Anda di halaman 1dari 12

A.

Pengertian

Penyakit Dengue adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(Arthropod-borne Virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes
Albopictus dan Aedes Aegypti) (Ngastiyah dan Ilmu Kesehatan Anak).
Penyakit Dengue Shock Syndrom (DSS) adalah penyakit DHF yang
mengalami renjatan atau shock (Mansjoer, Arief.dkk;20012
Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah sindrom syok/renjatan yang terjadi
pada penderita DBD. Sekitar 30-50% penderita demam berdarah dengue akan
mengalami syok dan berakhir dengan suatu kematian, terutama bila
tidakditangani secara dini dan adekuat.
Dengue Shok Syndrome bukan saja merupakan suatu permasalahan
kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga
merupakan permasalahan klinis. Karena 30-50% penderita demam berdarah
dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan suatu kematian
terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.
Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah kasus deman berdarah dengue
disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/syok/renjatan. Dengue Shok
Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD).

B. Etiologi
demam berdarah dengue tidak menular mealui kontak manusia dengan
manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat
ditularkan melalui nyamuk, oleh karena itu penyakit ini termasuk dalam
kelommpok arthropod burne desease. Virus dengue berukuran 35-45nm, virus
ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia. Virus dengue
masuk dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami veremia, kemudian virus ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk aedes aegypt dan aedes albopictus yang infeksius seseorang yang di
dalam darah nya memiliki virus dengue (infektif merupakan sumber penuaran
DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari
sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit
nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam
lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke
seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu
minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik),
nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap
berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk
Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular
(infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk
menggigit (menusuk),

sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat
tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur
inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Hanya nyamuk
Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue. Keadaan inilah
yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
seperti tikus, kelinci,anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada
hewan ternak di dapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda,
sapi dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat
bereplikasi pada nyamuk genus aedes ( stegomyia ) dan toxorhynchites.
(Yulianto, Petrus. 2015)
C. Manifestasi Klinis
Dengue Shock Syndrome (DSS) menurut klasifikasi WHO (2013) merupakan
demam berdarah dengue derajat III dan IV atau demam berdarah dengue
dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai tingkiat renjatan.
Renjatan : Terjadinya renjataan pada DBD biasanya terjadinya pada saat atau
setelah demam menurun yaitu antara hari ke-3 dan ke-7, bahkan renjatan
dapat terjadi pada hari ke-10. Menurut Wong, dkk. (1973) renjatan terjadi pada
hari ke-5 (39%), hari ke-4 (23,5%). Sumarmo (1983) mendapatkan 39,2%
pada hari ke-5 dan 25% pada hari ke-4.
Manifestasi klinik renjatan pada dengue shock syndrome terdiri atas:
1. Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan
hidung.
2. Anak semula rewel, cengeng, dan gelisah lambat laun menurun menjadi
apti, sopor dan koma.
3. Perubahan nadi baik frekuensi maupun amplitudonya.
4. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
5. Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
6. Oliguria sampai anuria.
Berdasarkan gangguan sirkulasi di atas, maka sebagian ahli membagi
renjatan atas:
1. Renjatan berat (profound shock) ialah renjatan yang ditandai oleh tekanan
darah yang tidak dapat diukur dan nadi tidak dapat diraba.
2. Renjatan sedang ialah tekanan nadi menurun 20 mmHg atau lebih dan atau
tekanan darah sistolik kurang atau sama dengan 80 mmHg.
3. Renjatan ringan ialah tekanan sistolik mulai menurun, dimana tekanan
diastolik tetap normal atau sedikit rendah.
Sedangkan Munir dan Rampengan (1984) membagi renjatan menjadi:
1. Syok ringan/tingakt 1 (Impending shock) yaitu gejala dan tanda syok
disertai menyempitnya tekanan nadi menjadi 20 mmHg.
2. Syok sedang/tingkat 2 (Moderate shock) yaitu = tingkat 1 ditambah
tekanan nadi menjadi <>.
3. Syok berat/tingkat 3 (Profound shock) yaitu tekanan darah tak terukur/nol,
tetapi belum ada sianosis/asidosis.
4. Syok sangat berat/tingkat 4 (Moribund cases) yaitu tekanan darah tak
terukur lagi disertai sianosis dan asidosis.
Merupakan salah satu manifestasi klinik yang selalu ditemukan, kebanyakan
peneliti melaporkan 100% penderita DSS didahului oleh panas.
Sumarmo (1983) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa suhu penderita
DSS terendah adalah 36,20C dan tertinggi 40,80C dan ternyata DSS banyak
dijumpai pada suhu sekitar 370C. (45,65%).
D. Klasifikasi
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4
derajat :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanoa perdarahan spontan uji torniquet
(+), trombositopenia dan hemokonsentrasi
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari.
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat
diukur.

Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah sindroma syok yang terjadi pada
penderita Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) atau demam berdarah
dengue.
E. Patofisioogi
Setelah virus masuk ke dalam tubuh, terjadi viremia yang ditandai dengan
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal di seluruh badan, hyperemia
tenggorokan, ruam dan bintik-bintik merah pada kulit. Selain itu kelainan dapat
terjadi pada sistem retikula endothelial seperti pembesaran kelenjar getah
bening, hati dan limpa.
Pelepasan zat anafiloksin, histamine dan serotonin serta aktivitas dari
sistem kalikrein menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler
sehingga cairan dari intro vascular keluar ekstra vascular, akibat terjadi
pengurangan volume plasma, penurunan tekanan darah, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan syock. Plasma merembes sejak permulaan demam
dan mencapai puncaknya saat syock.
Pada pasien dengan syock berat, volume plasma dapat berkurang sampai
30% atau lebih. Bila syock hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan plasma
tidak segera diatasi, maka akan terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolic
dan kematian. Kelainan yang paling ditemukan pada autopsy adalah
perdarahan di bawah kulit berupa petekia, perdarahan saluran pencernaan,
paru-paru dan di jaringan periadrenal.
F. Pathway
G. KomlikasiI
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita DSS : asidosis metabolik,
hipoksia jaringan, perdarahan gastrointestinal dan prognosa buruk. Komplikasi
lainnya yang terjadi adalah sebagai berikut :
1. Syok.
2. Sepsis.
3. Ensefalopati.
4. Gagal ginjal akut.
5. Edema pulmo.
6. Perdarahan GIT.
7. Perdarahan intra karnial.
8. DIC
H. Pemeriksaan Diagnostik
Dalam menentukan diagnosis Dengue Shock Syndrome minimal 2 kriteria
laboratorik yaitu :
1. Hemokonsentrasi yaitu meningginya nilai hematokrit/Ht > 20%.
2. Trombositopenia yaitu penurunan trombosit dibawah 100.000/mm3.
3. Sediaan harus darah tepi yaitu terdapat fragmentosit yangg menandakan
terjadinya hemolisis.
4. Sumsum tulang terdapat hipoplasi system eritopoietik yang disertai
hiperplasi system RE.
5. Kelainan elektrolit :
a. Hiponatremia.
b. Hiperkalemia.
c. Hipoloremia ringan.
d. Asidosis metabolic dengan alkalosis kompensatori.
e. Osmolalitas plasma menurun.
6. Tekanan koloid onkotik menurun.
7. Protein plasma menurun.
8. Serum transaminase sedikit meninggi.
I. Penatalaksanaan Medis
Penanganan renjatan pada DSS merupakan suatu masalah yang sangat
penting diperhatikan, oleh karena angka kematian akan meninggi bila renjatan
tidak ditanggulangi secara dini dan adekuat.
Dasar penangani renjatan DSS ialah volume replacement atau penggantian
cairan intravascular yang hilang, sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler
yang menimbulkan peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan plasma
leakage.
Prinsip pengobatan Dengue Shock Syndrome (DSS):
1. Atasi segera hipovolemia.
2. Lanjutkan penggantian cairan yang terus keluar dari pembuluh darah
selama 12-24 jam, atau paling lama 48 jam.
3. Koreksi keseimbangan asam basa.
4. Beri darah segera bila terjadi perdarahan hebat.
5. Mengatasi renjatan (volume replacement).
a. Jenis Cairan
Jenis cairan yang dipakai ialah:
1) Ringer laktat.
2) Glukosa 5% dalam half strength NaC1 0,9%.
3) RL-D5, dapat dibuat dengan jalan mengeluarkan 62,5 cc cairan RL,
kemudian ditambahkan D40% sebanyak 62,5 cc.

4) NaC1 0,9%; D10, aa ditambahkan Natrium Bikarbonat 7,5% sebanyak 2


cc/ kgBB.
b. Plasma/Plasma Ekspander
1) Diperlukan pada penderita renjatan berat, atau pada penderita yang tidak
segera mengalami perbaikan dengan cairan kristaloid di atas.
2) Bila dapat cepat disiapkan, diberikan sebagai pengganti cairan a.1,
setelah itu cairan pertama dilanjutkan lagi.
3) Setelah pemberian cairan a.1, nilai hematokrit masih tinggi dan hitung
trombosit masih rendah.
4) Dosis yang diberikan 10-20 ml/ kgBB dalam waktu 1-2 jam.
5) Apabila nadi/tekanan darah masih jelek atau hematokrit masih tinggi,
dapat ditambahkan plasma 10 ml/kgBB setiap jam sampai total 40 ml/
kgBB.
c. Plasma ekspander yang dapat digunakan adalah:
1) Plasbumin (human albumin 25%).
2) Plasmanate (plasma, protein, fleksion 5%).
3) Plasmafuchin.
4) Dextran L 40.
d. Pemberian obat-obatan:
1) Antibiotic.
2) Antivirus.
3) Kortikosteroid.
4) Antasida.
5) Diuretika.
J. Penatalaksanaan keperawatan

Diagnose Noc Nic

Hipertermi b.d, Thermoregulation


pening-katan - Monitor suhu
metabolik, viremia Kriteria Hasil sesuai kebutuhan
- Suhu kulit normal - Monitor tekanan
- Suhu badan darah, nadi dan
35,9˚C- 37,3˚C respirasi
- Monitor suhu dan
- Tidak ada sakit kepa- warna kulit
la / pusing - Monitor dan
laporkan tanda dan
- Tidak ada nyeri otot gejala hipertermi
- Nadi, respirasi - Anjurkan intake
dalam batas cairan dan nutrisi
normal yang adekuat
Diagnosa Noc Nic

PK: Syok
hipovolemia b.d Kriteria hasil
kebocoran plasma, - Amplitudo nadi - Kaji dan catat status
perdarahan , perifer meningkat perfusi perifer.
dehidrasi - Pengisian kapiler - Pantau tekanan darah
singkat (< 2 detik) pada interval sering
- Tekanan darah - Bila hipotensi terjadi,
dalam rentang tempatkan klien pada
normal posisi telentang untuk
- Turgor kulit normal meningkatkan aliran balik
vena.
- Pantau terhadap
indicator perfusi arteri
koroner menurun : nyeri
dada, frekuensi jantung
tidak teratur
Diagnosa Noc Nic

Perubahan nutrisi Nutritional Status : food and - Kaji adanya alergi


kurang dari Fluid Intake makanan
kebutuhan tubuh b.d kriteria hasil - Kolaborasi dengan
gangguan absorbs - Adanya peningkatan ahli gizi untuk
nutrision berat badan sesuai menentukan
dengan tujuan jumlah kalori dan
- Berat badan ideal nutrisi yang
sesuan dengan tinggi dibutuhkan pasien
badan - Berikan makanan
- Tidak ada tanda yang terpilih (
tanda malnutrisi sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi )
- Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
Yulianto, Petrus. 2015. Laporan Pendahuluan Dengue Shock Syndrome.
Uccup, Bang. 2014. Laporan Pendahuluan Dengue Shock Syndrome.
Anonim. 2015. Standar Asuhan Keperawatan Dengue Shock Syndrome.
Darwis D., Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada Anak, Sari Pediatri, 2013
Depkes RI, Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue Pelayanan Kesehatan
oleh anomin, Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2005

Anda mungkin juga menyukai