Anda di halaman 1dari 51

LOGO Ujian Tugas Akhir

PENGARUH PH LINGKUNGAN TERHADAP


PERILAKU KOROSI STAINLESS STEEL
AISI 304 DAN AISI 316

Oleh :
Hendra Adi Prasetya
NRP. 2706 100 042

Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA
Dr. Hosta Ardhyananta, ST, M.Sc

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


Fakultas Teknologi Industri - ITS
Contents

1. Pendahuluan

2. Tinjauan Pustaka

3. Metodologi Penelitian

4. Hasil dan Pembahasan

5. Kesimpulan dan Saran


Latar Belakang

PERUBAHAN PH LINGKUNGAN PENGARUH PH


LINGKUNGAN
TERHADAP
PERILAKU
KOROSI
MEDIA ASAM ASETAT DAN AMONIA STAINLESS STEEL
AISI 304 DAN AISI
316

KOROSI DAN PEMILIHAN MATERIAL

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Perumusan Masalah

Bagaimana perilaku aktif-pasif AISI


PERILAKU
AKTIF-PASIF 304 dan 316 pada berbagai pH
lingkungan asam asetat dan amonia

Bagaimana laju korosi AISI 304 dan


LAJU
316 akibat pengaruh pH lingkungan
KOROSI asam asetat dan amonia

Bagaimana produk korosi AISI 304


PRODUK dan 316 akibat pengaruh pH
KOROSI lingkungan asam asetat dan amonia

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Batasan Masalah

1 2 3

Material Konsentrasi
oksigen dalam
Pengujian
dilakukan
yang masing-masing dalam
digunakan larutan temperatur
dianggap sama ruangan dan
dianggap dan konstan tekanan
homogen standar

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Tujuan Penelitian

 Mempelajari perilaku aktif-pasif stainless


steel AISI 304 dan AISI 316 pada
berbagai pH lingkungan asam asetat dan
amonia.
 Mempelajari laju korosi stainless steel
AISI 304 dan AISI 316 akibat pengaruh
pH lingkungan asam asetat dan amonia.
 Mempelajari produk korosi stainless steel
AISI 304 dan AISI 316 akibat pengaruh
pH lingkungan asam asetat dan amonia.

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Manfaat Penelitian

dapat memperkaya kajian tentang


perilaku korosi stainless steel terutama
austenitic stainless steel tipe AISI 304
dan AISI 316 sebagai alternatif
pemilihan material pada berbagai
lingkungan terutama lingkungan
bervariasi tingkat keasaman/pH.

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Sistematika Penulisan

Tinjauan Pustaka

II

Pendahuluan I III Metodologi

Laporan
Tugas Akhir

Kesimpulan V IV Hasil dan


dan Saran Pembahasan

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Korosi Elektrokimia
 Korosi didefinisikan sebagai perusakan atau penurunan kualitas material
karena bereaksi dengan lingkungannya (Fontana, 1986).
 Proses korosi pada umumnya sering berupa reaksi elektrokimia (Uhlig,
1985).

Gambar 2.1 Sel korosi basah sederhana (Trethewey, 1991)

 Korosi yang terjadi akibat reaksi elektrokimia, melibatkan dua reaksi, yaitu
reaksi oksidasi dan reaksi reduksi.
 Korosi elektrokimia atau korosi basah dapat terjadi jika terpenuhi empat
komponen penting (Trethewey, 1991) yaitu :
 Adanya reaksi anoda
 Adanya reaksi katoda
 Hantaran ion melalui elektrolit
 Hantaran elektron melalui logam
Pengaruh Lingkungan Terhadap Laju Korosi

 Pengaruh Konsentrasi Elektrolit


 Konsentrasi media korosif berpengaruh terhadap laju korosi bergantung
dari jenis media tersebut dan jenis logam yang berada di media tersebut.
Laju Korosi

Ni dalam NaOH
18Cr-8Ni dalam HNO3

A 18Cr-8Ni dan Fe dalam


H2SO4

1 2
Konsentrasi Media

Gambar 2.2 Pengaruh konsentrasi media korosi terhadap laju korosi


(Fontana, 1986).

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Pengaruh pH
 Pengaruh pH terhadap korosi baja bergantung pada
komposisi logam, tegangan, konsentrasi O2, dan tipe
asam yang mengontrol pH.
 Dalam larutan basa kuat, reaksi korosi dalam kondisi
anodic-controlled.
 Dalam larutan basa lemah atau netral, laju korosi
dalam kondisi cathodic-controlled.
 Dalam lingkungan pH asam, korosi dalam kondisi
anodic-controlled dan komposisi logam
mempengaruhi laju korosi secara ekstensif.
 Tipe asam dalam larutan menentukan pH dimana laju
korosi meningkat pesat seiring dengan reaksi evolusi
hidrogen.

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Pengaruh pH
Rata rata penetrasi
Spesifik-Inches/
Year/Year/mlO2/Liter

0,009

0,008

0,007

0,006

0,005

0,004

0,003 Awal evolusi H2 +


+
+
0,002
+ + ++
0,001
+

14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2
pH

Gambar 2.3 Hubungan pH dengan korosi baja karbon rendah (Uhlig, 1985).

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Pengaruh Temperatur
 Secara umum kenaikan temperatur menyebabkan
kenaikan laju korosi, biasanya tiap kenaikan 100 C
laju reaksi meningkat hampir dua kali lipat.
 Perlu dicatat bahwa penurunan temperatur dibawah
titik embun (dew point) menyebabkan udara menjadi
jenuh uap air sehingga memungkinkan terjadinya
titik embun pada permukaan logam dan terjadi
korosi lokal.
 Sebaliknya tidak jarang pula pemanasan ruangan
digunakan untuk mengurangi kelembaban, selama
temperatur tidak menjadi sebab utama korosi untuk
kondisi yang ada, karena temperatur bisa berakibat
kenaikan laju korosi (Sulistijono, 1999).

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Pengaruh Laju Aliran Elektrolit
 Secara umum laju korosi meningkat seiring dengan
kenaikan kecepatan media korosif kecuali untuk beberapa
kondisi media korosif yang dikontrol oleh polarisasi
aktivasi (media korosi yang spesies aktifnya tinggi)
(Sulistijono, 1999).

Fe dalam H2SO4 pekat

C
Fe dalam H2SO4 encer
B 18Cr-8Ni dalam H2SO4
Laju
Korosi
A

Fe dalam H2O + O2

1 2
Kecepatan
Gambar 2.4 Hubungan kecepatan media korosi dengan laju korosi (Fontana, 1986)

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Pengaruh Oksigen dan Agen Pengoksidasi

 Ketika agen pengoksidasi ditambahkan pada suatu lingkungan korosif dan


terdapat logam non pasif, maka laju korosi meningkat.

Gambar 2.5 Pengaruh konsentrasi oksigen dan agen pengoksidasi pada logam aktif-pasif
(Fontana, 1986)

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Pengaruh Oksigen dan Agen Pengoksidasi

 Mula-mula, logam M terkorosi di daerah aktif, ditandai di titik A.


Kemudian konsentrasi agen pengoksidasi meningkat dari 1 ke 3,
laju korosi juga meningkat dari A ke C.
 Pada daerah ini (kurva 1 sampai dengan kurva 3), logam M
berperilaku seperti logam non-pasif dimana laju korosi menngkat
seiring dengan meningkatnya konsentrasi agen pengoksidasi.
Pada konsentrasi 4 (kurva 4) terjadi perubahan yang cepat pada
potensial korosi yaitu dari titik D (aktif) ke titik G (pasif). Hal ini
mengikuti Teori Potensial Campuran yaitu keadaan setimbang
ditentukan oleh perpotongan antara oksidasi total dan laju
reduksi.
 Peningkatan konsentrasi agen pengoksidasi dari 4 ke 5,
menunjukkan logam berada pada daerah pasif dan laju korosinya
rendah (konstan).
 Peningkatan konsentrasi selanjutnya menyebabkan perpotongan
dengan daerah transpasif sehingga laju korosi meningkat seiring
meningkatnya konsentrasi agen pengoksidasi, seperti pada kurva
6 dan 7.

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Bentuk-Bentuk Korosi
 Korosi Merata (Uniform Corrosion)
 Korosi merata merupakan korosi yang paling banyak terjadi pada logam
dan jenis korosi yang kurang berbahaya karena terjadi hanya pada
permukaan saja sehingga menyebabkan pengurangan ketebalan logam
tersebut.
 Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
 Korosi sumuran adalah jenis korosi lokal.
 Korosi ini sering terjadi di daerah-daerah yang tersembunyi karena
cenderung terjadi di bawah deposit dan di dalam celah.
 Korosi Celah (Crevice Corrosion)
 Korosi ini terjadi pada celah sempit antara 5-100 µm pada logam yang
berada di media korosif.
 Perbedaan konsentrasi O2, dimana pada celah kekurangan oksigen
sehingga reaksi katodik terhalang akibatnya celah kelebihan ion positif
logam yang segera dinetralisir oleh ion negatif seperti klorida.
 Korosi Batas Butir (Intergranular Corrosion)
 Korosi ini terjadi pada batas butir kristal logam (grain boundary).
 Korosi ini biasa terjadi pada proses pengelasan, penggunaan temperatur
tinggi dan lingkungan korosif.

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Polarisasi
 Polarisasi adalah penyimpangan potensial dari nilai
potensial korosi bebas. Besar polarisasi dinyatakan
dengan satuan overvoltage (η).
 Polarisasi merupakan parameter korosi yang sangat
penting sehingga memungkinkan kita membuat
pernyataan-pernyataan mengenai laju korosi
(Trethewey, 1991).
 Polarisasi aktivasi adalah reaksi elektrokimia yang
dikendalikan oleh salah satu tahap siklus reaksi
elektrokimia yang terjadi pada interface logam dan
elektrolit.
 Polarisasi konsentrasi adalah reaksi elektrokimia
yang dikendalikan oleh proses difusi ion dalam
elektrolit.

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Pasivasi
 Pasivasi adalah hilangnya reaktifitas kimia yang dialami oleh
logam atau paduan tertentu pada lingkungan oksidator sedang
sampai kuat (Fontana, 1986).
 Terdapat lapisan film tipis dan transparan di permukaan logam.
 Contoh logam yang memiliki sifat pasivasi adalah stainless steel,
nikel dan sejumlah paduannya, titanium dan paduannya, serta
aluminium dan paduannya.

Potential

Log Current Density


Gambar 2.6 Kurva polarisasi E/Log i untuk penggambaran daerah aktif-pasif
(www.corrosion-doctor.org)
JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI
FTI -ITS
Hubungan Polarisasi dan Pasivasi
 Kurva polarisasi digunakan untuk menggambarkan fenomena
pasivasi logam.

Potential

Log Current Density

Gambar 2.6 Kurva polarisasi E/Log i untuk penggambaran daerah aktif-pasif


(www.corrosion-doctor.org)

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Hubungan Polarisasi dan Laju Korosi
 Perbedaan potensial antara katoda dan anoda sangat penting
untuk menggambarkan terjadinya korosi. Tetapi hal ini belum
dapat menggambarkan laju korosi sebenarnya.
 Laju korosi dalam kurva polarisasi dinyatakan dengan adanya Ecorr
dan Icorr. Ecorr dan Icorr tidak bisa langsung didapatkan dalam kurva
polarisasi.
 Tafel Analysis yaitu ekstrapolasi garis lurus pada daerah katodik
dan anodik sehingga bertemu pada suatu titik.

Gambar 2.8 Classic Tafel Analysis (www.gamry.com)

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Hubungan Polarisasi dan Laju Korosi
 Perhitungan laju korosi dari Icorr dalam kurva polarisasi dihitung
dengan cara (ASTM G102, 1999)

K1. I corr .EW


(2.11) CR 

dimana :
CR = Laju Korosi (mm/yr) untuk Icorr (μA/Cm2)
K1 = 3.27 x 10-3 mm g/μA Cm
Icorr = Rapat arus saat Ecorr (exchange current density)
ρ = density (g/cm3)
EW = Equivalent Weight

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Perilaku Aktif-Pasif
 Pasivasi dari suatu logam atau paduan menunjukkan
perilaku khusus pada penambahan polarisasi anodik,
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.8.
 Pada potensial karakteristik yang rendah dalam larutan
asam teraerasi, laju korosi yang terukur dengan rapat arus
anodik yang tinggi akan meningkat sejalan dengan
bertambahnya potensial pada daerah aktif.
 Diatas Epp lapisan pasif menjadi stabil, laju korosi
berkurang, di daerah pasif diperkirakan 106 kali lebih
rendah daripada didaerah aktif pada Ic (Jones, 1996).
 Apabila lapisan film berada pada potensial yang lebih tinggi
maka lapisan akan pecah/rusak dan laju korosi bertambah.

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Lingkungan Air

 Surat Keputusan (SK) Menteri Negara


Lingkungan Hidup No. 42 tahun 1996
tentang baku mutu limbah cair bagi
kegiatan minyak dan gas serta panas bumi

Baku mutu air limbah kegiatan eksplorasi dan produksi


minyak dan gas serta panas bumi
Kadar maksimum (mg/L)
Parameter
Darat Laut
COD 300 -
Minyak dan Lemak 35 75

Sulfida (sebagai H2S) 1 -

Amonia (Sebagai NH3) 10 -


Phenol Total 2 -
Temperatur 45oC -
pH 6.0-9.0

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Stainless Steel
 Stainless steel (baja tahan karat) adalah baja paduan
dengan kadar paduan tinggi (high alloy steel), dengan sifat
istimewa yaitu tahan terhadap korosi di lingkungan air
(aqueos media) dimana terdapat zat organik dan zat
mineral yang agresif.
 Sifat tahan karat diperoleh dari lapisan oksida (terutama
krom) yang sangat stabil yang melekat pada permukaan
dan melindungi baja terhadap lingkungan yang korosif.
 Menurut Strukturnya, baja tahan karat dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Baja tahan karat Martensitik (Martensitic Stainless Steel)
2. Baja tahan karat Ferritic (Ferritic Stainless Steel)
3. Baja tahan karat Austenitic (Austenitic Stainless Steel)

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
AISI 304 dan 316
 Stainless steel AISI 304 dan AISI 316 termasuk pada kategori
austenitic stainless steel.
 Kelompok baja ini memiliki sifat shock resistant yang tinggi, dan
juga sulit di machining.
 Sifat tahan korosinya paling baik diantara ketiga jenis baja tahan
karat.
 Kekuatan pada temperatur tinggi dan scalling resistant sangat
baik.

Material Cr Mo Ni C Mn Si P S

AISI 316 16,48 2,1 10,70 0,045 1,40 0,51 0,021 0,012

AISI 304 18,85 - 9,47 0,055 1,42 0,53 0,017 0,010

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Diagram Alir Penelitian
Mulai

Preparasi Spesimen,
Larutan Elektrolit dan
Peralatan

Pemotongan Spesimen

Pembuatan Larutan Elektrolit


Pemasangan kabel dan mounting pH 4; 5; 5,5; 6; 7; 8; 8,5; 9;10
spesimen dengan resin

Spesimen digosok dengan kertas


abrasif grade 200 sampai 1200

Uji Potensiostat

Uji Mikroskop Optis

Uji X-Ray Diffraction

Data

Analisis Data

Kesimpulan

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Selesai
Proses

Preparasi Pengujian Hail dan Pembahasan

1. Polarisasi 1. Perilaku-
SPESIMEN Potensiodinamik
1. Pemotongan aktif-pasif
2. Pemasangan 2.Mikroskop Optik
2. Laju
kabel dan 3. XRD
mounting Korosi
3. Polishing 3. Produk
korosi
LARUTAN
1. Campuran asam
asetat dan amonia
2. pH 4; 5; 5,5; 6; 7;
8; 8,5; 9 dan 10

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Peralatan
 Jangka sorong dan penggaris
 Kertas gosok grid 200, 400, 800, 1000 dan 1200
 Gergaji besi
 Gelas ukur
 Cetakan moulding
 Tang
 Palu
 Kompor listrik
 Multimeter
 Ruang Asam
 Sendok berbahan dasar plastik
 Solder
 Pipet
 pH meter
 Kamera Digital
 Peralatan Pengujian Mikroskop Optik
 Peralatan Pengujian XRD (X-Ray Diffraction)
 Peralatan pengujian polarisasi potensiodinamik.

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Bahan
 Material
Spesimen yang digunakan adalah stainless steel AISI 304
dan AISI 316 berbentuk silinder berdiameter 12mm
dengan ketebalan ± 5mm.
 Elektrolit
Larutan elektrolit yang digunakan adalah asam asetat dan
amonia dengan komposisi tertentu sehingga dihasilkan
larutan elektrolit dengan pH sebesar 4; 5; 5,5; 6; 7; 8; 8,5;
9 dan 10.
 Resin, katalis dan grease untuk pembuatan moulding
 Kabel tembaga
 Aquades
 Aquades, bubuk agar-agar dan padatan KCl untuk
pembuatan jembatan garam.

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Pengujian

Polarisasi Potensiodinamik
 Elektroda Kerja

Material Cr Mo Ni C Mn Si P S

AISI 316 16,48 2,1 10,70 0,045 1,40 0,51 0,021 0,012

AISI 304 18,85 - 9,47 0,055 1,42 0,53 0,017 0,010

Stainless Steel Element/Oxidation Density


Equivalent Weight
AISI State (g/cm3)

304 Fe/2, Cr/3, Ni/2 7,9 25,12

Fe/2, Cr/3, Ni/2,


316 8,0 25,50
Mo/3

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Polarisasi Potensiodinamik
 Elektroda Bantu

 Elektroda Acuan

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Polarisasi Potensiodinamik

1
1

2
3

4
5

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Polarisasi Potensiodinamik
AISI

Parameter
304 316

Initial E (V) - 0,5 - 0,5

Final E (V) 0,5 0,5

Scan Rate (mV/s) 1,67 1,67

Density (g/cm3) 7,9 8

Equivalent Weight 25,12 25,5

Sample Period (s) 5 5

Sample Area (cm2) 1,13 1,13

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Mikroskop Optik dan XRD

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Polarisasi Potensiodinamik
 Kurva Polarisasi Potensiodinamik AISI 304

 Kurva Polarisasi Potensiodinamik AISI316

 Kecenderungan yang terdapat pada kedua kurva di atas :

pH bertambah - kurva bergeser ke kiri,


berarti besar arus yang terbaca oleh potensiostat semakin kecil
dengan perubahan potensial yang sama.

Hal ini akan berpengaruh pula pada besar laju korosi yang
didapatkan menggunakan persamaan 2.11 dengan masukan data
Icorr dari kurva polarisasi potensiodinamik.

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Laju Korosi
1  Laju korosi
semakin tinggi
0.1 dengan

Laju Korosi (mm/yr)


menurunnya
0.01 pH.

0.001
AISI 304
0.0001 AISI 316  Laju korosi
AISI 304 lebih
0.00001 tinggi
dibandingkan
0.000001 AISI 316
11 10 9 8 7 6 5 4 3
pH

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Kinetika Korosi

- Semakin besar arus yang


mengalir maka aliran elektron
semakin besar.
A K
- Semakin rendah pH maka H+
yang terdapat dalam larutan
elektrolit semakin banyak.

e- e- - Maka evolusi hidrogen akan


e- semakin banyak terjadi
e-
e- sehingga pad anoda akan
H+
semakin terkorosi.
H+ H+
H+
H+
H+

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Mikroskop Optik

Pinggir Tengah Pinggir Tengah


AISI 304 AISI 316

Korosi Sumuran

-Korosi yang terbentuk adalah korosi merata dan korosi sumuran.


- Korosi yang terjadi pada AISI 304 relatif lebih banyak dibandingkan AISI 316
JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI
FTI -ITS
X-Ray Diffraction
: Ni-Cr-Fe

: (Fe,Ni)
counts

: 43,57381: 50,72970; dan 74,61647


: 44, 57179: 64,65752: dan 82,15807

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
Kesimpulan
1. Daerah pasivasi stainless steel AISI 316 lebih lebar dibanding
AISI 304 untuk semua pH larutan asam asetat dan ammonia, yang
berarti pasivasi AISI 316 lebih baik.
2. Laju korosi AISI 304 lebih cepat dibanding AISI 316 pada
berbagai pH dan didapatkan laju korosi tertinggi adalah AISI 304
dalam larutan asam asetat dan ammonia pada pH 4 dengan nilai
0,052 mm/yr, sedangkan laju korosi terendah adalah pada AISI
316 pada pH 10 dengan nilai 0,00000131 mm/yr.
3. Produk korosi yang dihasilkan banyak tersebar di daerah bagian
pinggir logam, baik AISI 304 dan AISI 316. Bentuk korosi
yangterjadi adalah korosi sumuran (pitting corrosion) dan korosi
merata.

Saran
1. Perlu dilakukannya pengujian imersi untuk menentukan laju
korosi dengan metoda weight loss sebagai pembanding.
2. Perlu dilakukannya pengujian imersi dalam waktu yang cukup
untuk pengujian XRD mengetahui produk korosi yang terbentuk
JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI
FTI -ITS
Daftar PUstaka
 American Standard Testing and Material G 1 – 03 Standard Practice for
Preparing, Cleaning, and Evaluating Corrosion Test Specimens.

 American Standard Testing and Material G 102-89 Standard Practice for


Calculation of Corrosion Rates and Related Information from
Electrochemical Measurements.

 Azzerri, N., Mancia, F., Tamba, A. 1982. “ Electrochemical Prediction of


Corrosion Behaviour of Stainless Steels in Chloride-Containing Water”.
Corrosion Science 22, 7: 675-687.

 Chandler, Kenneth A. 1985. Marine and Offshore Corrosion. London :


Butterworths.

 Degremont Company. 1979. Water Treatment Handbook, 5th edition. New


York : John Wiley & Sons, Inc.

 Fontana, Mars G. 1986. Corrosion Engineering, 3rd edition. Singapore :


McGraw Hill International Edition.

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
 Halimatuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale pada Proses
Produksi Minyak Bumi. Medan : Universitas Sumatera Utara.

 Jones, Denny. 1996. Principle and Prevention of Corrosion. New York :


Macmillan Publishing Company.

 Kelly, Robert G. and Scully, John R. 2003. Electrochemical Techniques in


Corrosion Science and Engineering. New York : Marcel Dekker, Inc.

 Marcus, P and Oudar, J. 1995. Corroion Mechanism in Theory and Practice.


New York : Marcel Dekker, Inc.

 Roberge, Pierre R. 2007. Corrosion Inspection and Monitoring. New Jersey :


JohnWiley & Sons, Inc.

 Schweitzer, Philip A. 1987. What Every Engineer Should Know About


Corrosion. New York and Bassel : Marcel Dekker, Inc.

 Shreir, R. A. 1995. Corrosion Metal/Environmental Reactions. Oxford :


Butterworth Heinemann, Ltd.

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
 Stainless Steel Org. October 2009. Aplication of Stainless Steel AISI 304 in
the World, <URL: http://www. www.worldstainless.org>

 Suherman, Wahid. 1999. Ilmu Logam II. Surabaya : Fakultas Teknologi


Industri, ITS.

 Sulistijono. 1999. Diktat Kuliah Korosi. Surabaya : Fakultas Teknologi


Industri, ITS.

 Talbot, David E. J. 2007. Corrosion Science & Technology, 2nd edition. United
States Of America : CRC Press Taylor&Francis Group.

 Trethewey, K.R dan J.Chamberlain.1996. Corrosion for Science and


Engineering. 2nd edition. UK: Harlow: Longman.

 Uhlig, Herbert H. 1985. Corrosion and Corrosion Control. New York: John
Wiley & Sons.

 Widharto, Sri. 2001. Karat dan Pencegahannya. Jakarta : PT. Pradnya


Paramita.

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


FTI -ITS
 Yang, Lietai. 2008. Techniques For Corrosion Monitoring. Cambridge :
Woodhead Publishing Limited.

 Zhang, G. A. and Cheng, Y. F. 2009. “Corrosion of X65 steel in CO 2-saturated
oilfield formation water in the absence and presence of acetic acid”.
Elsevier. 51, 1589-1595.

 www.corrosion-doctors.org
 www.gamry.com

www.themegallery.com
LOGO

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


Fakultas Teknologi Industri - ITS

Anda mungkin juga menyukai