Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu pasar yang berperan cukup signifikan di Indonesia dalam

mendorong pertumbuhan ekonomi adalah pasar modal. Menurut Undang-Undang

No.8 Tahun 1995 “Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan

penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan

dengan efek yang diterbitkannya, dan lembaga serta profesi yang berkaitan

dengan efek. Saat ini pasar modal di Indonesia telah mengalami perkembangan

yang semakin baik, hal ini dibuktikan dengan selalu bertambahnya perusahaan

yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun ke tahun sehingga semakin

banyak jenis surat berharga yang diperjual-belikan di Bursa Efek Indonesia.(UU,

1995)”

Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara

karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi

pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana

dari masyarakat pemodal atau investor. Dana yang diperoleh dari pasar modal

dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja

dan lain-lain. Kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk

berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan

lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang


dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing

instrumen keuangan.

Di dalam pasar modal terdapat beberapa variabel yang juga ikut serta

dalam mempengaruhi harga saham yang kemudian tercemin di dalam Indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG) antara lain adalah Tingkat Inflasi, Suku Bunga

Sertifikat Bank Indonesia, Nilai Tukar Rupiah pada US Dollar.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan cerminan dari kegiatan pasar

modal secara umum. Peningkatan IHSG menunjukkan pasar modal sedang bullish,

sebaliknya jika menurun menunjukkan kondisi pasar modal sedang bearish. Untuk itu,

seorang investor harus memahami pola perilaku harga saham di pasar modal.

Sekitar tahun 2012 dimulai terjadinya krisis moneter yang melanda negara

Amerika Serikat (USA) yang kemudian mengakibatkan efek domino terhadap

negara negara di kawasan Eropa secara signifikan dan juga Negara-negara lain

yang memiliki hubungan ekonomi dengan Amerika Serikat dengan tingkat

pengaruh yang bervariasi. Belum lama ini juga telah terjadi revolusi dan

konflik besar di banyak Negara di Timur Tengah, mulai dari revolusi politik di

beberapa Negara dan konflik Negara Iran dengan Barat dan sekutu. Kondisi

tersebut tentunya akan berpengaruh pada pergerakan harga minyak dunia. Hal

itu kemudian akan mempengaruhi banyak aspek terkait kebijakan ekonomi

Negara-negara yang berhubungan.

Selain itu, kondisi makroekonomi dalam negeri pada periode tersebut juga

sempat mengalami kekacauan, antara lain; inflasi sempat naik secara ekstrim
pada pertengahan tahun 2012 hingga akhir 2012. Kenaikan ekstrim tersebut

sampai melewati angka 10%. Kemudian mulai turun di awal 2014. Pada

pertengahan 2014 terjadi penurunan drastis hingga menyentuh angka kurang

dari 3% dan bertahan hinga akhir 2014. Begitu juga yang terjadi pada IHSG di

BEI. IHSG sempat mengalami depresiasi secara ekstrim hingga 50% pada

awal 2012 dan bertahan hingga pertengahan 2012. Namun setelah itu IHSG

mulai mengalami kenaikan secara kontinyu hingga akhir 2016, dan sempat

menyentuh angka di atas 4.000 poin pada pertengahan 2016. (www.bi.go.id &

finance.yahoo.com).

Menurut Wijaya (2015) menyatakan harga saham di pengaruhi oleh

banyak faktor ekternal maupun faktor internal.Banyak Hal yang dapat

mempengaruhi naik turun nya kinerja saham,salah satu nya adalah faktor makro

ekonomi seperti Inflansi,Nilai tukar Uang,dan Suku bunga.

Wijaya (2015) menyatakan harga saham bertindak sebagai indikator

ekonomi yang penting dalam kegiatan perekonomian.Salah satu indeks yang

diperhatikan oleh investor ketika ingin berinvestasi di bursa efek Indonesia adalah

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).Hal ini disebabkan karena pergerakan

maupun perubahan IHSG dapat mencerminkan perkembangan perusahaan atau

industri dari suatu negara,bahkan hal tersebut dianggap sebagai perubahan

fundamental dari suatu negara.

Semakin baik tingkat pertumbuhan perekonomian suatu negara, maka

akan semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya. Dengan tingkat


kemakmuran yang semakin tinggi maka akan ditandai terjadinya peningkatan

pendapatan masyarakatnya. Adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka akan

semakin banyak orang memiliki kelebihan dana yang akan dimanfaatkan untuk

disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat

berharga yang diperdagangkan dalam pasar modal. Setelah terjadinya krisis

moneter mengakibatkan perekonomian Indonesia yang sebelumnya mengalami

pertumbuhan pesat telah mengalami perununan yang drastis. Hal ini disebabkan

karena melemahnya nilai dan mengakibatkan terjadinya inflasi. Suku bunga dan

inflasi yang tinggi mempunyai hubungan yang negatif bagi pasar modal.

Banyak teori dan penelitian terdahulu yang mengungkapkan bahwa pergerakan

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor

yang berasal dari luar negeri (eksternal) dan faktor yang berasal dari dalam negeri

(internal). Faktor yang berasal dari luar negeri tersebut bisa datang dari indeks bursa

asing negara lain (Dow Jones, Hang Seng, Nikkei, dll), tren perubahan harga minyak

dunia, tren harga emas dunia, sentimen pasar luar negeri, dan lain sebagainya. Sedangkan

faktor yang berasal dari dalam negeri bisa datang dari nilai tukar atau kurs di suatu negara

terhadap negara lain, tingkat suku bunga dan inflasi yang terjadi di negara tersebut,

kondisi sosial dan politik suatu negara, jumlah uang beredar dan lain sebagainya.

Di sisi lain Menurut Latumaerissa (2015:172) Inflasi adalah

kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus.

Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi. Inflasi diukur

dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga.

Untuk mengukur laju inflasi di Indonesia, salah satu indikator yang sering
digunakan yaitu Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index

(CPI). IHK mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh

konsumen. Dikutip dari Yusup (2012), mengemukakan ada dua pendapat

mengenai hubungan antara tingkat inflasi dengan harga saham. Pendapat pertama

menyatakan bahwa ada korelasi positif antara inflasi dengan harga saham

(demand pull inflation) yaitu inflasi yang terjadi karena adanya kelebihan

permintaan atas jumlah barang yang tersedia. Pada keadaan ini perusahaan dapat

membebankan peningkatan biaya kepada konsumen dengan proporsi yang lebih

besar sehingga keuntungan perusahaan meningkat. Dengan demikian, akan

meningkatkan kemampuan perusahaan untuk membayar deviden dan akan

memberikan penilaian positif pada harga saham. Pendapat yang kedua

menyatakan bahwa ada korelasi negatif antara inflasi dengan harga saham.

Pendapat ini didasarkan pada asumsi bahwa inflasi yang terjadi adalah cost

push inflation, yaitu inflasi yang terjadi karena kenaikan biaya produksi, dengan

adanya kenaikan harga bahan baku dan tenaga kerja, sementara perekonomian

dalam keadaan inflasi maka produsen tidak mempunyai keberanian untuk

menaikkan harga produknya. Hal ini mengakibatkan keuntungan perusahaan

untuk membayar deviden menurun yang akan berdampak pada penilaian harga

saham yang negatif.

Penelitian mengenai IHSG dan faktor-faktor yang mempengaruhi telah

dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Amin (2012) dalam penelitiannya

menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG.


Sedangkan Yuni Appa (2014) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa inflasi

tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan permulaan

pertimbangan untuk melakukan investasi, sebab dari indeks harga saham

diketahui situasi secara umum. Hal ini disebabkan, Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG) dapat digunakan untuk menilai situasi pasar secara umum atau

mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau penurunan.

Variabel Inflasi merupakan suatu proses dimana kenaikan harga barang

dan jasa secara terus-menerus. Kenaikan harga ini berupa perubahan persentase.

Inflasi tingi menyebabkan biaya bahan bangunan dan biaya konstruksi yang

dikeluarkan oleh perusahaan untuk membangun propertymakin meningkat harga

jual saham dengan harapan return yang tinggi. Sebaliknya pada saat tingkat inflasi

yang mengalami penurunan maka harga saham.

Tingkat suku bunga SBI juga merupakan salah satu variabel yang dapat

mempengaruhi harga saham. Secara umum, mekanismenya adalah bahwa suku

bunga SBI bisa mempengaruhi suku bunga deposito yang merupakan salah satu

alternatif bagi investor untuk mengambil keputusan dalam menanamkan

modalnya. Jika suku bunga SBI yang ditetapkan meningkat, investor akan

mendapat hasil yang lebih besar atas suku bunga deposito yang ditanamkan

sehingga investor akan cenderung untuk mendepositokan modalnya dibandingkan

menginvestasikan dalam saham. Hal ini mengakibatkan investasi di pasar modal


akan semakin turun dan pada akhirnya berakibat pada melemahnya Indeks Harga

Saham Gabungan.

Terdapat alternatif investasi lain yang juga dapat mempengaruhi transaksi

saham di bursa efek, yakni investasi pada valuta asing dalam hal ini adalah dollar

(USD). Jika saat nilai tukar dollar sedang melemah terhadap rupiah dan dapat

diprediksikan akan kembali menguat di masa mendatang, dan juga ketika

alternatif investasi lain dirasa kurang menjanjikan, maka investor mungkin

cenderung akan menginvestasikan dananya ke dalam bentuk mata uang dollar

dengan harapan ketika kurs dollar terhadap rupiah kembali meningkat dia akan

menjualnya kembali ke dalam bentuk mata uang rupiah, sehingga dia memperoleh

gain dari selisih kurs. Di samping sebagai alternatif investasi, pergerakan mata

uang tersebut juga berdampak pada perdagangan ekspor impor barang dan jasa

yang berkaitan dengan perusahaan emiten.Kondisi tersebut pada akhirnya akan

berdampak pada aktivitas Pasar Modal, dan selanjutnya akan berakibat pada

pergerakan IHSG di BEI.

Pada awal September 2008, sebagai akibat lanjut dari krisis subprime

mortgage tersebut, Departemen Keuangan Amerika mengambil alih perusahaan

perumahan terbesar Fannie Mae dan Freddie Mac. Hal yang lebih mengejutkan

adalah bangkrutnya lehman Brothers dan Merrill Lynch yang kemudian diakuisisi

oleh Bank of America. Bank Sentral AS telah memberikan dana untuk pasar

sebesar US$ 70 miliar, tetapi Indeks Dow Jones tetap jatuh 4,4%, atau terbesar

sejak September 2001. Hal tersebut mengakibatkan bursa-bursa Eropa juga jatuh

pada tanggal 15 September 2008.


Bursa New York semakin jatuh setelah Standard & Poor’s menurunkan

peringkat utang Amerika dari AAA menjadi AA+. Hal tersebut berdampak juga

pada Indeks Dow Jones yang turun sebesar 5,5%. Bursa-bursa dunia termasuk

Bursa Efek Indonesia juga terkena dampak dari penurunan tersebut (Tempo

Interaktif, 2011).

Sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar, pengaruh Amerika (AS)

sangat besar bagi negara-negara lain. Hal ini juga termasuk pengaruh dari

perusahaanperusahaan dan investornya sehingga pergerakan DJIA yang

merupakan salah satu index dalam NYSE (New York Stock Exchange) akan

berpengaruh pada pergerakan index harga saham negara-negara lain. Salah satu

contoh pada tahun 2012 saat itu krisis mortgage di AS yang akhirnya juga

menyeret IHSG turun hingga 50%, padahal dampak krisis itu terhadap

perekonomian Indonesia relatif kecil (finance.detik.com).

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini antara

lain; Witcaksono (2012), menyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI

berpengaruh negatif terhadap IHSG, harga minyak dunia berpengaruh positif

terhadap IHSG, harga emas dunia berpengaruh positif terhadap IHSG, Kurs

rupiah berpengaruh negatif terhadap IHSG, indeks Nikkei225 berpengaruh positif

terhadap IHSG, indeks Dow Jones berpengaruh positif terhadap IHSG. Selain itu,

Pramulia (2012) mengungkapkan bahwa variabel tingkat inflasi, suku bunga SBI,

dan kurs USD, berpengaruh secara simultandan parsial terhadap IHSG. Tentunya

masih banyak lagi penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini, dan akan

disajikan rangkumannya di Bab selanjutnya


Sementara itu perkembangan besarnya tingkat suku bunga SBI, dan

perubahan kurs dollar (USD) terhadap harga pasar saham gabungan periode 2012-

2016 tampak pada tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG),

Tingkat Inflansi,Tingkat Suku Bunga SBI ,Nilai Kurs (USD/IDR)

Dan Indeks Dow Jones Periode 2012-2016

Indeks Harga Tingkat Tingkat

Saham Inflansi Suku Perubahan Kurs


Tahun
Gabungan Bunga Dollar (USD) (Rp)
(%)
(IHSG) (Rp) SBI(%)

2012 4317 8,22% 5,75% 9622

2013 4274 8,34% 7,5% 6515

2014 5178 8,33% 7,75% 12378

2015 4593 8,53% 7,5% 13726


2016 5297 8,41% 6,5% 13454

Sumber : Bank Indonesia, BI Rate dan BEI periode 2012-2016

Berdasarkan Tabel diatas dijelaskan bahwa indeks harga saham

gabungan (IHSG) dari tahun 2012 hingga tahun 2016 mengalami fluktuasi,

pada tahun 2012 IHSG mencapai harga Rp. 18.199,5 lalu mengalami kenaikan

yang cukup jauh pada tahun 2013 dan 2014 pada tahun 2015 terjadi penurunan

hingga pada tahun 2016.

Tingkat suku bunga juga mengalami fluktuasi, dimana untuk tingkat

suku bunga SBI antara tahun 2012 – 2016 pada tingkat suku bunga terjadi

fluktuasi suku bunga SBI. Pada tahun 2012 7,15% hingga mengalami
kenaikan pada tahun 2014 sebesar 7,75%, suku bunga SBI kembali turun pada

tahun 2015 posisi 7,50% dan 6,50% pada tahun 2016. Pada saat terjadinya

harga pasar saham dalam keadaan stabil terjadi penurunan tingkat suku bunga

SBI sebaliknya pada saat kondisi harga pasar saham tidak stabil maka tingkat

suku bunga SBI menjadi tinggi.

Kenaikan suku bunga SBI akan berakibat terhadap penurunan return

saham dan begitu juga sebaliknya. Dalam menghadapi kenaikan tingkat suku

bunga SBI, para pemegang saham akan menahan sahamnya sampai tingkat

suku bunga SBI kembali pada tingkat yang dianggap normal. Sebaliknya, jika

tingkat suku bunga SBI jangka panjang meningkat maka pemegang saham

cenderung menjual sahamnya karena harga jualnya tinggi.

Hasil penelitian Kewal (2012) tersebut menunjukkan bahwa tingkat

Inflasi dan Suku Bunga tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Kurs Rupiah

terhadap Dollar Amerika memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan

terhadap IHSG.

Untuk Kurs Dollar (USD) Pada tahun 2012 sampai tahun 2015

mengalami kenaikan terus-menerus dan kembali pada tahun 2016 mengalami

penurunan sebesar Rp. 13.503, mengikuti perkembangan pertumbuhan kurs

Dollar di Indonesia.

Beberapa bukti empiris mengenai pengaruh kurs dollar (USD)

terhadap pasar saham menunjukkan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap US


Dollar berpengaruh negatif terhadap return saham sedangkan nilai tukar

terhadap US Dollar berpengaruh positif terhadap return saham.

Tidak konsistennya berbagai hasil penelitian sebelumnya mengenai

Indeks Harga Saham Gabungan tersebut menjadi motivator utama penulis

untuk melakukan penelitian ini. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

terdahulu adalah penelitian ini memfokuskan pada Indek Harga Saham Yang

di pengaruhi oleh tinggkat inflansi,Suku Bunga SBI,Nilai Kurs Dollar (USD)

dan Indek Dow Jones.

Penulis hanya mengambil rentang waktu selama 5 tahun yaitu dari

tahun 2012-2016 karena dengan membatasi rentang waktu penelitian maka

hasil penelitian akan lebih mempresentasikan IHSG dalam kondisi

perekonomian yang terjadi pada saat yang tersebut. Selain itu, kondisi

perekonomian di Indonesia cenderung berubah-ubah dan tidak stabil sehingga

akan memengaruhi hasil penelitian. Kondisi perekonomian di Indonesia pada

tahun penelitian dapat dikatakan sedang lemah. Faktor utama penyebab

melemahnya pertumbuhan ekonomi selama tahun 2012-2016 adalah

merosotnya investasi dalam negeri.Hal ini seiring dengan melemahnya nilai

tukar Rupiah yang menurunkan laju inflasi. Faktor lain adalah kenaikan suku

bunga acuan serta kondisi perekonomian global yang masih dibayangi

ketidakpastian berdampak pada melemahnya pertumbuhan investasi nasional

(Indonesian Economic Review and Outlock, 2013). Oleh karena itu, penulis

ingin menguji kembali adanya pengaruh variabel moneter dan indeks bursa
internasional terhadap Indeks Harga Saham Gabungan dalam judul “

“Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI),

Nilai Kurs Dollar AS (USD) dan Indeks Dow Jones (DJIA) terhadap

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia Tahun

2012 – 2016”

1.2 Identifikasi masalah

1. Adanya Pengaruh tingkat inflansi terhadap indeks harga saham gabungan (

IHSG ) di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012 – 2016 .

2. Adanya pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia ( SBI ) terhadap

Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012 –

2016 .

3. Adanya Pengaruh NilaiKurs dollar AS ( USD ) Terhadap Indeks Harga

Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012 – 2016 .

4. Adanya pengaruh Indeks Dow Jones ( DJIA )terhadap Indeks Harga

Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012 – 2016 .

5. Adanya Pengaruh Tingkat Inflansi,Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (

SBI ), NilaiKurs Dollar AS ( USD ) danIndeks Dow Jones ( DJIA )

terhadap Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG ) di Bursa Efek Indonesia

Tahun 2012 – 2016 .

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas maka penulis

perlu membatasi permasalahan agar penelitian terarah dan terhindar dari


penyimpangan masalah yang sedang di teliti, jadi penulis membatasi masalah

sebagai Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia

(SBI), Nilai Kurs Dollar AS (USD) dan Indeks Dow Jones (DJIA)

terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek

Indonesia Tahun 2012 – 2016.

1.4 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh Tingkat Inflansi trehadap Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012 – 2016 .

2. Bagaimana pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia ( SBI )

terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Tahun

2012 – 2016 .

3. Bagaimana Pengaruh Nilai Kurs dollar AS ( USD ) Terhadap Indeks

Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012 – 2016 .

4. Bagaimana pengaruh Indeks Dow Jones ( DJIA ) terhadap Indeks Harga

Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012 – 2016 .

5. Bagaimana Pengaruh Tingkat Inflansi,Suku Bunga Sertifikat Bank

Indonesia ( SBI ), Nilai Kurs Dollar AS ( USD ) dan Indeks Dow Jones (

DJIA ) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG ) di Bursa Efek

Indonesia Tahun 2012 – 2016 .

1.5 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui kondisi tingkat inflansi ,Suku Bunga SBI,Nilai Kurs Dollar

AS ( USA ) dan Indeks Dow Jones ( DJIA ) dan index Harga Saham

Gabungan (IHSG) Periode 2012-2016.

2. Mengetahui pengaruh tingkat inflansi, terhadap indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG) Periode 2012-2016.

3. Mengetahui pengaruh tingkat Suku Bunga SBI, terhadap indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG) Periode 2012-2016

4. Mengetahui pengaruh tingkat Kurs Dollar AS ( USA ), terhadap indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG) Periode 2012-2016

5. Mengetahui pengaruh tingkat Indeks Dow Jones ( DJIA ) , terhadap indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG) Periode 2012-2016

1.6 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Bagi Penulis

1. Sebagai media untuk mengimplementasikan teori yang telah

dipelajari terhadap praktek dunia bisnis sehingga ilmu yang

diperoleh applicable.Memperoleh gambaran yang holistic terkait

dengan materi Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga Sertifikat

Bank Indonesia (SBI), Nilai Kurs Dollar AS (USD) dan Indeks

Dow Jones (DJIA) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG) di Bursa Efek Indonesia.


2. Sebagai sumbangsih terhadap ilmu pengetahuan, sehingga teori yang

telah dipelajari lebih teruji melalui penelitian yang membuktikan

teori-teori yang ada sehingga ilmu yang ada mengalami upgrading,

agar memberikan dampak yang lebih baik.

3. Sebagai alat pengembangan pengetahuan sehubungan dengan ilmu

akuntansi yang penulis dapatkan dibangku kuliah.

2. Bagi Pembaca

1) Memberikan pandangan yang seimbang antara teori dengan realita

yang terjadi di dunia bisnis.

2) Memberikan tambahan pustaka yang dapat dijadikan sebagai

referensi terhadap topic terkait.

3. Bagi Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan

bagi peneliti lain yang mengadakan penelitian dalam ruang lingkup

yang sama. Juga diharapkan penelitian ini dapat menambah

pengetahuan bagi pembacanya.


2.2 Penelitian Terdahulu

1. M.Zuhdi Amin (2012) Tingkat inflasi, tingkat suku bunga SBI, nilai kurs

(USD/IDR), Indeks Dow Jones (DJIA) berpengaruh secara simultan terhadap

IHSG. Besarnya pengaruh yang disebabkan oleh keempat variabel independen

tersebut adalah sebesar 62%, sedangkan sisanya sebesar 38% mungkin

dipengaruhi oleh variabel lain diluar model penelitian ini, seperti; harga minyak

dunia, harga emas, harga euro, dan lainnya.

2. Indah Yuliana (2014) Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh secara

bersama-sama variabel makro ekonomi (jumlah uang yang beredar, tingkat suku

bunga SBI, inflasi, dan nilai tukar rupiah) terhadap Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG). Variabel tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif

terhadap Indeks harga saham Gabungan (IHSG). Hal ini berarti jika tingkat

suku bunga SBI naik maka IHSG akan menjadi turun. Pada saat tingkat suku

bunga SBI naik maka akan menyebabkan investor untuk cenderung

mengivestasikan dananya di bank, daripada menginvestasikan dananya di pasar


modal. Pada saat tingkat inflasi mengalami perubahan maka hal ini akan

berpengaruh positif terhadap IHSG.

3. Menurut Hismendi, dkk (2013) pasar modal adalah pilihan investasi

alternatif yang dapat mengoptimalkan laba yang dihasilkan oleh investor.

Salah satu instrument yang diperjual belikan di pasar modal adalah

saham.Saham adalah bukti kepemilikan terhadap perusahaan yang

ditanamkan modalnya oleh investor (Samsul, 2006: 45).

4. (Sirucek, 2013) Peningkatan ketidakpastian yang dihadapi oleh investor

dapat mengurangi konsumsi barang tahan lama, yang dapat

mempengaruhi pasar saham dan pada gilirannya mempengaruhi masa

depan aspirasi konsumsi investor.Saham dan pasar saham sangat sensitif

terhadap informasi harga terkait tren masa depan dan pengembangan

pasar. Peran utama dalam penentuan harga saham kebanyakan dipegang

oleh berbagai faktor ekonomi makro seperti perubahan suku bunga,

jumlah uang beredar, inflasi, guncangan politik, undang – undang

amandemen, dan lain – lain.

5. (Yuppa , 2014 ) Inflasi IHK dan kurs rupiah/dollar Amerika secara simultan

berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di

Bursa Efek Indonesia. Secara parsial, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK)

berpengaruh negative dan tidak signifikan terhadap Indeks Harga Saham

Gabungan di lantai bursa efek Indonesia. Sedangkan kurs rupiah/dolar Amerika

berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks harga saham gabungan

(IHSG). Kurs rupiah/dolar Amerika yang paling dominan berpengaruh terhadap

IHSG di Bursa Efek Indonesia.


6. (Novitasari, 2013) mengatakan bahwa Investasi merupakan kegiatan

pelaku ekonomi di sebuah perekonomian yang memberikan konstribusi

dan komitmen terhadap sejumlah dana yang disetorkan untuk beberapa

asset yang ditahan beberapa waktu yang akan datang (Novitasari, 2013).

7. (Zulaikha, 2013) menyatakan bahwa,Kondisi ekonomi serta variabel

ekonomi makro adalah faktor yang memberikan efek dan menyebabkan

harga dan kembalinya saham terus berubah dari waktu ke waktu

(Zulaikha, 2013).

8. Penelitian yang dilakukan oleh Hismendi, dkk (2013) menunjukkan

hasil yang berbeda. Penelitiannya menunjukkan hasil bahwa inflasi tidak

berpengaruh terhadap pergerakan harga saham sektor perbankan di Bursa

Efek Indonesia. Hasil ini mengindikasikan bahwa besar kecilnya inflasi

pada masa penelitian, tidak berdampak besar pada naik turunnya harga

saham sektor perbankan di BEI.

9. Penelitian yang juga dilakukan oleh Reny Wijaya (2013) yang meneliti

pengaruh fundamental ekonomi makro terhadap IHSG periode 2002-

2011 menemukan bahwa variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan

terhadap IHSG. Tidak berpengauhnya inflasi terhadap IHSG

menunjukkan bahwa penurunan inflasi akan menaikan harga saham.

10. Kurniadi (2013).Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa jumlah uang

beredar tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan nilai harga

saham sektor properti di BEI. Hal ini cenderung dikarenakan JUB

mengalami peningkatan yang lebih banyak didominasi oleh tingginya


beban biaya bunga simpanan yang dikapitalisasi dan ekspansi pada

beberapa komponen tagihan bersih kepada pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai