

dengan skala ordinal, kemudian dikategorikan;

a. ≤ Rp. Rp.2.271.255 (≤UMK Medan)

b. > Rp. Rp.2.271.255 (>UMK Medan)

d).Jumlah anggota keluarga disajikan dengan cara deskriptif dengan skala ordinal,

kemudian dikategorikan;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

a. < 4 orang

b. ≥ 4 orang

f).Asuh makan, diukur melalui 12 pertanyaan, skor jawaban tertinggi 2 dan terendah

0, sehingga skor terendah 0 dan tertinggi 24. Skala pengukuran yang digunakan

adalah skala ordinal kemudian dikategorikan berdasarkan skala Pratomo

(Pratomo,1990):

a. Baik bila skor mencapai >75% dari skor jawaban yang tertinggi (skor 19-24).

b. Tidak baik bila skor mencapai ≤40-75 % dari skor jawaban yang tertinggi (skor

0-18).

g).Asuh kesehatan diukur melalui 7 pertanyaan dengan pilihan jawaban ”Ya” dan

”Tidak”. Pertanyaan dijawab ”Ya” diberi nilai 1 dan jika dijawab ”Tidak” diberi

nilai 0. Total skor terendah 0 dan tertinggi 7. Skala pengukuran yang digunakan

adalah skala ordinal kemudian dikategorikan berdasarkan skala Pratomo

(Pratomo,1990):

a. Baik bila skor mencapai >75% dari skor jawaban yang tertinggi (skor 6-7)

b. Tidak baik bila skor mencapai ≤40-75 % dari skor jawaban yang tertinggi (0-5)

h). Kejadian gizi baik dan gizi kurang pada anak balita dilihat berdasarkan Z-Score

dengan indeks BB/U yang dihitung dengan menggunakan Standard

Antthropometri. Hasil pengukuran kemudian dikategorikan :

a. Gizi baik Z-Score -2 SD sampai dengan 2 SD

b. Gizi kurang Z-Score -3 SD sampai dengan <-2 SD

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas dan Terikat

Metode pengukuran variabel bebas dan terikat dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Metode Pengukuran Variabel Bebas dan Terikat

Variabel Perta Alternatif Jawaban Bobot Kategori Skala


nyaan Nilai Ukur
Karakteristik Ibu
Pengetahuan 10 a Benar 1 Baik Ordinal
b Salah 0 Tidak baik
Pekerjaan 1 a. PNS/BUMN/TNI/POLRI 1 Bekerja Ordinal
b. Petani/Berkebun 0 Tidak bekerja
c. Pedagang/Wiraswasta
d. Buruh
e. Nelayan
Pendapatan 1 a.Ya 0 ≤UMK Medan Ordinal
b.Tidak >UMK Medan
1
Jumlah anggota 1 ............. orang 1 Kecil Ordinal
keluarga 0 Besar
Pola Asuh
Asuh makan 12 a............. 1 Baik Ordinal
b............. 0 Tidak baik
c.............
Asuh kesehatan 7 a. Ya 1 Baik Ordinal
b. Tidak 0 Tidak Baik
Kejadian gizi - Status gizi anak balita 1 Baik Nominal
kurang berdasarkan dilihat dari Z-Score dengan 0 Kurang
Status Gizi indeks BB/U.

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini mencakup :

1. Analisa univariat, yaitu analisis variabel bebas dan terikat dalam bentuk distribusi

frekuensi dan dihitung persentasenya, yaitu faktor karakteristik ibu balita meliputi

(pengetahuan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga), dan pola asuh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

(asuh makan, dan asuh kesehatan) serta kejadian gizi kurang berdasarkan status

gizi anak balita.

2. Analisa bivariat, adalah analisis yang dimaksudkan untuk menganalisis hubungan

variabel bebas dengan variabel terikat dan analisis faktor risiko Rasio Prevalensi

menggunakan uji chi-square. Variabel bebas yaitu faktor karakteristik ibu balita

meliputi (pengetahuan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga), dan

pola asuh (asuh makan, asuh kesehatan) dengan kejadian gizi kurang berdasarkan

status gizi anak balita.

3. Analisis multivariat, dilakukan untuk menganalisis pengaruh variabel bebas

faktor-faktor yang paling berpengaruh secara serentak terhadap variabel terikat,

yaitu kejadian gizi kurang berdasarkan status gizi anak balita berdasarkan hasil

uji bivariat dipilih variabel yang masuk kedalam analisis multivariat dengan

syarat hasil uji mempunyai nilai p<0,25 menggunakan uji regresi logistik

berganda model step wise pada taraf kepercayaan 95%.

Pada taraf kepercayaan 95%. Bila nilai p<0.05 maka hasil perhitungan statistik

bermakna dan apabila nilai p>0,05 maka hasil perhitungan statistik tidak

bermakna.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Puskesmas Glugur Darat terletak di Jalan Pendidikan No.8 Kecamatan Medan

Timur Kota Medan. Kecamatan Medan Timur dikelilingi oleh kecamatan-kecamatan

lain yang merupakan wilayah Kota Medan. Luas wilayah Kecamatan Medan Timur

adalah 776 Ha, terdiri dari 11 Kelurahan, 128 Lingkungan, dengan batas wilayah

sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Deli b.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Perjuangan dan

Medan Tembung

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Barat

Distribusi jumlah penduduk secara umum dan jumlah lingkungan pada

masing-masing Kelurahan. Jumlah penduduk terbanyak terdapat pada Kelurahan Pulo

Brayan Darat I dan paling sedikit terdapat pada Kelurahan Perintis. Pada wilayah

kerja Puskesmas Glugur Darat terdapat 1 buah Puskesmas Pembantu (Pustu), yaitu

Pustu Pulo Brayan Bengkel yang terletak di Kelurahan Pulo Brayan Bengkel.

44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45

a. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan

Medan Timur berjumlah 139.538 jiwa yang terdapat pada 128 lingkungan. Distribusi

Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat dapat dilihat pada Tabel

4.1.

Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat
Kecamatan Medan Timur Tahun 2016

No Kelurahan Jumlah Jumlah


Lingkungan Penduduk
1 Glugur Darat I 13 11.862
2 Glugur Darat II 12 13.811
3 Pulo Brayan Darat I 14 20.229
4 Pulo Brayan Darat II 15 16.957
5 Pulo Brayan Bengkel 11 18.886
6 Pulo Brayan Bengkel Baru 12 12.727
7 Durian 12 11.557
8 Gaharu 12 14.359
9 Sidodadi 11 8.114
10 Perintis 5 5.672
11 Gang Buntu 11 5.364
Jumlah 128 139.538

b. Jumlah Balita

Jumlah Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan

Timur lebih banyak terdapat dikelurahan Pulo Brayan Darat I, yaitu berjumlah 1.549

Balita dan paling sedikit terdapat dikelurahan Gang Buntu, yaitu berjumlah 498

Balita. Distribusi Jumlah Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat dapat

dilihat pada Tabel 4.2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Tabel 4.2. Distribusi Jumlah Balita Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat
Kecamatan Medan Timur Tahun 2016

No Kelurahan Jumlah Balita


1 Glugur Darat I 994
2 Glugur Darat II 1.060
3 Pulo Brayan Darat I 1.549
4 Pulo Brayan Darat II 1.356
5 Pulo Brayan Bengkel 1.459
6 Pulo Brayan Bengkel Baru 1.018
7 Durian 924
8 Gaharu 1.148
9 Sidodadi 649
10 Perintis 506
11 Gang Buntu 498
Jumlah 11.161

c. Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan di Puskesmas Glugur Darat mayoritas lebih banyak

berpendidikan D3, yaitu berjumlah 37 orang, S1 berjumlah 14 orang, SMA 3 orang

dan SMP 1 orang. Distribusi jumlah tenaga kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas

Glugur Darat dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas


Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016

No Tenaga Kesehatan Pendidikan Jumlah


1 Dr Spesialis S1 2
2 Dokter Umum S1 7
3 Dokter Gigi S1 3
4 Sarjana Kesehatan Masyarakat S1 1
5 Perawat D3 15
6 Bidan D3 8
7 Pranata Lab D3 3
8 Assisten Apoteker D3 5
9 Sanitasi D3 1
10 Perawat Gigi D3 1
11 Gizi D3 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Tabel 4.3 (Lanjutan)

12 Administrasi SMA 3
13 Petugas kebersihan SMP 1
14 Satpam S1 1
Jumlah 55

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari

karakteristik balita, yaitu umur, jenis kelamin, berat badan dan urutan anak balita

dalam keluarga. Karakteristik ibu balita meliputi umur, pendidikan pengetahuan,

pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga dan variabel pola asuh meliputi asuh

makan dan asuh kesehatan. Hasil penelitian secara rinci sebagai berikut:

4.2.1 Karakteristik Balita

Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan umur balita tertinggi adalah 59

bulan dan terendah 13 bulan dengan rata-rata umur 28,30 bulan, umur balita, lebih

banyak pada kelompok umur 13-24 bulan dan 25-36 bulan, yaitu masing-masing

sebanyak 45 orang (46,9%) dan sebanyak 24 orang (25,0%) dan paling sedikit adalah

anak balita dengan kelompok umur 49-59 bulan, yaitu sebanyak 8 orang (8,3%). Hal

ini memberikan gambaran bahwa kasus gizi kurang mulai meningkat setelah umur 6

bulan karena kebanyakan sebelum usia 12 bulan bayi masih menyusu pada ibunya,

dan masih memenuhi kebutuhan gizi si bayi. Namun setelah 6 bulan ASI tidak cukup

lagi untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bayi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

Berdasarkan jenis kelamin lebih banyak perempuan, yaitu sebanyak 57 orang

(59,4%) selebihnya laki-laki, yaitu sebanyak 39 orang (40,6%). Jumlah Balita

perempuan lebih banyak hal ini sesuai dengan data yang ada di Puskesmas

Berat badan balita tertinggi adalah 16,5 Kg dan terendah adalah 6,0 Kg

dengan rata-rata berat badan 9,72 Kg. Berdasarkan berat badan balita, lebih banyak

pada kelompok 9-11 Kg dan 6-8 Kg, yaitu masing-masing sebanyak 55 orang

(57,3%) dan sebanyak 29 orang (30,2%) dan paling sedikit adalah anak balita dengan

berat badan 15-17 Kg, yaitu sebanyak 1 orang (1,0%). Hal ini memberikan gambaran

bahwa Balita mengalami gangguan pertumbuhan karena tidak didukung oleh asupan

gizi yang cukup dan perawatan yang baik.

Urutan anak balita dalam keluarga lebih banyak pada kelompok urutan ke dua

dan ketiga, yaitu masing-masing sebanyak 55 orang (57,3%) dan sebanyak 22 orang

(22,9%) dan paling sedikit adalah anak balita dengan urutan pertama, yaitu sebanyak

19 orang (19,8%). Hal ini memberikan gambaran bahwa Balita mengalami gangguan

gizi kurang karena anak balita urutan ke dua sudah mulai kurang mendapat perhatian

dari ibunya, sehingga mengalami gizi kurang. Distribusi berdasarkan karakteristik

anak balita dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Balita

No Karakteristik Jumlah Persentase (%)


1 Umur (Bulan)
13-24 45 46,9
25-36 24 25,0
37-48 19 19,8
49-59 8 8,3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Tabel 4.4 (Lanjutan)

2 Jenis kelamin
Perempuan 57 59,4
Laki-laki 39 40,6
3 Berat Badan (Kg)
6 – 8 Kg 29 30,2
9-11Kg 55 57,3
12-14Kg 11 11,5
15-17Kg 1 1,0
4 Urutan Anak Balita
Pertama 19 19,8
Ke dua 55 57,3
Ke Tiga 22 22,9
Jumlah 96 100,0
4.2.2 Karakteristik Ibu Balita

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu Balita dengan umur terbanyak 20-35

tahun, yaitu sebanyak 60 orang (62,5%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar

umur ibu Balita berada pada kelompok umur tidak berisiko. Pendidikan lebih banyak

tingkat pendidikan SLTA, yaitu sebanyak 69 orang (71,9%). Pendidikan ibu Balita

yang sebagian besar relatif rendah berkaitan dengan pengetahuan dan pola asuh

dalam menangani masalah kurang gizi. Hal ini ini dapat menjadi penghambat

tercapainya pemenuhan gizi.

Berdasarkan pekerjaan lebih banyak tidak bekerja, yaitu sebanyak 59 orang

(61,5%). Hal ini memberikan gambaran bahwa pendidikan Ibu Balita memiliki

keterkaitan secara tidak langsung dengan pekerjaan. Ibu Balita yang tidak bekerja

diharapkan dapat lebih optimal dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan

balitanya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Tingkat pendapatan lebih banyak < UMK Kota Medan, yaitu sebanyak 67

orang (69,8%). Dukungan terhadap pemenuhan gizi juga dikuatkan dengan adanya

pendapatan keluarga yang baik. Faktor kemiskinan pada umumnya menduduki posisi

pertama sebagai salah satu determinan sosial ekonomi sebagai penyebab risiko gizi

kurang.

Jumlah anggota keluarga lebih banyak kategori besar, yaitu ≥ 4 orang

sebanyak 54 orang (56,2%). Hal ini memberikan gambaran bahwa besarnya jumlah

anggota keluarga memiliki keterkaitan dalam pemenuhan gizi anggota keluarga.

Distribusi karakteristik ibu balita dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Ibu Balita

No Karakteristik Jumlah Persentase


(%)
1 Umur
<20 tahun 2 2,1
20-35 tahun 60 62,5
>35 tahun 34 35,4
2 Pendidikan
Tamat SD 2 2,1
SLTP 14 14,6
SLTA 69 71,9
Akademi/S1 11 11,4
3 Pekerjaan
Tidak bekerja 59 61,5
Bekerja 37 38,5
4 Pendapatan Keluarga
< UMK Kota Medan 67 69,8
≥ UMK Kota Medan 29 30,2
5 Jumlah Anggota Keluarga
< 4 orang (Kecil) 42 43,8
≥ 4 orang (Besar) 54 56,2
Jumlah 96 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

4.2.3 Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebanyak 90 orang (93,8%) menjawab

benar tentang kebutuhan zat gizi dalam jumlah yang cukup dan tidak berlebihan juga

tidak kekurangan. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita

mengetahui tentang kebutuhan zat gizi pada anak Balitanya, namun belum

sepenuhnya dapat terpenuhi dengan baik.

Sebanyak 54 orang (56,2%) menjawab salah tentang pengertian makanan

bergizi. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita belum

sepenuhnya mengetahui tentang apa arti makanan yang bergizi untuk kebutuhan anak

Balitanya.

Sebanyak 51 orang (53,1%) menjawab salah tentang keuntungan pemberian

ASI pada balita. Hal ini menunjukkan sebagian besar ibu Balita belum memiliki

pengetahuan yang baik untuk menerapkan pemberian ASI eksklusif, sehingga

berdampak terhadap pertumbuhan anak balitanya.

Sebanyak 50 orang (52,1%) menjawab salah tentang manfaat pemenuhan

pemberian zat gizi bagi tubuh. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar

Ibu Balita belum sepenuhnya mengetahui tentang apa manfaat pemenuhan zat gizi

bagi anak Balitanya.

Sebanyak 51 orang (53,1%) menjawab salah tentang menu makanan balita

perlu diatur. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita belum

sepenuhnya mengetahui pengaturan menu makanan bagi anak Balitanya, sehingga

berdampak terhadap pertumbuhan anak balitanya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Sebanyak 53 orang (55,2%) menjawab salah tentang akibat kekurangan gizi

pada balita. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita belum

sepenuhnya mendapat akses atau informasi akibat kekurangan gizi pada anak Balita.

Sebanyak 57 orang (59,4%) menjawab salah tentang anjuran terhadap ASI

yang pertama kali keluar. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu

Balita belum sepenuhnya mengetahui kaitan pemberian ASI dengan kejadian balita

gizi kurang.

Sebanyak 49 orang (51,0%) menjawab salah tentang tujuan pemberian

makanan tambahan pada balita. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar

Ibu Balita belum sepenuhnya mengetahui apa arti makanan tambahan bagi kebutuhan

anak Balita, sehingga anak Balitanya mengalami gizi kurang.

Sebanyak 52 orang (54,2%) menjawab salah tentang berapa umur balita yang

diberikan makanan tambahan. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar

Ibu Balita belum sepenuhnya mendapat informasi tentang umur berapa anak Balita

yang seharusnya mendapat makanan tambahan untuk mendukung pertumbuhan

Balita.

Sebanyak 49 orang (51,0%) menjawab salah tentang makanan apa yang paling

baik buat balita. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita

belum sepenuhnya mendapat akses terhadap informasi tentang makanan yang baik

pada anak Balita. Distribusi jawaban berdasarkan pengetahuan dapat dilihat pada

Tabel 4.6.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Tabel 4.6 Distribusi Berdasarkan Pengetahuan

No Pernyataan Benar Salah Total


n % n % n %
1 Kebutuhan zat gizi dalam jumlah yang cukup
90 93,8 6 6,2 96 100,0
dan tidak berlebihan juga tidak kekurangan
2 Pengertian makanan bergizi 42 43,8 54 56,2 96 100,0
3 Keuntungan pemberian ASI 45 46,9 51 53,1 96 100,0
4 Manfaat pemenuhan pemberian zat gizi bagi
46 47,9 50 52,1 96 100,0
tubuh
5 Menu makanan balita perlu diatur 45 46,9 51 53,1 96 100,0
6 Akibat kekurangan gixi pada balita 43 44,8 53 55,2 96 100,0
7 Anjuran terhadap ASI yang pertama kali keluar 39 40,6 57 59,4 96 100,0
8 Tujuan pemberian makanan tambahan pada
47 49,0 49 51,0 96 100,0
balita
9 Umur balita yang diberikan makanan tambahan 44 45,8 52 54,2 96 100,0
10 Makanan apa yang paling baik buat balita 47 49,0 49 51,0 96 100,0

Hasil pengukuran pengetahuan kemudian dikategorikan. Pengetahuan pada

kategori tidak baik sebanyak 56 orang (58,3%). Distribusi berdasarkan kategori dapat

dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Distribusi Berdasarkan Kategori Pengetahuan

No Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)


1 Tidak baik 56 58,3
2 Baik 40 41,7
Jumlah 96 100,0

4.2.4 Pola Asuh

Pola asuh dalam penelitian ini meliputi; asuh makan dan asuh kesehatan

dengan hasil penelitian sebagai berikut:

a. Asuh Makan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebanyak 81 orang (84,4%)

menyatakan bahwa yang memasak makanan untuk balita adalah ibu balita sendiri,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

selebihnya dilakukan oleh keluarga dan pembantu. Hal ini memberikan gambaran

bahwa sebagian besar Ibu Balita telah melakukan dengan baik tentang memasak

makanan anak Balitanya, karena masih memiliki waktu untuk mengasuh anak

balitanya.

Sebanyak 47 orang (49,0%) menyatakan bahwa jika balita tidak mau makan

maka dibiarkan saja, selebihnya berupaya membujuk dan memeriksakan balita ke

fasilitas kesehatan. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita

dalam asuh makan belum sepenuhnya mampu membujuk anak balitanya dengan baik

dalam pemenuhan gizi, karena mengikuti apa yang diinginkan anak Balitanya.

Sebanyak 56 orang (58,3%) menyatakan bahwa selalu mendampingi balita

waktu makan Selebihnya kadang-kadang mendampingi balita waktu makan. Hal ini

memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita mampu menadampingi anak

Balitanya karena sebagian besar tidak bekerja di luar rumah.

Sebanyak 43 orang (44,8%) menyatakan bahwa susu formula diberikan pada

usia 6 bulan dan sebanyak 38 orang (39,6%) menyatakan tidak diberikan susu

formula serta sebanyak 15 orang (15,6%) menyatakan kadang-kadang diberikan. Hal

ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita belum mampu

mengadopsi pola asuh makan yang baik sesuai anjuran kesehatan.

Sebanyak 44 orang (45,8%) menyatakan bahwa pemberian makanan

tambahan bubur pada usia 6 bulan, selebihnya sebanyak 46 orang (47,9%)

menyatakan tidak diberikan serta sebanyak 6 orang (6,3%) menyatakan kadang-

kadang. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita belum

mampu menerapkan pola asuh makan dalam pemberian makanan tambahan sesuai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

anjuran kesehatan. Sedangkan yang memberikan makanan tambahan beralasan Balita

tidak cukup hanya minum susu saja.

Sebanyak 42 orang (43,8%) menyatakan bahwa pemberian makanan

tambahan buah pada usia 6 bulan, selebihnya sebanyak 54 orang (56,2%) menyatakan

tidak diberikan. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita

belum mampu menerapkan pola asuh makan pemberian makanan tambahan buah dan

sebagian besar beralasan bahwa pendapatan keluarga tidak mendukung.

Sebanyak 42 orang (45,8%) menyatakan bahwa pemberian makanan

tambahan roti, agar-agar atau kacang ijo pada usia 6 bulan, selebihnya sebanyak 52

orang (54,2%) menyatakan tidak diberikan. Hal ini memberikan gambaran bahwa

sebagian besar Ibu Balita belum mampu menerapkan pola asuh makan pemberian

makanan tambahan seperti roti agar-agar atau kacang ijo dalam asuh makan.

Sebanyak 67 orang (69,8%) menyatakan bahwa frekuensi balita diberi makan

dalam sehari adalah 2 kali, selebihnya sebanyak 29 orang (30,2%) menyatakan 3-4

kali. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita belum mampu

menerapkan pola asuh makan pemberian makan dengan baik.

Sebanyak 52 orang (54,2%) menyatakan bahwa jika makanan balita belum

habis dikonsumsi maka pemberian makanan dihentikan dan sebanyak 41 orang

(42,7%) menyatakan kadang-kadang dihentikan serta sebanyak 3 orang (3,1%)

dihentikan sementara kemudian dilanjutkan. Hal ini memberikan gambaran bahwa

sebagian besar Ibu Balita belum mampu menerapkan cara pemberian makan dengan

baik pada anak balitanya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

Sebanyak 83 orang (86,5%) menyatakan bahwa porsi makanan balita tetap

dari hari ke hari dan sebanyak 13 orang (13,5%) menyatakan meningkat dari hari ke

hari. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita masih kurang

perhatian pada abak Balitanya, sehingga belum mampu menerapkan pola asuh makan

dengan optimal.

Sebanyak 96 orang (100,0%) menyatakan jika balita tidak suka pada menu

makanan tertentu kadang-kadang diupayakan makanan lain. Hal ini memberikan

gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita sudah mengupayakan menu makanan lain

dengan baik pada anak balitanya.

Sebanyak 88 orang (91,7%) menyatakan menu makanan balita kadang-kadang

bervariasi selebihnya sebanyak 8 orang (8,3%) menyatakan menu makanan bervariasi

setiap hari. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita belum

sepenuhnya mengupayakan variasi menu makanan setiap hari pada anak balitanya

dengan alasan repot dalam mengurus ruamah tangga. Distribusi berdasarkan asuh

makan dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Distribusi Berdasarkan Asuh Makan

No Pertanyaan Jawaban Jumlah (%)


1 Memasak makanan untuk balita Ibu sendiri 81 84,4
Nenek/keluarga 12 12,5
Pembantu 3 3,1
2 Balita tidak mau makan Berusaha membujuk 44 45,8
Diperiksa 5 5,2
Dibiarkan 47 49,0
3 Ibu mendampingi balita waktu makan Selalu 56 58,3
Kadang-kadang 37 38,6
Tidak 3 3,1
4 Pemberian susu formula Sejak usia 6 bulan 43 44,8
Kadang-kadang diberikan 15 15,6
Tidak diberikan 38 39,6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

Tabel 4.8 (Lanjutan)

5 Pemberian makanan tambahan seperti bubur Sejak usia 6 bulan 44 45,8


tepung atau bubur dicampur dengan pisang
Kadang-kadang diberikan 6 6,3
Tidak diberikan 46 47,9
6 Pemberian makanan tambahan buah, Sejak usia 6 bulan 42 43,8
misalnya jeruk, pepaya
Kadang-kadang diberikan 0 0.00
Tidak diberikan 54 56,2
7 Pemberian makanan selingan seperti roti Sejak usia 1 tahun 44 45,8
(kue), agar-agar atau kacang hijau
Sejak usia 6 bulan 0 0.00
Tidak diberikan 52 54,2
8 Frekuensi balita diberi makan dalam sehari 3-4 kali 29 30,2
2 Kali 67 69,8
1 kali 0 0.00
9 Tindakan ibu balita jika makanan balita Dihentikan sementara 3 3,1
belum habis dikonsumsi kemudian diteruskan
Kadang-kadang dihentikan 41 42,7
Dihentikan 52 54,2
10 Porsi makanan balita dari hari ke hari Semakin naik 13 13,5
Tetap 83 86,5
Menurun 0 0,00
11 Balita tidak suka pada menu makanan Mengusahakan makanan 0 0,00
tertentu lain
Kadang-kadang 96 100,0
Tidak 0 0,00
12 Variasi makanan balita setiap hari Bervariasi 8 8,3
Kadang-kadang 88 91,7
Tidak 0 0,00
Jumlah 96 100,0

Hasil pengukuran asuh makan kemudian dikategorikan, asuh makan pada

kategori tidak baik sebanyak 52 orang (54,2%). Distribusi berdasarkan kategori dapat

dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Distribusi Berdasarkan Kategori Asuh Makan

No Kategori Jumlah Persen (%)


1 Tidak baik 52 54,2
2 Baik 44 45,8
Jumlah 96 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

b. Asuh Kesehatan

Hasil penelitian tentang asuh kesehatan diketahui sebanyak 90 orang (93,8%)

menyatakan dalam satu bulan terakhir balita tidak mengalami penyakit diare dan

sebanyak 6 orang (6,2%) menyatakan balita mengalami penyakit diare. Diare dapat

menyebabkan anak tidak mempunyai nafsu makan sehingga kekurangan jumlah

makanan dan minuman yang masuk ke tubuhnya, yang dapat berakibat balita

mengalami gizi kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang

kebersihan dalam menyiapkan makanan dan mengolah sudah baik.

Sebanyak 88 orang (91,7%) menyatakan dalam satu bulan terakhir balita tidak

mengalami penyakit ISPA dan sebanyak 8 orang (8,2%) menyatakan balita

mengalami penyakit ISPA. Sebagian besar ibu Balita memiliki waktu dan perhatian

yang baik. Status gizi yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh balita terhadap

serangan berbagai macam penyakit seperti ISPA, sehingga berakibat balita

mengalami gizi kurang. Hal ini

Sebanyak 96 orang (100,0%) menyatakan membawa balita ke fasilitas

kesehatan (puskesmas atau posyandu) apabila sakit. Hal ini memberikan gambaran

bahwa sebagian besar Ibu Balita sudah dapat mengakses fasilitas kesehatan dengan

baik.

Sebanyak 63 orang (65,6%) menyatakan membawa anak balita ke posyandu

pada saat jadwal imunisasi dan sebanyak 33 orang (34,4%) menyatakan tidak

membawa anak balita ke posyandu pada saat jadwal imunisasi. Alasan ibu balita

karena saat itu kondisi balita kurang sehat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

Sebanyak 64 orang (66,7%) menyatakan anak balita mendapatkan imunisasi

sesuai umur dan sebanyak 32 orang (33,3%) menyatakan anak balita mendapatkan

imunisasi tidak sesuai umur. Alasan ibu balita adalah ketidaktahuan waktu dan tempat

imunisasi balita.

Sebanyak 96 orang (100,0%) menyatakan membawa KMS apabila berkunjung

ke posyandu. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar Ibu Balita sudah

mengatahui syarat untuk dapat mengakses fasilitas kesehatan.

Sebanyak 79 orang (82,3%) menyatakan balita ditimbang setiap bulan dan

sebanyak 17 orang (17,7%) menyatakan balita tidak ditimbang setiap bulan. Alasan

ibu yang tidak menimbang balita karena kadang-kadang ada pekerjaan di luar rumah

dan repot mengurus rumah tangga, sehingga tidak sempat membawa anaknya untuk

ditimbang ke Posyandu. Distribusi berdasarkan asuh kesehatan dapat dilihat pada

Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Distribusi Berdasarkan Asuh Kesehatan

No Pernyataan Ya Tidak Jumlah


n% n% n%
1 Satu bulan terakhir balita mengalami penyakit
6 6,2 90 93,8 96 100,0
diare
2 Satu bulan terakhir balita mengalami penyakit
8 8,3 88 91,7 96 100,0
ISPA
3 Membawa balita apabila sakit ke fasilitas
96 100,0 0 0,0 96 100,0
kesehatan
4 Membawa anak balita ke posyandu pada saat 33 34,4 63 65,6 96 100,0 jadwal imunisasi
5 Anak balita mendapatkan imunisasi sesuai umur 32 33,3 64 66,7 96 100,0
6 Membawa KMS setiap berkunjung ke Posyandu 96 100,0 0 0,0 96 100,0
7 Balita ditimbang setiap bulan 17 17,7 79 82,3 96 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

Hasil pengukuran asuh kesehatan kemudian dikategorikan, asuh kesehatan

pada kategori tidak baik sebanyak 66 orang (68,8%). Distribusi berdasarkan kategori

dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Distribusi Berdasarkan Kategori Asuh Kesehatan

No Kategori Jumlah Persentase (%)


1 Tidak baik 66 68,8
2 Baik 30 31,2
Jumlah 96 100,0
4.2.5 Status Gizi Balita

Parameter yang digunakan dalam penilaian status gizi menggunakan indeks

antropometri, yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U) dengan baku rujukan WHO-

NCHS. Status gizi BB/U memberikan gambaran secara umum, tidak spesifik Hasil

penelitian menunjukkan sebanyak 59 orang (61,5%) dengan status gizi kurang dan

sebanyak 37 orang (38,5%) dengan status gizi normal. Distribusi berdasarkan status

gizi balita dapat dilihat pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Distribusi Berdasarkan Status Gizi Balita

No Indeks Antropometri Kategori Jumlah Persentase


(%)
1 BB/U Gizi kurang 59 61,5
Gizi normal 37 38,5
Jumlah 96 100,0

4.3 Analisis Bivariat

Hubungan masing-masing variabel bebas, yaitu (karakteristik ibu balita, asuh

makan dan asuh kesehatan) dengan variabel dependen (status gizi balita) dilakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

uji bivariat menggunakan uji statistik chi-square. Hasil uji masing-masing variabel

dapat dilihat pada Tabel 4.13.

4.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan tingkat pengetahuan diketahui bahwa dari 56 orang ibu balita

yang memiliki pengetahuan tidak baik ada sebanyak 49 orang (87,5%) status gizi

balita kurang dan sebanyak 7 orang (12,5%) status gizi balita normal. Ada

kecenderungan ibu balita yang memiliki pengetahuan tidak baik lebih banyak status

gizi balita kurang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh p<0,05, (RP=3,500;

95% CI 2,028-6,041) artinya ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu

dengan status gizi balita.

4.3.2 Hubungan Pekerjaan dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan pekerjaan diketahui bahwa dari 59 orang ibu balita yang tidak

bekerja ada sebanyak 39 orang (66,1%) status gizi balita kurang dan sebanyak 20

orang (33,9%) status gizi balita normal. Berdasarkan uji statistik Chi-square

diperoleh p>0,05, (RP=1,223; 95% CI 0,863-1,733) artinya tidak ada hubungan

signifikan antara pekerjaan dengan status gizi balita.

4.3.3 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan pendapatan keluarga diketahui bahwa dari 67 orang ibu balita

yang memiliki pendapatan keluarga <UMK Medan ada sebanyak 56 orang (83,6%)

status gizi balita kurang dan sebanyak 11 orang (16,4%) status gizi normal. Ada

kecenderungan ibu balita yang memiliki pendapatan keluarga < UMK Medan lebih

banyak status gizi balita kurang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

p<0,05, (RP=1,592; 95% CI 1,036-2,445) artinya ada hubungan yang signifikan

antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita.

4.3.4 Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan jumlah anggota keluarga diketahui bahwa dari 54 orang ibu balita

yang memiliki jumlah anggota keluarga besar ada sebanyak 47 orang (87,0%) status

gizi balita kurang dan sebanyak 7 orang (13,0%) status gizi normal. Ada

kecenderungan ibu balita yang memiliki jumlah anggota keluarga besar lebih banyak

status gizi balita kurang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai p<0,05,

(RP=3.046; 95% CI 1,868-4,968) artinya ada hubungan signifikan antara jumlah

anggota keluarga dengan status gizi balita.

4.3.5 Hubungan Asuh Makan dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan asuh makan diketahui bahwa dari 52 orang ibu balita yang

memiliki pola asuh makan tidak baik ada sebanyak 43 orang (82,7%) status gizi balita

kurang dan sebanyak 9 orang (17,3%) status gizi balita normal. Ada kecenderungan

ibu balita yang memiliki pola asuh makan tidak baik lebih banyak status gizi balita

kurang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh p<0,05, (RP=2,274; 95% CI

1,509-3,427) artinya ada hubungan signifikan antara pola asuh makan dengan status

gizi balita.

4.3.6 Hubungan Asuh Kesehatan dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan asuh kesehatan diketahui bahwa dari 66 orang ibu balita yang

memiliki pola asuh kesehatan tidak baik ada sebanyak 46 orang (69,7%) status gizi

balita kurang dan sebanyak 20 orang (30,3%) status gizi balita normal. Ada

kecenderungan ibu balita yang memiliki pola asuh kesehatan tidak baik lebih banyak

status gizi balita kurang. Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh p<0,05,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

(RP=1,608; 95% CI 1,037-2,495) artinya ada hubungan signifikan antara pola asuh

kesehatan dengan status gizi balita.

Tabel 4.13 Hubungan Variabel Bebas dengan Variabel Terikat

95%
Status Gizi Jumlah p RP (Rasio Confidence
Variabel Prevalensi) Interval
Normal Kurang Lower Upper
n % n % n %
Karakteristik Ibu Balita
Pengetahuan
Tidak baik 7 12,5 49 87,5 56 100,0 <0,001 3,500 2,028 6,041
Baik 30 75,0 10 25,0 40 100,0
Pekerjaan
Tidak bekerja 20 33,9 39 66,1 59 100,0 0,238 1,223 0,863 1,733
Bekerja 17 45,9 20 54,1 37 100,0
Pendapatan
< UMK Medan 11 16,4 56 83,6 67 100,0 <0,001 8,080 2,753 23,713
≥ UMK Medan 26 89,7 3 10,3 29 100,0
Jumlah Anggota Keluarga
Kecil 30 71,4 12 28,6 42 100,0 <0,001 3,046 1,868 4,968
Besar 7 13,0 47 87,0 54 100,0
Pola Asuh
Asuh Makan
Tidak baik 9 17,3 43 82,7 52 100,0 <0,001 2,274 1,509 3,427
Baik 28 63,6 16 36,4 44 100,0
Asuh Kesehatan
Tidak baik 20 30,3 46 69,7 66 100,0 0,014 1,608 1,037 2,495
Baik 17 56,7 13 43,3 30 100,0

4.4 Analisis Multivariat

4.4.1 Menilai Keseluruhan Model (Over all Model Fit)

Langkah ini bertujuan untuk menguji model secara keseluruhan melalui uji

Nagelkerke R square. Berdasarkan koefisien Nagelkerke R square diperoleh bahwa

variabel karakteristik ibu balita dan pola asuh mampu menjelaskan sebesar 81,0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

keragaman total dari status gizi dan sisanya sebesar 19,0% dijelaskan oleh faktor lain

diluar model. Hasil pengujian overall model fit dapat dilihat pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Overall Model Fit

Step -2 Log Cox & Snell R Nagelkerke


likelihood Square R Square
1 40,911 0,596 0,810

4.4.2 Pengujian Hipotesis

Analisis multivariat model regresi logistik berganda model stepwise harus

memenuhi persyaratan hasil pengujian. Persyaratan yang dimaksud, yaitu indikator

variabel independen yang disertakan kedalam uji multivariat harus memiliki nilai uji

statistik p<0,25 pada uji bivariat (Tabel 4.13). Berdasarkan hasil uji bivariat dengan

metode chi-square seluruh variabel independen disertakan dalam uji regresi logistik.

Hasil uji regresi logistik diketahui bahwa variabel bebas yang diuji seluruhnya

berpengaruh signifikan terhadap kejadian gizi kurang (p<0,05), kecuali variabel

pekerjaan (Tabel 4.15), sehingga hipotesis yang menyatakan “Karakteristik ibu anak

balita (pengetahuan, pendapatan, jumlah anggota keluarga), dan Pola asuh (asuh

makan, asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan) berpengaruh terhadap kejadian gizi

kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur.”diterima

Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang paling signifikan

memengaruhi kejadian gizi kurang pada anak balita berdasarkan indeks BB/U adalah

variabel pengetahuan, pendapatan, jumlah anggota keluarga, asuh makan dan asuh

kesehatan. Hasil pengujian dapat dijelaskan sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

a. Pengetahuan ibu balita mempunyai nilai Exp (B) sebesar 17,669, artinya ibu balita

yang memiliki pengetahuan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian gizi

kurang (underweight) 18 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%; 3,063-101,925).

b. Pendapatan mempunyai nilai Exp (B) sebesar 24,993, artinya ibu balita yang

memiliki pendapatan keluraga <UMK Kota Medan mempunyai peluang risiko

kejadian gizi kurang (underweight) 25 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%;

2,990-208,925).

c. Jumlah anggota keluarga mempunyai nilai Exp (B) sebesar 7,945, artinya ibu balita

yang memiliki jumlah anggota keluarga besar mempunyai peluang risiko kejadian

gizi kurang (underweight) 8 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%; 1,524-41,428).

d. Asuh makan mempunyai nilai Exp (B) sebesar 5,790, artinya ibu balita yang

memiliki pola asuh makan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian gizi

kurang (underweight) 6 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%; 1,035-32,402).

e. Asuh kesehatan mempunyai nilai Exp (B) sebesar 11,036, artinya ibu balita yang

memiliki pola asuh kesehatan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian gizi

kurang (underweight) 11 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%; 1,714-71,057).

f. Variabel pendapatan mempunyai nilai Exp (B) paling besar, yaitu 24,993 dengan

koefisien (B) 3,219. Hasil uji regresi logistik berganda dapat dilihat pada Tabel

4.15.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

Tabel 4.15 Hasil Uji Regresi Logistik

No Variabel B Sig. Exp.B 95% CI For Exp.B


Lower Upper
1 Pengetahuan 2,872 0,001 17,668 3,063 101,925
2 Pendapatan 3,219 0,003 24,993 2,990 208,925
3 Jumlah anggota keluarga 2,073 0,014 7,945 1,524 41,428
4 Asuh makan 1,756 0,046 5,790 1,035 32,402
5 Asuh kesehatan 2,401 0,012 11,036 1,714 71,057
Constant -5,303 0,000 0,005

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita

Kejadian gizi kurang merupakan kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,

atau keadaan nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi kurang dibagi menjadi

tiga bagian, yakni gizi kurang berdasarkan indikator BB/U, BB/TB dan TB/U.

Penilaian antropometri berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Umur (BB/U)

pada saat penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan

Medan Timur digunakan sebagai indikator untuk menentukan status gizi balita.

Indeks BB/U digunakan untuk memantau pertumbuhan yang waktunya singkat/saat

ini (Current Nutritional Status) yang menggambarkan keadaan kesehatan dan

keseimbangan antara konsumsi serta kebutuhan zat gizi mengikuti pertambahan umur.

BB/U juga dapat mendeteksi kegemukan/berat badan lebih pada anak balita.

Menurut Siagian (2010), penilaian status gizi balita yang paling sering

dilakukan adalah dengan cara penilaian antropometri. Secara umum antropometri

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi

tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk

melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi

Hasil penelitian ditemukan bahwa status gizi anak balita sebanyak 59 orang

(61,5%) dengan status gizi kurang dan sebanyak 37 orang (38,5%) status gizi normal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita belum memenuhi

67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68

kebutuhan gizi anak balitanya dengan optimal. Status gizi merupakan indikator yang

dapat menentukan derajat kesehatan, karena status gizi yang baik dapat membantu

proses pertumbuhan dan perkembangan tubuh terutama untuk pertumbuhan dan

perkembangan anak balita, sehingga mencapai kematangan yang optimal. Gambaran

status gizi yang diperoleh dalam penelitian ini relevan dengan hasil survei yang

dilakukan sebelumnya di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan

Timur.

Almatsier (2009), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi

makan dan penggunaan zat-zat gizi dan gangguan gizi terjadi baik pada status gizi

kurang maupun status gizi lebih. Status gizi balita yang tidak seimbang menyebabkan

pertumbuhan seorang anak balita akan terganggu, misalnya anak tersebut gizi kurang

(underweight), kurus (wasted), pendek (stunted) atau gizi lebih (overweight).

Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh

berbagai faktor yang saling berkaitan. UNICEF (1998), merumuskan faktor-faktor

yang menyebabkan gizi kurang pada masyarakat, yaitu krisis ekonomi, politik dan

sosial. Hal tersebut menyebabkan terjadinya berbagai masalah pokok dalam

masyarakat, seperti: (a) pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan,

(b) kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya

masyarakat serta (c) kurang pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan

sebagai penyebab tidak langsung kurang gizi, yaitu (1) tidak cukup persediaan

pangan, (2) pola asuh anak tidak memadai, dan (3) sanitasi dan air bersih, pelayanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

kesehatan dasar tidak memadai. Timbulnya ketiga masalah tersebut mengakibatkan

makanan tidak seimbang serta menimbulkan penyakit infeksi sebagai penyebab

langsung kurang gizi.

Santoso dan Lies (2004) mengungkapkan bahwa keadaan gizi kurang pada

anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan pertumbuhan dan perkembangannya

yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu, kemampuan untuk belajar dan bekerja serta

bersikap pada anak yang kurang gizi akan lebih terbatas daripada anak yang normal.

Supariasa dkk. (2002) pokok permasalahan yang menyebabkan terjadinya gizi

kurang adalah kemiskinan, kurang pendidikan, dan kurang keterampilan dari

masyarakat. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi persediaan makanan dirumah,

kemampuan orangtua dalam menerapkan pola asuh kepada anak, perawatan pada ibu

hamil, dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hal tersebut akan menyebabkan asupan

makanan menurun dan penyakit infeksi yang merupakan penyebab langsung dari

masalah gizi kurang.

5.2. Karakteristik Anak Balita

Hasil penelitian diketahui sebagian besar jenis kelamin anak balita yang

mengalami gizi kurang adalah perempuan, yaitu sebanyak 57 orang (59,4%)

selebihnya laki-laki, yaitu sebanyak 39 orang (40,6%). Proporsi anak Balita

perempuan lebih banyak hal ini dikarenakan sesuai dengan data yang ada di

Puskesmas Glugur Darat, Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

Prevalensi kejadian gizi kurang berdasarkan indikator BB/U lebih banyak pada

Balita yang memiliki jenis kelamin perempuan, yaitu sebesar 64,9%. Anak balita laki-

laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap kejadian gizi kurang. Hal ini

sejalan dengan penelitian Kusriadi (2010) menyimpulkan tidak ada hubungan jenis

kelamin dengan kejadian gizi kurang. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian

Mahgoub et al. (2006) di Botswana menyimpulkan malnutrisi secara signifikan

(p<0,01) lebih tinggi di antara anak laki-laki daripada anak perempuan.

Berdasarkan umur Balita diketahui sebagian besar pada kelompok umur 13-24

bulan dan 25-36 bulan, yaitu masing-masing sebanyak 45 orang (46,9%) dan 24

orang (25,0%). Prevalensi kejadian gizi kurang berdasarkan indikator BB/U lebih

banyak pada anak Balita yang memiliki umur 6-23 bulan, yaitu sebesar 69,8%. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian Kusriadi (2010) dan Zulfadli (2012) yang

mengungkapkan bahwa kejadian gizi kurang pada anak Balita berdasarkan indikator

BB/U lebih banyak pada kelompok umur 6-23 bulan dan 24-59 bulan.

5.3. Karakteristik Ibu

Karakteristik ibu balita meliputi umur, pendidikan pengetahuan, pekerjaan,

pendapatan, jumlah anggota keluarga dengan pembahasan sebagai berikut:

5.3.1. Pengetahuan

Pengetahuan ibu balita tentang gizi sebagian besar, yaitu sebanyak 58,3%

tidak baik, karena dari 10 pertanyaan tentang gizi sebanyak 9 pertanyaan dijawab

salah oleh ibu balita. Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

konsumsi makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita. Pengetahuan yang

dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan keluarga. Kurangnya

pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan keanekaragaman makanan yang

berkurang.

Prevalensi kejadian gizi kurang berdasarkan indikator BB/U lebih banyak

pada Ibu Balita yang memiliki pengetahuan tidak baik, yaitu sebesar 87,5% dan rasio

prevalens status gizi pada anak balita berdasarkan pengetahuan ibu tentang gizi

adalah sebesar 3,500, artinya pengetahuan ibu tentang gizi merupakan faktor risiko

anak balita gizi kurang. Hasil uji statistik dengan uji Chi square menunjukkan ada

hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian gizi kurang (p<0,05).

Mengacu pada hasil tersebut bahwa semakin baik pengetahuan Ibu Balita semakin

rendah kejadian gizi kurang.

Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat

dengan pendidikan. Pendidikan ibu balita lebih banyak tingkat pendidikan SLTA,

yaitu sebanyak 69 orang (71,9%) dan SLTP sebanyak 14 orang (14,6%). Hal ini

sejalan dengan penelitian Judarwanto (2004) bahwa kemampuan orangtua untuk

memberikan pembelajaran yang baik dalam mengkonsumsi makanan dipengaruhi

oleh status pendidikan keluarga. Oleh sebab itu untuk meningkatkan pengetahuan Ibu

Balita akan masalah gizi pada balita, sebaiknya diadakan kegiatan berupa penyuluhan

serta pembagian leaflet atau brosur dalam pencegahan gizi kurang. Demikian juga

pada hasil penelitian Mahgoub et al. (2006) di Botswana dan Islam et al. (2014) di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

India menyimpulkan bahwa prevalensi gizi kurang pada anak balita berhubungan

dengan status sosial ekonomi (pendapatan orang tua).

Posyandu merupakan tempat dimana ibu bisa memperoleh pengetahuan

mendasar mengenai masalah kesehatan balita. Pemberian penyuluhan biasanya

dilakukan di posyandu. Berdasarkan pengamatan di lapangan, banyak ibu yang sering

lupa jadwal posyandu meskipun tanggal sudah ditetapkan sama untuk setiap

bulannya. Oleh sebab itu, sebaiknya kader selalu mengingatkan jadwal posyandu

kepada ibu-ibu, sehingga tidak lupa membawa anaknya ke posyandu.

5.3.2. Pekerjaan

Selain pengetahuan, ibu balita yang bekerja juga sebagai faktor penting dalam

pemenuhan gizi balita. Pada penelitian ini diketahui bahwa sebanyak 59 orang

(61,5%) Ibu Balita tidak bekerja. Ibu Balita yang tidak bekerja diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan tentang gizi balita, sehingga peran ibu dapat di tingkatkan

dalam pemenuhan kualitas dan kuantitas gizi anak balita. Oleh karena itu petugas

kesehatan diharapkan dapat lebih banyak melakukan intervensi secara langsung

karena ibu balita yang tidak bekerja akan dapat ditemui dirumahnya. Sedangkan yang

bekerja cenderung kurang memiliki waktu untuk memberikan perhatian terhadap

pemenuhan kebutuhan gizi Balita.

Prevalensi kejadian gizi kurang lebih banyak pada Ibu Balita yang tidak

bekerja, yaitu sebesar 66,1% dan rasio prevalens status gizi pada anak balita

berdasarkan pekerjaan adalah sebesar 1,223, artinya pekerjaan ibu bukan merupakan

faktor risiko anak balita gizi kurang. Hasil uji statistik dengan uji Chi square

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan

kejadian gizi kurang (p>0,05). Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa

meskipun sebagian besar Ibu Balita tidak bekerja tindakan ibu dalam pencegahan gizi

kurang pada balitanya belum cukup baik karena masih enggan membawa anak

balitanya ke posyandu atau kurang berminat mengikuti penyuluhan kesehatan.

5.3.3. Pendapatan Keluarga

Pemenuhan gizi yang baik didukung dengan tingkat pendapatan (penghasilan)

yang memadai. Pendapatan keluarga atau status ekonomi merupakan salah satu faktor

yang berkaitan dengan terpenuhinya ketersediaan pangan didalam keluarga, karena

daya beli keluarga sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan keluarga. Ketersediaan

pangan yang kurang menjadi salah satu penyebab terjadinya gizi kurang. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu sebanyak 67 orang

(69,8%) memiliki pendapatan <UMK Kota Medan.

Prevalensi kejadian gizi kurang lebih banyak pada Ibu Balita yang memiliki

pendapatan kepala keluarga <UMK Medan, yaitu sebesar 83,6% dan rasio prevalens

status gizi pada anak balita berdasarkan pendapatan kepala keluarga adalah sebesar

8,080, artinya pendapatan kepala keluarga merupakan faktor risiko anak balita gizi

kurang. Hasil uji statistik dengan uji Chi square menunjukkan ada hubungan yang

signifikan antara pendapatan keluarga dengan kejadian gizi kurang (p<0,05).

Mengacu pada hasil tersebut bahwa semakin meningkat pendapatan keluarga semakin

menurun kejadian gizi kurang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Kemiskinan dan kurang gizi merupakan suatu fenomena yang saling terkait,

oleh karena itu meningkatkan status gizi masyarakat erat kaitannya dengan upaya

peningkatan ekonomi. Secara umum dapat dikatakan bahwa peningkatan ekonomi

atau peningkatan pendapatan sebagai dampak dari berkurangnya status gizi kurang

dapat dilihat dari dua sisi, pertama berkurangnya biaya berkaitan dengan kematian

dan kesakitan dan di sisi lain akan meningkatkan produktivitas. Minimal manfaat

ekonomi yang diperoleh sebagai dampak dari perbaikan status gizi adalah:

berkurangnya kematian bayi dan anak balita, berkurangnya biaya perawatan untuk

neonatus, bayi dan balita, produktivitas meningkat karena berkurangnya anak yang

menderita gizi kurang dan adanya peningkatan kemampuan intelektualitas,

berkurangnya biaya karena penyakit kronis serta meningkatnya manfaat

“intergenerasi” melalui peningkatan kualitas kesehatan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Saputra dan Nurizzka

(2012) menyimpulkan bahwa masih banyak anak balita yang memiliki gizi buruk di

Sumatera Barat dimana prevalensi gizi buruk sekitar 17,6% dan gizi kurang sekitar

14%. Faktor sosial ekonomi, yaitu kemiskinan orang tua merupakan faktor utama

penyebab balita menderita gizi buruk dan gizi kurang.

Penghasilan yang rendah terkait erat dengan penurunan tingkat ketahanan

pangan dan terjadinya masalah gizi kurang. Akses pangan setiap individu sangat

tergantung pada ketersediaan pangan dan kemampuan untuk mengaksesnya secara

kontinyu. Kemampuan mengakses ini dipengaruhi oleh daya beli, yang berkaitan

dengan tingkat pendapatan dan kemiskinan seseorang. Masyarakat yang memiliki

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

daya beli rendah atau masyarakat tergolong miskin memiliki keterbatasan dan

kemampuan atas akses terhadap sumber daya, pelayanan kesehatan serta prasarana

untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga kebutuhan gizi anak balitanya tidak

terpenuhi. Salah satu akibat langsung dari penurunan daya beli masyarakat akan

pangan adalah meningkatnya prevalensi gizi kurang terutama pada anak balita. Hal

ini sejalan dengan pendapat Berg (1986) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan

tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan dalam kualitas dan kuantitas

pada makanan. Pendapatan yang meningkat akan berpengaruh terhadap perbaikan

kesehatan dan keadaan gizi. Sedangkan pendapatan yang rendah akan mengakibatkan

lemahnya daya beli, sehingga tidak memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan

dengan cara-cara tertentu secara efektif.

Salah satu upaya peningkatan daya beli melalui pemberian kredit usaha kecil

dan menengah dan bantuan pemasarannya dan peningkatan keterampilan (income

generating) yang disertai dengan upaya KIE gizi menuju keluarga sadar gizi kepada

masyarakat miskin menjadi sangat penting.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat UNICEF (1998), yang

menyatakan bahwa status ekonomi keluarga merupakan faktor tidak langsung

penyebab terjadinya kekurangan gizi pada anak. Dalam hal ini UNICEF

memperkenalkan bagan yang telah digunakan secara internasional mengenai berbagai

faktor penyebab KEP. Pada bagan tersebut disebutkan bahwa status ekonomi keluarga

merupakan akar masalah dari kekurangan gizi pada anak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

5.3.4. Jumlah Anggota Keluarga

Sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin akan lebih mudah

memenuhi kebutuhan makannya jika yang harus dilayani jumlahnya sedikit. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita, yaitu sebanyak 54 orang

(56,2%) memiliki jumlah anggota keluarga kategori besar, yaitu ≥ 4 orang.

Status gizi kurang pada anak Balita juga dipengaruhi oleh jumlah anggota dan

pendapatan keluarga. Tingkat pendapatan keluarga sebanyak 67 orang (69,8%) <

UMK Kota Medan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Almatsier (2004)

bahwa keluarga yang memiliki jumlah anak banyak akan menimbulkan masalah gizi

bagi keluarga jika penghasilan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Prevalensi kejadian gizi kurang lebih banyak pada Ibu Balita yang memiliki

jumlah anggota keluarga kategori besar, yaitu sebesar 87,0% dan rasio prevalens

status gizi pada anak balita berdasarkan jumlah anggota keluarga adalah sebesar

3,046, artinya jumlah anggota keluarga merupakan faktor risiko anak balita gizi

kurang. Hasil uji statistik dengan uji Chi square menunjukkan ada hubungan yang

signifikan antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian gizi kurang (p<0,05).

Mengacu pada hasil tersebut bahwa semakin sedikit jumlah anggota keluarga semakin

menurun kejadian gizi kurang.

Notoatmodjo (2007) besar keluarga mungkin berpengaruh terhadap distribusi

makanan dalam keluarga. Keadaan demikian juga dapat mengakibatkan perhatian ibu

terhadap perawatan anak menjadi berkurang, karena perhatian ibu dalam merawat dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

membesarkan anak balita dapat terpengaruh bila banyak anak yang dimiliki. Bila

besar keluarga bertambah maka porsi makanan untuk setiap anak berkurang.

Hasil penelitian ini didukung pendapat Suhardjo (2003) besar kecilnya jumlah

anggota keluarga berdampak terhadap variasi aktivitas, pekerjaan dan seleranya,

sehingga jumlah anggota keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan gizi yang

dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga

miskin paling rentan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak

yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan.

5.4. Pola Asuh

Pola asuh pada balita yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan fisik dan

biomedis dalam meningkatkan pertumbuhan balita yang optimal. Kejadian gizi

kurang pada anak sangat ditentukan oleh praktek pengasuhan dalam keluarga. Pola

asuh yang diterapkan oleh Ibu Balita, yaitu pola asuh makan dan asuh kesehatan

dengan pembahasan sebagai berikut:

5.4.1. Asuh Makan

Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh kualitas makanan dan gizi yang

dikonsumsi. Sementara itu, kualitas makanan dan gizi sangat tergantung pada pola

asuh makan anak yang diterapkan oleh keluarga. Pola asuh makan adalah cara

seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam memilih jenis dan jumlah bahan

makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang atau lebih dan mempunyai khas

untuk satu kelompok tertentu. Hasil penelitian diketahui bahwa asuh makan pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

kategori tidak baik sebanyak 52 orang (54,2%). Hal ini menunjukkan bahwa Ibu

Balita belum menerapkan pola asuh makan sebagai pemenuhan kebutuhan gizi pada

Balita secara optimal. Hasil penelitian ini didukung penelitian Zulfadli (2012) di

Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar yang menyimpulkan bahwa perilaku

ibu sebesar (58,2%) cenderung tidak baik, dalam memberikan pola asuh makan pada

anak Balita.

Salah satu penyebab terjadinya gizi kurang pada anak Balita dalam penelitian

ini adalah umur Ibu Balita sebanyak 60 orang (62,5%) pada kelompok umur 20-35

tahun. Hal ini menunjukkan bahwa umur Ibu Balita relatif tergolong muda, cenderung

memperhatikan kepentingan dirinya sendiri dan belum menerapkan asuh makan

dengan baik, karena jumlah dan persentase jawaban Ibu Balita tentang seluruh

kegiatan yang dilakukan dalam asuh makan dominan pada kategori tidak baik,

sehingga berdampak terhadap kualitas pengasuhan anak Balita terutama pada usia

anak Balita 2 tahun pertama kehidupannya.

Tingkat kecukupan zat gizi mempengaruhi status gizi (BB/U), yang berarti

penurunan atau peningkatan konsumsi pangan akan berdampak langsung terhadap

berat badan anak balita. Anak balita merupakan konsumen pasif yang sangat

bergantung pada orangtuanya, terutama ibu, dalam menerima apa yang dikonsumsi.

Sebagai gate keeper, yaitu orang yang menentukan bahan makanan yang dibeli dan

bagaimana bahan makanan tersebut disiapkan, ibu sangat berperan dalam menentukan

keadaan gizi anak Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yulia (2008) menemukan

bahwa tingkat kecukupan energi dan protein anak balita akan semakin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

meningkat, jika pola asuh makan yang diberikan ibu semakin baik. Demikian juga

pada hasil penelitian Karyadi (2000) dan Widjaja (2007) mengungkapkan bahwa

penanaman pola makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi,

saat bayi masih makan nasi tim, yaitu ketika usia baru enam bulan ke atas, ibu harus

tahu dan mampu menerapkan pola makan sehat. Pola asuh makan Balita berkaitan

dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan.

Prevalensi kejadian gizi kurang lebih banyak pada Ibu Balita yang memiliki

pola asuh makan kategori tidak baik, yaitu sebesar 82,7% dan rasio prevalens status

gizi pada anak balita berdasarkan pola asuh makan adalah sebesar 2,274, artinya pola

asuh makan merupakan faktor risiko anak balita gizi kurang. Hasil uji statistik dengan

uji Chi square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola asuh makan

dengan kejadian gizi kurang (p<0,05). Mengacu pada hasil tersebut bahwa semakin

baik pola asuh makan semakin menurun kejadian gizi kurang..

Hasil penelitian Ogunba (2006) menyebutkan bahwa perilaku ibu yang benar

selama memberi makan akan meningkatkan konsumsi pangan anak dan pada akhirnya

akan meningkatkan status gizi anak. Berdasarkan pengamatan di lapangan kecukupan

dan keanekaragaman bahan makanan yang mampu disediakan untuk dikonsumsi

anggota keluarga sangat terbatas. Demikian juga dengan komposisi makanan dilihat

dari sumber zat gizi belum sesuai dengan konsep keseimbangan menu makanan yang

dianjurkan. Proses pengolahan makanan keluarga yang tidak baik, sehingga dapat

mengakibatkan bayi sakit. Hal ini sering kali menyebabkan kandungan gizi makanan

pada keluarga tidak sesuai lagi dengan kebutuhan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

Rendahnya kemampuan keluarga dalam menyediakan makanan yang sesuai dengan

kebutuhan Balita maupun anggota keluarga lainnya bahwa sebagian besar responden

memiliki pendapatan < UMK Kota Medan.

Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah peningkatan penyelenggaraan

program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang bergizi, seperti susu kedelai

melalui Posyandu dengan melibatkan peran serta masyarakat dan pihak swasta. Selain

untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan, program PMT diharapkan dapat

meningkatkan pemahaman ibu tentang bahan makanan yang bergizi.

5.4.2. Asuh Kesehatan

Anak balita adalah kelompok usia yang rentan terserang penyakit, terkait

dengan interaksi dengan sarana dan prasarana di rumah tangga dan sekelilingnya.

Jenis sakit yang dialami, frekuensi sakit, lama sakit, penanganan anak balita sakit dan

status imunisasi adalah faktor yang memengaruhi tingkat kesehatan anak balita dan

status gizi anak balita yang merupakan bagian dari asuh kesehatan. Hasil penelitian

diketahui bahwa asuh kesehatan pada kategori tidak baik sebanyak 66 orang (68,8%).

Hal ini menunjukkan bahwa Ibu Balita belum melaksanakan pola asuh kesehatan

dengan baik.

Anak balita merupakan individu pasif, sehingga perawatan kesehatannya

merupakan tanggung jawab individu dewasa di sekitarnya, terutama orangtuanya.

Menurut Satoto (1990), pola asuh kesehatan yang diterapkan pada anak balita perlu

dilakukan secara sungguh-sungguh karena anak balita belum mampu merawat diri

sendiri, kondisi fisik masih lemah dan sangat peka terhadap serangan penyakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

Perawatan kesehatan anak balita akan mempengaruhi status kesehatannya. Anak

balita yang tidak terawat dengan baik akan mudah terserang penyakit

Salah satu penyebab terjadinya gizi kurang pada balita dalam penelitian ini

adalah terkait dengan asuh kesehatan, yaitu sebanyak 79 orang (82,3%) tidak

menimbang balita, dan sebagian besar tidak membawa balita pada jadwal imunisasi

karena ada pekerjaan di luar rumah, sehingga tidak sempat membawa anaknya ke

Posyandu. Pemberian vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi yang

berfungsi melindungi terhadap penyakit, yaitu melalui pemberian imunisasi secara

lengkap kepada anak balita dapat mempengaruhi status gizinya secara positif karena

tubuh akan memiliki daya tahan terhadap penyakit-penyakit berbahaya yang dapat

mengakibatkan cacat atau kematian. Hal ini sejalan dengan pendapat Engle et.al

(1996), yang menyatakan bahwa asuh kesehatan meliputi praktek kebersihan dan

sanitasi lngkungan dan perawatan anak balita dalam keadaan sakit seperti pencarian

pelayanan kesehatan.

Prevalensi kejadian gizi kurang lebih banyak pada Ibu Balita yang memiliki

pola asuh kesehatan kategori tidak baik, yaitu sebesar 69,7% dan rasio prevalens

status gizi pada anak balita berdasarkan pola asuh kesehatan adalah sebesar 1,608,

artinya pola asuh kesehatan merupakan faktor risiko anak balita gizi kurang. Hasil uji

statistik dengan uji Chi square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

pola asuh kesehatan dengan kejadian gizi kurang (p<0,05). Mengacu pada hasil

tersebut bahwa semakin baik pola asuh kesehatan semakin menurun kejadian gizi

kurang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

Anak balita yang kurang gizi jauh lebih mudah terkena diare daripada anak

yang lebih besar atau orang dewasa. Hal ini disebabkan anak balita harus

menciptakan kekebalan terhadap bermacam-macam organisme pada saat mereka juga

sedang membutuhkan banyak bahan makanan untuk pertumbuhan (Sukarni, 2004).

Berdasarkan pengamatan di lapangan pada saat penelitian, menunjukkan

kegiatan asuh kesehatan pada keluarga masih rendah, khususnya dalam tindakan

imunisasi Balita. Kualitas asuh kesehatan yang dilakukan pada Balita sejak lahir

belum baik, sehingga daya tahan bayi (tingkat imunitas) terhadap kuman penyakit

juga rendah.

5.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Gizi Kurang

Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kejadian gizi kurang pada anak

Balita berdasarkan pengukuran Antropometri BB/U digunakan uji regresi logistik

berganda dengan metode stepwise. Hasil analisis uji statistik menunjukkan bahwa

faktor-faktor yang memengaruhi kejadian gizi kurang, yaitu karakteristik Ibu Balita

(pengetahuan, pendapatan, jumlah anggota keluarga) dan pola asuh (asuh makan,

asuh kesehatan) sedangkan pekerjaan tidak berpengaruh.

5.5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Kejadian Gizi Kurang

Pengetahuan ibu balita mempunyai nilai Exp (B) sebesar 17,669, artinya ibu

balita yang memiliki pengetahuan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian gizi

kurang (underweight) 18 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%; 3,063-101,925). Hal

ini sejalan dengan penelitian Yusrizal (2008) di wilayah pesisir Kabupaten Bireuen,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

yang menyimpulkan bahwa pengetahuan ibu mempunyai pengaruh terhadap tindakan

penanggulangan gizi kurang.

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).

Kurangnya pengetahuan tentang gizi maka kemampuan untuk menerapkan informasi

dalam kehidupan sehari-hari merupakan penyebab kejadian gangguan kurang gizi.

Demikian juga dengan pendapat Suhardjo (2003) pengetahuan gizi dipengaruhi oleh

berbagai faktor, di samping pendidikan yang pernah dijalani, faktor lingkungan sosial

dan frekuensi kontak dengan media massa juga memengaruhi pengetahuan gizi. Salah

satu sebab gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi atau kemauan untuk

menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah untuk meningkatkan

pengetahuan ibu balita tentang masalah kesehatan terutama masalah gizi pada Balita

sebaiknya diadakan kegiatan berupa penyuluhan melalui pembagian leaflet atau

brosur, sehingga tindakan ibu dalam pencegahan kejadian gizi kurang semakin baik.

5.5.2. Pengaruh Pendapatan terhadap Kejadian Gizi Kurang

Hasil penelitan menunjukkan bahwa pendapatan memiliki pengaruh paling

dominan terhadap kejadian gizi kurang. Berdasarkan hasil uji statistik pendapatan

mempunyai nilai Exp (B) sebesar 24,993, artinya ibu balita yang memiliki pendapatan

keluarga <UMK Kota Medan mempunyai peluang risiko kejadian gizi kurang

(underweight) 25 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%; 2,990-208,925).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

Sebagian besar ibu balita belum memperhatikan faktor gizi dalam

memberikan makanan kepada anak. Kondisi ekonomi keluarga dan tingkat

pengetahuan gizi ibu yang rendah diduga menjadi penyebab tingginya kejadian gizi

kurang pada anak balita. Dengan demikian, kondisi ekonomi (tingkat pendapatan)

memiliki peran langsung terhadap status gizi anak balita walaupun secara teoritis

tidak demikian

Hal ini sejalan dengan penelitian Kusriadi (2010) menyimpulkan bahwa faktor

yang berpengaruh terhadap gizi kurang pada anak Balita adalah status ekonomi

keluarga yang tergolong miskin berisiko meningkatkan gizi kurang 1,3 kali.

Demikian juga hasil penelitian Mahgoub et al. (2006) di Botswana yang

menyimpulkan bahwa prevalensi gizi kurang menurun secara signifikan (p<0,01) jika

pendapatan keluarga meningkat.

Hal senada juga ditemukan pada penelitian Amosu et al. (2011) di Nigeria

menyimpulkan bahwa status gizi anak Balita usia 6-59 bulan masih merupakan

masalah kesehatan masyarakat dan status sosial ekonomi miskin dari orang tua

berpengaruh terhadap pemenuhan gizi anak Balita Demikian juga hasil penelitian

Islam et al. (2014) di India menyimpulkan bahwa prevalensi gizi kurang berhubungan

dengan status sosial ekonomi, yaitu pendapatan orang tua.

Menurut Suhardjo (2003), keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu

merupakan faktor yang kurang mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan

anak balita. Hal ini disebabkan keadaan ekonomi sangat berpengaruh kepada

konsumsi pangan keluarga.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

5.5.3. Pengaruh Jumlah Anggota Keluarga terhadap Kejadian Gizi Kurang

Jumlah anggota keluarga mempunyai nilai Exp (B) sebesar 7,945, artinya ibu

balita yang memiliki jumlah anggota keluarga besar mempunyai peluang risiko

kejadian gizi kurang (underweight) 8 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%; 1,524-

41,428).

Jumlah anggota keluarga dan pendapatan merupakan variabel yang sangat erat

kaitannya, sehingga jumlah anggota keluarga dan tingkat pendapatan dalam

penyediaan makanan untuk keperluan keluarga berpengaruh terhadap kejadian gizi

kurang. Pendapatan kepala keluarga sebagian besar <UMK Kota Medan dan sebagian

besar memiliki jumlah anggota keluarga ≥4 orang (besar), sehingga berpengaruh

terhadap pemenuhan gizi keluarga. Sedangkan berdasarkan urutan anak balita dalam

keluarga lebih banyak pada kelompok urutan ke dua dan ketiga, yaitu masing-masing

sebanyak 55 orang (57,3%) dan sebanyak 22 orang (22,9%).

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Islam et al. (2014) di India

menyimpulkan bahwa jumlah anggota keluarga berhubungan dengan kejadian gizi

kurang. Demikian juga pada hasil penelitian Jalal dan Soekiman (1990) menyatakan

bahwa ada hubungan status gizi anak dengan pendapatan keluarga berdasarkan

perbedaan jumlah anggota keluarga. Semakin tinggi pendapatan dan semakin rendah

jumlah anggota keluarga, maka semakin baik pertumbuhan anak. Demikian juga hasil

penelitian Tarigan (2003) menyimpulkan bahwa umumnya keluarga dengan besar

keluarga 7-8 orang akan mengalami KEP dimulai pada anak nomor ke empat atau

yang lahir sesudahnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan jumlah anggota

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

keluarga yang besar dibarengi dengan distribusi makanan yang tidak merata akan

menyebabkan anak Balita dalam keluarga tersebut menderita KEP. Namun berbeda

dengan hasil penelitian Yusrizal (2008) menyimpulkan bahwa jumlah anggota

keluarga tidak berpengaruh terhadap status gizi anak Balita.

5.5.4. Pengaruh Asuh Makan terhadap Kejadian Gizi Kurang

Asuh makan mempunyai nilai Exp (B) sebesar 5,790, artinya ibu balita yang

memiliki pola asuh makan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian gizi kurang

(underweight) 6 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%; 1,035-32,402). Hal ini

sejalan dengan Yusnidaryani (2009) di Kabupaten Aceh Utara menyimpulkan bahwa

ibu balita yang memiliki asuh makan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian

gizi kurang sebesar 2,6 kali. Demikian juga penelitian Zulfadli (2012) di Kecamatan

Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar, yang menyimpulkan bahwa ibu balita yang

memiliki asuh makan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian gizi kurang

sebesar 3,9 kali. Pola asuh makan memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat

kecukupan zat gizi anak balita. Hasil penelitian Islam et al. (2014) di India

menyimpulkan bahwa asuh makan berhubungan dengan kejadian gizi kurang.

Menurut Engle, Menon dan Haddad (1996), faktor ketersediaan sumber daya

keluarga seperti pendidikan dan pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, pola

pengasuhan, sanitasi dan penyehatan rumah, ketersediaan waktu serta dukungan ayah,

sebagai faktor yang memengaruhi status gizi. Pola pengasuhan turut berkontribusi

terhadap status gizi anak, salah satu pola pengasuhan yang berhubungan dengan

status gizi anak adalah pola asuh makan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

5.5.5. Pengaruh Asuh Kesehatan terhadap Kejadian Gizi Kurang

Asuh kesehatan mempunyai nilai Exp (B) sebesar 11,036, artinya ibu balita

yang memiliki pola asuh kesehatan tidak baik mempunyai peluang risiko kejadian

gizi kurang (underweight) 11 kali pada tingkat kepercayaan (CI 95%; 1,714-71,057).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh kesehatan lebih kuat

pengaruhnya terhadap kejadian gizi kurang dibanding pola asuh makan. Kesadaran

ibu terhadap kesehatan anak balita belum sepenuhnya baik Akses ibu terhadap

informasi tentang pelayanan gizi dan kesehatan diduga mempengaruhi pola asuh

kesehatan ibu. Ibu balita di daerah penelitian memiliki akses yang baik terhadap

sarana pelayanan gizi dan kesehatan, terutama Posyandu. Namun, ibu memiliki

keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan gizi anak balita. Sebagian besar ibu balita

belum memperhatikan faktor gizi dalam memberikan makanan kepada anak. Kondisi

ekonomi keluarga dan tingkat pengetahuan gizi ibu yang rendah diduga menjadi

penyebab rendahnya konsumsi pangan anak balita. Dengan demikian, pola asuh

kesehatan ibu memiliki peran langsung terhadap status gizi anak balita.

Hal ini sejalan dengan Yusnidaryani (2009) di Kabupaten Aceh Utara

menyimpulkan bahwa ibu balita yang memiliki asuh kesehatan tidak baik mempunyai

peluang risiko kejadian gizi kurang sebesar 9,8 kali. Demikian juga penelitian

Zulfadli (2012) di Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar, yang

menyimpulkan bahwa ibu balita yang memiliki asuh kesehatan tidak baik mempunyai

peluang risiko kejadian gizi kurang sebesar 3,7 kali.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

Hasil penelitian ini relevan dengan pendapat Engle et.al (1996), perilaku ibu

dalam menghadapi anak balita yang sakit dan pemantauan kesehatan terprogram

adalah pola pengasuhan kesehatan yang sangat memengaruhi status gizi anak balita.

Anak Balita yang mendapatkan imunisasi akan lebih rendah mengalami risiko

penyakit. Anak balita yang dipantau status gizinya di Posyandu melalui kegiatan

penimbangan akan lebih dini mendapatkan informasi akan adanya gangguan status

gizi. Sakit yang lama, berulang akan mengurangi nafsu makan yang berakibat pada

rendahnya asupan gizi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagai kesimpulan dan saran

penelitian sebagai berkut:

1. Karakteristik Ibu Balita (pengetahuan, pendapatan keluarga, jumlah anggota

keluarga) berpengaruh signifikan terhadap kejadian gizi kurang di Wilayah Kerja

Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur. Berarti apabila pengetahuan

ibu Balita baik, pendapatan keluarga meningkat dan jumlah anggota keluarga

kecil, maka semakin rendah kejadian gizi kurang.

2. Pola asuh (asuh makan, asuh kesehatan) berpengaruh signifikan terhadap kejadian

gizi kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur.

Berarti apabila pelaksanaan asuh makan, asuh kesehatan pada Balita baik, maka

semakin rendah kejadian gizi kurang.

3. Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah pendapatan keluarga artinya

apabila pendapatan keluarga lebih kecil dari UMK Medan mempunyai peluang 25

kali untuk terjadinya resiko kejadian gizi kurang dibandingkan dengan

pendapatan keluarga lebih besar dari UMK Medan.

6.2 Saran

1. Puskesmas Glugur Darat dan Dinas Kesehatan Kota Medan

89
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
90

a). Mengupayakan peningkatan pengetahuan tentang gizi oleh tenaga kesehatan

kepada ibu Balita pemberian penyuluhan dengan bahasa yang mudah

dipahami oleh penduduk setempat seperti pembagian leaflet atau brosur dalam

pencegahan gizi kurang.

b). Mengupayakan peningkatan kegiatan program Pemberian Makanan Tambahan

(PMT) untuk perbaikan gizi Balita.

c). Mengupayakan peningkatan pemberdayaan petugas kesehatan melalui

pemberian pengarahan tentang pentingnya kegiatan asuh kesehatan yang baik,

sebagai upaya meningkatkan status kesehatan dan gizi Balita

d). Mengupayakan peningkatan penyuluhan oleh petugas gizi Puskesmas pasa

saat hari buka Posyandu atau kunjungan rumah tentang asuh makan untuk

meningkatkan status gizi Balita.

2. Pemerintah Kota Medan

Mengupayakan program penanggulangan kemiskinan perkotaan melalui

peningkatan keterampilan (income generating) yang disertai dengan upaya KIE

gizi menuju keluarga sadar gizi kepada masyarakat yang dapat berkontribusi

terhadap perbaikan gizi Balita.

3 Ibu Balita

Mengupayakan peningkatan pengetahuan tentang gizi dan pola asuh anak Balita

dari petugas kesehatan, atau membaca poster serta meningkatkan partisipasi

dalam kegiatan Posyandu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W, 2007. sistem Kesehatan Nasional. Radja Grafindo Persada, Jakarta.

Almatsier, S., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Amosu, A.M, Degun, A.M., Atulomah, N.O.S., Olanrewju., M.F., 2011. A Study of
the Nutritional Status of Under-5 Children of Low-Income Earners in a South-
Western Nigerian Community. Current Research Journal of Biological
Sciences 3(6): 578-585, 2011 ISSN:2041-0778 © Maxwell Scientific
Organization.

Ares, M., Martianto D., 2006. Estimasi kerugian ekonomi akibat status gizi buruk dan
biaya penanggulangannya pada balita di berbagai provinsi di Indonesia. Jurnal
Gizi dan Pangan. 2006;1(2):26-33.

Arikunto,. Suharsimi., 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Rineka


Cipta, Jakarta.

Aritonang, I., 2004. Penyebab Gizi Buruk dan Kematian pada Anak Balita. Jurnal
Nutrisia, Media Informasi Gizi Ilmiah. Vol 5. No.1., 1-42.

Azwar., A., 2004. Aspek Kesehatan dan Gizi dalam Ketahanan Pangan dalam Widya
Karya Pangan dan Gizi Nasional VIII. 17-19 Mei 2004, Jakarta

Bappenas, 2010. Peta jalan percepatan pencapaian tujuan pembangunan milenium di


Indonesia. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta.

Berg , Alen .1999.Faktor Gizi; Rineka Cipta, Jakarta

Depkes RI., 2002. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Direktor Jenderal Bina


Kesehatan Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI, 2005. Gizi Dalam Angka. Dirjen Bina Masyarakat Direktorat Gizi
Masyarakat, Jakarta

Depkes RI., 2008. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Penelitian dan
Pengembangan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Depkes RI., 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-
2025, Jakarta.

91
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
92

Devi, Mazarina, 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Status


Gizi Balita Di Pedesaan. Jurnal Teknologi Dan Kejuruan, Vol. 33, No. 2,
September 2010: 183 192.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2014. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara, 2013, Medan.

Engle, P.L, P. Menon., L. Haddad., 1996. Care and Nutrition ; Concept and
Measurement. Washington D.C. International Food Policy Research Institute
(IFPRI)

Gibson., Rosalind., S., 2005. Principles of Nutritional Assessments. New York, USA:
Oxford University Press.

Islam, S, Mahanta TG, Sarma R, Hiranya S., 2014. Nutritional Status of under 5
Children belonging to Tribal Population Living in Riverine (Char) Areas of
Dibrugarh District, Assam. Indian J Community Med. 2014 Jul;39(3):169-74.
doi: 10.4103/0970-0218.137155. PMID: 25136158

Jalal, F; Soekiman., 1990. Pemanfaatan Antropmetri sebagai Indikator Sosial


Ekonomi. Gizi Indonesia 1990; 14 (2):26-3

Judarwanto., W., 2004. Mengatasi Kesulitan Makan pada Anak. Jakarta: Puspa Swara

Karyadi, D., 2000. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Gramedia, Jakarta.

Kemenkes RI., 2011. Panduan Penyelenggaraan PMT Pemulihan Bagi Balita Gizi
Kurang, Jakarta.

Kemenkes RI., 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Kusriadi, 2010. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Kurang Gizi pada
Anak Balita Di Provinsi NTB. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Mahgoub, Salah E.O, Maria Nnyepi, Theodore Bandeke., 2006. Factors Affecting
Prevalence Of Malnutrition Among Children Under Three Years Of Age In
Botswana. African Journal of Food Agriculture Nutrition and Development,
Vol. 6, No. 1, 2006.

Moehdji, S., 2003. Ilmu Gizi dan Penanggulangan Gizi Buruk. Papas Sinar Sinanti,
Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

Mulyadi, D, 2003. Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC
pada Balita Berstatus Gizi Buruk di Kota Bogor. Tesis. Universitas Indonesia.

Notoatmodjo, Soekidjo., 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta

Ogunba., B.O. 2006. Maternal behavioral feeding practices and under-five nutrition:
implication for child development and care. Journal of Applied Sciences
Research 2(12): 1132-1136.

Preston AM, Palasoic C, A C, BS R, M R, Rodriguez V. 2011. Validation and


Reproducibility of a Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire for Use
in Puerto Rican Children. P R Health Science Journal. 2011;30(2):58-64.

Prihatini, Sri dan Abas Basuni Jahari. 2007. “Faktor Resiko Kegemukan pada Anak
Sekolah Usia 6-18 Tahun di DKI Jakarta.” 30(1): 32-40.

Pudjiadi, S. 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. FK UI, Jakarta.

Santoso, S, Lies A. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.

Saputra., Wiko., Rahmah Hida Nurizzka., 2012. Faktor Demografi Dan Risiko Gizi
Buruk Dan Gizi Kurang. Makara, Kesehatan, Vol. 16, No. 2, Desember 2012:
95-101.

Satoto., 1990. Pertumbuhan dan perkembangan anak umur 0-18 bulan di Kecamatan
Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah [disertasi]. Semarang: Universitas
Diponegoro.

Sediaoetama, AD. 2008. Ilmu Gizi Jilid I. Dian Rakyat, Jakarta.

Siagian,. A,.2010. Epidemiologi Gizi. Erlangga., Jakarta.

Soegeng., S.. Anne Lies Ranti., 2009. Kesehatan dan Gizi. PT Rineka Cipta, Jakarta

Soekirman., 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Suhardjo, 2003. Pangan Gizi dan Pertanian, Universitas Indonesia, Jakarta

Sukarni, M., 2004. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bogor: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan dan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,
Institut Pertanian Bogor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

Supariasa, IDN., Bakri, B dan Fajar, I., 2002. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta.

Sutani., 2008. Memahami Kebutuhan Anak. Rosdakarya. Bandung.

Sutomo, B dan Anggraini, DY. 2010. Menu Sehat Alami Untuk Balita & Batita. PT.
Agromedia Pustaka., Jakarta :

Tarigan., I.U, 2003. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak
Umur 3-36 Bulan Sebelum Dan Saat Krisis Ekonomi Di Jawa Tengah .
Buletin Penelitian Kesehatan Bulletin Of Health Studies Vol. 31 No. 1-2003.

UNICEF., 1998. The State of the World’s Children 1998. Oxford University Press,
New York.

UNICEF, 2009. Achieving MDGs through RPJMN. Nutrition Workshop, Bappenas;


2009, Jakarta.

UNICEF., 2013. Improving Child Nutrition. New York: Division of Comunication,


UNICEF.

WHO., 2005. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Widjaja., 2007. Gizi Tepat untuk Perkembangan Otak dan Kesehatan Balita. Kawan
Pustaka, Jakarta.

Yusnidaryani., 2009. Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Bayi Pada Keluarga
Miskin Dan Tidak Miskin Di Kabupaten Aceh Utara. Tesis SPS Universitas
Sumatera Utara, Medan

Yusrizal., 2008. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Dan Budaya Masyarakat Terhadap
Status Gizi Anak Balita Di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. Tesis SPS
Universitas Sumatera Utara, Medan

Zulfadli., 2012. Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Anak Balita Di Kecamatan
Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar. Tesis. S2 IK, FKM, USU, Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran : 1. Kuesioner Penelitian

KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN GIZI KURANG
PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GLUGUR
DARAT KECAMATAN MEDAN TIMUR

A. Karakteristik Responden
1. Umur :
2. Pendidikan : 1. Tamat SD 2. SLTP 3 SLTA 4 DIII
5. S-1
3. Pekerjaan : 1. IRT
2. PNS
3. Pegawai swasta
4. Wiraswasta/Berdagang
5.Bertani/ berkebun
6. Lainnya, sebutkan......................................
4. Pendapatan : ≥ UMK Medan (Rp.2.271.255)

< UMK Medan (Rp.2.271.255)


5. Jumlah anggota keluarga : ...................... Orang.

B. Karakteristik Balita
1.Umur :
2.Jenis Kelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan
3.Berat Badan : :
4.Anak Ke :

95
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
96

C. PENGETAHUAN
Pengetahuan Ibu tentang Gizi
Petunjuk : Pilihlah salah satu jawaban pernyataan dibawah ini sesuai dengan
pengetahuan saudari.Berikan tanda X pada pernyataan yang diangap benar pada kotak
pilihan jawaban yang tersedia.
1 Benar (1)
2 Salah (0)
No Pertanyaan Jawaban
1 (B) 0 (S)
1 Setiap orang memerlukan zat gizi dalam jumlah yang cukup dan
tidak berlebihan agar dapat hidup sehat, namun juga tidak
kekurangan, sehingga dianjurkan:
a. Makanlah makanan yang beragam, bergizi dan berimbang
b. Makanlah makanan yang sudah di awetkan
c. Makanlah makanan yang banyak mengandung lemak dan serat
d. Makanlah makanan yang banyak mengandung lemak
2 Makanan bergizi adalah:
a. Makanan yang mengandung sumber energi, protein, vitamin dan
mineral
b Makanan yang banyak porsinya
c Makanan yang banyak porsinya, enak dan gurih
d. Makanan yang bersih dan menarik
3 Keuntungan pemberian ASI adalah ?
a. Bayi sehat, tidak mudah sakit, cerdas, dan tidak mudah cengeng
b. Menghemat biaya pengeluaran
c. Bayi cepat kenyang
d. Pengganti vitamin
4 Manfaat pemenuhan pemberian zat gizi bagi tubuh adalah untuk:
a. Meningkatkan berat badan
b. Membuat tubuh lincah
c. Mendapatkan tubuh yang gemuk
d. Membuat tubuh menjadi kuat
5 Menu makanan balita perlu diatur berdasarkan
a. Kesukaan ibu
b. Kebutuhan gizi
c. Keinginan pengasuh
d. Apa yang dimasak
6 Kekurangan gizi pada anak balita dapat mengakibatkan :
a. Mudah terserang penyakit
b. Anak memiliki perkembangan tubuh yang tepat
c. Anak akan sehat
d. Anak akan cerdas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

7 ASI yang pertama kali keluar dianjurkan untuk:


a. Langsung diberikan kepada bayi
b. Dibuang
c. Dibiarkan saja
d. Dibersihkan
8 Tujuan pemberian makanan tambahan pada balita adalah;
a.Agar balita tidak menyusui lagi
b.Meningkatkan status gizi balita
c.Balita cepat besar
d.Agar ibu balita leluasa bekerja
9 Balita diberikan makanan tambahan sebaiknya pada umur;
a. > 6 bulan
b. < 3 bulan
c. > 1 bulan
d. Tidak tahu
10 Menurut ibu makanan apa yang paling baik buat balita
a. ASI
b. Susu sapi
c. Nasi
d. Buah

D. POLA ASUH MAKAN


Petunjuk : Pilihlah salah satu jawaban pernyataan dibawah ini sesuai dengan
pengetahuan saudari.Berikan tanda X pada pernyataan yang diangap benar pada kotak
pilihan jawaban yang tersedia.

1. Siapa yang memasak makanan untuk balita


3. Ibu sendiri
2. Nenek/keluarga
1. Pembantu
2. Bila balita tidak mau makan apa yang ibu lakukan
3. Berusaha membujuk
2. Diperiksa
1. Dibiarkan
3. Apakah ibu mendampingi balita waktu makan
3. Selalu
2. Kadang-kadang
1. Tidak
4. Sejak umur berapa balita mulai diberikan susu formula/susu kaleng
3. Sejak usia 6 bulan
2. Kadang-kadang diberikan
1. Tidak diberikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

5. Sejak umur berapa balita mulai diberikan makanan tambahan


seperti bubur tepung atau bubur dicampur dengan pisang
3. Sejak usia 6 bulan
2. Kadang-kadang diberikan
1. Tidak diberikan
6 Sejak umur berapa balita mulai diberikan makanan tambahan buah,
misalnya jeruk, pepaya
3. Sejak usia 6 bulan
2. Kadang-kadang diberikan
1. Tidak diberikan
7. Sejak umur berapa balita mulai diberikan makanan selingan
seperti roti (kue), agar-agar atau kacang hijau
3. Sejak usia 1 tahun
2. Sejak usia 6 bulan
1. Tidak diberikan
8. Berapa kali balita diberi makan dalam sehari
3. 3-4 kali
2. 2 Kali
1. 1 kali
9. Apakah pemberian makanan dihentikan kepada balita apabila kenyang,
walaupun belum habis
3. Dihentikan sementara kemudian diteruskan
2. Kadang-kadang
1. Ya, dihentikan
10.Bagaimana porsi makanan balita dari hari ke hari
3. Semakin hari semakin naik
2. Tetap
1. Menurun
11.Kalau balita tidak suka pada menu makanan tertentu, apakah ibu
mengusahakan makanan lain
3. Ya, mengusahakan makanan lain
2. Kadang-kadang
1. Tidak
12. Apakah makanan balita bervariasi setiap hari antara pagi sampai sore.
3. Ya, bervariasi
2. Kadang-kadang
1. Tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

E. POLA ASUH KESEHATAN

1. Apakah dalam satu bulan terakhir balita mengalami penyakit diare ?


1. Tidak
2. Ya

2. Apakah dalam satu bulan terakhir balita mengalami penyakti ISPA ?


1. Tidak
2. Ya

3. Jika balita sakit, apa tindakan yang Ibu lakukan


1. Tidak diobati dibiarkan saja
2. Ya, Dibawa ke Dokter / tenaga kesehatan terdekat

4. Apakah Ibu membawa anak balita ke posyandu pada saat jadwal imunisasi?
1. Tidak
2. Ya

5. Apakah anak balita mendapatkan imunisasi sesuai umur


1. Tidak
2. Ya

6. Apakah Ibu membawa KMS setiap berkunjung ke Posyandu?


1. Tidak
2. Ya

7 Apakah balita ditimbang setiap bulan


1. Tidak
2. Ya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan

Case Processing Summary


N %
CasesValid 30 100,0
a 0 ,0
Excluded
Total 30 100,0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.

Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
p1 2,30 7,666 ,769 ,879
p2 2,53 8,464 ,606 ,890
p3 2,40 8,041 ,659 ,887
p4 2,37 7,826 ,728 ,882
p5 2,40 8,386 ,522 ,897
p6 2,47 7,982 ,740 ,881
p7 2,37 7,413 ,904 ,868
p8 2,67 9,678 ,204 ,908
p9 2,50 8,190 ,686 ,885
p10 2,60 8,800 ,558 ,893

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,898 10

100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
101

Validitas dan Reliabilitas Pola Asuh Makan

Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
Am1 9,47 42,533 ,408 ,952
Am2 10,33 34,575 ,987 ,933
Am3 9,53 41,568 ,733 ,943
Am4 9,90 38,300 ,825 ,939
Am5 10,13 36,395 ,868 ,938
Am6 10,33 34,575 ,987 ,933
Am7 10,33 34,575 ,987 ,933
Am8 10,27 42,892 ,507 ,949
Am9 10,67 40,368 ,989 ,938
Am10 9,73 41,444 ,859 ,942
Am11 10,10 42,507 ,534 ,948
Am12 10,20 42,648 ,510 ,949

Case Processing Summary


N %
CasesValid 30 100,0
a 0 ,0
Excluded
Total 30 100,0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,946 12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

Validitas dan Reliabilitas Pola Asuh Kesehatan

Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
Ak1 3,27 4,754 ,781 ,865
Ak2 3,20 4,924 ,746 ,870
Ak3 3,23 4,737 ,819 ,861
Ak4 3,60 5,007 ,643 ,882
Ak5 3,40 4,593 ,812 ,861
Ak6 3,23 5,289 ,518 ,896
Ak7 3,67 5,333 ,520 ,895

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 30 100,0
a 0 ,0
Excluded
Total 30 100,0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items
,892 7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3. Uji Univariat dan Bivariat

Jenis Kelamin
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 39 40,6 40,6 40,6
Perempuan 57 59,4 59,4 100,0
Total 96 100,0 100,0

Umur Balita
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 13-24 Bulan 45 46,9 46,9 46,9
25-36 Bulan 24 25,0 25,0 71,9
37-48 Bulan 19 19,8 19,8 91,7
49-59 Bulan 8 8,3 8,3 100,0
Total 96 100,0 100,0

Berat Badan Balita


Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 6-8 Kg 29 30,2 30,2 30,2
9-11 Kg 55 57,3 57,3 87,5
12-14 Kg 11 11,5 11,5 99,0
15-17 Kg 1 1,0 1,0 100,0
Total 96 100,0 100,0

Anak ke

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pertama 22 22,9 22,9 22,9
Ke Dua 55 57,3 57,3 80,2
Ke Tiga 19 19,8 19,8 100,0
Total 96 100,0 100,0

103
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
104

Umur Ibu balita


Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 20 Tahun 2 2,1 2,1 2,1
20-35 Tahun 60 62,5 62,5 64,6
> 35 Tahun 34 35,4 35,4 100,0
Total 96 100,0 100,0

Pendidikan
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tamat SD 2 2,1 2,1 2,1
Tamat SLTP 14 14,6 14,6 16,7
Tamat SLTA 69 71,9 71,9 88,5
Tamat Akademi/PT 11 11,5 11,5 100,0
Total 96 100,0 100,0

Pekerjaan

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak bekerja 59 61,5 61,5 61,5
Bekerja 37 38,5 38,5 100,0
Total 96 100,0 100,0

Pendapatan

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < UMK Kota Medan 67 69,8 69,8 69,8
>= UMK Kota Medan 29 30,2 30,2 100,0
Total 96 100,0 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


105

Jumlah anggota keluarga


Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Besar 54 56,3 56,3 56,3
Kecil 42 43,8 43,8 100,0
Total 96 100,0 100,0

Setiap orang memerlukan zat gizi dalam jumlah yang cukup dan tidak
berlebihan agar dapat hidup sehat, namun juga tidak kekurangan
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 6 6,3 6,3 6,3
Benar 90 93,8 93,8 100,0
Total 96 100,0 100,0

Makanan bergizi adalah

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 54 56,3 56,3 56,3
Benar 42 43,8 43,8 100,0
Total 96 100,0 100,0

Keuntungan pemberian ASI

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 51 53,1 53,1 53,1
Benar 45 46,9 46,9 100,0
Total 96 100,0 100,0

Manfaat pemenuhan pemberian zat gizi bagi tubuh

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 50 52,1 52,1 52,1
Benar 46 47,9 47,9 100,0
Total 96 100,0 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


106

Menu makanan balita perlu diatur berdasarkan


Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 51 53,1 53,1 53,1
Benar 45 46,9 46,9 100,0
Total 96 100,0 100,0

Kekurangan gizi pada anak balita dapat mengakibatkan

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 53 55,2 55,2 55,2
Benar 43 44,8 44,8 100,0
Total 96 100,0 100,0

ASI yang pertama kali keluar dianjurkan untuk

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 57 59,4 59,4 59,4
Benar 39 40,6 40,6 100,0
Total 96 100,0 100,0

Tujuan pemberian makanan tambahan pada balita adalah

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 49 51,0 51,0 51,0
Benar 47 49,0 49,0 100,0
Total 96 100,0 100,0

Balita diberikan makanan tambahan sebaiknya pada umur

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 52 54,2 54,2 54,2
Benar 44 45,8 45,8 100,0
Total 96 100,0 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


107

Menurut ibu makanan apa yang paling baik buat balita


Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Salah 49 51,0 51,0 51,0
Benar 47 49,0 49,0 100,0
Total 96 100,0 100,0

Pengetahuan

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak baik 56 58,3 58,3 58,3
Baik 40 41,7 41,7 100,0
Total 96 100,0 100,0

Siapa yang memasak makanan untuk balita


Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pembantu 3 3,1 3,1 3,1
Nenek/keluarga 12 12,5 12,5 15,6
Ibu balita 81 84,4 84,4 100,0
Total 96 100,0 100,0

Bila balita tidak mau makan apa yang ibu lakukan


Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Dibiarkan 47 49,0 49,0 49,0
Diperiksa 5 5,2 5,2 54,2
Berusaha membujuk 44 45,8 45,8 100,0
Total 96 100,0 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


108

Apakah ibu mendampingi balita waktu makan


Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 3 3,1 3,1 3,1
Kadang-kadang 37 38,5 38,5 41,7
Selalu 56 58,3 58,3 100,0
Total 96 100,0 100,0

Sejak umur berapa balita mulai diberikan susu formula/susu kaleng


Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak diberikan 38 39,6 39,6 39,6
Kadang-kadang diberikan 15 15,6 15,6 55,2
Sejak usia 6 bulan 43 44,8 44,8 100,0
Total 96 100,0 100,0

Sejak umur berapa balita mulai diberikan makanan tambahan seperti bubur tepung atau
bubur dicampur dengan pisang
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak diberikan 46 47,9 47,9 47,9
Kadang-kadang diberikan 6 6,3 6,3 54,2
Sejak usia 6 bulan 44 45,8 45,8 100,0
Total 96 100,0 100,0

ejak umur berapa balita mulai diberikan makanan tambahan buah, misalnya jeruk
pepaya
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak diberikan 54 56,3 56,3 56,3
Sejak usia 6 bulan 42 43,8 43,8 100,0
Total 96 100,0 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


109

Sejak umur berapa balita mulai diberikan makanan selingan seperti roti (kue),
agar-agar atau kacang hijau
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak diberikan 52 54,2 54,2 54,2
Sejak usia 1 tahun 44 45,8 45,8 100,0
Total 96 100,0 100,0

Berapa kali balita diberi makan dalam sehari


Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 2 Kali 67 69,8 69,8 69,8
3-4 kali 29 30,2 30,2 100,0
Total 96 100,0 100,0

Apakah pemberian makanan dihentikan kepada balita apabila kenyang,


Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya, dihentikan 52 54,2 54,2 54,2
Kadang-kadang 41 42,7 42,7 96,9
Dihentikan sementara 3 3,1 3,1 100,0
kemudian diteruskan
Total 96 100,0 100,0

Bagaimana porsi makanan balita dari hari ke hari


Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tetap 83 86,5 86,5 86,5
Semakin hari 13 13,5 13,5 100,0
semakin naik
Total 96 100,0 100,0

Kalau balita tidak suka pada menu makanan tertentu, apakah ibu mengusahakan
makanan lain
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kadang-kadang 96 100,0 100,0 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


110

Apakah makanan balita bervariasi setiap hari antara pagi sampai sore
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 8 8,3 8,3 8,3
Kadang-kadang 88 91,7 91,7 100,0
Total 96 100,0 100,0

Asuh makan
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak baik 52 54,2 54,2 54,2
Baik 44 45,8 45,8 100,0
Total 96 100,0 100,0

Apakah dalam satu bulan terakhir balita mengalami penyakit diare


Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 6 6,3 6,3 6,3
Tidak 90 93,8 93,8 100,0
Total 96 100,0 100,0

Apakah dalam satu bulan terakhir balita mengalami penyakti ISPA

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 8 8,3 8,3 8,3
Tidak 88 91,7 91,7 100,0
Total 96 100,0 100,0

Jika balita sakit, apa tindakan yang Ibu lakukan

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya, Dibawa ke
Dokter / tenaga 96 100,0 100,0 100,0
kesehatan terdekat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


111

Apakah Ibu membawa anak balita ke posyandu pada saat jadwal


imunisasi
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 63 65,6 65,6 65,6
Ya 33 34,4 34,4 100,0
Total 96 100,0 100,0
Apakah anak balita mendapatkan imunisasi sesuai umur

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 64 66,7 66,7 66,7
Ya 32 33,3 33,3 100,0
Total 96 100,0 100,0

Apakah Ibu membawa KMS setiap berkunjung ke Posyandu

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 96 100,0 100,0 100,0
Apakah balita ditimbang setiap bulan

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 79 82,3 82,3 82,3
Ya 17 17,7 17,7 100,0
Total 96 100,0 100,0
Asuh kesehatan

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak baik 66 68,8 68,8 68,8
Baik 30 31,3 31,3 100,0
Total 96 100,0 100,0
Status Gizi

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Gizi Kurang 59 61,5 61,5 61,5
Normal 37 38,5 38,5 100,0
Total 96 100,0 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


112

Uji Bivariat
Pengetahuan * Status Gizi
Crosstab
Status Gizi
Gizi Kurang Normal Total
PengetahuanTidak baik Count 49 7 56
Expected Count 34,4 21,6 56,0
% within Pengetahuan 87,5% 12,5% 100,0%
% of Total 51,0% 7,3% 58,3%
Baik Count 10 30 40
Expected Count 24,6 15,4 40,0
% within Pengetahuan 25,0% 75,0% 100,0%
% of Total 10,4% 31,3% 41,7%
Total Count 59 37 96
Expected Count 59,0 37,0 96,0
% within Pengetahuan 61,5% 38,5% 100,0%
% of Total 61,5% 38,5% 100,0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
b
Pearson Chi-Square 38,479 1 ,000
a 35,886 1 ,000
Continuity Correction
Likelihood Ratio 40,812 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by -Linear 38,078 1 ,000
Association
N of Valid Cases 96

a. Computed only f or a 2x2 table


b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 15,42.

Risk Estimate
95% Confidence
Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Pengetahuan 21,000 7,222 61,065
(Tidak baik / Baik)
For cohort Status 3,500 2,028 6,041
Gizi = Gizi Kurang
For cohort Status ,167 ,081 ,341
Gizi = Normal
N of Valid Cases 96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


113

Pekerjaan * Status Gizi


Crosstab
Status Gizi
Gizi Kurang Normal Total
PekerjaanTidak bekerja Count 39 20 59
Expected Count 36,3 22,7 59,0
% within Pekerjaan 66,1% 33,9% 100,0%
% of Total 40,6% 20,8% 61,5%
Bekerja Count 20 17 37
Expected Count 22,7 14,3 37,0
% within Pekerjaan 54,1% 45,9% 100,0%
% of Total 20,8% 17,7% 38,5%
Total Count 59 37 96
Expected Count 59,0 37,0 96,0
% within Pekerjaan 61,5% 38,5% 100,0%
% of Total 61,5% 38,5% 100,0%

Chi-Square Tests
Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square b
1,393 1 ,238
a
Continuity Correction ,931 1 ,335
Likelihood Ratio 1,386 1 ,239
Fisher's Exact Test ,284 ,167
Linear-by -Linear 1,379 1 ,240
Association
N of Valid Cases 96
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count
is 14,26.

Risk Estimate
95% Confidence
Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pekerjaan 1,658 ,714 3,846
(Tidak bekerja / Bekerja)
For cohort Status Gizi = 1,223 ,863 1,733
Gizi Kurang
For cohort Status Gizi = ,738 ,448 1,215
Normal
N of Valid Cases 96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


114

Pendapatan * Status Gizi


Crosstab
Status Gizi
Gizi Kurang Normal Total
Pendapatan< UMK Kota Medan Count 56 11 67
Expected Count 41,2 25,8 67,0
% within Pendapatan 83,6% 16,4% 100,0%
% of Total 58,3% 11,5% 69,8%
>= UMK Kota Medan Count 3 26 29
Expected Count 17,8 11,2 29,0
% within Pendapatan 10,3% 89,7% 100,0%
% of Total 3,1% 27,1% 30,2%
Total Count 59 37 96
Expected Count 59,0 37,0 96,0
% within Pendapatan 61,5% 38,5% 100,0%
% of Total 61,5% 38,5% 100,0%

Chi-Square Tests
Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
b
Pearson Chi-Square 45,830 1 ,000
a 42,791 1 ,000
Continuity Correction
Likelihood Ratio 48,871 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by -Linear 45,353 1 ,000
Association
N of Valid Cases 96
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
11,18.

Risk Estimate
95% Confidence
Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or
Pendapatan (< UMK 44,121 11,339 171,681
Kota Medan / >=
UMK Kota Medan)
For cohort Status 8,080 2,753 23,713
Gizi = Gizi Kurang
For cohort Status ,183 ,105 ,319
Gizi = Normal
N of Valid Cases 96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


115

Jumlah anggota keluarga * Status Gizi


Crosstab
Status Gizi
Gizi Kurang Normal Total
Jumlah anggota Besar Count 47 7 54
keluarga Expected Count 33,2 20,8 54,0
% within Jumlah 87,0% 13,0% 100,0%
anggota keluarga
% of Total 49,0% 7,3% 56,3%
Kecil Count 12 30 42
Expected Count 25,8 16,2 42,0
% within Jumlah 28,6% 71,4% 100,0%
anggota keluarga
% of Total 12,5% 31,3% 43,8%
Total Count 59 37 96
Expected Count 59,0 37,0 96,0
% within Jumlah 61,5% 38,5% 100,0%
anggota keluarga
% of Total 61,5% 38,5% 100,0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square b 1 ,000
34,093
a 31,669 1 ,000
Continuity Correction
Likelihood Ratio 36,089 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by -Linear 33,738 1 ,000
Association
N of Valid Cases 96

a. Computed only f or a 2x2 table


b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 16,19.

Risk Estimate
95% Confidence
Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or Jumlah
anggota keluarga 16,786 5,941 47,424
(Besar / Kecil)
For cohort Status Gizi = 3,046 1,868 4,968
Gizi Kurang
For cohort Status Gizi = ,181 ,089 ,372
Normal
N of Valid Cases 96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


116

Asuh makan * Status Gizi


Crosstab
Status Gizi
Gizi Kurang Normal Total
Asuh makanTidak baik Count 43 9 52
Expected Count 32,0 20,0 52,0
% within Asuh makan 82,7% 17,3% 100,0%
% of Total 44,8% 9,4% 54,2%
Baik Count 16 28 44
Expected Count 27,0 17,0 44,0
% within Asuh makan 36,4% 63,6% 100,0%
% of Total 16,7% 29,2% 45,8%
Total Count 59 37 96
Expected Count 59,0 37,0 96,0
% within Asuh makan 61,5% 38,5% 100,0%
% of Total 61,5% 38,5% 100,0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
b
Pearson Chi-Square 21,596 1 ,000
a 19,684 1 ,000
Continuity Correction
Likelihood Ratio 22,399 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by -Linear 21,371 1 ,000
Association
N of Valid Cases 96

a. Computed only f or a 2x2 table


b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 16,96.

Risk Estimate
95% Confidence
Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio for Asuh 8,361 3,249 21,516
makan (Tidak baik / Baik)
For cohort Status Gizi = 2,274 1,509 3,427
Gizi Kurang
For cohort Status Gizi = ,272 ,144 ,513
Normal
N of Valid Cases 96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


117

Asuh kesehatan * Status Gizi


Crosstab
Status Gizi
Gizi Kurang Normal Total
Asuh kesehatanTidak baik Count 46 20 66
Expected Count 40,6 25,4 66,0
% within Asuh kesehatan 69,7% 30,3% 100,0%
% of Total 47,9% 20,8% 68,8%
Baik Count 13 17 30
Expected Count 18,4 11,6 30,0
% within Asuh kesehatan 43,3% 56,7% 100,0%
% of Total 13,5% 17,7% 31,3%
Total Count 59 37 96
Expected Count 59,0 37,0 96,0
% within Asuh kesehatan 61,5% 38,5% 100,0%
% of Total 61,5% 38,5% 100,0%

Chi-Square Tests
Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square b 1 ,014
6,052
a 4,990 1 ,025
Continuity Correction
Likelihood Ratio 5,973 1 ,015
Fisher's Exact Test ,023 ,013
Linear-by -Linear 5,989 1 ,014
Association
N of Valid Cases 96

a. Computed only f or a 2x2 table


b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 11,56.

Risk Estimate
95% Confidence
Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Asuh kesehatan 3,008 1,232 7,344
(Tidak baik / Baik)
For cohort Status 1,608 1,037 2,495
Gizi = Gizi Kurang
For cohort Status ,535 ,330 ,865
Gizi = Normal
N of Valid Cases 96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 4. Hasil Uji Regresi

Logistic Regression

Case Processing Summary


a N Percent
Unweighted Cases
Selected Cases Included in Analy sis 96 100,0
Missing Cases 0 ,0
Total 96 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 96 100,0
a. If weight is in eff ect, see classification table for the total
number of cases.

Dependent Variable Encoding


Original Value Internal Value
Gizi Kurang 0
Normal 1

Block 0: Beginning Block

a,b
Classification Table
Predicted
Status Gizi Percentage

Observ ed Gizi Kurang Normal Correct


Step 0 Status Gizi Gizi Kurang 59 0 100,0
Normal 37 0 ,0
Ov erall Percentage 61,5
a. Constant is included in the model.
b. The cut v alue is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -,467 ,210 4,951 1 ,026 ,627

118
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
119

Variables not in the Equation


Score df Sig.
Step Variables Tahu 38,479 1 ,000
0 Kerja 1,393 1 ,238
dapat 45,830 1 ,000
Jumak 34,093 1 ,000
asuh_makan 21,596 1 ,000
Asuh_kes 6,052 1 ,014
Ov erall Statistics 66,109 6 ,000

Block 1: Method = Forward Stepwise (Likelihood Ratio)


Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 St ep 48,871 1 ,000
Block 48,871 1 ,000
Model 48,871 1 ,000
Step 2 St ep 17,033 1 ,000
Block 65,905 2 ,000
Model 65,905 2 ,000
Step 3 St ep 11,003 1 ,001
Block 76,908 3 ,000
Model 76,908 3 ,000
Step 4 St ep 5,921 1 ,015
Block 82,829 4 ,000
Model 82,829 4 ,000
Step 5 St ep 4,258 1 ,039
Block 87,087 5 ,000
Model 87,087 5 ,000

Model Summary
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke
Step likelihood R Square R Square
1 a
79,126 ,399 ,542
2 b ,497 ,674
62,093
3 b ,551 ,748
51,090
4 c ,578 ,785
45,169
c
5 40,911 ,596 ,810
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than ,001.
b. Estimation terminated at iteration number 6 because
parameter estimates changed by less than ,001.
c. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than ,001.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


120

Classification Table
Predicted
Status Gizi Percentage

Observ ed Gizi Kurang Normal Correct


Step 1 Status Gizi Gizi Kurang 56 3 94,9
Normal 11 26 70,3
Ov erall Percentage 85,4
Step 2 Status Gizi Gizi Kurang 56 3 94,9
Normal 11 26 70,3
Ov erall Percentage 85,4
Step 3 Status Gizi Gizi Kurang 57 2 96,6
Normal 6 31 83,8
Ov erall Percentage 91,7
Step 4 Status Gizi Gizi Kurang 56 3 94,9
Normal 3 34 91,9
Ov erall Percentage 93,8
Step 5 Status Gizi Gizi Kurang 58 1 98,3
Normal 5 32 86,5
Ov erall Percentage 93,8
a. The cut v alue is ,500

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


121

Variables in the Equation


95,0% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
St ep dapat 3,787 ,693 29,842 1 ,000 44,121 11,339 171,681
a Constant -1,627 ,330 24,351 1 ,000 ,196
1
St ep Tahu 2,577 ,666 14,956 1 ,000 13,155 3,564 48,556
b dapat 3,339 ,779 18,369 1 ,000 28,179 6,122 129,714
2
Constant -2,718 ,544 24,936 1 ,000 ,066
St ep Tahu 2,510 ,746 11,322 1 ,001 12,299 2,851 53,051
c dapat 3,130 ,895 12,246 1 ,000 22,881 3,963 132,096
3
Jumak 2,313 ,745 9,641 1 ,002 10,107 2,347 43,528
Constant -3,688 ,737 25,052 1 ,000 ,025
St ep Tahu 2,731 ,820 11,101 1 ,001 15,354 3,079 76,566
d dapat 3,470 1,070 10,509 1 ,001 32,129 3,943 261,790
4
Jumak 2,499 ,822 9,230 1 ,002 12,165 2,427 60,975
Asuh_kes 2,129 ,934 5,193 1 ,023 8,406 1,347 52,450
Constant -4,532 ,929 23,792 1 ,000 ,011
St ep Tahu 2,872 ,894 10,316 1 ,001 17,668 3,063 101,925
dapat 3,219 1,083 8,826 1 ,003 24,993 2,990 208,925
5e
Jumak 2,073 ,843 6,050 1 ,014 7,945 1,524 41,428
asuh_makan 1,756 ,879 3,995 1 ,046 5,790 1,035 32,402
Asuh_kes 2,401 ,950 6,386 1 ,012 11,036 1,714 71,057
Constant -5,303 1,119 22,462 1 ,000 ,005

a.Variable(s) entered on step 1: dapat.


b.Variable(s) entered on step 2: Tahu.
c.Variable(s) entered on step 3: Jumak.
d.Variable(s) entered on step 4: Asuh_kes.
e.Variable(s) entered on step 5: asuh_makan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai