Anda di halaman 1dari 18

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

2.1 Teori Agensi

Menurut Anthony dan Govindarajan dalam Arif Setiawan (2015) hubungan

agensi ada ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk

melaksanakan suatu jasa dan, melakukan hal itu, mendelegasikan wewenang untuk

membuat keputusan kepada agen tersebut. Dalam suatu korporasi, pemegang saham

merupakan prinsipal dan CEO adalah agen mereka. Pemegang saham menyewa

CEO agar bertindak sesuai keinginan mereka.

Akibat adanya asimetris informasi ini, dapat menimbulkan dua permasalahan

yang disebabkan adanya kesulitan principal untuk memonitor dan melakukan kontrol

terhadap tindakan-tindakan agen.

2.2 Teori Signal (Signal Theory)

Signal Theory merupakan salah satu bentuk teori yang memberikan gambaran

mengenai keadaan dan tindakan manajer perusahaan terhadap pemilik perusahaan

maupun calon investor. Hal ini berdampak pada keberhasilan dan kegagalan manajer

atau agen yang harus disampaikan kepada pemilik atau pemegang saham Pratiwi

dalam Arif Setiawan (2015).

Tindakan yang ditempuh oleh manajer tersebut tidak lepas dari keinginannya

untuk memberikan kesan positif terhadap situasi perusahaan yang dikelolanya

sehingga penyampaian sinyal-sinyal yang baik dan bermutu sangat diperlukan. Dalam

signal theory, kesulitan untuk membedakan mana perusahaan yang berkualitasrendah


maupun berkualitas tinggi akan mampu memberikan sinyal-sinyal yang lebih baik

kepada investor dibandingkan perusahaan dengan kualitas yang rendah. Dengan

demikian sinyal yang akan disampaikan oleh manajer akan menjadi tolak ukur bagi

investor dalam pengambilan keputusan investasi.

2.3 Perataan Laba

2.3.1 Pengertian Perataan Laba

Menurut Riahi dan Belkaoui dalam Intan Anggraeni (2012) perataan laba

sebagai proses normalisasi laba yang disengaja guna meraih suatu tren ataupun

tingkat yang diinginkan. pengertian ini dapat disimpulkan sebagai salah satu pola dari

manajemen laba dan dapat dipandang sebagai upaya yang secara sengaja.

Perataan laba (income smoothing) adalah cara yang digunakan oleh

manajemen untuk mengurangi variabilitas jumlah laba yang dilaporkan agar sesuai

dengan target yang diinginkan dengan cara memanipulasi laba baik secara artificial

(melalui metode akuntansi), maupun secara real (melalui transaksi). Tindakan ini

dapat memberi pengaruh nilai yang positif pada nilai pasar saham perusahaan.

2.3.2 Jenis-Jenis Pertaan Laba

Terdapat dua jenis perataan laba menurut Eckel dalam Intan Anggraeni (2012)

1. Perataan alami(Natural Smoothing)

Perataan laba ini terjadi secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak

manapun. Aliran laba dalam perataan ini secara alami menunjukkan

kestabilan dengan aliran laba yang merata untuk setiap tahunnya sehingga

tidak membutuhkan perhatian yang khusus bagi manajemen.


2. Perataan yang Disengaja(Intentianlly Smoothing)

Perataan yang disengaja (intentially smoothing)merupakan perataan laba yang

terjadi akibat adanya intervensi dari pihak lain. Agar selalu mendapat

kepercayaan dari pemegang saham, maka manajemen perlu memberikan

perhatian khusus, yaitu dengan melakukan perataan laba yang disengaja

seperti pada pembahasan ini.

2.3.3 Motivasi Perataan Laba

Riahi dan Belkaoui dalam Intan Anggraeni (2012)menyatakan bahwa adapun

motivasi perataan laba adalah :

1. Kriteria yang dipakai oleh manajemen perusahaan dalam memilih prinsip-

prinsip akuntansi adalah untuk memaksimalkan kegunaan dan

kesejahteraannnya.

2. Kegunaan yang sama adalah adalah suatu fungsi keamanan pekerjaan,

peringkat dan tingkat pertumbuhan gaji serta peringkat dan tingkat

pertumbuhan ukuran perusahaan.

3. Kepuasan dari pemegang saham terhadap kinerja perusahaan

meningkatkan status dan penghargaan dari para manajer.

4. Kepuasan yang sama tergantung pada tingkat pertumbuhan dan stabilitas

dari pendapatan perusahaan.


2.3.4 Objek Perataan Laba

Riahi dan Belkaoui dalam Intan Anggraeni (2012)menyatakan bahwa, pada

dasarnya objek perataan laba seharusnya didasarkan pada indikasi keuangan yang

paling mungkin dan paling digunakan, yaitu laba. Karena perataan laba bukanlah

suatu fenomena yang terlihat, literature memperkirakan berbagai bentuk pernyataan

keuntungan sebagai objek yang paling mungkin. Pernyataan tersebut meliputi:

1. Indikator berdasarkan laba bersih, biasanya sebelum hal-hal luar biasa dan

sebelum atau sesudah pajak,

2. Indikator berdasarkan laba per saham, biasanya sebelum keuntungan dan

kerugian luar biasa dan disesuaikan untuk pemecahan saham dan deviden.

Para peneliti memilih indikator laba bersih atau laba per saham sebagai

objek perataan laba karena keyakinan bahwa perhatian jangka panjang manajemen

adalah terhadap laba adalah terhadap laba bersih dan para pengguna laporan

keuangan biasanya melihat pada angka paling akhir, baik laba per saham.

2.3.5 Dimensi Perataan Laba

Menurut Riahi dan Belkaoui dalam Intan Anggraeni (2012) menambah

dimensi perataan laba yang ketiga, yang dinamakan perataan klasifikasi dan

membedakan antara ketiga dimensi perataan laba sebagai berikut:

1. Perataan melalui adanya kejadian dan atau pengakuan: Manajemen dapat

menentukan waktu transaksi actual terjadi sehingga pengaruhnya terhadap

pelaporan akan cenderung mengurangi variasinya dari waktu ke waktu.

Sering kali, waktu yang direncanakan dari terjadinya peristiwa (contoh


penelitian dan pengembangan) akan menjadi fungsi dari aturan akuntansi

yang mengatur pengakuan akuntansi atas peristiwa.

2. Perataan melalui alokasi terhadap waktu: Melalui kejadian dan pengakuan

atas suatu manajemen memiliki kendali yang lebih bebas terhadap

determinasi atas perioden-periode yang dipengaruhi oleh kuantifikasi dari

peristiwa.

3. Perataan melalui klasfikasi (melalui perataan secara pengklasifikasian:

Ketika angka statistik laporan laba rugi selain laba bersih (bersih dari

seluruh pendapatan dan beban) menjadi objek perataan, manajemen dapat

mengllasifikasikan pos-pos laporan intralaba untuk menurunkan variasi

yang terjadi dari waktu ke waktu dalam statistik.

2.3.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perataan Laba

Perataan laba dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendorong manjer untuk

meratakan penghasilannya. Riahi dan Belkaoui dalam Intan Anggraeni (2012) faktor-

faktor yang mendorong praktik perataan laba merupakan cerminan dari upaya

manajemen untuk menghindari konflik dengan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Faktor tersebut terdiri dari:

1. Faktor konsekuensi ekonomi dari pilihan akuntansi

Merupakan yang terpengaruh oleh angka-angka akuntansi, sehingga

perubahan akuntansi yang mempengaruhi angka-angka akuntansi akan

mempengaruhi kondisi itu, seperti: pembayaran bonus dan harga saham.


2. Faktor-Faktor Laba

Merupakan angka-angka yang dengan sendirinya ikut mendorong perilaku

perataan laba, seperti: perbedaan yang signifikan antara laba yang

diharapkan dengan laba yang sesungguhnya”.

2.3.7 Pengukuran Perataan Laba

Menurut Suwito dalam Intan Anggraeni (2012) Pengukuran perataan laba

menggunakan Indeks Eckel. Indeks Eckel digunakan untuk mengindikasikan apakah

perusahaan melakukan praktik perataan laba atau tidak. Model Eckel ini

membandingkan kovarian laba (CV I) dengan kovarian penjualan (CV S), mana

yang lebih besar. Suatu perusahaan dikategorikan income smoothers jika CV

Penjualan > CV laba dan sebaliknya jika CV Penjualan < CV Laba, maka

dikategorikan sebagai non-income smoothers.

Intan Anggraeni (2012), Indeks Excel akan membedakan antara perusahaan

yang melakukan praktik perataan laba dengan yang tidak melakukan praktik perataan

laba. Laba yang digunakan untuk mengitung Indeks eckel adalah net income. Hal

tersebut didasarkan atas adanya kecenderungan perhatian dari investor atas nilai laba

paling akhir yang diperoleh oleh suatu perusahaan. Tindakan perataan laba diuji

dengan indeks Eckel. Eckel menggunakan Coeffecient Variation (CV) variabel

penghasilan dan variabel penjualan bersih. Kelompok perusahaan yang melakukan

tindakan perataan laba diberi nilai 0, sedangkan kelompok perusahaan yang tidak

melakukan perataan laba diberi nilai 1.


Indeks Perataan Laba dihitung sebagai berikut:

𝐶𝑉∆I
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠𝑃𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎𝑎𝑛𝐿𝑎𝑏𝑎 =
𝐶𝑉∆S

√∑(∆𝑖−∆𝐼)2 √∑(∆𝑠−∆𝑆)2
Di mana CV ∆I = : ∆I dan CV ∆S = : ∆S
n−1 n−1

Keterangan:

∆i : Perubahan Laba dalam suatu periode (income)

∆s : Perubahan Penjualan dalam suatu periode (sales)

∆I : Rata-rata perubahan laba dalam suatu periode

(income)

∆S : Rata-rata perubahan penjualan dalam suatu periode

(sales)

n : Banyaknya tahun yang diamati

CV : Koefisien variasi dari variabel yaitu standar deviasi

∆I atau ∆S dibagi dengan rata-rata ∆I atau ∆S.

Apabila CV ∆I > CV ∆S, maka perusahaan tidak digolongkan sebagai

perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba.

CV∆I : Koefisien variasi untuk perubahan laba

CV∆S : Koefisien variasi untuk perubahan penjualan

Sedangkan CV∆I dan CV ∆S dihitung dengan menggunakan rumus:

𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑐𝑒
𝐶𝑉∆I dan CV∆S =
𝐸𝑥𝑝𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒
Atau:

√∑(∆𝑋−∆𝑋̅ )2
CV ∆I dan CV ∆S = ̅
∶ ∆X
n−1

Keterangan:

CV : Koefesien variasi dari variabel

∆S : Perubahan Penjualan dalan satu periode

∆I : Perubahan Laba bersih dalam satu periode

∆X : Perubahan penghasilan bersih atau laba (I) atau

penjualan (S) antara tahun n, tahun n-1

̅
∆X : Rata-rata perubahan penghasilan bersih atau laba

(I) atau penjualan (S) antara tahun n, tahun n-1

n : Banyaknya tahun yang diamati

2.4 Profitabilitas

2.4.1 Pengertian Profitabilitas

Menurut Sartono (2012:122), menyatakan bahwa Profitabilitas adalah

kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan,

total aktiva, maupun modal sendiri.

Menurut Husnan dalam Santoso (2014) bahwa Profitabilitas adalah

kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (profit) pada tingkat

penjualan, aset, dan modal saham tertentu.


2.4.2 Tujuan dan Manfaat Profitabilitas

Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun bagi pihak

luar perusahaan menurut Kasmir dalam Intan Anggraeni (2012), adalah sebagai

berikut:

a. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam

satu periode tertentu.

b. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun

sekarang.

c. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.

d. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.

e. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan

baik modal pinjaman maupun modal sendiri.

Sementara Itu, manfaat dari rasio profitabilitas ini menurut Kasmir (2013:198)

adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh.

b. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun

sekarang.

c. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu

d. Mengetahui besarnya kaba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.

e. Mengetahui seluruh produktivitas seluruh dana perusahaan yang

digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.


Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa profitabilitas

merupakan alat ukur untuk melihat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba

yang dapat dilihat dari hasil perhitungan rasio-rasio profitabilitas. Penggunaan

seluruh atau sebgaian rasio profitabilitas tergantung dari kebijakan manajemen.

Semakin lengkap jenis rasio yang digunakan, semakin sempurna hasil hasil yang akan

dicapai. Artinya pengetahuan tentang kondisi dan posisi profitabilitas perusahaan

dapat diketahui secara sempurna (Kasmir, 2013:198).

2.4.3 Metode Pengukuran Profitabilitas

Menurut Fahmi dalam Intan Anggraeni (2012) secara umum terdapat empat

jenis utama yang digunakan dalam menilai tingkat profitabilitas, di antaranya:

1. Gross Profit Margin

Rasio ini mengukur presentase dari laba kotor dibandingkan dengan

penjualan. Semakin baik gross profit margin, maka semakin baik

operasional perusahaan. Tetapi perlu diperhatikan bahwa gross profit

margin sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga

pokok penjualan meningkat, maka gross profit margin akan menurun,

begitu pula sebaliknya. Gross profit margin dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

𝑁𝑒𝑡 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 − 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝐺𝑜𝑜𝑑 𝑆𝑜𝑙𝑑


𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 =
𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
2. Net Profit Margin

Rasio ini merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur

margin laba atas penjualan. Cara pengukuran rasio ini yaitu penjualan

yang sudah dikurangi dengan seluruh beban termasuk pajak dibandingkan

dengan penjualan. Margin laba yang tinggi lebih disukai karena

menunjukan bahwa perusahan mendapatkan hasil yang baik yang melebihi

harga pokok penjualan. Net profit margin dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝐴𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑇𝑎𝑥(𝐸𝐴𝑇)


𝑁𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 =
𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠

3. Return On Equity (ROE)

Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memperoleh

laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini

menunjukan efisiensi penggunaan modal sendiri, artinya rasio ini

mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik

modal sendiri atau pemegang saham perusahaan. ROE dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝐴𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑇𝑎𝑥 (𝐸𝐴𝑇)


𝑅𝑂𝐸 =
𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟 ′ 𝑠𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

4. Return On Assets (ROA)

Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan

laba dari aktiva yang dipergunakan dalam perusahaan. Rasio ini


digunakan untuk suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam

mengelola investasinya. ROA dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝐴𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑇𝑎𝑥 (𝐸𝐴𝑇)


𝑅𝑂𝐴 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠

Dalam penelitian ini, alat ukur profitabilitas yang digunakan oleh penulis

adalah Return On Asset (ROA), karena ROA paling berkaitan dengan efisiensi

perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi rasio ini, maka perusahaan

semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah

pajak, yang juga dapat diartikan bahwa kinerja perusahaan semakin efektif.

2.5 Resiko Keuangan (Leverage)

2.5.1 Pengertian Resiko Keuangan (Leverage)

Rasio Keuangan sangat penting untuk menganalisa kondisi keuangan

perusahaan dalam menganalisa kondisi keuangan perusahaan dibutuhkan rasio-rasio

keuangan untuk menyederhanakan perhitungan sesuai informasi yang diperlukan.

Menurut Harahap dalam Intan Anggraeni (2012) Rasio Keuangan adalah

angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari sautu pos laporan keuangan

dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan.

Menurut Samryn dalam Intan Anggraeni (2012) Rasio Keuangan adalah

perbandingan data keuangan perusahaan menjadi lebih berarti. Sedangkan menurut

Irham Fahmi dalam Intan Anggraeni (2012) Rasio Keuangan adalah instrument

analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indicator


keuangan yang ditujukan untuk menunjukan perubahan dalam kondisi keuangan atau

prestasi operasi dimasa lalu dan membantu menggambarkan trend pola perubahan

tersebut, untuk kemudianmenunjukan risiko dan peluang yang melekat pada

perusahaan yang bersangkutan.

2.5.2 Jenis Jenis Pengukuran Rasio Leverage

Menurut Agus Sartono (2012:121) ada beberapa jenis pengukuran leverage

yaitu :

1. Debt Ratio

Rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar perusahaan

mengandalkan hutang untuk membiayai asetnya. Rasio Hutang ini dapat

menunjukan proporsi hutang perusahaan terhadap total aset yang dimilikinya.

Berikut cara perhitungan Debt Ratio :

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎

Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar risiko yang dihadapi, dan

investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Rasio yang

tinggi juga menunjukan proporsi modal sendiri yang rendah untuk membiayai

aktiva.

2. Debt to Equity Ratio (DER) merupakan perbandingan antara seluruh hutang

perusahaan baik hutang jangka panjang maupun hutang jangka pendek dengan

modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Berikut perhitungan DER :

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑆𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖
Semakin tinggi DER menunjukkan semakin besar total utang terhadap total

ekuitasnya. Debt to equity ratio digunakan untuk mengukur total

shareholders’ equity yang dimiliki perusahaan.

3. Time Interest Earned Ratio

Time interest earned ratio, adalah rasio antara laba sebelum bunga dan pajak

(EBIT) dengan beban bunga. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan

memenuhi beban tetapnya berupa bunga, atau mengukur seberapa jauh laba

dapat berkurang tanpa perusahaan mengalami kesulitan karena tidak mampu

membayar bunga.

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘


𝑇𝑖𝑚𝑒 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑒𝑟 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎

4. Fixed Charge Coverage

Fixed charge coverage ratio, mengukur berapa besar keamampuan perusahaan

untuk menutup beban tetapnya termasuk pembayaran dividen saham preferen,

bunga, angsuran pinjaman, dan, sewa. Karena tidak jarang perusahaan

menyewa aktivanya dari perusahaan lising dan harus membayar angsuran

tertentu.

𝐸𝐵𝐼𝑇 + 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 + 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑦𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑤𝑎


𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐶𝑎ℎ𝑟𝑔𝑒 𝐶𝑜𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 =
𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 + 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑦𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑤𝑎
5. Debt service coverage

Debt service coverage, mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban

tetapnya termasuk angsuran pokok pinjaman. Jadi sama dengan leverage yang

lain, hanya dengan memasukan angsuran pokok pinjaman.

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘


𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝐴𝑛𝑔𝑠𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑜𝑘𝑜𝑘 𝑃𝑖𝑛𝑗𝑎𝑚𝑎𝑛
𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 + 𝑆𝑒𝑤𝑎 +
(1 − 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘)

Berdasarkan uraian tersebut, penulis menggunakan debt ratio dalam

menentukan tingkat leverage. Rasio ini sering digunakan para analis dan para

investor untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan jika dibandingkan ekuitas

yang dimiliki oleh perusahaan atau para pemegang saham.

2.5.3 Tujuan dan Manfaat Rasio Leverage

Menurut Kasmir (2015:153) terdapat beberapa tujuan perusahaan

menggunakan rasio leverage yaitu :

1. Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak

lainnya (kreditor),

2. Untuk menilai keammpuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang

bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman termasuk bunga),

3. Untuk menilai keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap

dengan modal,

4. Untuk menilai seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang,


5. Untuk menilai seberapa besar pengaruh utang perusahaan terhadap

pengelolaan aktiva,

6. Untuk menilai atau mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal

sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang,

7. Untuk menilai berapa dana pinjaman yang segera akan ditagih, terdapat

sekian kalinya modal sendiri yang dimiliki, dan tujuan lainnya”.

Sementara itu menurut Kasmir (2015:154) manfaat rasio leverage adalah

sebagai berikut:

1. Untuk menganalisa kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban

kepada pihak lainnya

2. Untuk menganalisis kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang

bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman dan bunga)

3. Untuk menganalisis keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva

tetap dengan modal

4. Untuk menganalisis seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang

5. Untuk menganalissi seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap

pengelolaan aktiva

6. Untuk menganalissi atau mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal

sendiri yang diajdikan jaminan utang jangka panjang

7. Untuk menganalisis berapa dana pinjaman yang segera akan ditagih ada

terdapat sekian kalinya modal sendiri, dan manfaat lainnya”.


2.6 Pengembangan Hipotesis Dan Hipotesis

Berdasarkan teori dan latar belakang permasaahan yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka dapat dibuat beberapa jenis hipotesis terhadap permasalahan

sebagai berikut :

2.6.1 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Perataan Laba

Hasil penelitian (Ketut Gunawan,2015) meneiliti tentang Ukuran

perusahaan, profitabilitas dan leverage merupakan faktor yang mempengaruhi

praktik perataan laba yang dilakukan oleh manajemen. Penilaian korelasi antara

akrual diskresioner dan laba sebelum pajak digunakan untuk mengukur praktik

perataan laba. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi

berganda dengan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia selama tahun 2009 sampai 2013. Hasilnya ukuran perusahaan, profitabilitas

dan leverage berpengaruh positif terhadap perataan laba. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa model akrual diskresioner lebih baik menjelaskan faktor - faktor

yang diuji dari model Indeks Eckel.

HI : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap pratik perataan laba.

Pengaruh Resiko Keuangan Terhadap Perataan Laba

Hasil Penelitian (Hendro Susilo,2016) bertujuan untuk menganalisis dan

menguji secara empiris faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba di

antara perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Faktor yang

diuji dalam penelitian ini adalah profitabilitas, leverage dan ukuran perusahaan.
Pengambilan data menggunakan metode purposive sampling yang dilakukan pada

perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2006-

2010. Hipotesis diuji dengan menggunakan banyak regresi untuk menguji pengaruh

profitabilitas, leverage dan ukuran perusahaan terhadap praktik perataan laba. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa profitabilitas, leverage dan ukuran perusahaan

berpengaruh signifikan terhadap perataan laba

H2 : Resiko keuangan berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.

2.7 Kerangka Konseptual

Berdasarkan telaah yang telah dikemukakan, makapenelitian ini akan menguji

apakah profitabilitas, risiko keuangan, nilai perusahaan dan struktur kepemilikan

berpengaruh terhadap perataan laba. Secara ringkas hubungan antar variabel tersebut

dapat dilihat dari gambar dibawah ini:

Profitabilitas (X1) H1

Perataan Laba (Y)


H2
Risiko Keuangan (X2)

Gambar 1. Kerangka Konseptual

Anda mungkin juga menyukai