Anda di halaman 1dari 2

CEREBRAL BLOOD FLOW

Orang normal mempunyai suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila tekanan darah
sistemik meningkat, pembuluh serebral menjadi vasospasme (voasokonstriksi).
Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, pembuluh serebral akan menjadi
vasodilatasi. Dengan demikian, aliran darah ke otak tetap konstan. Walaupun terjadi
penurunan tekanan darah sistemik sampai 50 mmHg, autoregulasi arteri serebral masih
mampu memelihara aliran darah ke otak tetap normal. Batas atas tekanan darah
sistemik yang masih dapat ditanggulangi oleh autoregulasi ialah 200 mmHg untuk
tekanan sistolik dan 110-120 mmHg untuk tekanan diastolik.

Ketika tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral akan berkonstriksi.


Derajat konstriksi tergantung pada peningkatan tekanan darah. Bila tekanan darah
meningkat cukup tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akan
menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral. Akibatnya, diameter
lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya karena
pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa untuk
mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi penurunan tekanan darah
sistemik maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak adekuat. Hal ini akan
mengakibatkan iskemik serebral. Sebaliknya, bila terjadi kenaikan tekanan darah
sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler menjadi tinggi. Akibatnya, terjadi
hiperemia, edema, dan kemungkinan perdarahan pada otak13.

Pada hipertensi kronis dapat terjadi mikroaneurisma dengan diameter 1 mm.


Mikroaneurisma ini dikenal dengan aneurisma dari Charcot-Bouchard dan terutama
terjadi pada arteria lentikulostriata. Pada lonjakan tekanan darah sistemik, sewaktu
orang marah atau mengejan, aneurisma bisa pecah. Hipertensi yang kronis merupakan
salah satu penyebab terjadinya disfungsi endotelial dari pembuluh darah.

Pada keadaan normal, endotelial menunjukkan fungsi dualistik. Sifat ini secara
simultan mengekspresikan dan melepaskan zat-zat vasokonstriktor (angiotensin II,
endotelin-I, tromboksan A-2, dan radikal superoksida) serta vasodilator (prostaglandin
dan nitrit oksida). Faktor-faktor ini menyebabkan dan mencegah proliferasi sel-sel otot
polos pembuluh darah secara seimbang. Keseimbangan antara sistem antagonis ini
dapat mengontrol secara optimal fungsi dinding pembuluh darah. Akibat disfungsi
endotel, terjadi vasokonstriksi, proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah, agregasi
trombosit, adhesi lekosit, dan peningkatan permeabilitas untuk makromolekul, seperti
lipoprotein, fibrinogen, dan imunoglobulin14. Kondisi ini akan mempercepat terjadinya
aterosklerosis. Aterosklerosis memegang peranan yang penting untuk terjadinya stroke
infark.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6.
Jakarta: EGC.

Mardjono dan Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-12. Jakarta:
Dian Rakyat

Anda mungkin juga menyukai