Disusun oleh:
Kelompok 5:
Deva Martha
Herfinda Oktavani
Mila Astari
Fadil El Husna
Latifa Redha Andriani
Zulfadli Tamimi Siregar
2. Persepektif Historis
Kita dapat mengenal tiga era historis dalam sejarah perumpamaan mental: era
filosofis, era pengukuran, dan era kognitif.
Selama era filosofis, bayangan-bayangan mental dipandang sebagai bahan baku utama
dalam pembentukan pikiran, dan terkadang dipercaya sebagai elemen-elemen pemikiran.
Topik tersebut sangat diminati oleh para filsuf Yunani, terutama Aritoteles berkeley, David
Hume, dan David Hertley.
Era pengukuran perumpamaan mental diawali oleh ilmuan Inggris, Sir Francis Galton
(1880, 1883/1907). Beliau membagikan sebuah kuesioner kepada 100 rekan-rekannya.
Separuh dari responden tersebut adalah orang-orang kenamaan dalam bidang ilmu
pengetahuan. Galton menerima para respondennya mengingat pemandangan-pemandangan
yang mereka lihat saat sarapan pagi, dan selanjutnya menjawab pertanyaan-pertanyaan
mengenai gambaran yang mereka alami.
Hasil penelitian tersebut mengejjutkan Galton karena kelompokresponden yang terdiri dari
para tokoh ilmu pengetahuan “mengajukan protes bahwa mereka tidak mengenal
perumpamaan mental”, sedangkan para responden yang berasal dari masyarakat awam
“melaporkan bahwa gambaran yang mereka lihat sama jernihnya dengan pengalaman
perspektual yang sesungguhnya”. Pengujian imagery menrik minat sejumlah penelitian,
seperti Ticthener (1909) dan Betts (1909). Dalam penelitian mereka,para partisipan sebuah
wajah, atau matahari yang terbenam di ufuk horizon.
Minat dam penyelidikan terhadap imagery dengan cepat meredup seiring runtuhnya
mazhab introspektrum dan berkembangnya mazhab behaviorisme, sebagaimana dicontohkan
dalam manifesto kaum behavioris (1913) karyaWaston. Manifesto behavioris, sebagaimana
istilah Woodworth (1948), mencela instropeksi, yang sesungguhnya merupakan bagian
penting dari pengujian-pengujian imagery sebagaimana yang dsebutkan
sebelumnya. Instrospeksi, menurut Waston tidaklah menjadi bagian penting terhadap
respons-respons yang bisa diamati ( open response ), dan istilah-istilah seperti kesadaran,
kondisi mental, pikiran dan imagery adalah anethema (tema yang dianggap tabu). Setiap
penelitian yang menggunakan istilah-istilah tersebut akan menghacurkan kariernya sendiri.
Sebagaimana berbagai tpik lainnya dalam psikologi kognitif, penelitian mengenal mental
imagery pun terhenti selama beberapa dekade.
Penelitian imagery dihidupkan kembali pada akhir era 1960-an, namun dalam dua
kubu. Kubu pertama berkaitan dengan asesmen imagery secara kuantitatif (Sheehan, 1967b)
dan penggunaan imagery sebagai sarana terapeutik. Kubu kedua jugga berhubungan dengan
asesmen imagery, namun lebih contong kesisi teoretik, yang dipelopori oleh imagery
melibatkan penggabungan konsep tersebut ke dalam suatu model kognitif, yang didalamnya
memuat representasi pengetahuan sebagai elemen sentral. Pandangan ini tampak jelas dalam
penelitian Sheoard (1975); Shepard daan Metzler (1971); dan yang lebih modern, dalam
studi-studi neurokognitif oleh farah (1988), Kosslyn (1998), dan unik dari para penelitian
tersebut.