Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Klasifikasi memegang peranan penting dalam ortodonti sebagai pedoman dalam

menentukan diagnosis dan prosedur perencanaan perawatan. Penentuan klasifikasi

secara ideal akan meringkaskan data diagnostik yang kita peroleh sehingga memudahkan

penyusunan rencana perawatan. Menurut Moyers (1988), klasifikasi Angle merupakan

sistem klasifikasi pertama yang diterima secara umum dan lazim dipakai sampai

sekarang. Angle membuat klasifikasi ini dengan maksud untuk mengelompokkan

maloklusi dalam kelompok yang sejenis sehingga memudahkan identifikasi kelainan

tersebut dan menyeragamkan pembahasan. Untuk mengklasifikasikan maloklusi

terlebih dahulu harus dipahami konsep dari oklusi normal.

Klasifikasi adalah untuk mengelompokkan maloklusi dan malrelasi berdasarkan

ciri- ciri yang sama, maka suatu sistem klasifikasi dibutuhkan untuk memudahkan

pembahasan dalam sudut pandang yang sama. Klasifikasi digunakan untuk

mempermudah melakukan rujukan, untuk membandingkan, dan mempermudah

komunikasi (Moyers, 1988).

Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi

terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang

lawannya. Maloklusi merupakan keadaan yang tidak menguntungkan dan

meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi geligi seperti gigi berjejal, protrusif, malposisi

atau hubungan yang tidak harmonis dengan gigi lawannya

Klasifikasi yang umum dipakai dalam bidang ortodonti yaitu klasifikasi yang

menyangkut lengkung gigi (klasifikasi, Angle, Dental, Simon), klasifikasi yang

1
menyangkut rahang (klasifikasi Skeletal), dan klasifikasi yang menyangkut jaringan

lunak (klasifikasi Profil).

Menurut Proffit, et.al., (2007), klasifikasi maloklusi Angle terdiri dari yaitu kelas

I, kelas II dan kelas III. Perawatan kelas I Angle berbeda-beda tergantung pada kelainan

gigi geliginya (tipe maloklusinya).

Yang dibahas pada makalah ini yaitu Perawatan Maloklusi Kelas I Angle tipe 2.

2
BAB II

TINJAUAN UMUM MALOKLUSI KELAS I ANGLE

2.1 Definisi dan pengertian Klasifikasi dan Maloklusi

Klasifikasi adalah mengelompokkan maloklusi dan malrelasi berdasarkan ciri-

ciri yang sama, maka suatu sistem klasifikasi dibutuhkan untuk memudahkan

pembahasan dalam sudut pandang yang sama.

Klasifikasi digunakan untuk mempermudah melakukan rujukan, untuk

membandingkan, dan mempermudah komunikasi (Moyers, 1988).

Menurut Van der Linden (1987), kegunaan klasifikasi adalah untuk alasan

praktis sehingga dapat menjelaskan anomali apa yang ditemukan. Klasifikasi harus

dapat dibedakan secara jelas dan tepat.

Maloklusi adalah Keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik

mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi baik

fungsi pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan merupakan proses

patologis tetapi proses penyimpangan dari perkembangan normal (Proffit, et.al., 2007).

Maloklusi adalah merupakan suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal

gigi terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang

lawannya. Maloklusi merupakan keadaan yang tidak menguntungkan dan meliputi

ketidakteraturan. Untuk mengklasifikasikan maloklusi terlebih dahulu harus dipahami

konsep dari oklusi normal. Oklusi normal adalah relasi molar kelas I, gigi terletak dalam

posisi normal, ideal dan dalam garis oklusi.

3
Sistem klasifikasi yang umum dipakai di bidang ortodonti, yaitu :

I. Klasifikasi yang menyangkut lengkung gigi :

1. Klasifikasi Angle

2. Klasifikasi Dental

3. Klasifikasi Simon

II. Klasifikasi yang menyangkut rahang :

Klasifikasi Skeletal

III. Klasifikasi yang menyangkut jaringan lunak :

Klasifikasi Profil/jaringan lunak

2.2 Definisi dan pengertian maloklusi kelas I Angle

Menurut Moyers (1988), klasifikasi Angle merupakan sistem klasifikasi

pertama yang diterima secara umum dan lazim dipakai sampai sekarang. Angle

membuat klasifikasi ini dengan maksud untuk mengelompokkan maloklusi dalam

kelompok yang sejenis sehingga memudahkan identifikasi kelainan tersebut dan

menyeragamkan pembahasan.

Klasifikasi Angle dibagi empat grup (Proffit, et.al., 2007), yaitu :

1. Oklusi Normal :

Hubungan gigi molar pertama rahang atas dan molar pertama rahang bawah

yaitu puncak bonjol mesio bukal gigi molar pertama rahang atas terletak pada

bukal grove gigi molar pertama rahang bawah. Puncak bonjol kaninus gigi

4
rahang atas terletak pada titik pertemuan antara kaninus bawah dengan premolar

satu rahang bawah.

Gambar 2.1 Oklusi Normal

2. Maloklusi kelas I Angle (Neutroclusion) :

Puncak bonjol mesiobukal gigi molar pertama tetap rahang atas berada

pada buccal groove dari molar pertama tetap rahang bawah. Gigi molar

hubungannya normal, dengan satu atau lebih gigi anterior malposisi.

Crowding atau spacing mungkin terlihat. Ketidakteraturan gigi paling sering

ditemukan di regio rahang bawah anterior, erupsi bukal dari kaninus atas,

rotasi insisif dan pergeseran gigi akibat kehilangan gigi.

5
Gambar 2.2 Maloklusi kelas I Angle (Neutroclusion)

3. Maloklusi kelas II Angle ( Distoclusion ) :

Molar pertama tetap rahang atas terletak lebih ke mesial daripada molar

pertama tetap rahang bawah atau puncak bonjol mesiobukal gigi molar

pertama tetap rahang atas letaknya lebih ke anterior daripada buccal groove

gigi molar pertama tetap rahang bawah.

Gambar 2.3 Maloklusi kelas II Angle ( Distoclusion )

4. Maloklusi kelas III Angle ( Mesioclusion) :

Gigi molar pertama tetap rahang atas terletak lebih ke distal dari gigi

molar pertama tetap rahang bawah atau puncak bonjol mesiobukal gigi

molar pertama tetap rahang atas letaknya lebih ke posterior dari buccal

groove gigi molar pertama tetap rahang bawah.

6
Gambar 2.4 Maloklusi kelas III Angle ( Mesioclusion)

Kriteria klasifikasi Angle yaitu :

• Gigi molar pertama rahang atas merupakan kunci oklusi.

• Hubungan molar pertama rahang atas dengan molar pertama rahang

bawah,sebagai berikut : Puncak bonjol gigi molar pertama rahang atas terletak pada

bukal groove gigi molar pertama rahang bawah.

Menurut Proffit, et.al., (2007), klasifikasi maloklusi Angle terdiri dari tiga kelas yaitu kelas

I, kelas II dan kelas III.

2.3 Klasifikasi maloklusi kelas I Angle

Maloklusi kelas I Angle dibagi atas lima tipe ( Dewey ), yaitu :

Tipe 1 : Gigi anterior berjejal (crowding) dengan kaninus terletak lebih ke

labial (ektopik).

Tipe 2 : Gigi anterior terutama pada gigi rahang atas terlihat labioversi atau

protrusif.

7
Tipe 3: Terdapat gigitan bersilang anterior (crossbite anterior) karena inklinasi

gigi atas ke palatinal.

Tipe 4 : Terdapat gigitan bersilang posterior.

Tipe 5 : Gigi posterior mengalami pergeseran ke mesial (mesial drifting) .

8
BAB III

TINJAUAN UMUM MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2

3.1 Definisi dan pengertian maloklusi kelas I Angle tipe 2

Maloklusi kelas I Angle tipe 2 ( Dewey ) adalah Puncak bonjol mesiobukal gigi

molar pertama tetap rahang atas berada pada buccal groove dari molar pertama tetap

rahang bawah. Gigi anterior terutama pada gigi rahang atas terlihat labioversi atau

protrusif. Selain labioversi ditandai juga dengan deep bite karena ekstrusi gigi anterior

rahang bawah.

Gambar 3.1 Maloklusi kelas I Angle tipe 2

3.2 Etiologi maloklusi kelas I Angle tipe 2

Etiologi maloklusi kelas I Angle tipe 2 adalah :

• Kebiasaan menghisap ibu jari atau jari lain biasanya dilakukan pada anak-anak. Jika

kebiasaan ini berlanjut sampai periode gigi tetap dapat

9
menimbulkan gigi insisif rahang atas protrusif dan gigi insisif rahang bawah

linguoversi. Jumlah gigi yang mengalami protrusi atau linguoversi bergantung

pada jumlah gigi yang berkontak.

Gambar 3.2 Kebiasaan menghisap ibu jari

• Kebiasaan buruk bernafas melalui mulut menyebabkan gigi insisif rahang atas

protrusif, palatum dalam, dan lengkung rahang atas sempit.

3.3 Prosedur Penegakan Diagnosis

Diagnosis bidang ortodontik dapat didefinisikan sebagai interpretasi data klinis untuk

menetapkan ada tidaknya maloklusi. Diagnosis ortodontik hendaknya bersifat komprehensif

dan tidak terfokus pada satu aspek saja. Adapun tahapan penegakan diagnosis ortodontik,

antara lain: (Rahardjo, 2011)

1. Analisa Umum

Biasanya pada bagian awal suatu status pasien tercantum nama, kelamin, umur,dan

alamat pasien. Kelamin dan umur pasien selain sebagai identitas pasien juga sebagai

data yang berkaitan dengan pertumbuh-kembangan dentomaksilofasial pasien,

10
misalnya perubahan fase gigi geligi dari sulung ke permanen. Keluhan utama pasien

biasanya tentang keadaan susunan giginya yang dirasakan kurang baik sehingga

mengganggu estetik dentofasial dan memengaruhi status sosial serta fungsi

pengunyahannya (Rahardjo, 2011).

a. Keadaan Sosial, Riwayat Kesehatan Pasien dan Keluarga

b. Berat dan Tinggi

c. Ras

d. Bentuk Skelet

e. Ciri Keluarga

f. Serta Penyakit

g. Alergi obat-obatan

h. Kelanan endokrin

i. Tonsil

j. Kebiasaan bernafas lewat mulut

2. Analisa local

Analisis lokal terdiri atas analisis ekstraoral dan intraoral, untuk mengetahui

lebih terperinci keadaan yang menunjang penentuan diagnosis. Analisis ekstraoral

meliputi bentuk kepala, simetri wajah, tipe wajah, tipe profil, bibir,fungsi bicara,

kebiasaan jelek. Analisis intraoral meliputi lidah, palatum,kebersihan mulut, karies, dan

gigi yang ada (Rahardjo, 2011)

3. Analisa fungsional

a. Path of closure

b. Devisiasi mandibula

c. Displancement mandibular

d. Sendi temporomandibula

11
4. Analisa model

Model studi adalah rekam ortodontik yang paling sering digunakan untuk

menganalisis suatu kasus dan memberikan banyak informasi, pembuatannya informasi

mudah dan murah. Keadaan yang dapat dilihat pada model menurut Rahardjo (2011)

adalah sebagai berikut:

a. Bentuk lengkung geligi

b. Diskrepansi pada model

5. Analisis Sefalometri

Untuk memudahkan penapakan hendaknya dilakukan pada ruangan yang tidak

terlalu terang, sefalogram diletakkan pada tracing box dengan iluminasi baik,kertas

penapakan asetat yang bagus yang terfiksasi dengan pita adhesif transparan serta

menggunakan pensil yang keras (Rahardjo, 2011).

Pertama kali perlu diketahui titik-titik penting  dua titik dihubungkan jadi

garis  garis yang berpotongan jadi sudut. Pembacaan biasanya pada besar sudut untuk

menentukan apakah struktur anatomi normal atau menyimpang (Rahardjo,2011).

Titik yang harus diketahui adalah:

 S (sella): terletak di tengah sela tursika, ditentukan secara visual(diperkirakan)

 N (nasion): terletak pada perpotongan bidang sagital dengan sutura frontonasalis

 SNA (spina nasalis anterior): ujung spina nasalis anterior

 SNP (spina nasalis posterior): ujung spina nasalis posterior

 A (subspinale): titik paling dalam pada kurvatura alveolaris rahang atas, secaratoritis

merupakan batas tulang basal mandibula dan tulang alveolaris

 B (supramentale): titik paling dalam pada kurvatura alveolaris rahang bawah,secara

teori merupakan batas tulang basal mandibula dan tulang alveolaris

 Go (gonion): titik tengah pada lengkungan sudut mandibula di antara ramus dan korpus
12
 Me (menton): titik terendah pada dagu

 Prosthion (Pr): titik paling bawah dan paling anterior prosessus alveolarismaksila, pada

bidang tengah, antara gigi insisivus sentral atas

 Insisif superior (Is):ujung mahkota paling anterior gigi insisivus sentral atas

 Insisif inferior (Ii):ujung mahkota paling anterior gigi insisivus sentral bawah

 Infradental (Id):titik paling tinggi dan paling anterior prosessus alveolaris mandibula,

pada bidang tengah, antara gigi insisivus sentral bawah

 Gnathion (Gn): titik paling anterior dan paling inferior dagu

 Orbital (Or): titik yang paling bawah pada tepi bawah tulang orbita

 Porion (Po): titik paling luar dan paling superior ear rod

 Pogonion (Pog/Pg): titik paling anterior tulang dagu, pada bidang tengah Garis yang

digunakan untuk menghubungkan dua titik tertentu:

 S– N: garis yang menghubungkan Sela tursika (S) dan Nasion (N),merupakan garis

perpanjangan dari basis kranial anterior

 N– A

 N– B

 SNA - SNP (garis palatal / garis maksila)

 Me – garis singgung tepi bawah mandibula (garis mandibula)

 Nasion-Pogonion (N-Pg) : garis yang menghubungkan Nasion (N) dan Pogonion (Pg),

merupakan garis fasial

 Y-Axis: garis yang menghubungkan sela tursika (S) dan gnathion (Gn),digunakan

untuk mengetahui arah/jurusan pertumbuhan mandibula

13
Gambar 3.3 titik antropometri

Sudut SNA menyatakan letak maksila terhadap kranium. Rata-rata untuk kaukasoid

82°. Sudut SNB menyatakan letak mandibula terhadap kranium. Rata-rata untuk kaukasoid

80°. Sudut ANB menyatakan hubungan maksila terhadap mandibula. Sudut ANB didapatkan

dari selisih sudut SNA dan sudut SNB. Pada keadaan normal, sudut ANB = 2° (kelas I), kelas

II = 4° dan kelas III ANB  negatif (Rahardjo, 2011)

6. Analisis Foto Rontgen

Analisis Foto Rontgen diperlukan apabila dibutuhkan diagnosis tentang keadaan jaringan

dento skeletal pasien yang tidak dapat diamati langsung secara klinis, seperti:

 Foto periapikal : Untuk menentukan gigi yang tidak ada, apakah karena telah dicabut,

impaksi atau agenese. Untuk menentukan posisi gigi yang belum erupsi terhadap

permukaan rongga mulut berguna untuk menetapkan waktu erupsi, Untuk

membandingkan ruang yang ada dengan lebar mesiodistal gigi permanen yang belum

erupsi.

14
 Panoramik : Radiografi panoramik berguna untuk mendapatkan gambaran utuh dari

keseluruhan maksilofasial. Pada radiografi intraoral (periapikal dan bitewing) sumber

sinar-x tetap diam, sedangkan pada radiografi panoramik sumber sinar–x dan film

berputar mengelilingi pasien, gerakan kurva film berputar pada sumbunya dan bergerak

mengelilingi pasien. Sumber sinar-x dan tempat film bergerak bersamaan dan

berlawanan satu sama lain.

Gambar 3.4 Gambaran radiografi ekstraoral, panoramik

Indikasi pemakaian radiografi panoramik adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendeteksi ada/ tidaknya gigi yang tidak erupsi

2. Melihat hubungan gigi posterior atas dengan sinus maksilaris

3. Melihat hubungan gigi posterior bawah dengan kanalis alveolaris inferior

4. Suspek pembengkakan asimptomatik

5. Pemeriksaan radiografi gangguan sendi temporo mandibular

6. Pemeriksaan tumor dan kista odontogenik

7. Melihat crest alveolar untuk pemasangan implan

8. Mengevaluasi maxilomandibular yang telah mengalami trauma

9. Pemeriksaan intervensi bedah maksila/mandibula

Keuntungan dari radiografi panoramik adalah cakupannya yang luas meliputi tulang

wajah dan gigi, dosis radiasi rendah, kenyamanan pemeriksaan untuk pasien, bisa

15
digunakan pada pasien yang tidak dapat membuka mulut, waktu yang dibutuhkan untuk

membuat gambar relatif singkat (3-4 menit).

3.4 Perawatan maloklusi kelas I Angle tipe 2

Tingkatan perawatan ortodonti dapat dibagi dalam tiga tingkat, yaitu :

• Ortodonti Preventif adalah tingkat perawatan untuk mencegah terjadinya maloklusi,

seperti : memelihara kebersihan gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya karies gigi,

pemberian fluor pada gigi sulung agar tidak mudah karies, penambalan gigi sulung harus

baik dan tidak mengubah ukuran mesio-distal gigi dan titik kontaknya, menghilangkan

kebiasaan buruk : bernafas melalui mulut, menghisap jari, mendorong lidah, menggigit

bibir, pemakaian space maintainer pada kasus premature loss gigi sulung untuk mencegah

terjadinya pergeseran gigi.

• Ortodonti Interseptik adalah Perawatan ortodonti yang dilakukan jika sudah terjadi

maloklusi ringan dan sudah dapat terlihat maloklusi yang berkembang akibat adanya

faktor keturunan, intrinsik dan ekstrinsik, seperti : pemakaian space regainer untuk

mengembalikan gigi molar yang mengalami mesial drifting, serial ekstraksi.

• Ortodonti korektif adalah maloklusi yang terjadi sudah cukup parah bahkan sudah

mencacat wajah. Diperlukan tindakan perawatan ortodonti yang kompleks.

Perawatan maloklusi kelas I Angle tipe 2 termasuk perawatan ortodonti korektif,

tetapi tergantung berat ringannya maloklusi dan penyebab maloklusi

tersebut.

16
Perawatan maloklusi kelas I Angle tipe 2 ada tiga macam, yaitu :

1. Ekspansi ke lateral

Apabila kekurangan ruangan 2-4 mm dan disertai penyempitan (kontriksi)

lengkung rahang atas. Ekspansi transversal/lateral ada 2 yaitu Ekspansi ortopedik dan

Ekspansi ortodonti.

Ekspansi ortopedik, yaitu :

 Ekspansi ortopedik dilakukan dengan membuka sutura palatina mediana.

 Dilakukan pada kasus penyempitan maksila.

 Hanya dapat dilakukan pada masa pertumbuhan.

 Alat yang digunakan rapid palatal ekspansion.

 Ruang yang dihasilkan: setiap eskpansi sebesar 1 mm akan menghasilkan panjang

lengkung rahang sebesar 1 mm.

Gambar 3.5 Rapid Palatal Expansion

17
Ekspansi ortodonti, yaitu :

 Tujuannya untuk memperlebar lengkung gigi

 Pada pasien yang telah selesai tumbuh kembangnya, ekspansi yang dapat dihasilkan

hanya ekspansi lengkung gigi.

Gambar 3.6 Ekspansi transversal

Ekspansi sagital, yaitu :

 Ekspansi ini terdiri dari ekspansi ortopedik dan ortodonti.

 Ekspansi ortopedik hanya dapat dilakukan pada masa pertumbuhan akan

menghasilkan ruangan 2 kali lebih besar dari hasil ruangan rata-rata pada ekspansi

transversal.

 Setiap 1 mm ruangan hasil ekspansi sagital menghasilkan ruangan sebesar 2 mm.

 Ekspansi sagital harus dilakukan dengan hati-hati dapat mempengaruhi estetik

wajah.

18
Gambar 3.7 Ekspansi sagital

2. Ekstraksi

Dilakukan apabila kekurangan ruangan dan untuk koreksi overjet yang

memerlukan ruangan lebih dari 7mm. Pencabutan merupakan cara yang paling

mudah dan cepat untuk mendapatkan ruangan, tetapi bukan berarti pencabutan

gigi harus selalu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan ruangan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada perawatan dengan pencabutan gigi :

 Pencabutan bilateral jika keadaan berjejal yang parah/kekurangan ruangan lebih

dari 7 mm dan tidak ada pergeseran garis median

 Pencabutan unilateral yaitu pada keadaan gigi berjejal unilateral atau adanya

pergeseran garis median.

 Perhatikan profil wajah :

- profil cembung lebih memungkinkan untuk dilakukan pencabutan

- profil datar dan cekung harus hati-hati.

-
19
3. Tanggul gigitan anterior

Untuk memperbaiki deep bite karena terjadi intrusi gigi anterior rahang bawah dan

ekstrusi gigi posterior rahang atas yang disebabkan oleh kebiasaan menghisap ibu

jari.

Tanggul gigitan atau bite plane/raiser adalah suatu peninggian yang terbuat dari

akrilik dengan cara memperlebar dan mempertebal pelat landasan di bagian anterior atau

posterior setinggi 2-3mm. Tanggul gigitan anterior merupakan modifikasi pelat landasan

akrilik pada palatum yang berupa penambahan ketebalan pelat akrilik di daerah gigi

insisif rahang atas. Tanggul gigitan anterior akan berkontak dengan gigi insisif bawah

sehingga gigi-gigi posterior tidak berkontak.

Fungsi tanggul gigitan anterior adalah :

1. Memperbaiki gigitan dalam gigi anterior/anterior deep bite.

2. Membebaskan penguncian antar bonjol untuk perawatan cross bite posterior.

SYARAT TANGGUL GIGITAN ANTERIOR

 Bidang gigitan dibuat dengan ketinggian tertentu sehingga gigi posterior terbuka 2-

3 mm.

 Dibuat cukup lebar, sehingga kontak dengan gigi insisif RB.

 Terlihat datar dari depan (sejajar bidang horizontal)

20
Gambar 3.8 Tanggul gigitan anterior

Macam-macam bite plane:

Menurut letaknya peninggi gigitan dibedakan atas :

Gambar 3.9 Anteriror bite plane with acrylic button dan. Bite plane posterior

a. Bite plane anterior : Plat dengan dataran gigitan diregio anterior berfungsi untuk

mencegah kontak oklusal gigi posterior sehingga gigi-gigi tersebut dapat elongasi,

dan dapat mengintrusi gigi-gigi anterior bawah.

b. Bite plane posterior : Plat peninggi gigitan ini berupa plat dengan perluasan yang

berbentuk penebalan di permukaan oklusal gigi-gigi posterior kanan dan kiri,

berfungsi untuk mencegah kontak oklusal gigi-gigi anterior sehingga gigi-gigi yang

21
cross bite/malposisi diregio anterior dapat dikoreksi dengan pir-pir

pembantu/auxilliary springs. Peninggi gigitan posterior bukan untuk mengintrusi gigi-

gigi posterior.

22
BAB IV

KESIMPULAN

Maloklusi kelas I Angle tipe 2 ( Dewey ) adalah Puncak bonjol mesiobukal gigi molar

pertama tetap rahang atas berada pada buccal groove dari molar pertama tetap rahang bawah.

Gigi anterior terutama pada gigi rahang atas terlihat labioversi atau protrusif. Selain labioversi

ditandai juga dengan deep bite karena ekstrusi gigi anterior rahang atas

Etiologi maloklusi kelas I Angle tipe 2 adalah Kebiasaan menghisap ibu jari atau jari

lain biasanya dilakukan pada anak-anak. Jika kebiasaan ini berlanjut sampai periode gigi tetap

dapat menimbulkan gigi insisif rahang atas protrusif dan gigi insisif rahang bawah linguoversi.

Jumlah gigi yang mengalami protrusi atau linguoversi bergantung pada jumlah gigi yang

berkontak dan kebiasaan buruk bernafas melalui mulut menyebabkan gigi insisif rahang atas

protrusif, palatum dalam, dan lengkung rahang atas sempit.

Perawatan maloklusi kelas I Angle tipe 2 yaitu apabila kekurangan ruangan 24mm yaitu

untuk mendapatkan ruangan dengan cara ekspansi ke lateral, apabila kekurangan ruangan lebih

dari 7mm yaitu untuk mendapatkan ruangan dengan cara ekstraksi, serta pemakaiaan tanggul

gigitan anterior pada kasus deep overbite.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, C.P. & Kerr, W.J. 1990. The Design, Construction and Use of Removable

Orthodontic Appliances. 6th Edition . Thomson Litho Ltd. East Kilbride. Scotland. h. 74

80, 96 – 99.

2. Alexander, R.G. 2001. Teknik Alexander : Konsep dan Filosofi Kontemporer. Editor Ed.

Bahasa Indonesia, Lilian Yuwono. EGC, Jakarta. h. 200 201.

3. Graber, T.M. & Vanarsdall, R.L. 1994. Orthodontics : Current Principles and Techniques.

2nd Edition. Mosby Year Book Inc., St. Louis, Missouri. h.511 – 520.

4. Moyers, R.E. 1988. Handbook of Orthodontics. 4th Edition. Year Book Medical

Publishers, Inc., Chicago, London, Boca Raton. h.184 – 188.

5. Proffit, W.R. & Fields, H.W. 2000. Contemporary Orthodontics. 4th Edition. Mosby Inc.,

St. Louis. h. 151-158, 218 – 220, 282 – 283.

6. Rahardjo Pambudi. 2011. Diagnosis Ortodontik. Surabaya : AirlangganUniversity Press

7. Rakosi, T.; Jonas, I. & Graber, T.M. 1993. Color Atlas of Dental Medicine : Orthodontic

– Diagnosis. Thieme Medical Publishers Inc., New York. h. 160 - 162.

8. Van der Linden, Frans P.G.M. 1987. Diagnosis and Treatment Planning in Dentofacial

Orthopedics. London. Quintentessense Publishing Co. Ltd. h. 265 – 271.

24

Anda mungkin juga menyukai