Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikterus mengacu pada perubahan warna kuning pada kulit, sklera dan selaput
lendir yang dihasilkan dari peningkatan tingkat konsentrasi bilirubin dalam cairan
tubuh. Hal ini dapat dideteksi ketika bilirubin plasma melebihi 50 µmol/L atau
2-3mg/dl (kadar normal bilirubin serum adalah 17 µmol/L atau 0,2-0,8 mg/100
mls) (Assi, 2013). Ketika kadar bilirubin serum meningkat, kulit pada akhirnya
akan menjadi kuning atau bahkan hijau jika prosesnya berlangsung lama, warna
hijau dihasilkan oleh oksidasi bilirubin. Diagnosis banding untuk perubahan
warna kulit kekuningan meliputi penggunaan obat karotenoderma seperti
quinacrine, dan paparan fenol yang berlebihan. Indikator sensitif lain untuk
peningkatan bilirubin serum adalah warna urin yang menggelap dimana hal ini
disebabkan oleh ekskresi bilirubin terkonjugasi ginjal. Selain itu, bilirubinuria
menunjukkan peningkatan bilirubin serum langsung (Shukla, Kharat dan Kumar,
2019).

Ikterus obstruktif menurut definisi adalah suatu patologi yang menyebabkan


obstruksi pada jalannya bilirubin yang terkonjugasi dari hepatosit ke usus.
Obtruksi yang terjadi mungkin dari jalur intrahepatik seperti virus hepatitis,
hepatitis alkoholik, sirosis dan lain-lain. Selain itu, dari jalur ekstrahepatik,
misalnya adalah koledokolitiasis, striktur bilier jinak, cedera atau ligasi saluran
empedu intraoperatif, karsinoma-karsinoma, karsinoma di kepala atau leher
pankreas, kolangitis seklarosa primer, kompresi kista hidatidosa atau ruptur
intrabiliar (Assi, 2013). Ikterus obtruktif ini adalah salah satu penyebab umum
untuk ikterus yang memerlukan konsultasi bedah. Jika tidak didiagnosis dalam
waktu yang dini dan sekiranya perawatan tertunda, maka morbiditas dan
mortalitas untuk penyakit ini adalah tinggi pada pasien dengan ikterus obstruktif
(Dakhore,2018).
Untuk mendiagnosis etiologi, tempat obstruksi dan penatalaksanaan presentasi
klinis dan penatalaksanaan kasus ikterus obstruktif dari ikterus bedah memang
merupakan tugas yang menantang bagi ahli bedah. Oleh karena itu, studi
komprehensif tentang etiologi adalah sangat penting dalam manajemen yang tepat
bagi pasien-pasien dengan diagnosis ikterus obstruksi ini (Prabakar dan Syed Raj,
2016).

1.2 TUJUAN PENULISAN


1. Penulis dan pembaca diharapkan dapat mengerti dan memahami tentang
obstructive jaundice.
2. Penulis dan pembaca diharapkan dapat menerapkan teori-teori terhadap
pasien dengan obstructive jaundice.
3. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3 MANFAAT PENULISAN


Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan
pembaca terutama yang terlibat dibidang medis dan memberikan wawasan kepada
masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang obstructive
jaundice.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi hepar dan traktus bilier


2.1.1 Hepar

Gambar 2.1 Anatomi hepar.

Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak dibagian atas cavitas


abdominalis tepat dibawah diafragma. Hepar terbagi menjadi lobus hepatis
dekstra dan lobus hepatis sinistra. Lobus hepatis dekstra terbagi lagi menjadi
lobus caudatus dan lobus quadratus (Snell, 2006).
Porta hepatis, atau hilus hepatis, terdapat pada fasies visceralis dan terletak
diantara lobus caudatus dan quadratus, bagian atas ujung bebas omentum minus
melekat pada pinggir-pinggir porta hepatis. Pada tempat ini terdapat duktus
hepatikus dekstra dan sinistra, ramus dekstra dan sinistra arteri hepatica, vena
porta hepatica, serta serabut-serabut saraf simpatis dan parasimpatis. Hepar
tersusun atas lobuli hepatis. Vena sentralis dari masing-masing lobulus bermuara
ke vena hepatica. Di dalam ruangan diantara lobulus-lobulus terdapat kanalis
hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena porta hepatis, dan sebuah
cabang duktus koledokus (trias hepatis). Darah arteri dan vena berjalan diantara
sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena sentralis (Snell. 2006).
2.1.2 Vesika biliaris
Vesika biliaris merupakan sebuah kantong berbentuk buah pir yang
terletak pada permukaan bawah (fasies visceralis) hepar. Vesika biliaris
mempunyai kemampuan menampung empedu sebanyak 30-50 ml dan
menyimpannya serta memekatkan empedu dengan cara mengabsorbsi air. Vesika
biliaris dibagi menjadi fundus, corpus, dan collum. Fundus vesika biliaris
berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah inferior hepar, penonjolan ini
merupakan tempat fundus bersentuhan dengan dinding anterior abdomen setinggi
ujung cartilage costalis IX dekstra. Corpus vesika biliaris terletak dan
berhubungan dengan fasies visceralis hepar dan arahnya keatas, belakang, dan
kiri. Collum vesika biliaris melanjutkan diri sebagai duktus cystikus yang
berbelok kearah dalam omentum minus dan bergabung dengan sisi kanan duktus
hepatikus komunis untuk membentuk duktus koledokus (Snell, 2006).

2.1.3 Saluran Empedu Ekstrahepatik

Gambar 2.2 Anatomi saluran empedu ekstrahepatik


Duktus hepatikus dekstra dan duktus hepatikus sinistra menyatu menjadi
duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus sinistra menerima empedu dari pars
hepatis sinistra, lobus quadratus dan setengah sisi kiri dari lobus caudatus. Duktus
hepatikus dekstra menerima empedu dari pars hepatis dekstra dan setengah bagian
kanan lobus caudatus. Duktus hepatikus komunis berjalan ke bawah di dalam
omentum minus. Duktus hepatikus memiliki panjang sekitar 4 cm dan diameter 2
– 3 mm. Duktus hepatikus komunis dan duktus cysticus bersatu menjadi duktus
choledocus yang letaknya dapat bervariasi. Duktus hepatikus komunis memiliki
panjang 2,5 – 3 cm dan diameter 6 mm (Snell, 2006).
Duktus cysticus mempunyai panjang bervariasi di mana saluran ini
mempunyai plica spiralis untuk mempertahankan lumen agar tetap terbuka.
Duktus cysticus memiliki panjang 3 – 4 cm dan diameter 1,8 mm (Snell, 2006).
Duktus choledochus terletak pada sisi kanan pinggir bebas dari omentum
minus (bagian pertama), lalu berjalan di sebelah belakang pars superior duodeni
(bagian kedua) dan kemudian di sebelah belakang atau di dalam lekukan
dibelakan caput pankreas (bagian ketiga). Perjalanan di saluran ini sedikit
melengkung ke kanan dan berakhir dengan menembus dinding medial
pertengahan pars desendens duodeni. Muaranya akan menyatu dengan duktus
pancreatic major sehingga membentuk ampula hepatopancreatica. Ampula ini
bermuara ke dalam lumen duodenum dengan menimbulkan tonjolan yang disebut
papilla duodeni mayor (Vater). Ampula hepatopancreatica memiliki m. sphinchter
ampullae (Oddie) yang dapat mengatur aliran cairan empedu ke dalam duodenum.
Duktus sistikus memiliki panjang 3 – 4 cm dan diameter 1,8 mm. Duktus
choledocus memiliki panjang 7,5 cm dan diameter 6 mm (Snell, 2006).
2.2 Metabolisme Bilirubin

Gambar 2.3 Metabolisme bilirubin

Substrat untuk produksi bilirubin adalah kelompok heme.


Heme dikatabolisme di jembatan alfa karbon oleh enzim heme oxygenase dan
menghasilkan pembebasan besi, karbon monoksida dan biliverdin. Biliverdin
selanjutnya ditindaklanjuti oleh biliverdin reductase untuk membentuk bilirubin.
80% bilirubin berasal dari kelompok heme hemoglobin. Hemoglobin ini berasal
dari penghancuran sel darah merah di reticuloendothelium hati, limpa dan
sumsum tulang. Sisa 20% bilirubin berasal dari berbagai sumber seperti
mioglobin, sitokrom, dll. 3,8 mg / kg atau sekitar 250-300 mg bilirubin diproduksi
setiap hari pada orang dewasa normal. Jumlah produksi bilirubin pada neonatus
jauh lebih tinggi daripada orang dewasa. Bilirubin yang diproduksi kemudian
diangkut ke hati dalam bentuk terikat dengan albumin plasma. Konjugasi bilirubin
terjadi di hati oleh UDP-glucronyltransferase dan konjugasi ini sangat penting
untuk kelarutan dan eliminasi air. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke dalam
empedu. Empedu kemudian diteruskan ke duodenum melalui sistem empedu. Di
dalam usus, beberapa bilirubin dimetabolisme oleh flora usus menjadi
urobilinogen dan kemudian diserap kembali. Urinobilinogen ini kemudian
diangkat oleh ginjal dan diekskresikan melalui sistem kemih (Abbas et. al., 2016).

2.3 Definisi ikterus


Ikterus mengacu pada perubahan warna kuning pada kulit, sklera dan
selaput lendir yang dihasilkan dari peningkatan tingkat konsentrasi bilirubin
dalam cairan tubuh. Hal ini dapat dideteksi ketika bilirubin plasma melebihi 50
µmol/L atau 2-3mg/dl (kadar normal bilirubin serum adalah 17 µmol/L atau 0,2-
0,8 mg/100 mls) (Assi, 2013).
Secara dasarnya, ikterus dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
yaitu, ikterus prehepatik, ikterus hepatic dan ikterus post hepatik.
Ikterus prehepatik adalah sejenis ikterus yang disebabkan oleh proses
hemolisis, dengan itu dikenali sebagai iketrus hemolitik. Penyebab mayor untuk
hemolisis yang berlebihan ini adalah adanya kerusakan pada membrane plasma
sel darah merah (Abbas, 2016). Selain itu, produksi bilirubin yang berlebihan juga
merupakan salah satu penyebab untuk kondisi ini. Produksi bilirubin yang lebih
cepat dari ekskresinya akan meyumbang ke peningkatan bilirubin serum dan
akhirnya akan menampilkan manifestasi klinis untuk ikterus. Dalam jenis ikterus
ini, bilirubin indirek secara khasnya akan meninggi (Tahir, 2013).Secara klinis,
pasien dengan ikterus hemolisis akan menampilkan anemia, sclera yang kuning,
urin yang berwarna kuning kecoklatan, kulit kekuningan dan peningkatan
bilirubin (Abbas, 2016).
Ikterus hepatik adalah ikterus yang terjadi akibat defek pada hati khususnya di
hepatosit. Hati akan menangkap bilirubin dari protein plasma yaitu terutama dari
albumin, kemudian setelah dikonjugasi akan diekskresikan ke dalam empedu
melewati sistem biliar. Segala patologi yang menyangkut pada proses tersebut
akan menyebabkan ikterus hepatik. Manifestasi klinis untuk ikterus hepatik ini
berupa nyeri abdomen, demam, mual dan muntah, perdarahan saluran digestif,
diare, anemia, edema, penurunan berat badan dan lemas (Abbas, 2016).
Ikterus obstruktif merupakan ikterus yang disebabkan oleh adanya
obstruksi pada sekresi bilirubin pada jalur post hepatik, yang dalam keadaan
normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal (Snell, 2006). Obstruksi ini
bisa terjadi pada lumen duktus biliary atau dinding duktus atau tekanan di luar
duktus (Tahir, 2013).

2.4 Etiologi ikterus obstruktif


Obstruksi aliran empedu yang lengkap atau parsial dapat menyebabkan ikterus
dan ini bisa berupa hepatik intra atau ekstra.
Etiologi untuk ikterus obstruktif terdapat pada gambar di bawah:
Gambar 2.4 Etiologi ikterus obstruktif
(Prabakar dan Syed Raj, 2016).
2.5 Patofisiologi
Kolestasis didefinisikan sebagai kegagalan empedu normaluntuk sampai ke
duodenum. Hal ini diklasifikasikan sebagai:
 Kolestasis ekstrahepatik.
 Kolestasis intahepatik
Kolestasis intahepatik umumnya terjadi pada tingkat hepatosit atau membran
kanalikuli bilier. Penyebabnya meliputi penyakit hepatoselular (misalnya, virus
hepatitis, hepatitis yang diinduksi obat), kolestasis yang diinduksi obat, sirosis
bilier, dan penyakit hati alkoholik. Pada penyakit hepatoseluler, gangguan pada
tiga langkah utama metabolisme bilirubin, yaitu serapan, konjugasi, dan ekskresi,
biasanya terjadi. Ekskresi adalah langkah yang membatasi tingkat dan biasanya
mengalami penurunan terbesar. Akibatnya, bilirubin terkonjugasi mendominasi
dalam serum.
Obstruksi ekstrahepatik terhadap aliran empedu dapat terjadi di dalam duktus
atau sekunder akibat kompresi eksternal. Secara keseluruhan, batu empedu adalah
penyebab paling umum dari obstruksi bilier. Penyebab lain untuk penyumbatan di
dalam saluran adalah keganasan, infeksi, dan sirosis bilier. Kompresi eksternal
saluran dapat terjadi sekunder akibat peradangan (misalnya, pankreatitis) dan
keganasan. Walau apa pun penyebabnya, obstruksi fisik akan menyebabkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Akumulasi bilirubin dalam aliran darah dan deposisi berikutnya pada kulit
menyebabkan ikterus. Ikterus pada konjungtiva umumnya merupakan tanda
hiperbilirubinemia yang lebih sensitif daripada ikterus umum. Nilai total serum
bilirubin normal 0,2-1,2 mg/dL. Ikterus mungkin tidak dapat dikenali secara klinis
sampai kadar setidaknya 3 mg / dL. Bilirubin pada urin biasanya tidak ada. Ketika
ada, hanya bilirubin terkonjugasi yang dilewatkan ke dalam urin karena larut
dalam air. Ini dapat dibuktikan dengan urin berwarna gelap yang terlihat pada
pasien dengan ikterus obstruktif atau ikterus hepatic. Namun, strip reagen sangat
sensitif terhadap bilirubin, mendeteksi sesedikit 0,05 mg/dL. Dengan demikian,
bilirubin pada urin dapat ditemukan sebelum bilirubin serum mencapai kadar
yang cukup tinggi untuk menyebabkan ikterus secara klinis.
Kurangnya bilirubin dalam saluran usus bertanggung jawab atas tinja pucat yang
biasanya terkait dengan obstruksi bilier. Penyebab gatal (pruritus) yang terkait
dengan obstruksi bilier tidak jelas. Beberapa percaya itu mungkin terkait dengan
akumulasi asam empedu/garam empedu di kulit. Lainnya menyarankan itu
mungkin terkait dengan pelepasan opioid endogen (Lynn Bonheur, 2019).

Gambar 2.5 Perbedaan Pre-, Intra-, Post- hepatik


BAB IV

FOLLOW UP

S O A P
Tanggal

13/11/2019
Pasien dirawat di IGD

14/11/2019 Kuning Sens: Compos Obs.  Tirah baring


mentis
seluruh
TD:110/90 mmHg
Jaundice ec  O2 2 Lpm
tubuh, HR: 80 x/i susp ca caput  IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
RR: 20 x/i
lemas pancreas dd makro
T: 36,8C
ca ampulla  Inj. Ceftriaxone 2 gr/24 jam
Kepala
Anemis (-/-), vater,
ikterik (+/+) hiponatremi R/
Leher (128),  SGOT
TVJ R-2 H2O hiperglikemi  SGPT
Thorax
dd DM tipe 2
Suara pernapasan  Bilirubin total/direk
vesikuler, suara
tambahan (-)  Cek Gamma Gt
Abdomen  AFP
Soepel, timpani,
peristaltik (+)  Cek CA 19-9
normal,
hepar/lien/renal
tidakk teraba
Ekstremitas
Oedem (-/-)
Hasil Lab
(13/11/19)
Hb: 13,2 g/dL
Eritrosit:4.56
juta/µL
Leu: 23440/µL
Plt: 297.000/µL
MCV: 79 fL
MCH: 28,9 pg
GDS 229 mg/dL
Ureum: 51 mg/dL
Kreatinin: 1,27
mg/dL
Na: 128 mEq/L
K: 3,5 mEq/L
Cl: 95 mEq/L
HbSAg: non reaktif
Anti HCV : non
reaktif

Urinalisis:
Warna: Teh pekat
Glukosa: -
Bilirubin: ++
Keton: -
pH: 7.0
Protein: -
Nitrit: -
Leukosit: -
Darah: -

Feses rutin
Warna: coklat
Konsistensi: lunak
Eritrosit : 1-2
Leukosit : -
Amoeba/Kista:- /-
15/11/2019 Cegukan- Sens:Compos Obs.  Tirah baring
Mentis
cegukan
TD:120/80 mmHg
Jaundice ec  IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
HR:82 x/i susp ca caput makro
RR:20 x/i
T:37 ºC
pancreas dd  Inj Novorapid 10-10-10
ca ampulla  Inj Lantus 0-0-8
Kepala
vater,  Clorpromazin 100 mg 1x1/4
Anemis (-/-),
hiponatremi (why?)
ikterik (+/+)
Leher (128),  Simvastatin 20 mg 1x1
TVJ R-2 H2O
hiperglikemi
Thorax
dd DM tipe 2 R/
Suara pernapasan
vesikuler, suara Susul hasil  Gastrokopi – pasien
tambahan (-)
SGOT,
menolak
Abdomen SGPT,
Soepel, timpani, Bilirubin
peristaltik (+)
normal, total, Gamma
hepar/lien/renal
GT, AFP, CA
tidak teraba
19-9
Ekstremitas
Oedem (-/-)
Hasil lab:
Kimia Klinik
(15/11/19) :
GDS: 140 mg/dL
Hb-A1c: 8%
Kolestrol total: 145
mg/dL
Trigliserida: 275
mg/dL
HDL: 25 mg/dL
LDL: 116 mg/dL

18/11/2019 Lemah Sens:Compos Obs.  Tirah baring


Mentis
TD:100/60 mmHg
Jaundice ec  IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
HR:94 x/i susp ca caput makro
RR:20 x/i
T:36,6 ºC
pancreas dd  Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
ca ampulla  Omeprazole 40 mg/12 jam
Kepala
vater,  Inj Novorapid 10-10-10
Anemis (-/-),
ikterik (+/+) hiponatremi  Chlorpromazine 100 g 1x1/4
(128),
Leher
TVJ R-2 H2O hiperglikemi R/
dd DM tipe 2  Susul hasil KGDn & KGD 2
Thorax
PP & Liver function test
Suara pernapasan
vesikuler, suara  USG abdomen hari ini
tambahan (-)
Abdomen
Soepel, timpani,
peristaltik (+)
normal
Ekstremitas
Oedem (-/-)

Kimia klinik:
AGDA:
pH: 7,39
pCO2: 25 mmHg
pO2: 175 mmHg
HCO3: 15,1 U/L
TCO2: 15,9 U/L
BE: -8,9 U/L
S.O2: 100%

Albumin: 2.8 g/dL


GDS: 220 mg/dL
GD2PP: 398
mg/dL
Na: 130 mEq/L
K: 3,4 mEq/L
Cl: 101 mEq/L

19/11/2019 Kuning Sens:Compos Obs.  Tirah baring


Mentis
seluruh
TD:100/60 mmHg
Jaundice ec  IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
tubuh HR:100 x/i susp ca caput makro
RR:20 x/i
T:36,8 ºC
pancreas dd  Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
ca ampulla  Omeprazole 40 mg/12 jam
Kepala
vater, DM  Inj Novorapid 10-10-10
Anemis (-/-),
ikterik (+/+) tipe 2  Inj Lantus 0-0-8
Leher  Chlorpromazine 100 g 1x1/4
TVJ R-2 H2O
 Simvastatin 20 mg 1x1
Thorax
Suara pernapasan
R/
vesikuler, suara
tambahan (-) Cek KGDn & KGD 2 PP

Abdomen
Soepel, timpani,
peristaltik (+)
normal,
hepar/lien/renal
tidak teraba

Ekstremitas
Oedem (-/-)
Kimia klinik:
GDP: 168 mg/dL
GD2PP: 281
mg/dL
Hb-A1c: 8,3 mg/dL
Bilirubin total: 4,90
mg/dL
Bilirubin direk:
3,50 mg/dL
SGOT: 31 U/L
SGPT: 28 U/L
GGT: 109 U/L
Amilase: 261 U/L
Lipase: 228 U/L

Imunoserologi:
CEA: 2,03 ng/mL
CA 19-9: 228
U/mL

USG :
Kesimpulan : Ca
Caput Pankreas +
CBD Stone
Saran : CT scan
abdomen
20/11/2019 Tampak Sens:Compos Obs.  Tirah baring
Mentis
kuning
TD:110/70 mmHg
Jaundice ec  IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
HR:80 x/i susp ca caput makro
RR:20 x/i
T:36,8 ºC
pancreas dd  Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
ca ampulla  Omeprazole 40 mg/12 jam
Kepala
vater, DM  Inj Novorapid 10-10-10
Anemis (-/-),
ikterik (+/+) tipe 2  Inj Lantus 0-0-8
Leher  Simvastatin 20 mg 1x1
TVJ R-2 H2O
R/
Thorax CT scan abdomen
Suara pernapasan
vesikuler, suara
tambahan (-)

Abdomen
Soepel, timpani,
peristaltik (+)
normal,
hepar/lien/renal
tidak teraba

Ekstremitas
Oedem (-/-)
BAB V

DISKUSI KASUS

Teori Kasus

Ikterus mengacu pada Pasien datang dengan keluhan kuning


perubahan warna kuning pada kulit, yang dialami pasien sejak 2 minggu
sklera dan selaput lendir yang sebelum masuk rumah sakit. Kuning
dihasilkan dari peningkatan tingkat awalnya muncul pada mata, selanjutnya
konsentrasi bilirubin dalam cairan diikuti kuning pada seluruh tubuh.
tubuh. Hal ini dapat dideteksi ketika
Hasil lab (19/11/2019)
bilirubin plasma melebihi 50 µmol/L Bilirubin total: 4,90 mg/dL
atau 2-3mg/dl (kadar normal bilirubin
serum adalah 17 µmol/L atau 0,2-0,8
mg/100 mls) (Assi, 2013).

Manifestasi Klinis: Pada pasien ditemukan adanya:


1) Warna kuning pada sklera mata, 1. Kuning seluruh tubuh
sublingual, dan jaringan lainnya 2. Urin berwarna teh pekat
2) Warna urin gelap seperti teh 3. Riwayat buang air besar berwarna
3) Warna feses seperti dempul dempul
4) Adanya nyeri, terutama di 4. Nyeri kuadran kanan atas
epigastrik atau hipokondria 5. Demam
kanan sebelum onset jaundice
mungkin disebabkan oleh
koledokolitiasis atau kolesistitis
yang menyebabkan sindroma
mirrizi.
5) Demam dapat memperkirakan
adanya penyebab kolangitis.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Anamnesis pada pasien ditemukan
Tanda tanda pada pemeriksaan fisik adanya kuning seluruh tubuh, demam,
juga penting diperhatikan pada pasien dan nyeri tekan kuadran kanan atas,
dengan jaundice. Demam atau nyeri murphy sign (+)
tekan abdomen (biasanya pada kuadran
kanan atas) sugestif terhadap kolangitis,
dan massa yang teraba pada abdomen
sugestif terhadap penyebab neoplastic
ikterus obstruktif. Tanda tanda sirosis
hati dapat ditandai dengan adanya tanda
tanda hipertensi portal seperti asites,
splenomegaly, vena kolateral, spider
nevi, ginekomasti, dan asteriksis perlu
diperhatikan. Tanda patognomonik
seperti kayser Fleischer ring pada
penyakit Wilson.

Pemeriksaan laboratorium Pada pasien tidak ditemukan adanya


Dalam krtieria EULAR/ACR tedapat kelainan laboratorium yaitu C3, C4,
pemeriksaaan laboratorium yaitu: ANA, dan anti-dsDNA
1. B
Tatalaksana SLE: Pada pasien didapati skor SLEDAI
Tatalaksana SLE meliputi talakasana dalam 10 hari terakhir sebanyak 4 yaitu
non medikamentosa yaitu edukasi dan pasien hanya mengeluhkan adanya
tatalaksana medikamentosa. arthritis sehingga pasien
Tatalaksana SLE berdasarkan beratnya diklasifikasikan dalam aktivitas
aktifitas penyakit. Menggunakan skor penyakit ringan.
SLEDAI atau MEX-SLEDAI yang Aktivitas : Aktivitas biasa dan olahraga
terbagi menjadi ringan,sedang, dan 3-5x/minggu selama 30-60
berat menit/olahraga
Diet : Diet restriksi kalori
Tindakan suportif : kompres(k/p) dan
IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/i
Methotrexate 10 mg/minggu
Methylprednisolon 16mg 3x1
Hidroklorokuin 200 mg 2x1
Inj. Ketorolac 30 mg (k/p)
Paracetamol 500 mg 3x1
BAB VI

KESIMPULAN

Pasien laki-laki berusia 61 tahun bernama tuan S di diagnosis sementara


dengan Obstructive jaundice ec susp ca caput pancreas dd ca ampulla vater + DM
tipe 2. Pasien dirawat di RSUP H. Adam Malik, Medan dan ditatalaksana dengan:
• Tirah baring

• IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i makro

• Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam

• Omeprazole 40 mg/12 jam

• Inj Novorapid 10-10-10

• Inj Lantus 0-0-8

•Simvastatin 20 mg 1x1
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M., Shamshad, T., Ashraf, M. and Javaid, R. (2016). Jaundice: a basic review.
Int J Res Med Sci. 4(5):1313-1319.
Assi, D. (2013). The Etiological Spectrum of Obstructive Jaundice & Role of Ercp In
Thi-Qar Governorate. IOSR Journal of Pharmacy (IOSRPHR), 3(3), pp.26-30.
Dakhore, D. (2018). Presentation, Etiology and Management of Obstructive Jaundice: A
Prospective Study. Journal of Medical Science And clinical Research, 6(7).
Lynn Bonheur,, J. (2019). Biliary Obstruction: Background, Pathophysiology, Etiology.
[online] Emedicine.medscape.com. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/187001-overview#a5 [Accessed 23 Nov.
2019].
Prabakar, A. and Syed Raj, R. (2016). OBSTRUCTIVE JAUNDICE: A CLINICAL
STUDY. Journal of Evolution of Medical and Dental Sciences, 5(28), pp.1423-1429
Shukla, S., Kharat, P. and Kumar, K. (2019). Clinicopathological study on patients
presenting with obstructive jaundice.
Snell, R. (2006). Anatomi klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tahir, S.M. (2013). Obstructive Jaundice. Indep Rev Oct-Dec, 15(10-12): 435-445

Anda mungkin juga menyukai