Anda di halaman 1dari 12

Generasi Muda adalah terjemahan dari young generation lawan dari old age.

Youth
mengandung arti populasi remaja/anak muda/pemuda yang sedang membentuk dirinya.
Melihat kata "Generasi muda" yang terdiri dari dua kata yang majemuk, kata yang kedua
adalah sifat atau keadaan kelompok individu itu masih berusia muda dalam kelompok usia
muda yang diwarisi cita-cita dan dibebani hak dan kewajiban, sejak dini telah diwarnai oleh
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan kegiatan politik. Maka dalam keadaan seperti ini
generasi muda dari suatu bangsa merupakan "Young Citizen". Pengertian generasi muda
erat hubungannya dengan arti generasi muda sebagai generasi penerus.
Yang dimaksud "Generasi Muda" secara pasti tidak terdapat satu definisi yang dianggap
paling tepat akan tetapi banyak pandangan yang mengartikannya tergantung dari sudut
mana masyarakat melihatnya. Namun dalam rangka untuk pelaksanaan suatu program
pembinaan bahwa "Generasi Muda" ialah bagian suatu generasi yang berusia 0 – 30 tahun.
Dilihat dari segi biologis, ada istilah bayi, anak, remaja, pemuda dan dewasa. Anak 1- 12
tahun, remaja 12 - 15 tahun, pemuda 15- 30 tahun, dewasa 30 tahun ke atas.
Untuk kepentingan perencanaan modern digunakan istilah sumber-sumber daya manusia
muda (Young human resources) sebagai salah satu dari 3 sumber-sumber pembangunan
yaitu:
• sumber-sumber alam (natural resources)
• sumber-sumber dana (financial resources)
• sumber-sumber daya manusia (human resources)
Yang dimaksud dengan sumber-sumber daya manusia muda adalah dari 0 – 18 tahun.
Dilihat dari sudut ideologis-politis, maka generasi muda adalah calon pengganti generasi
terdahulu dalam hal ini berumur antara 18 sampai 30 tahun, dan kadang-kadang sampai
umur 40 tahun.
Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga serta ruang lingkup tempat pemuda
berada. Diperoleh 3 kategori:
• Siswa usia antara 6 – 18 tahun, yang masih ada dibangku sekolah
• Mahasiswa di Universitas atau perguruan tinggi, yang berusia antara 18-21 tahun.
• Pemuda di luar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yang berusia antarea 15-
30 tahun.

2.2. Mengembakan Potensi Generasi Muda


Negara berkembang masih banyak mendapat kesulitan untuk penyelenggaraan
pengembangan tenaga usia muda melalui pendidikan. Sehubung dengan itu negara yang
berkembang merasakan selalu kekurangan tenga terampil dalam mengisi lowongan-
lowongan pekerjaan tertentu yang meminta tenag kerja dengan keterampilan khusus.
Kekurangan tenaga terampil itu terasa manakala negara-negara sedang berkembang
merencanakan dan berambisi untuk mengembangkan dan memanfaatkan sumber-sumber
alam yang mereka miliki. Pembinaan dan pengembangan potensi angkatan muda pada
tingkat perguruan tinggi, lebih banyak diarahkan dalam program-program studi dalam
berbagai ragam pendidikan formal. Mereka dibina digembleng di laboratorium dan pada
kesempatan praktek lapangan. Kaum muda memang betul-betul merupakan suatu sumber
bagi pengembangan masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pembinaan dan perhatian
khusus harus diberikan bagi kebutuhan dan pengembangan potensi mereka.
Cara mengembangkan potensi generasi muda:
• Individu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan
kelak di masyarakat.
• Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan
kemampuannya.
• Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri
yang tepat.
• Bertingkah laku secara selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok ada
pada lembaga atau kelompok khususnya dan pada masyarakat umumnya.
Tujuan pengembangan generasi muda
1. Memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa
2. Mewujudkan kader-kader penerus perjuangan bangsa
3. Melahirkan kader-kader pembangunan nasional dengan angkatan kerja berbudi luhur,
dinamis dan kreatif.
4. Mewujudkan warga negara Indonesia yang memiliki kreatifitas kebudayaan nasional.
5. Mewujudkan kader-kader patriot pembela bangsa yang berkesadaran dan berketahanan
nasional.

2.3. Permasalahan dan Peranan Generasi Muda Dimasyarakat


• Permasalahan generasi muda
Masalah pemuda merupakan masalah yang abadi dan selalu dialami oleh setiap generasi
dalam hubungannya dengan generasi yang lebih tua. Problem itu disebabkan karena akibat
dari proses pendewasaan seseorang, penyesuaian dirinya dengan situasi yang baru timbulah
harapan setiap pemuda akan mempunyai masa depan yang lebih baik dari pada orang
tuanya.
Masalah antar generasi merupakan salah satu kesalahan masyarakat yang dikenal sejak dulu
kala. Yang dipernasalahkan adalah nilai-nilai masyarakat. Pada umumnya dapat dikatakan
bahwa masalah antar generasi mencerminkan bagaimana kebudayaan masyarakat itu
sendiri. Sehubungan dengan ini para ahli sosial berpendapat bahwa masalah antar generasi
kurang dan hampir tidak terdapat dimasyarakat tradisional. Dengan demikian dapatlah
dikatakan bahwa antar generasi merupakan suatu masalah modern.
Berbagai macam permasalahan generasi muda yang muncul pada saat ini antara lain:
a. Menurunnya jiwa idealisme, patriotisme dan nasionalisme dikalangan masyarakat
termasuk jiwa pemuda.
b. Kekurang pastian yang dialami oleh generasi muda terhadap masa depannya.
c. Belum keseimbangannya antara jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang
tersedia, baik yang formal maupun non formal.
d. Kekurangan lapangan dan kesempatan kerja serta tinggi nya tingkat pengangguran dan
setengah pengangguran dikalangan generasi muda mengakibatkan berkurangnya
produktifitas oleh nilai-nilai kekuasaan dan sebagainya.
e. Masih langkanya pengalaman-pengalaman yang dapat merelefansikan pendapat sikap
dan tindakanya dengan kenyataan yang ada.
Dengan demikian bagaimana semua masalah itu agar dapat dipecahkan olah masyarakat
merupakan cerminan kebudayaan masyarakat itu sendiri.
• Peranan dimasyarakat
Masa depan suatu bangsa terletak pada generasi mudanya sebab merekalah yang
menggantikan generasi sebelumnya dalam memimpin bangsa oleh karena itu generasi
muda perlu diberi bekal berupa ilmu pengetahuan sesuai dengan tuntunan zaman. Salah
satu cara dalam memperoleh bekal pengetahuan tersebut dapat melalui pendidikan baik
formal maupun nonformal baik itu pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi.
Hal-hal yang menghambat kemajuan harus diganti dengan hal-hal baru sesuai dengan
tuntunan dan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu dalam mengadakan perubahan
hendaknya memperhatikan situasi dan kondisi mereka berada.
Pembagunan yang kita laksanakan itu jelas merupakan rangkaian gerakan perubahan
menuju kemajuan. Dalam beberapa hal, perubahan itu merupakan perombakan yang sangat
mendasar. Perubahan atau kemajuan dalam pembangunan bukan hanya perubahan fisik saja
tetapi membawa serta perubahan sosial. Perubahan sosial itu mengandung kekuatan
dinamika karena mnyangkut tata nilai, sikap dan tingkah laku. Dengan kata lain
pembangunan memerlukan pembaruan.
Pembangunan tidak akan berjalan lancar jika manusia tidak giat bekerja oleh karena itu
pembangunan adalah penggantian yang lama dengan yang baru, yang telah diperhitungkan
oleh keadaan sekitarnya, maka mahasiswa berkewajiban untuk ikut serta dalam derap
pembangunan. Disamping itu mahasiswa bertugas sebagai pelopor pembangunan sehingga
perlu difikirkan kesesuaian macam pembaruan dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.
Meskipun hal-hal baru itu tidak selalu membawa kebahagiaan kepada masyarakat, bahkan
kadang-kadang dapat menjerumuskan masyarakat ketingkat kehidupan yang kurang baik.
Oleh karena itu mahasiswa yang telah dibekali ilmu pengetahuan tang tinggi hendaknya
dapat memilih mana-mana yang perlu diubah dan tidak perlu diubah disamping itu perlu
dipikirkan keikutsertaan masyarakat dalam pembaharuan tersebut. Dengan demikian,
hasilnya akan seperti yang diharapkan.
Masalah generasi muda dalam masyarakat erat kaitannya dengan sosialisasi dan
modernisasi. Sosialisasi adalah proses penanaman nilai dan aturan dari satu generasi ke
generasi lainnya dalam sebuah masyarakat. Berdasarkan jenisnya sosialisasi dibagi menjadi
dua yaitu sosialisasi primer dan sekunder. Sedangkan modernisasi yaitu proses menuju
masyarakat yang modern, modernisasi dapt pula berarti perubahan dari masyarakat
tradisional menuju masyarakat yang modern. Adapun proses sosialisasi yang keliru dapat
menyebabkan penyimpangan.
Faktor penyebab penyimpangan yaitu:
a. Tidak adanya nilai dan norma: ukuran perilaku menyimpang bukan pada ukuran baik
buruk atau benar salah menurut pengertian umum, melainkan berdasar ukuran longgar atau
tidaknya norma dan nilai sosial masyarakat
b. Penyalahgunaan peran: otoritas kekuasaan dan status yang dimiliki oleh seseorang
kelompok tertentu di masyarakat yang seluruhnya menjadi contoh yang baik, tetapi
melakukan tindakan penyalahgunaan dengan mengabaikan norma
c. Psikologis: menjelaskan sebab terjadinya penyimpangan ada kaitannya dengan
kepribadian yang memiliki kecenderungan untuk melakukan penyimpangan
d. Kurangnya kontrol sosial atau pengawasan terhadap pelaksanaan norma dan nilai yang
berlaku di masyarakat: Masalah sosial dalam masyarakat modern dapat dikaji dengan teori
interaksionalisme simbolik Herbert Blumer. Individu dalam interaksionisme simbolik Blumer
dapat dilihat pada tiga premis yang diajukan yaitu pertama, manusia bertindak terhadap
sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu pada mereka. Kedua, makna
tersebut berasal dari orang lain. Ketiga, makna-manka tersebut disempurnakan pada saat
proses interaksi itu berlangsung. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Blumer “bagi
seseorang makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya
dalam kaitannya dengan sesuatu itu”. Akibat dari tindakan itu maka orang lain akan
memberikan batasan pada sesuatu yang berasal dari interaksi itu.

Generasi muda sekarang ini menjadi bahan pembicaraan oleh semua kalangan masyarakat,
karena generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang nantinya sebagai pemegang
nasib bangsa ini, maka generasi mudalah yang menentukan semua apa yang dicita-citakan
bangsa dan Negara ini. Banyak permasalahan yang terjadi pada generasi saat ini seperti
penyimpangan – penyimpangan didalam masyarakat dan Menurunnya jiwa idealisme,
patriotisme dan nasionalisme dikalangan pemuda
generasi saat ini harus peduli tentang masalah – masalah pemuda, karena pemuda
merupakan tombak generasi bangsa. Dan pemuda harus peduli pada bangsa ini agar kita
sebagai pemuda menjadi generasi yang bermartabat.
Sejarah suatu bangsa selalu dimulai dengan cerita dengan sebuah judul yang bercerita tentang peran
besar para pemuda. Tak peduli apa itu sebuah revolusi atau sebuah reformasi, maka pemuda selalu
menjadi aktor sejarah yang senantiasa hadir ketika suatu bangsa membutuhkan suatu ide besar
dalam perjuangannya. Ide besar yang muncul dari sebuah inspirasi murni yang keluar dari akal dan
nurani bersih yang di miliki oleh pemuda. Inspirasi besar yang memunculkan ide-ide besar dan pada
akhirnya menghasilkan kinerja-kinerja besar untuk mengubah arah haluan sejarah suatu bangsa.
Mereka tidak hanya memulai perubahan, tapi juga mengisi perubahan itu dan menuntaskannya.
Maka dari itu, sepertinya wajar jika di katakan bahwa takdir sejarah senantiasa hinggap di tangan
para pemuda.

Ikrar Sumpah Pemuda telah dikumandangkan sejak tanggal 28 Oktober 1928. Sudah banyak
kontribusi pemuda dalam membangun bangsa ini mulai dari bidang hukum, sosial, dan bidang
lainnya. “Pemuda adalah tulang punggung negara”, kata-kata inilah yang biasanya sering kita dengar
dalam pidato-pidato dalam rangka merayakan hari sumpah pemuda, oleh karena itu masa depan
negeri ini sangat tergantung padanya. Jika ia tumbuh dan bekembang dengan baik maka bangsa ini
pun kelak menjadi bangsa yang maju peradabannya, dan sebaliknya jika ia tidak mampu
berkembang maka habislah peradaban negeri ini. Di berbagai media massa baik itu elektronik
maupun cetak banyak program yang sengaja dibuat dengan mengambil daya tarik kaula muda. Sosok
pemuda merupakan ikon yang memiliki nilai komersial tinggi dikarenakan senantiasa energik, lincah
dan kreatif serta sedang berada dalam fase fisik kesempurnaannya. Pemuda selalu memiliki
kekhasan dalam karakternya yang bersifat dinamis, mudah belajar dan beradaptasi dengan
lingkungannya. Sosok-sosok pemuda yang sering dimunculkan pada media khususnya televisi adalah
figur-figur yang mudah bergaul, modis, glamour, dan memilki pesona wajah yang indah untuk dilihat.
Kehidupannya pun lurus dan lancar saja tanpa ada kendala apalagi halang rintang. Hari-harinya
dipenuhi dengan senang-senang dan bercanda dengan sesamanya. Seolah-olah apa yang
dimunculkan kepada mayarakat luas adalah mencerminkan kehidupan riil dari kaula muda di
Indonesia.

Jika kita mengigat masa lalu dalam sejarah kebangkitan Indonesia menuju negara yang merdeka dari
penjajahan, dapat kita saksikan tokoh-tokoh pemuda mampu melakukan sebuah perjuangan yang
luar biasa. Tokoh-tokoh pemuda pada waktu itu mampu menyatukan diri dengan pemuda-pemuda
di daerah lainnya dalam Sumpah Pemuda sebagai upaya mempersatukan bangsa ini. Meskipun
mereka dipisahkan oleh suku, agama, dan bahasa, tetapi itu bukanlah penghalang. Dapat kita
saksikan pula bagaimana seorang Soekarno mampu menjadi proklamator sekaligus pemimpin di
negeri ini ketika beliau masih berusia muda. Kita tentu ingat perkataan beliau, “Berikan padaku lima
orang pemuda, niscaya aku akan mengubah dunia”. Disinilah letak keyakinan bahwa pemuda
memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi pilar-pilar pembangunan sebuah negara. Jika para
generasi muda itu dipersiapkan dengan pembinaan yang membuatnya tumbuh besar maka ia kelak
akan menjadi insan-insan pengukir prestasi dalam sejarah peradaban negeri ini, sebaliknya jika ia
diperlakukan biasa saja bahkan dibuat tidak pernah berpikir mandiri maka ia hanya akan membebani
bangsa ini.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya moral dan etika generasi muda Dalam hal ini
ada beberapa hal yang mempengaruhi menurunnya moral dan etika pada generasi muda (penerus).
Dari data yang diperoleh, baik dari wawancara terhadap narasumber maupun dari sumber-sumber
lain, hal yang mempengaruhi antara lain adalah: 1. Longgarnya pegangan terhadap agama Sudah
menjadi tragedi dari dunia maju, dimana segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu
pengetahuan, sehingga keyakinan beragam mulai terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal
simbol, larangan-larangan dan suruhan-suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi. Dengan longgarnya
pegangan seseorang pada ajaran agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada didalam
dirinya. Dengan demikian satu-satunya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya adalah
masyarakat dengan hukum dan peraturanya. Namun biasanya pengawasan masyarakat itu tidak
sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri. Karen pengawasan masyarakat itu datang dari luar, jika
orang luar tidak tahu, atau tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya, maka dengan
senang hati orang itu akan berani melanggar peraturan-peraturan dan hukum-hukum sosial itu. Dan
apabila dalam masyarakat itu banyak ornag yang melakukuan pelanggaran moral, dengan sendirinya
orang yang kurang iman tadi tidak akan mudah pula meniru melakukan pelanggaran-pelanggaran
yang sama. Tetapi jika setiap orang teguh keyakinannya kepada Tuhan serta menjalankan agama
dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya pengawasan yang ketat, karena setiap orang
sudah dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan
Tuhan. Sebaliknya dengan semakin jauhnya masyarakat dari agama, semakin sudah memelihara
moral orang dalam masyarakat itu, dan semakin kacaulah suasana, karena semakin banyak
pelanggaran-pelanggaran, hak, hukum dan nilai moral. 2. Kurang efektifnya pembinaan moral
yang dilakukan oleh rumahtangga, sekolah maupun masyarakat. Pembinaan moral yang dilakukan
oleh ketiga institusi ini tidak berjalan menurut semsetinya atau yang sebiasanya. Pembinaan moral
dirumah tangga misalnya harus dilakukan dari sejak anak masih kecil, sesuai dengan kemampuan
dan umurnya. Karena setiap anak lahir, belum mengerti mana uang benar dan mana yang salah, dan
belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang tidak berlaku dalam lingkungannya. Tanpa
dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap baik untuk manumbuhkan moral, anak-anak akan
dibesarkan tanpa mengenal moral itu. Pembinaan moral pada anak dirumah tangga bukan dengan
cara menyuruh anak menghapalkan rumusan tentang baik dan buruk, melainkan harus dibiasakan.
Zakiah Darajat mangatakan, moral bukanlah suatu pelajaran yang dapat dicapai dengan mempelajari
saja, tanpa membiasakan hidup bermoral dari sejak keci. Moral itu tumbuh dari tindakan kepada
pengertian dan tidak sebaliknya. Seperti halnya rumah tangga, sekolahpun dapat mengambil
peranan yang penting dalam pembinaan moral anak didik. Hendaknya dapat diusahakan agar
sekolah menjadi lapangan baik bagi pertumuhan dan perkembangan mental dan moral anak didik. Di
samping tempat pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan. Dengan kata lain,
supaya sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak, dimana pertumbuhan mantal, moral dan
sosial serta segala aspek kepribadian berjalan dengan baik. Untuk menumbuhkan sikap moral yang
demikian itu, pendidikan agama diabaikan di sekolah, maka didikan agama yang diterima dirumah
tidak akan berkembang, bahkan mungkin terhalang. Selanjutnya masyarakat juga harus mengambil
peranan dalam pembinaan moral. Masyarakat yanglebih rusak moralnya perelu segera diperbaiki
dan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat dengan kita. Karena kerusakan
masyarakat itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-anak. Terjadinya kerusakan
moral dikalangan pelajar dan generasi muda sebagaimana disebutakan diatas, karena tidak
efektifnnya keluarga, sekolah dan masyarakat dalam pembinaan moral. Bahkan ketiga lembaga
tersebut satu dan lainnya saling bertolak belakang, tidak seirama, dan tidak kondusif bagi
pembinaan moral. 3. Dasarnya harus budaya materialistis, hedonistis dan sekularistis. Sekarang ini
sering kita dengar dari radio atau bacaan dari surat kabar tentang anak-anak sekolah menengah
yang ditemukan oleh gurunya atau polisi mengantongi obat-obat, gambar-gambar cabul, alat-alat
kotrasepsi seperti kondom dan benda-banda tajam. Semua alat-alat tersebut biasanya digunakan
untuk hal-hal yang dapat merusak moral. Namun, gejala penyimpangan tersebut terjadi karena pola
hidup yang semata-mata mengejar kepuasan materi, kesenangan hawa nafsu dan tidak
mengindahkan nilai-nilai agama. Timbulnya sikap tersebut tidak bisa dilepaskan dari derasnya arus
budaya matrealistis, hedonistis dan sekularistis yang disalurkan melalui tulisan-tulisan, bacaan-
bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, pertunjukan-prtunjukan dan sebagainya. Penyaluran arus
budaya yang demikian itu didukung oleh para penyandang modal yang semata-mata mengeruk
keuntungan material dan memanfaatkan kecenderungan para remaja, tanpa memperhatikan
dampaknya bagi kerusakan moral. Derasnya arus budaya yang demikian diduga termasuk faktor
yang paling besar andilnya dalam menghancurkan moral para remaja dan generasi muda umumnya.
4. Belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Pemerintah yang diketahui
memiliki kekuasaan (power), uang, teknologi, sumber daya manusia dan sebagainya tampaknya
belum menunjukan kemauan yang sungguh-sunguh untuk melakuka pembinaan moral bangsa. Hal
yang demikian semaikin diperparah lagi oleh adanya ulah sebagian elit penguasa yang semata-mata
mengejar kedudukan, peluang, kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara tidak mendidik, seperti
korupsi, kolusi dan nepotisme yang hingga kini belum adanya tanda-tanda untuk hilang. Mereka asik
memperebutkan kekuasaan, mareri dan sebagainya dengan cara-cara tidak terpuji itu, dengan tidak
memperhitungkan dampaknya bagi kerusakan moral bangsa. Bangsa jadi ikut-ikutan, tidak mau
mendengarkan lagi apa yang disarankan dan dianjurkan pemerintah, karena secara moral mereka
sudah kehiangan daya efektifitasnya. Sikap sebagian elit penguasa yang demikian itu semakin
memperparah moral bangsa, dan sudah waktunya dihentikan. Kekuasaan, uang, teknologi dan
sumber daya yang dimiliki pemerintah seharusnya digunakan untuk merumuskan konsep pembinaan
moral bangsa dan aplikasinya secara bersungguh-sungguh dan berkesinambungan. Beberapa faktor
lain yang menyebabkan menurunnya moral dan etika generasi muda saat ini adalah: a. Salah
pergaulan, apabila kita salah memilih pergaulan kita juga bisa ikut-ikutan untuk melakukan hal yang
tidak baik b. Orang tua yang kurang perhatian, apabila orang tua kuran memperhatikan anaknya,
bisa-bisa anaknya merasa tidak nyaman berada di rumah dan selalu keluar rumah. Hal ini bisa
menyebabkan remaja terkena pergaulan bebas. c. Ingin mengikuti trend, bisa saja awalmya para
remaja merokok adalah ingin terlihat keren, padahal hal itu sama sekali tidak benar. Lalu kalu sudah
mencoba merokok dia juga akan mencoba hal-hal yang lainnya seperti narkoba dan seks bebas.
d. Himpitan ekonomi yang membuat para remaja stress dan butuh tempat pelarian. D. Solusi
untuk mengatasi penurunan moral dan etika pada generasi penerus Ada beberapa solusi yang dapat
dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada pada generasi penerus pada saat ini, diantaranya
adalah: 1. Untuk meghindari salah pergaulan, kita harus pandai memilah dan memilih teman
dekat. Karena pergaulan akan sangat berpengaruh terhadap etika, moral dan kepribadian seseorang.
2. Peran orang tua sangat penting dalam pembentukan karakter seseorang, terutama dalam
mengenalkan pendidikan agama sejak dini. Perhatian dari orang tua juga sangat penting. Karena
pada banyak kasus, kurangnya perhatian orang tua dapat menyebabkan dampak buruk pada sikap
anak. 3. Memperluas wawasan dan pengetahuan akan sangat berguna untuk menyaring
pengaruh buruk dari lingkungan, misalnya kebiasaan merokok. Dewasa ini, orang-orang menganggap
bahwa merokok meningkatkan kepercayaan diri dalam pergaulan. Padahal jika dilihat dari sisi
kesehatan, merokok dapat menyebabkan banyak penyakit, baik pada perokok aktif maupun pasif.
Sehingga kebiasaan ini tidak hanya akan mempengaruhi dirinya sendiri, melainkan juga orang-orang
di sekelilingnya. 4. Diadakannya pembinaan moral dan akhlak, diharapkan, dengan bekal
pembinaan moral dan akhlak yang baik dan kuat, mereka nantinya tidak mudah terjerumus
dipengaruhi hal yang negatif lagi. 5. Meningkatkan iman dan takwa dengan cara bersyukur,
bersabar, dan beramal sholeh. 6. Melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya positif, seperti ikut
dalam suatu perkumpulan remaja masjid, ikut pengajian-pengajian rutin, pagelaran seni, serta
olahraga, karena hal tersebut juga dapat meminimalkan untuk seorang anak terjun kedalam
kegiatan0kegiatan yang sifatnya mubadir (sia-sia), semua jenis kegiatan rutin,selama kegiatan
tersebut bersifat positif serta dapat juga untuk mengukir prestasi. BAB III PENUTUP A. Simpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Secara etimologis,
pengertian moral dan etika pada hakikatnya adalah sama, kedua kata tersebut sama-sama
mempunyai arti yaitu kebiasaan ,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata
‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang
membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa
Latin 2. Permasalahan yang terjadi pada generasi penerus bangsa saat ini adalah menurunnya
moral, akhlak dan etika. Sehingga kehidupan yang mereka jalani tdak sesuai dengan tuntunan yang
ada, banyak diantara mereka yang terjerumus pada kehidupan atau pergaulan yang bebas.
3. Beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya moral generasi muda antara lain adalah
Longgarnya pegangan terhadap agama, Kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh
rumah tangga, sekolah maupun masyarakat, Dasarnya harus budaya materialistis, hedonistis dan
sekularistis, Belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah, Salah pergaulan, Orang
tua yang kurang perhatian, Ingin mengikuti trend, Himpitan ekonomi yang membuat para remaja
stress dan butuh tempat pelarian. 4. Solusi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi (
setidaknya meminimalkan) masalah menurunnya moral dan etika generasi penerus adalah: Memilih
teman pergaulan, orang tua harus lebih mengawasi pergaulan anak-anaknya, serta lebih memberi
perhatian, diadakannya pembekalah moral dan akhlak, meningkatkan keimanan dan ketakwaan,
melakukan kegiatan yang bersifat positif.
1.1Latar Belakang Masalah

Menurut Widjaja (1985:154) menyatakan bahwa moral adalah ajaran baik dan buruk tentang
perbuatan dan kelakuan (akhlak). Sementara itu Wila Huky, sebagaimana yang dikutip oleh Bambang
Daroesono (1986:22) merumuskan pengertian moral secara kompeherensip sebagai perangkat ide-
ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok
manusia di dalam lingkungan tertentu, ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan
pandangan hidup atau agama tertentu, sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada
kesadaran bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik, sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku dalam lingkungannya. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk
menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu,
seperti:

a. Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan
keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan

b. Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.

Menurut Soejono Soekanto norma-norma yang ada dalam masyarakat mempunyai kekuatan
mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang sampai yang terkuat ikatannya.
Pada yang terakhir, umumnya anggota-anggota masyarakat pada tidak berani melanggarnya. Untuk
dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologis mengikat norma-
norma tersebut, secara sosiologis dikenal adanya empat pengetian,yaitu : cara (usage), kebiasaan
(folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (custom).

Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang
salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku. Seseorang dapat
dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah
mempelajari apa yang diharapkan oleh masyarakat dan kemudian mau membentuk perilakunya agar
sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman
seperti yang dialami waktu anak-anak.

Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai


mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak
ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap
untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan
orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik,
yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.

Namun, moral remaja pada era globalisasi ini telah menyimpang dari ajaran tentang tingkah laku
hidup atau ajaran agama tertentu yang berlaku di dalam lingkungan masyarakat. Mereka cenderung
mengagung-agungkan budaya Barat dibandingkan budaya asli Indonesia yang sebenarnya sangat
unik dan beragam. Bukan hanya mengagung-agungkan budaya Barat saja tapi teknologi global pun
juga ikut mempengaruhi krisis moral pada remaja. Kebudayaan sama halnya dengan spesies-spesies,
mengalami seleksi berdasarkan adaptasinya terhadap lingkungan, yakni : sejauh mana kebudayaan
itu membantu anggota-anggotanya untuk survive dan memelihara kebudayaan itu sendiri.

Nilai merupakan sesuatu yang baik, diinginkan atau dicita-citakan dan dianggap penting oleh warga
masyarakat, misalnya kebiasaan dan sopan santun. Menurut Green, sikap merupakan kesediaan
bereaksi individu terhadap suatu hal, sikap berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah laku
seseorang. Tingkah laku adalah implementasi dari sikap yang diwujudkan dalam perbuatan.

Dalam kaitan dengan pengamalan nilai-nilai hidup, maka moral merupakan kontrol dalam bersikap
dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Dalam hal ini aliran Psikonalisis
tidak membeda-bedakan antara moral, norma dan nilai. Semua konsep itu menurut Freud menyatu
dalam konsepnya super ego. Super ego sendiri dalam teori Freud merupakan bagian dari jiwa yang
berfungsi untuk mengendalikan tingkah laku ego, sehingga tidak bertentangan dengan
masyarakat.Dari hasil penyelidikan kohlberg mengemukakan 6 tahap (stadium) perkembangan moral
yang berlaku secara universal dan dalam urutan tertentu. Ada 3 tingkat perkembangan moral
menurut kohlberg, yaitu tingkat :

I Prakonvensional

II Konvensional

III Pasca-konvensional

Masing-masing tingkat terdiri dari 2 tahap, sehingga keseluruhan ada 6 tahapan yang berkembang
secara bertingkat dengan urutan yang tetap. Tidak setiap orang dapat mencapai tahap terakhir
perkembangan moral. Dalam stadium nol, anak menganggap baik apa yang sesuai dengan
permintaan dan keinginannya. Hingga sesudah stadium ini datanglah:

Tingkat I; prakonvensional, yang terdiri dari stadiun 1 dan 2.

Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman. Anak menganggap baik atau
buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya. Anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan
ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Ia harus menurut atau kalau
tidak, akan memperoleh hukuman.

Pada stadium 2, berlaku prinsip Relaivistik-Hedonism. Pada tahap ini, anak tidak lagi secara mutlak
tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka
sadar bahwa setiap kejadian mempunyai berbagai segi. Jadi, ada Relativisme. Relativisme ini artinya
bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan sesorang. Misalnya mencuri kambing karena
kelaparan. Karena perbuatan “mencuri” untuk memenuhi kebutuhanya, maka mencuri dianggap
sebagai perbuatan yang bermoral, meskipun perbuatan mencuri itu diketahui sebagai perbuatan
yang salah karena ada akibatnya, yaitu hukuman.

Tingkat II : konvensional.

Stadium 3, menyngkut orientasi mengenai anak yang baik. Pada stadium ini, anak mulai memasuki
umur belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai
baik oleh orag lain, masyarakat adalah sumber yang menentukan, apakah perbuatan sesorang baik
atau tidak. Menjadi “anak yang manis” masih sangat penting daam stadium ini.

Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dari otoritas. Pada stdium ini
perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan
masyarakatnya, melainkan bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan-aturan atau norma-
norma soisal. Jadi perbuatan baik merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan aturan-aturan
yang ada, agar tidak timbul kekacauan.

Tingkat III: Pasca-Konvensional.


Stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial,
pada stadium ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial, dengan
masyarakat. Seseorang harus memperlihatkan kewajibannya, harus sesuai dengan tuntutan norma-
norma sosial kerena sebaiknya, lingkungan sosial atau masyarakat akan memberikan perlindungan
kepadanya.

Stadium 6, tahap ini disebut prinsisp universal. Pada tahap ini ada norma etik disamping norma
pribadi dan subjektif. Dalam hubungan dan perjanjian antara seseorang ada unsur subjektif ynag
menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak. Dalam hal ini, unsur etika akan menentukan apa
yang boleh dan baik dilakukan atau sebaliknya. Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti
mengerti nila-nilai. Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti hanya memperoleh pengertian saja
melainkan juga dapat menjelaskanya/mengamalkannya. Hal ini selanjutnya berarti bahwa remaja
sudah dapat menginternalisasikan penilaian-penilaian moral, menjadikanya sebagai nilai-nilai
pribadi. Untuk selanjutnya penginternalisasian nilai-nilai ini akan tercemin dalam sikap dan tingkah
lakunya.

Sama halnya dengan sifat-sifat spesies dalam teori Darwin praktek-praktek budaya bisa berubah
atau bermutasi, tetapi praktek-praktek budaya tersebut tetap berlaku karena kebudayaan memiliki
nilai adaptasi. Kelangsungan budaya sama halnya dengan kelangsungan spesies-spesies, ditentukan
oleh atau tergantung kepada kelangsungan an perkembangan praktek-praktek yang memungkinkan
kebudayaan itu bisa digunakan untuk menangani lingkunagn fisik, juga tergabtung kepada
kemampuannya untuk bersaing dengan kebudayaan-kebudayaan lain.

Globalisasi sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia terlebih lagi remaja.
Sebab remaja merupakan masa pertumbuhan menuju dewasa yang umumnya mereka masih
bersifat labil. Itu mereka lakukan agar tidak dianggap ketinggalan jaman atau di ejek “kalau nggak
gini iya nggak gaul!”. Hal itu semakin memperparah krisis moral di kalangan remaja.

Sebagai generasi muda seharusnya kita dapat lebih menghargai budaya kita sendiri dan menjadi
remaja yang bermoral yang mampu melawan dampak negatif dari globalisasi dan menganbil dampak
positifnya. Tentunya denganmengkatkan keimanan dan ketekwaan kita kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa.

Para pemuda sekarang ini menjadi bahan pembicaraan oleh semua kalangan masyarakat, karena
pemuda adalah generasi penerus bangsa yang nantinya sebagai pemegang nasib bangsa ini, maka
pemudalah yang menentukan semua apa yang dicita-citakan bangsa dan Negara ini.
Pemuda diharapkan mampu bertanggung jawab dalam membina kesatuan dan persatuan, serta
mengamalkan nilai-nilai yang ada di dalam pancasila agar terciptanya kedamaian, kesejahteraan
umum, serta kerukunan antar bangsa.
Namun, yang menjadi penghambatnya adalah banyak permasalahan yang terjadi pada generasi
pemuda saat ini seperti penyimpangan-penyimpangan didalam masyarakat dan menurunnya nilai
moral dikalangan pemuda.
Generasi saat ini harus peduli tentang masalah-masalah pemuda, karena pemuda merupakan
tombak generasi bangsa. Dan pemuda harus peduli pada bangsa ini agar kita sebagai pemuda
menjadi generasi yang bermartabat.
Generasi muda adalah generasi penerus bangsa, generasi yang baik

akan menghasilkan bangsa yang baik pula. Perkembangan jaman yang sudah

semakin maju ini akan mempengaruhi kehidupan penerus generasi khususnya

di Negara Indonesia. Berbekal pendidikan yang baik maka para remaja dapat

melanjutkan kehidupan yang baik pula.

Anda mungkin juga menyukai