Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL

“EKOLOGI LAHAN RAWA”

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


EKOLOGI LAHAN RAWA

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Nopi Stiyati Prihatini, S. Si., MT.
Muhammad Firmansyah, ST., MT.

OLEH:
KELOMPOK 2
ANJELIA SUREKA 1710815120005
DO’A SYIFA ADIRA 1710815120007
FAUZIE 1610815310003
M. ISTIQLAL HASIBUAN 1710815310010
NADIA APRILIA 1710815120016

PROGRAM STUDI S1- TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2019
ARTIKEL: EKOLOGI LAHAN RAWA
ARTICLE: SWAMP ECOLOGY

Anjelia Sureka, Do’a Syifa Adira, Fauzie, M. Istiqlal Hasibuan, Nadia Aprilia
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat
Jl. A. Yani Km.37, Banjarbaru, Kode Pos 70714, Indonesia

ABSTRAK

Rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang panjang dalam
setahun, selalu jenuh air (saturated) atau tergenang (waterlogged) air dangkal. Di
Indonesia, lahan rawa diperkirakan seluas 33,4 juta ha, sekitar 60 % (20 juta Ha)
diantaranya merupakan lahan rawa pasang surut dan 40 % selebihnya (13,4 juta
Ha) adalah lahan rawa non pasang surut. Lahan rawa memiliki ciri-ciri serta manfaat
yang beragam bagi manusia. Banyaknya lahan rawa yang tersebar di Indonesia
memiliki potensi yang besar khususnya menjadi lahan pertanian dengan melalui
berbagai teknologi pengelolaan lahan rawa.

Kata kunci: pengelolaan, potensi, rawa, teknologi

ABSTRACT

Swamp is land that is year-round, or for a long time in a year, always saturated or
waterlogged shallow water. In Indonesia, swamp land is estimated to be 33.4 million
ha, around 60% (20 million ha) of which is tidal swamp land and the remaining 40%
(13.4 million ha) is non-tidal swamp land. Swamp has various characteristics and
benefits for humans. The large number of swamps that are scattered in Indonesia
has great potential especially as agricultural land through various technology in
swamp management.

Keywords: management, potential, swamp, technology

PEMBAHASAN

A. Definisi Lahan Rawa

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2013 Tentang Rawa


menyatakan rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung
didalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami
di lahan yang relatif datar atau cekung dengan endapan mineral atau gambut, dan
ditumbuhi vegetasi, yang merupakan suatu ekosistem. Sedangkan menurut
Konfrensi Ramsar lahan rawa adalah daerah paya, rawa, gambut atau air, yang
terjadi secara alami atau buatan, bersifat permanen atau sementara, dengan air
statis atau mengalir, segar, payau atau asin, termasuk air laut yang tidak lebih dari 6
meter.
Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun atau sepanjang waktu yang
panjang dalam setahun, selalu jenuh air (saturated water), atau tergenang
(waterlogged). Oleh karena itu, yang menjadi peranan utama dalam
menggambarkan dinamika lahan rawa gambut adalah fluktuasi air atau naik
turunnya air permukaan di lahan (hidrologi). Kondisi ini dipengaruhi oleh bentuk
topografi lahan yang umumnya datar sampai agar datar, dan jarak dari lahan ke laut.
Akibat fluktuasi air ini akan berpengaruh terhadap dinamika tanah gambut di
dalamnya (Suriadikarta, 2012).

Ekosistem lahan rawa bersifat rapuh yang rentan terhadap perubahan yang dapat
disebabkan oleh faktor alam (kekeringan, kebakaran, kebanjiran) dan juga bisa
disebabkan oleh manusia melalui kesalahan pengelolaan terhadap rawa (reklamasi,
pembukaan lahan, budidaya intensif). Jenis tanah di kawasan rawa tergolong tanah
yang memiliki berbagai kendala dalam penggunaannya, antara lain:

1. Tanah gambut mempunyai sifat kering tak balik dan mudah ambles.
2. Tanah gambut mudah berubah menjadi bersifat hidrofob apabila mengalami
kekeringan.
3. Gambut yang menjadi hidrofob tidak dapat lagi mengikat air dan hara secara
optimal seperti kemampuan semula.
4. Selain itu, khusus tanah suffidik dan tanah sulfat masam mudah berubah apabila
teroksidasi.
5. Lapisan tanah (pirit) yang teroksidasi mudah berubah menjadi sangat masam (pH
2-3).
(Sapuroh & Agung, 2015).

B. Ciri-Ciri Lahan Rawa

Beberapa ciri khusus dari rawa antara lain:


1. Dilihat dari segi air, rawa memiliki air yang asam dan berwarna coklat, bahkan
sampai kehitam- hitaman.
2. Berdasarkan tempatnya, rawa- rawa ada yang terdapat di area pedalaman
daratan, namun banyak pula yang terdapat di sekitar pantai.
3. Air rawa yang berada di sekitar pantai sangat dipengaruhi oleh pasang surutnya
air laut.
4. Ketika air laut sedang pasang, maka permukaan rawa akan tergenang banyak,
sementara ketika air laut surut, daerah ini akan nampak kering bahkan tidak ada
air sama sekali.
5. Rawa yang berada di tepian pantai banyak ditumbuhi oleh pohon- pohon bakau,
sementara rawa yang berada di pedalaman banyak ditumbuhi oleh pohon- pohon
palem atau nipah.
(Poniman, 2006).
C. Klasifikasi Lahan Rawa

Lahan rawa adalah lahan darat yang tergenang secara periodik atau terus
menerus secara alami dalam waktu lama karena drainase yang terhambat.
Meskipun dalam keadaan tergenang, lahan ini tetap ditumbuhi oleh tumbuhan.
Lahan ini dapat dibedakan dari danau, karena danau tergenang sepanjang tahun,
genangannya lebih dalam, dan tidak ditumbuhi oleh tanaman kecuali tumbuhan air.

Genangan lahan rawa dapat disebabkan oleh pasangnya air laut, genangan air
hujan, atau luapan air sungai. Berdasarkan penyebab genangannya, lahan rawa
dibagi menjadi tiga, yaitu rawa pasang surut, rawa lebak dan rawa lebak peralihan.

1. Rawa Pasang Surut


Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi oleh
pasang surutnya air laut. Tingginya air pasang dibedakan menjadi dua, yaitu
pasang besar dan pasang kecil. Pasang kecil, terjadi secara harian (1-2 kali sehari).
Berdasarkan pola genangannya (jangkauan air pasangnya), lahan pasang surut
dibagi menjadi empat tipe:
1. Tipe A, tergenang pada waktu pasang besar dan pasang kecil;
2. Tipe B, tergenang hanya pada pasang besar;
3. Tipe C, tidak tergenang tetapi kedalaman air tanah pada waktu pasang
kurang dari 50 cm
4. Tipe D, tidak tergenang pada waktu pasang air tanah lebih dari 50 cm tetapi
pasang surutnya air masih terasa atau tampak pada saluran tersier.

2. Rawa Lebak
Rawa lebak adalah lahan rawa yang genangannya terjadi karena luapan air
sungai dan atau air hujan di daerah cekungan di pedalaman. Oleh sebab itu,
genangan umumnya terjadi pada musim hujan dan menyusut atau hilang di musim
kemarau. Rawa lebak dibagi menjadi tiga:

1. Lebak dangkal atau lebak pematang, yaitu rawa lebak dengan genangan air
kurang dari 50 cm. Lahan ini biasanya terletak di sepanjang tanggul sungai
dengan lama genangan kurang dari 3 bulan.
2. Lebak tengahan, yaitu lebak dengan kedalaman genangan 50-100 cm.
Genangan biasanya terjadi selama 3-6 bulan.
3. Lebak dalam, yaitu lebak dengan genagan air lebih dari 100 cm. Lahan ini
biasanya terletak di sebelah dalam menjaauhi sungai dengan lama genangan
lebih dari 6 bulan.
3. Rawa Lebak Peralihan
Lahan rawa lebak yang pasang surutnya air laut masih terasa di saluran primer
atau di sungai disebut rawa lebak peralihan. Pada lahan seperti ini, endapan laut
yang dicirikan oleh adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada kedalaman 80 - 120
cm di bawah permukaan tanah (Suriadikarta, 2012).
D. Manfaat dan Fungsi Lahan Rawa

Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Fungsi lahan basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara
langsung, seperti sumber air minum dan habitat beraneka ragam mahluk, tapi juga
memiliki berbagai fungsi ekologis seperti pengendali banjir, pencegah intrusi air laut,
erosi, pencemaran, dan pengendali iklim global. Dengan salah satu bagian dari
lahan basah adalah lahan rawa yang memiliki banyak manfaat bagi manusia,
diantara lain:

Fungsi dan Nilai Jenis Ekosistem


Keterangan
(Manfaat) Penyedia Manfaat

Manfaat langsung (Direct Function)

Pengendali banjir dan Menampung kelebihan air di Dataran banjir, rawa air
kekeringan musim hujan dan tawar, rawa gambut, situ,
menyalurkan cadangan air di danau, waduk
musim kemarau
Pengaman pantai dari Menjaga keberadaan air Lahan basah pesisir
intrusi air laut tanah (tawar) yang dapat seperti mangrove dan
menahan intrusi air laut ke rawa air payau
dalam air tanah di daratan,
dan aliran air tawar
permukaan yang dapat
membatasi masuknya air laut
ke dalam aliran sungai
Rekreasi Lahan basah, terutama yang Hampi semua lahan
memiliki nilai estetika, dapat basah alami dan
menjadi lokasi yang menarik beberapa lahan basah
untuk rekreasi buatan
Penelitian dan Banyak lahan basah yang Semua lahan basah
pendidikan menyimpan misteri ilmu
pengetahuan sehingga
menarik untuk digunakan
sebagai lokasi penelitian,
termasuk kegiatan pendidikan
Fungsi Ekologi
Penambat sedimen dari Sistem perakaran, batang Mangrove, rawa, lamun,
darat dan penjernih air dan daun vegetasi tertentu di lahan basah buatan
lahan basah dapat menambat
sedimen serta menjernihkan
air
Penahan dan penyedia Badan air dan vegetasi yang Danau, rawa, dataran
unsur hara terdapat pada lahan basah banjir. mangrove, lamun
dapat menahan dan mendaur
ulang unsur hara
Pengendali iklim global Lahan basah dapat menyerap Rawa gambut
dan menyimpan karbon
sehingga berfungsi sebagai
pengendali lepasnya karbon
ke udara yang berkaitan
langsung dengan perubahan
iklim global
Hasil Produksi
Penyedia hasil hutan Hutan rawa dan hutan Hutan rawa (gambut dan
mangrove menghasilkan tawar) serta mangrove
berbagai komoditas hutan,
antara lain kayu, buah dan
getah
Sumber kehidupan liar Lahan basah merupakan Hampir semua lahan
dan sumber makanan habitat dan sumber makanan basah
berbagai jenis hidupan liar
Pendukung pertanian Lahan basah merupakan Danau, sungai, rawa
sumber pengairan utama
berbagai kegiatan pertanian
terutama sawah
Sumber energi Energi yang dihasilkan dari Sungai, danau, rawa,
pergerakan air dapat gambut, estuari
dikonversi menjadi energi lain
(misalnya listrik). Gambut
pada lahan gambut juga
dapat digunakan sebagai
bahan bakar (misalnya briket)
sumber: Kementrian Lingkungan Hidup, 2004

E. Teknologi Pengelolaan Lahan Rawa

Pemanfaatan yang tepat, pengembangan yang seimbang dan pengelolaan


yang sesuai dengan karakteristik, sifat dan kelakuan lahan rawa, dapat menjadikan
lahan rawa sebagai lahan pertanian yang produktif, berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan (Widjaja-Adhi, 1995a dan 1995b). Sejak proyek P4S tahun tujuh puluhan
dan dilanjutkan dengan proyek penelitian Badan Litbang Pertanian Swamp I, Swamp
II, dan kerjasama dengan Belanda (LAWOO) tahun delapan puluhan, dan Proyek
Penelitian Pengembangan Lahan Rawa Terpadu (ISDP), telah menghasilkan banyak
teknologi pengelolaan lahan rawa. Teknologi itu antara lain:

1. Teknologi pengelolaan tanah dan air (tata air mikro, dan penataan lahan);
2. Teknologi ameliorasi tanah dan pemupukan;
3. Penggunaan varietas yang adaptif;
4. Teknologi pengendalian hama dan penyakit;
5. Pengembangan Alsintan;
6. Pemberdayaan kelembagaan petani.
Keberhasilan juga telah banyak dicapai dalam pengembangan lahan rawa
pasang surut di beberapa daerah, yaitu di Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat,
Sumatera Selatan, dan Riau. Dengan inovasi teknologi lahan rawa yang tepat dan
berkelanjutan maka diharapkan bisa berkembang seperti kawasan pasang surut
lainnya yang telah berhasil menjadi sentra-sentra produksi tanaman pangan,
sayuran dan buah-buahan, maupun tanaman perkebunan (Suriadikarta, 2012).

F. Potensi dan Pengembangan Daerah Rawa Kalimantan Selatan


Menurut Prof. Dr. H. Rasmadi, luas Rawa di Indonesia mencapai 33 (33.393.570)
juta hektare, bahkan mencapai 39 juta hektare dengan (39.424.500) hektare, terdiri
835.200 hektare lahan Rawa Pasang Surut dan 479.670 hektare lahan Rawa Non
Pasang Surut. Reklamasi lahan Rawa di Kalsel telah mencapai 189.278 hektare,
terdiri 89.036 hektare untuk lahan Rawa Pasang Surut, serta 100.242 hektare untuk
lahan Rawa Non Pasang Surut.
Potensi yang besar pada lahan rawa yang dimiliki Kalimantan Selatan
menjadi menfaat tersendiri dengan terdapatnya Keragaman Tanaman Pangan dan
Sayuran di Lahan Rawa khususnya pada lahan rawa lebak yang banyak di tanami
tanaman seperti tanaman Palawija (Jagung, Ubi, dan Kacang-kacangan), Sayuran
(Labu,Cabe, dan Terung) dan tanaman Buah (Semangka) merupakan komoditas
utama dilahan Rawa Lebak Dangkal sedangkan padi merupakan komoditas utama
di lahan Rawa Lebak Tengahan. Sesuai sifat lahannya, maka komoditas Palawija,
Sayuran, Buah-buahan dan Padi lebih banyak diusahakan pada musim Kemarau.
Penataan Sistem Surjan di lahan Rawa Lebak Dangkal memberikan peluang
peningkatan intensitas tanam lebih dari 100% melalui penerapan pola tanam
Palawija dan Sayuran di atas lahan Guludan dan pola Padi, Palawija dan Sayuran di
lahan Tabukan atau Sawah.
Namun demikian, peningkatan intensitas tanam dan pola tanam yang optimal di
lahan Rawa Lebak harus didukung dengan teknologi produksi yang mampu
mengatasi masalah utama lahan Lebak, yaitu tingkat kesuburan yang rendah,
kondisi lingkungan yang beragam dengan fluktuasi genangan dan kualitas air dan
kekeringan. Aplikasi berbagai teknologi ameliorasi dan penggunaan varietas unggul
adaptif, berbagai jenis tanaman Palawija, Sayuran, dan tanaman Padi dapat
berproduksi dengan baik. Kegiatan keragaan tanaman Padi, Palawija, dan Sayuran
dilakukan secara terpisah.
Selain potensinya dalam hal pertanian dan perkebunan lahan rawa juga dapat
dijadikan destinasi wisata seperti yang ada di Amuntai, yaitu salah satu destinasi
wisata yang menarik di Amuntai adalah kerbau rawa. Yang membuat menarik dari
kerbau rawa ini dikarenakan terbatasnya lahan di Kalimantan dan terdesaknya luas
tanah dengan tanaman kelapa sawit yang kian merajalela. Sehingga untuk berternak
kerbau masyarakat tidak mempunyai lahan lagi. Ketika terbatasnya lahan
masyarakat memanfaatkan rawa atau danau yang digunakan untuk beternak
kerbau. Dari sinilah istilah kerbau rawa, populasi kerbau rawa di Kalimantan saat ini
sudah semakin jarang. Kerbau Rawa Amuntai merupakan hewan ternak yang
banyak dipelihara oleh masyarakat Desa Danau Panggang sebagai mata
pencaharian. Daerah ini sebagian besar rawa dan menyulitkan masyarakat untuk
memelihara kerbau, sehingga rawa ini lah yang dimanfaatkan masyarakat Amuntai.
Apalagi justru kerbau rawa ini menjadi obyek wisata menarik untuk wisatawan
(Mawardi, 2011).

G. Valuasi Ekonomi Ekologi Lahan Rawa: Studi Kasus Kabupaten Tapin,


Kalimantan Selatan

Besarnya peran penting lahan basah berarti memiliki nilai tinggi dalam hal
ekonomi, lingkungan, dan budaya sehingga harus dilindungi. Hal ini sesuai dengan
peraturan pemerintah Indonesia tentang pentingnya lahan basah yang menyebutkan
bahwa sumber daya alam dan lingkungan harus dikelola dengan bijaksana, terpadu,
dan pengembangan menyeluruh serta keberlanjutan hidup manusia dapat
dipertahankan, baik sekarang maupun masa depan. Pengelolaan suatu ekosistem
perlu dilakukan, terutama bila ekosistem tersebut berkaitan dengan kegiatan
ekonomi masyarakat.

Dalam upaya pengelolaan lahan basah, penting untuk menganalisis manfaat


ekosistem lahan basah yang dapat diukur dengan nilai uang sebagai dasar untuk
valuasi (perhitungan) ekonomi. Valuasi ekonomi lahan basah merupakan instrumen
ekonomi untukmengestimasi nilai uang barang dan jasa yang dihasilkan ekosistem
lahan basah. Melalui valuasi ekonomi, niliai ekologis dari ekosistem dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai uang, barang dan
jasa. Valuasi ekonomi dapat memberikan gambaran sejauh mana suatu ekosistem
dapat dimanfaatkan atau sebaiknya dipertahankan kondisi alaminya. Selain itu,
valuasi ekonomi dapat dijadikan acuan bagi para pengembil keputusan, khususnya
dalam hal perencanaan kegiatan pengembangan atau menfaat ekosistem.

Valuasi ekonomi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Total


Ecomomic Value (TEV) atau nilai ekonomi total. Berdasarkan tipologi Barton, TEV
terdiri dari komponen Use Value (UV) atau nilai penggunaan (langsung tidak
langsung, dan nilai pilihan) dan Non Use Value (NUV) atau nilai non penggunaan
(nilai keberadaan warisan).

Tabel nilai ekonomi total ekosistem rawa pedalaman Kecamatan Tapin Tengah dan
Candi Laras Selatan, Kalimantan Selatan

Nilai (Rp)
Jenis Penggunaan Dasar Perhitungan
/10.000ha/tahun
Nilai Langsung
Sawah (Nilai rata-rata produksi – biaya 8.453.110.105
Kayu Galam produksi) x Jumlah petani 842.959.836
Perikanan Beje 1.495.320.604
Perikanan Umum 3.984.048.000
Tumbuhan Purun 405.782.576
Air Rumah Tangga 1.023.980.756
Nilai Tak Langsung
Nilai Biologi Nilai daya dukung biota setara 8.119.129.114
produksi ikan per tahun, hasil kayu
galam, dan tumbuhan purun
Nilai Penyimpanan Nilai pengganti atas aset produktif 104.125.000.000
dan Daur Ulang Air yang rusak
Nilai Karbon Nilai jual ke pasar internasional 95.000.000.000
Tersimpan melalui clean development
mechanism (CDM) dari taksiran
karbon 200 ton/ha
Nilai Pilihan Nilai kesediaan individu atau 1.778.640.000
Nilai Warisan masyarakat untuk membayar atau
dibayar dalam melindungi nilai
keuntungan potensial hasil 1.778.862.000
pemanfaatan sumber daya alam
untuk kepentingan masa depan
Nilai Ekonomi Total 227.016.833.000
sumber: Hamdani, dkk. 2014

Penelitian terkait valuasi ekonomi ekosistem lahan basah dilakukan Hamdani,


dkk. (2014) berdasarkan studi kasus di rawa pedalaman Kecamatan Tapin. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai ekonomi total ekosistem
rawa pedalaman Kecamatan Tapin Tengah dan Candi Laras Selatan seluas 10.000
ha sebesar Rp 227.016.833.000 per tahun. Berdasarkan nilai ekonomi total tersebut,
7,14% adalah nilai – nilai ekonomi, dan 92,86% adalah nilai – nilai ekologi. Hal
tersebut menunjukkan bila terjadi alih fungsi rawa, tidak hanya mengakibatkan
hilangnya nilai ekonomi (manfaat langsung) yang telah diperoleh masyarakat sekitar,
tetapi juga kerugian yang lebih besar dalam bentuk hilangnya nilai ekologi (manfaat
tidak langsung). Valuasi ekonomi merupakan instrumen penting dalam perumusan
kebijakan terkait pemanfaatan suatu ekosistem tanpa merusak fungsi ekologisnya
sehingga dapat menyediakan jasa atau layanan ekosistem secara berkelanjutan.
DAFTAR RUJUKAN

Hamdani, I. Hanafi, A. Fitrianto, L.F. Arsyad, & B.Setiawan. Economic- Ecological


Value of Non-Tidal Swamp Ecosystem: Case Study in Tapin District,
Kalimantan, Indonesia. 2014. Modern Applied Science Vol. 8 No.1.
Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah. 2004. Strategi Nasional dan
Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia. Jakarta: Kementrian
Lingkungan Hidup.
Mawardi. 2011. Laaporan Studi Pengembangan Rawa Non Pasang Surut di
Kalimantan Selatan. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2013. Rawa. Jakarta: Pemerintah
Republik Indonesia.
Poniman A., Nurwadjedi, Suwahyuono. 2006. Penyediaan Informasi Spasial Lahan
Basah untuk Mendukung Pembangunan Nasional. Forum Geografi. 20(2):
120-134.
Sapuroh, S & Agung R. 2015. Metode Mekanik dalam Konservasi di Lahan Rawa
Kampus II UIN SGD Cimencrang Mechanical Methode in Land and Water
Conservation of II Campus of UIN SGD of Cimencrang. UIN Sunan Gunung
Jati. Bandung.
Suriadikarta, Didi A. 2012. Teknologi Pengelolaan Lahan Rawa Berkelanjutan: Studi
Kasus Kawasan Ex Plg Kalimantan Tengah. Jurnal Sumberdaya Lahan.
6(1): 45-54.
Widjaja-Adhi,I P.G. 1995a. Pengelolaan Tanah dan Airdalam pengembangan
sumber daya lahan rawa untuk usaha tani berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan. Makalah disampaikan pada pelatihan calon pelatih untuk
pengembangan pertanian di daerah pasang surut. 26-30 Juni 1995. Karang
Agung Ulu Sumatera Selatan.
Wijaja-Adhi,. I P.G. 1995b. Potensi, Peluang dan kendala perluasan areal pertanian
lahan rawa di Kalimantan Tengah dan Irian Jaya. Sopeng, 7-8 Nopember
1995.

Anda mungkin juga menyukai