Anda di halaman 1dari 5

Semangat Baruku

Allahu Akbar Allahu Akbar

Suara azan zuhur membuyarkan lamunanku, ya aku sedang bermimpi bahwa aku bertemu
dengan kedua orangtuaku yang lebih dicintai oleh Tuhan. Aku pun segera melaksanakan
kewajibanku, yakni sholat zuhur.

“Ya Tuhan, maafkanlah dosa hamba-Mu ini, semoga hamba dapat bertemu dengan keluarga
hamba di SurgaMu, Aamiin”-doaku dalam hati.

Setelah menunaikan kewajibanku, aku pun langsung menuju kantin sekolah. “Bu, ayam
gep...” belum selesai aku memesan makanan, aku merasakan tanganku dicekal oleh
seseorang, orang itu pun lantas menarikku menjauhi kantin.

Ternyata yang menarikku adalah kakakku, ya, aku memiliki seorang kakak laki-laki bernama
Ayzan Aqila Pratama, seorang anak basket yang sangat terkenal dikalangan anak sekolah
karena kepintarannya, kegantengannya, dan ketaatannya dalam beragama.

“Dyan, kakak mohon kamu pulang ke rumah ya,” pinta kakakku sambil mengelus tanganku.
“Tidak akan, kecuali kakak mau menuruti permintaanku!” ucapku dengan suara lantang. Aku
kabur karena kakakku terus memintaku mengenakan kerudung, sedangkan aku tidak
menyukainya. “Akan kakak turuti asalkan enggak aneh-aneh,” jawabnya.

Aku pun tersenyum, “jangan paksa aku mengenakan kerudung!” bentakku. Kakakku pun
langsung terdiam dan berpikir sejenak, “baiklah, tapi jangan larang kakak untuk selalu
mengingatkanmu demi kebaikanmu,” ucap kakakku. Aku pun hanya bisa mengangguk,
“pulang sekolah, kakak tunggu di parkiran,” ucap kakakku sambil melemparkan sebungkus
roti ke arahku.

Sepulang sekolah, aku menunggu di parkiran sekolah. Namun, di parkiran aku dihadang oleh
sekumpulan siswi sma dengan make up yang sangat tebal. “Heh, lu jangan deket-deket sama
Ayzan, kalo enggak lo bakal tau akibatnya!” bentaknya. Aku pun hanya menganggapnya
sebagai angin lewat, karena memang tidak ada yang tau bahwa aku adalah adik seorang
Ayzan Aqila Pratama, ya, namaku adalah Shabrina Dyandraeka Putri.

Tak lama setelah perginya sekumpulan siswi tersebut, “ngapain dek? Bengong aja lu,” sambil
menepuk pundakku. “kagak, tuh ada topeng monyet lewat,” elakku, “ngarang banget.”

Selepasnya di rumah, aku langsung merebahkan badanku di kasur kesayanganku, “dek, kakak
ke panti asuhan dulu ya,” “ya kak, ati-ati,” jawabku. Tanpa sepengetahuan kakakku, aku
pergi mengikutinya.

“Maaf nak, nyari siapa ya?” tanya seorang ibu padaku, aku yang menyadarinya pun langsung
kaget, “eeeh, enggak bu, mau nanya, itu kak Ayzan emang sering ya ke panti ini?” tanyaku
penasaran.
“Ooh, nak Ayzan tho, iya dia sering main ke panti, paling enggak sebulan sekali dia mampir
ke panti, sekedar menghibur anak-anak di panti ini.” Aku pun hanya bisa membulatkan
bibirku.

Segera ku pulang ke rumah agar tidak ketahuan kak Ayzan. Ketika menjelang tidur, aku
mengganti pakaianku dengan kaus tanpa lengan dan celana di atas lutut. Tanpa kusadari, aku
tidak sholat isya, sehingga tiba-tiba aku terbangun di tengah malam, segera kulaksanakan
kewajibanku dan memohon ampunan dan meminta kemudahan dalam segala hal.

Paginya, aku bergegas ke sekolah dengan dianter kak Ayzan, aku pun menyalimi punggung
tangannya. Saat tiba di kelas, aku mendapatkan undangan sweet seventeen temanku.

Malam harinya, aku mendatanginya menggunakan gaun yang lumayan terbuka dengan
sedikit riasan di mukaku. Saat aku hendak pergi, “mau ngapain kamu keluar malem-malem
pake baju kayak gitu, udah gitu dandan lagi,” protes kakakku.

“Mau ke sweet seventeen nya temenku, kenapa? Gak suka aku pake baju kayak gini?”
bentakku.

“Dek, kan kakak udah beliin kamu baju baru, bagus-bagus lagi, pake yang itu aja ya”ucap
kakakku dengan lembut.

“Enggak, bajunya norak, yakali ke pesta ulang tahun pake baju lebar banget.” elakku.

“Yaudah, ntar kalo ada apa-apa, kakak gak tanggung jawab,” jawab kakakku.

“Hmm,” jawabku.

Aku pun pergi menuju pesta ulang tahun temanku, sesampainya disana, aku segera bergabung
bersama teman-temanku. Saat asik berbincang, muncul temanku yang bernama Simon, ia
langsung merangkulkan tangannya ke leherku, aku pun hanya diam saja, karena jujur, aku
menyukai Simon.

Simon pun mengajakku ke suatu tempat yang sepi, diam-diam ia mengeluarkan coklat dan
mengajakku pacaran. Aku pun mengiyakan permintaannya. Sepulang dari pesta, aku diantar
pulang olehnya.

Kakakku langsung menanyakan ada hubungan apa aku dengan Simon, aku pun menjawab
bahwa aku sudah resmi pacaran dengannya. Kakakku langsung marah, namun ia memendam
emosi tersebut dan langsung masuk ke kamar dengan membanting pintu.

Aku dan Simon pun terus menjalin pacaran hingga 3 bulan lamanya. Setelah itu, dia
memutuskanku tanpa alasan yang jelas. Dan aku pun merasa seperti dipermainkan olehnya.
Namun, aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Hingga waktu kenaikan kelas 11, aku diajak oleh temanku untuk mengikuti Rohis (Rohani
Islam), awalnya aku tertarik, namun aku malu apabila bergabung di dalamnya. Namun, entah
mengapa, namaku masuk ke dalam oragnisasi tersebut. Ternyata kakakku lah yang
mendaftarkan dan merekrutku tentunya tanpa sepengetahuanku.

“Kak, lu kok ngerekrut Dyan ke Rohis sih?” “Lah, kan kamu sebenernya juga pengen masuk
kan?” tanya kakakku, “enggak kok,” bohongku. “Halah, ngaku aja kamu,” jail kakakku. Aku
pun hanya senyum-senyum aja, karena menyadari bahwa betapa pedulinya kakakku padaku.

Saat malam hari, “dek, mau makan apa? Sekalian kakak keluar nih,” tawar kakakku, “beliin
es campur 78 aja deh kak,” mintaku, “jauh amat dek mintanya,” sindir kakakku, aku pun
hanya cemberut, “InsyaAllah, kakak beliin deh, buat adik kesayangannya kakak,” lanjut
kakakku.

Hingga pukul 23.49 WIB kak Ayzan belum pulang, aku pun menghubunginya, namun
sayang, hpnya tidak diangkat olehnya. Hingga saat Dyandra ingin pergi tidur, karena lelah
menunggu kakaknya, ia mendapatkan panggilan dari nomor yang tidak dikenal. Namun, ia
penasaran dan langsung mengangkat panggilan nomor tersebut.

“Hallo?”ucap Dyandra khawatir, “apa benar, ini rumah kediaman saudara Ayzan?” tanya
seseorang di seberang telepon. “Iya, benar. Saya sendiri adiknya,” jawabku hati-hati, “ingin
memberi kabar, bahwa sekarang saudara Ayzan sedang dirawat di ICU RS. Sehat,
dikarenakan mengalami kecelakaan sekitar 2 jam lalu, dan kini kondisinya kritis.” Aku pun
langsung menutup telepon dan mendadak pandanganku kabur.

Ternyata tadi aku pingsan dan kini aku sedang terbaring di kasur kamarku, aku pun tersadar
akan suatu hal, kak Ayzan. “Bibi, pak Dodi mana?” teriakku pada bibi, asisten rumah tangga.
“Di luar non,” jawabnya, aku pun segera keluar, dan meminta pak Dodi untuk mengantarku
dan bibi ke rumah sakit yang merawat kakakku.

Baru saja aku membuka salah satu pintu ruangannya, 2 orang perawat keluar bersama
seorang dokter, aku pun segera menanyakan kabar kakakku. Namun, Tuhan telah
berkehendak lain, kakak kesayanganku, baru saja menghadap-Nya.

Aku menguatkan langkahku untuk menuju tempat tidur kakakku, kubuka perlahan kain yang
menutupi badannya. Air mataku berhasil keluar tanpa perintahku, semakin lama, air mataku
semakin deras mengalir. Kuucapkan istigfar berkali-kali, kutepuk- tepuk pipiku, kucubit
tanganku, agar aku sadar dari mipi yang buruk ini. Namun sayang, ternyata ini bukan mimpi
buruk, ini kenyataan yang sangat menyakitkan untukku.

Siangnya, jenazah kakakku disemayamkan di samping kuburan kedua orangtuaku. Satu


persatu pelayat pulang kembali ke ruamhnya masing-masing, ucapan bela sungkawa aku
dapatkan dari guru-guru, tetangga, teman sekolah, siswa-siswi, bahkan sekumpulan siswi
yang pernah menghadangku pun ikut datang, dan mereka meminta maaf telah berburuk
sangka padaku.

Sorenya, aku memasuki kamar kakakku, aroma maskulin masih tercium dipenciumanku.
Masih terbayang-bayang perlakuannya padaku, sikap pedulinya, kejailannya, sikap
romantisnya, dan tentunya saat ia memarahiku, pasti aku sangat merindukannya.
Hingga sebuah kotak kayu yang diukir membuatku penasaran. Perlahan kubuka kotak itu dan
ku menemukan sebuah album, buku catatan, dan beberapa kertas. Perlahan aku membuka
album tersebut, di dalamnya menampilkan sederet foto keluarga yang sederhana. Lembar
demi lembar kubuka perlahan, mulai dari foto pernikahan kedua orangtuaku, ketika ibuku
hamil kakakku, foto masa kecil kakakku, foto masa kecilku, foto keluarga kami, hingga foto
aku dan kakakku berada diantara makam kedua orangtuaku.

Tak terasa, air mataku keluar begitu saja, aku pun menghapusnya dengan kasar. Album
tersebut kuganti dengan buku catatan milik kakakku, mulai dari pengalamannya saat smp-
sma, curhatannya ketika dimarahi orangtuaku, curhatan tentang seorang siswi yang ia sukai,
dan kejadian yang ia alami semasa hidup.

Namun, pandanganku tertuju pada suatu halaman yang ia lipat, isinya ia berniat untuk
menyuruhku agar mengenakan kerudung, dan akan menjagaku semampunya. Tangisku mulai
pecah, saat aku membaca perjuangannya agar aku putus dengan Simon, mantan pacarku.
Baru ku ketahui, alasan mengapa Simon memutuskan hubungannya denganku, yaitu atas
perintah kak Ayzan, kakakku tidak mau aku menanggung dosa akibat kelakuanku.

Dan saat kubaca beberapa kertas, alangkah terkejutnya aku ketika mengetahui bahwa kertas
itu berisi hasil laboratorium yang menyimpulkan bahwa kakakku terkena penyakit Lysosomal
Storage Disorders (LSDs), penyakit dimana tubuh tidak dapat mencerna gula dan lemak yang
akhirnya menumpuk di lysosome.

Aku pun menangis hingga tertidur di kasur milik kakakku. Hingga jam menunjukkan pukul
19.30, para tetangga, saudaraku, dan teman-temanku datang untuk melaksanakan Yasinan.

Selesai Yasinan, seorang ibu mengajakku untuk berbincang sebentar di taman rumahku, ibu
itu adalah ibu yang aku temui saat di panti dulu. “Nak Dyandra, dulu, Almarhum nak Ayzan
sering cerita ke ibu tentang nak Dyandra, ketika orangtua kalian meninggal, ketika nak
Dyandra pacaran, dan banyak hal,”ujar ibu panti. “Nak Ayzan bahkan menulis pesan buat nak
Dyandra, ini suratnya nak,” ucap ibu panti sambil menyerahkan surat.

Isi di dalam surat itu tentang permohonan maaf Ayzan ke Dyandra karena tidak bisa menjadi
kakak yang baik buat Dyandra, serta permohonan maaf karena selalu menyuruh Dyandra ini
itu, dan di akhir surat, Ayzan berpesan kepada Dyandra umtuk menjadi seorang wanita
muslimah yang selalu menjaga kehormatannya, tutur katanya, dan perilakunya.

Dyandra pun pamit untuk tidur di kamarnya, ia merasa ingin sendiri atas apa yang telah
terjadi padanya. Hingga ia bermimpi bertemu dengan keluarganya di surga sambil bercanda
tawa, berbincang-bincang, bermain dengan kakaknya, dan ia pun tersadar bahwa ia hanya
mimpi.

Dyandra pun segera bangun dah sholat malam serta sholat taubat tentang apa yang telah ia
perbuat selama ini, dan ia berusaha akan berubah mulai dari penampilannya yang syar’i, tutur
katanya, dan perbuatannya.

_TAMAT_
Biografi Penulis

Hai, perkenalkan namaku Fairuuz Syahirah Imani. Aku lahir di Karanganyar, 16


Januari 2004. Meskipun lahir di Jawa, tapi aku cuma bisa ngomong bahasa jawa sedikit,
hehe. Aku anak ke 3 dari 3 bersaudara, kakakku laki-laki semuanya. Oh iya, kalian bisa
mengirim email ke emailku sfairuuz.imani@gmail.com, alamatku di Jl.Sembungan Raya
No.52, Perum Jaten Permai Indah, Jaten, Karanganyar, Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai