Kasus Integrasi Nasional PKN
Kasus Integrasi Nasional PKN
Sebuah bangsa terdiri atas berbagai macam etnis atau suku yang hidup bersama
dalam suatu daerah dan saling berinteraksi satu sama lain. Fakta tersebut disajikan
di Negara Indonesia yang menjadi salah satu negara di dunia yang memiliki tingkat
pluralitas atau heterogenitas etnis yang sangat beraneka ragam. Mereka
membentuk sebuah komunitas adat yang memiliki identitas budaya yang berbeda
satu sama lainnya.
Yang harus diketahui dari fakta lapangan yang terjadi di Indonesia, baik dengan
cara melihat secara langsung maupun dengan berbagai pemberitaan di media
massa, dapat kita diketahui dengan nyata bahwasannya pluralitas yang terjadi di
Indonesia memiliki sebuah ancaman atau tantangan, yang berupa “konflik”.
Konflik ini sering terjadi dikarenakan terdapat cara pandang tertentu dalam suatu
etnis yaitu primordialisme dan juga etnosentrisme, yang diwujudkan dalam bentuk
stereotip terhadap suku bangsa lain, ini merupakan bentuk sikap egois dan ingin
menang sendiri yang dapat mengarahkan masyarakat yang hidup dalam suatu etnis
untuk terus berprasangka buruk terhadap suku bangsa/etnis lain sehingga mudah
terprovokasi dan memunculkan konflik adat.
Dari perspektif antropologi hukum, fenomena konflik dapat muncul karena adanya
konflik nilai, konflik norma, dan juga konflik kepentingan antar komunitas etnis,
golongan ataupun agama dalam masyarakat (Najwan, 2009). Seperti yang sudah
disinggung diatas, tingkat pluralitas atau heterogenitas yang tinggi sering
menimbulkan gesekan-gesekan terjadi dalam masyarakat yang mengarah pada
tindakan konflik dan kerusuhan. Konflik tersebut sering disebut sebagai konflik
horizontal yang aktor utamanya adalah suku-suku yang saling mempertahankan
kepentingannya, nilai, norma, maupun adat budaya etnisnya. Masalah ini memang
tidak dapat dihindari, seperti yang diugkapkan Dahendrof (dalam Suparlan 2005)
bahwa konflik merupakan suatu yang endemik dan selalu ada dalam kehidupan
manusia bermasyarakat.
Terdapat banyak sekali konflik antar suku atau antar komunitas adat yang terjadi di
Indonesia. Disini saya menuliskan dua kasus yang cukup terkenal. Yang pertama
adalah kasus yang terjadi di daerah Sambas, Kalimantan Barat pada tahun 1999,
yaitu konflik antara suku Melayu (Sambas) dengan suku Madura. Konflik ini
menyebabkan sekitar 1800 tempat tinggal hancur, banyak nyawa melayang dan
kerugian materi atau infrastruktur yang tidak terhitung, bahkan konflik ini
menyebabkan suku Madura terusir dari wilayah tersebut.
Kedua adalah kasus konflik antar etnis yang sering terjadi di Provinsi Lampung.
Karena pada dasarnya, Provinsi Lampung merupakan daerah tujuan transmigrasi
sehingga tidak mengherankan bahwa di wilayah ini sering terjadi konflik antar
etnis. Koflik antar suku yang paling tertanam dan masih teringat hingga sekarang
adalah konflik yang terjadi antara suku Bali Nuraga dengan etnis Lampung asli di
daerah Kalianda Kabupaten Lampung Selatan pada 27 Oktober 2012 sampai
dengan 29 Oktober 2012. Dari pemetaan Kepolisian Daerah (Polda) Lampung, ada
112 titik potensi konflik di Lampung sejak 2012 hingga sekarang, 68 di antaranya
terdapat dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dijabarkan bahwa
terdapat 18 potensi konflik suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), 22
potensi konflik sumber daya alam (SDA), dan 4 potensi konflik terkait batas
wilayah (Lampungpost.co).
Konflik antar suku yang berlarut-larut merupakan suatu pelanggaran HAM dan
merupakan bencana bagi negara. Hal ini merupakan salah ancaman bagi
terciptanya integrasi nasional di Indonesia. Mengapa hal ini menjadi ancaman?.
Pertama-tama kita harus memahami, apa makna dari integrasi itu sendiri. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, “integrasi” bermakna sebagai pembauran hingga
menjadi kesatuan. Kata “kesatuan” mengisyaratkan berbagai macam elemen yang
berbeda satu sama lain mengalami proses pembauran. Jika pembaruan telah
mencapai suatu perhimpunan, maka gejala perubahan ini dinamai integrasi.
Dapat diketahui bahwa konflik ini pada dasarnya menjadi penghalang yang nyata
bagi terciptanya integrasi nasional pada masyarakat Indonesia. Bagaimana bisa
terjadi pembauran apabila keragaman yang ada masih dianggap sebagai perbedaan
yang dapat sewaktu-waktu menimbulkan konflik. Perlu adanya kesadaran sikap
dan jiwa yang positif dari berbagai pihak yang terkait dalam pengembangan proses
integrasi ini.
Kemudian, kita juga harus memahami bahwa arah integrasi nasional yang
diharapkan bukanlah penyatuan berbagai budaya dan identitas ke dalam satu kultur
dan budaya baru, yang menghilangkan budaya aslinya. Tetapi pada dasarnya
integrasi yang diharapkan adalah upaya membangun rasa kebersamaan dalam suatu
wilayah, dengan melepaskan simbol-simbol primordial dari komunitas adat. Maka
dari itu, sudah semestinya integrasi yang dibangun harus berdasarkan pada
kelompok-kelompok etnis atau adat yang terlibat, bukan desain kelompok ataupun
penguasa. Masyarakat harus bersama-sama membangun kekuatan dan perekat
diantara mereka. Nilai-nilai yang menjadi kekuatan dari jntegrasi ini harus mulai
disosialisasikan sejak kecil, internalisasi nilai-nilai dasar ini sudah harus terbentuk
dalam keluarga sejak dini. Penguatan integrasi sosial kemudian harus diperkuat
dalam konteks yang lebih menyentuh pada kekuasaan, yang kemudian lebih
popular dengan integrasi politik. Adanya hubungan yang baik dengan masyarakat
dengan elit politik, yang kemudian bisa terintegrasi dengan berbagai kebijakan
yang menguatkan harmonisasi sosial.
Dalam membangun integrasi sosial yang kuat di tengah masyarakat maka paling
tidak harus didekati dua pendekatan yang mendasar, yakni: faktor struktural dan
kultural (Utami, 2000). Faktor struktural mencakup peran pemerintah dalam
membangun kondisi kehidupan masyarakat yang lebih baik, lebih harmonis dan
lebih memberikan keadilan kepada semua pihak. Tidak lupa memberikan akses
ekonomi, politik dan sosial budaya tanpa kecuali kepada seluruh masyarakat.
Sedangkan faktor kultural mencakup kesadaran masyarakat untuk saling
menghormati dan menghargai satu sama lainnya. Membangun sikap adaptasi
masyarakat pada kultur yang berbeda, agar bisa mengurangi ketegangan-
ketagangan yang timbul dalam kehidupan bersama.
Berkaitan dengan hal itu, perlu adanya transformasi nilai-nilai kearifan lokal untuk
pembangunan karakter bangsa, agar bangsa Indonesia mampu mempertahankan
budaya bangsa, serta mampu melaksanakan musyawarah mufakat, kerja sama atau
gotong royong berbagai kearifan lokal lainnya sebagai upaya mempertahankan
warisan budaya tersebut. Karena, pembangunan karakter bangsa melalui kearifan
lokal itu sangatlah dibutuhkan.
Musyawarah Mufakat
Musyawarah mufakat dan demokrasi bukanlah hal yang dapat disamakan. Menurut
saya kedua hal ini lebih kepada bagaimana keduanya dapat saling mengisi dan
bersinergi. Dalam demokrasi, khususnya ketika dalam proses perumusan
kebijakan, maka harus memperhatikan bahwa setiap aspirasi itu dapat
dipertimbangkan dan dimusyawarahkan sehingga dapat menciptakan suatu
kebijakan yang berdampak. Jadi dapat disimpulkan bahwa musyawarah mufakat
dan demokrasi harus di sinergikan agar dapat mencapai titik temu, dan
menciptakan kondisi yang dicita-citakan di berbagai bidang.
Kesimpulan
Indonesia adalah negara yang penuh dengan keragaman, baik itu dari segi etnis,
budaya, adat istiadat, dengan segala pola kehidupan masyarakat yang ada di
dalamnya. Masyarakat adat di Indonesia juga memiliki berbagai kearifan lokal
yang sangat khas dan menunjukkan eksistensinya dalam lingkup suku bangsa di
Indonesia. Beriringan dengan hal itu, Indonesia juga memiliki berbagai masalah
terkait dengan isu etnis tersebut, contoh nyatanya adalah konflik antar etnis yang
sering terjadi di berbagai daerah dan berdampak bagi stabilitas nasional Indonesia.
Hal ini pula yang menjadikan Integrasi Nasional begitu sulit diwujudkan di negara
ini, ditandai dengan belum terciptanya rasa kebersamaan dalam suatu wilayah,
dengan melepaskan simbol-simbol primordial dari komunitas adat.
Dibutuhkan langkah nyata dari berbagai pihak untuk mengatasi hal ini, diantaranya
dengan berupaya dengan serius untuk mengatasi konflik antar etnis yang terjadi di
daerah, membendung segala hal yang dapat menjadi pemicu konflik,
mengedepankan toleransi dan penanaman nilai-nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, dan pemerintah juga harus mampu menciptakan kebijakan
yang adil dari segi politik, ekonomi, sosial dan budaya, karena pada dasarnya isu
etnis ini merupakan hal yang sangat sensitif terutama di negara multikultural
seperti Indonesia ini. Selain itu, kearifan lokal yang dimiliki oleh setiap etnis juga
harus mampu berkembang dan di transformasikan menjadi nilai-nilai yang
bermanfaat bagi pembangunan karakter bangsa. Karena dengan karakter bangsa
yang kuat, akan membentuk suatu negara yang dapat menciptakan kesejahteraan
bagi rakyatnya, sesuai dengan tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.