Anda di halaman 1dari 2

Nama : Anang Suhendar

NIM : 21218031
Kelas : R2 B2 / Smt. 1 / Teknik Industri
MK : Tata Tulis dan Komunikasi Ilmiah

POLITISASI AGAMA MENJELANG PEMILU 2019

Agama merupakan perangkat tatanan sosial yang diekspresikan oleh pemeluknya dalam
bentuk sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam suatu kasus, agama
malah dijadikan sebuah ‘barang’ yang dapat disalahgunakan oleh sebagian orang. Lantas,
kegaduhan bernuansa agama di Indonesia akhir-akhir ini makin marak menjadi. Dimana tema
tentang agama ini sedang banyak disorot media dan menjadi buah bibir masyarakat mulai
dari ruang kampus, elit politik, hingga tempat angkringan warung dan kaki lima.

Di tahun yang panas akan politik saat ini, agama memang menjadi strategi memenangi
pemilu secara praktis dan bertujuan agar menekan biaya kampanye politik menjadi lebih
murah. Menggunakan agama dalam kepentingan politik dapat disebut sebagai politisasi
agama, yaitu ketika ranah agama dan politik dicampuradukkan. Agama dijadikan para calon
penguasa sebagai mesin untuk merenggut simpati publik. Naif jika ada pernyataan yang
berkenaan dengan agama hanya masalah agama saja dan tidak berkaitan dengan politik,
malah nyatanya di beberapa aksi berjudul “pembelaan agama” sebagian kelompok
menambahinya dengan tagar #2019Ganti Presiden.

Ketua Setara Institute Hendardi yang dikutip dari Kompas.com, beliau mengharapkan semua
pihak yang berkompetisi dalam Pemilu 2019 tidak menggunakan sentimen SARA (suku,
agama, ras dan antargolongan) dalam berkampanye. Kemudian Hendardi mengatakan,
kampanye melalui politisasi agama dan ujaran kebencian dapat mengancam kohesi sosial,
kebhinekaan, dan integrasi nasional. Hendardi pun menilai berbagai kekerasan bernuansa
agama yang belakangan terjadi disebabkan karena menguatnya politisasi agama untuk
kepentingan tertentu atau kekuasaan. Tentu menghadapi berbagai kasus bernuansa agama
yang marak di berbagai daerah saat ini merupakan ancaman serius terhadap kebhinekaan.

Berbeda dengan pendapat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD yang
dikutip dari DetikNews dalam seminarnya, beliau justru menilainya sebagai hal positif,
asalkan bertujuan membangun bangsa.
"KH Ahmad Dahlan dan Kiai Hasyim Asy'ari itu justru mempolitisasi agama untuk
mendirikan NKRI. Kalau mereka tidak mengambil ijtihad, bagaimana kita punya negara.
Kira-kira Indonesia tidak ada," katanya.

"Contoh lain, agama melarang korupsi. Kalau negara membolehkan korupsi, misalnya NU
akan memboikot pembayaran pajak. Itu politisasi agama, enggak apa-apa," ungkapnya.

Agama harus kita tempatkan pada posisi yang seharusnya sebagai pedoman moral dalam
hubungan sesama manusia. Jangan lagi agama dijadikan alat kepentingan politik yang
berujung pada terpecah belahnya persatuan bangsa. Republik ini berdiri karena adanya
keberagaman, oleh karenanya menjadi kewajiban seluruh elemen bangsa untuk menjaga
keragaman itu. Kita tidak ingin agama itu disalahgunakan, tapi kita juga tidak ingin agama
dipinggirkan, padahal agama memiliki banyak sisi yang bisa dimanfaatkan untuk kemajuan
bangsa dan disandingkan dengan demokrasi di negeri ini.

Penulis: Anang Suhendar (10/01/2019)

Anda mungkin juga menyukai