( Hadis )
Pembahasan :
DISUSUN OLEH:
Indah Kurnianingsih ( 0305192060)
Dosen Pengampu:
Segala puji syukur saya ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, dan tak lupa shalawat berangkaikan salam saya
hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah pada mata kuliah hadis, adapun makalah ini saya buat yang membahas tentang :
pengertian ilmu Musthalah hadis dan sejarah ilmu hadis, Ilmu Riwayah dan kaidah
periwayatan , Ilmu Dirrayah dan Kaidah penerapannya. Makalah ini saya susun untuk
memenuhi yang diberikan oleh Bapak suwandy.
Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya baik dalam ketikan,
penyusunan maupun hal-hal lainnya untuk itu saya mengharapkan kritikan dan saran demi
membuat makalah ini dapat lebih baik.
Akhirnya saya berharap dan berdo’a semoga hasil dari makalah saya ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Aamiin ya robbal Aalamin.
Penyusun
Indah Kurnianingsih
i
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Ilmu musthalah hadis adalah ilmu yang menjadi alat untuk mengetahui kondisi
seorang periwayat dan hadits yang diriwayatkan dari sisi diterima atau di tolak dari seorang
periwayat dan hadits yang diriwayatkan.
Sebelum kita mempelajari ilmu musthalah hadis kita harus mengetahui asyarah atau
sepuluh istilah dasar dari ilmu musthalah. Tujuannya adalah supaya kita mengerti dengan
objek yang dipelajari, apa tujuan, manfaat, materi, serta siapa pencetusnya. Demikian juga ia
dapat mengetahui arah pembelajaran sehingga dapat menghayati serta mengikutinya dengan
sepenuh hati.
غشرة فن كل مبادئ إن: الثمرة ثم والموضوع الحد، والواضع وفضله ونسبة: الشارع حكم واالستمداد واالسم،
اكتفى بالبعض والبعض مسائل: الشرفا حاز الجميع درى ومن.
Artinya, “Sungguh istilah dasar setiap cabang keilmuan itu ada 10, yaitu pengertian,
objek bahasan, manfaat, posisi, keutamaan, pencetus, nama, tempat pengambilan, hukum
mempelajari, dan permasalahan-permasalahannya. Masing-masingnya saling melengkapi.
Barangsiapa yang menguasai semuanya, niscaya dia akan memperoleh kemulian.”
Pertama, ilmu ini dinamai ilmu Musthalahul hadis. Selain itu sebagian ahli ada juga
yang menamainya dengan ilmu Riwayah wa Akhbar atau Ushul hadits.
Kedua pengertian Mahmud thahhan dalam karyanya Taisir Musthalahul Hadits “ yaitu
ilmu yang mengkaji tentang kaidah-kaidah terkait sanad (silsilah) dan matan (redaksi)
sebuah hadits menentukan apakah dia valid atau tidak.
Ketiga, objek kajiannya adalah sanad dan matan sebuah ungkapan yang dinisbatkan
kepada Nabi Muhammad SAW.
2
Keempat, manfaatnya adalah untuk membedakan mana hadits yang berderajat
sahih,hasan,dan dhaif.
Kelima, hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah. Namun jika tidak satupun
yang menguasainya, maka hukumnya menjadi fardhu ain.
Keenam, pencetus pertama kali adalah AL-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin
Abdurrahman bin Khallad Ar-Ramahhurmuzi (360 H) lewat karyanya Al-Muhaddits
al-Fashil baynar Rawi wal Wa’i.
Ketujuh sumber pengambilannya adalah dari Al-Qur’an dan hadits-hadits sahih nabi
yang menjelaskan pentingnya mengonfirmasi sebuah informasi yang muncul dari
siapapun.
Kedelapan, keutamaannya adalah ilmu ini mendekatkan seseorang kepada objek yang
dikaji yaitu Nabi Muhammad SAW dan membuat pengkajinya menjadi mulia serta
dekat dengan Allah SWT.
Kesembilan, ilmu ini mempunyai fungsi sebagai pembantu dalam memahami Al-
Qur’an dan ilmu-ilmu keislaman secara umum.
Kesepuluh, subkajiannya antara lain pengertian hadits, pembagiannya berdasarkan
kualitas dan kuantitas sanadnya, metode penyampaian hadits, kaidah-kaidah jarah dan
ta’dil dan lain sebagainya.
Dan pengertian umumnya kata hadits merupakan kata majemuk yang tersusun dari
dua kata, yaitu kata ilmu dan kata hadis. Kata ini berasal dari bahasa Arab yaitu ‘ilm al-
hadits. Secara etimologis ‘ilm berarti pengetahuan, jamaknya ‘ulum, yang berarti al-yaqin (
keyakinan), dan al-ma’rifah (pengetahuan). Menurut para ahli kalam ( mutakallimun), ilmu
berarti keadaan tersingkapnya sesuatu yang diketahui (objek pengetahuan). Tradisi di
kalangan sebagian ulama, ilmu diartikan sebagai sesuatu yang menancap dalam-dalam pada
diri seseorang yang dengannya ia dapat menemukan atau mengetahui sesuatu.
Adapun kata hadits, juga berasal dari bahasa Arab yaitu al-hadits yang berarti: (yang
baru) lawan dari kata: (yang lama), seperti perkataan: (sesuatu yang baru). Di samping itu
baru, al hadits juga mengandung arti dekat yaitu sesuatu yang dekat, yang belum lama terjadi.
Juga berarti berita (khabar) yaitu sesuatu yang di percayakan dan dipindahkan dari seseorang
pada orang lain. Disamping arti diatas, dalam Al-qur’an kata hadis juga berarti Alquran itu
sendiri, sebagaimana dinyatakan dalam surah al-Kahfi ayat 6:
3
سفًا ِ ار ِه ْم ِإ ْن لَ ْم يُؤْ ِمنُوا ِب ٰ َهذَا ْال َحدِي
َ َث أ ِ َ سكَ َعلَ ٰى آث ِ فَلَ َعلَّكَ َب
َ اخ ٌع نَ ْف
Artinya: Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih
hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-
qur’an)
Dalam Al-qur’an, kata hadits yang dalam bahasa Arabnya dikenal dengan sebutan al-
hadis ditemukan sebanyak 23 kali dalam bentuk mufrad atau tunggal, dan 5 kali dalam
bentuk jamak. Ayat-ayat Al-quran ini pengertiannya meliputi konteks komunikasi
religius,cerita duniawi,sejarah atau kisah masa lalu, percakapan aktual,dan lain-lain. Sebagai
contoh dapat dilihat beberapa ayat berikut :
c. Dalam konteks sejarah atau kisah masa lalu sebagaimana dijumpai dalam surat Taha
ayat 9:
ِيث أَتَاكَ َوه َْل
ُ س ٰى َحد
َ ُمو
“ Dan ingatlah ketika Nabi SAW, membicarakan suatu rahasia kepada (Hafsah) salah
seorang dari istri-istri beliau.
Adapun pengertian hadis secara etimologi adalah Segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW, baik perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifat beliau.
4
Definisi di atas mengandung empat unsur: perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat.
Semuanya disandarkan kepada beliau saja, tidak termasuk yang disandarkan kepada sahabat
maupun tabi’in.
Dikalangan ulama hadis berpendapat bahwa hadis merupakan sinonim kata sunnah,
namun hadis pada umumnya digunakan untuk istilah segala sesuatu yang diriwayatkan dari
Rasulullah setelah beliau diangkat menjadi Rasul. Sebagian ulama berpendapat bahwa hadis
hanya terbatas pada ucapan dan perbuatan Nabi saja. Sedangkan persetujuan dan sifat-
sifatnya tidak termasuk hadis, karena keduanya merupakan ucapan dan perbuatan sahabat.
Selain itu hadits juga digunakan untuk sesuatu yang disandarkan kepada Allah yang
dikenal dengan hadis qudsi karena disandarkan kepada Allah.
Dalam kaitannya dengan definisi ini, pada perkembangan selanjutnya ketika ilmu
hadis dibagi menjadi dua, yaitu ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah , ulama
mutaakkhirin menjadikan definisi ini menjadi definisi ilmu hadis dirayah
Dalam hubungannya dengan penyebutan kata “ilmu hadis’’, ada ulama yang
menyebutkan dengan ulumul hadis (bentuk jamak) sebagaimana yang dipergunakan oleh Ibn
Shalah dalam kitabnya muqqadimah ‘Ulum al- Hadis. Begitu juga Nawir Yuslem dalam
bukunya yang berjudul Ulumul Hadis. Sementara yang lain seperti Jalad ad-Din as-Sayuthi
pada mukkaddimah kitab Tadrib ar-Rawi menggunakan kata ‘Ilm al-Hadis. Begitu juga TM
hasbi asb-Siddieqy dalam bukunya yang berjudul sejarah dan pengantar Ilmu Hadis dan
lain-lain.
Penggunaan istilah ulum (jamak) disini karena pada mulanya ilmu hadits terdiri dari
berbagai macam ilmu yang masing-masing berdiri sendiri, seperti ‘ilm rijal al-hadits, ‘ilm
garib al-hadits, ‘ilm nasikh wa mansukh al-hadis, ‘ilm mukhtalif al-hadis wa musykilih, dan
lain-lain. Ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial ini disebut dengan ulumul hadis, karena
masing-masing membicarakan hadis dan para periwayatannya. Namun pada masa berikutnya,
ilmu-ilmu yang terpisah ini mulai digabungkan dan dijadikan menjadi satu, sehingga
5
dipandang sebagai satu disiplin ilmu. Terhadap ilmu yang sudah digabungkan dan menjadi
satu kesatuan tersebut tetap digunakan nama ulumul hadis sebagaimana halnya sebelum
disatukan. Jadi penggunaan lafaz jamak ulumul hadis setelah keadaannnya menjadi satu
adalah mengandung makna tunggal, yaitu ilmu hadis. Dengan demikian, terjadilah perubahan
makna lafaz tersebut dari beberapa ilmu yang terpisah, menjadi satu disiplin ilmu yang
khusus yang nama lainnya adalah Musthalah al-Hadis.
Ilmu hadis merupakan kaidah, dasar-dasar serta pedoman dalam menerima dan
menolak suatu hadis. Ilmu hadis memberikan saham bagi pemeliharaan hadis dan
penjelasannya, membedakan antara hadis yang kuat dan yang lemah, yang sahih dan yang
dha’if, yang selamat dan yang cacat serta yang nasikh dan mansukh.
Pada dasarnya ilmu hadis sudah tumbuh pada masa Rasulullah SAW. Hidup, tetapi
ilmu ini baru terasa diperlukan setelah wafatnya Rasulullah SAW., terutama ketika umat
Islam mulai mengumpulkan hadis dan mengadakan perlawatan dari satu daerah ke daerah
lainnya. Upaya pengumpulan hadis dan perlawatan yang mereka lakukan ini sudah secara
langsung atau tidak langsung memerlukan kaidah-kaidah dalam menyeleksi suatu
periwayatan hadis. Ketika itulah ilmu hadis dirayah mulai terwujud dalam bentuk kaidah-
kaidah yang sederhana. Kaidah-kaidah tersebut pada perkembangan selanjutnya
disempurnakan oleh para ulama yang muncul pada abad kedua dan ketiga hijriyah.
Dalam sejarah perkembangan hadits tercatat bahwa ulama yang pertama kali berhasil
menyusun ilmu ini dalam satu disiplin ilmu yang lengkap adalah al-Qadi Abu Muhammad ar-
Ramahurmurmudzi (w. 360 H ) dengan kitabnya al- Muhadis al-fasil baina ar-Rawi wa al-
Wa’i. selanjutnya muncul al-Hakim abu ‘Abdillah an-Naisaburi (321-405 H) dengan kitabnya
Ma’rifah ‘Ulum al-Hadis. Berikutnya muncul al-Khatib al-Baghdadi (w. 463 H ) dengan
kitabnya al-kiffayah fi Qawanin ar-Riwayah, dan al-jami’ li Adab asy-Syekh wa as-Sami.al-
Qadhi ‘iyad Ibn Musa (w. 544 H ) dengan kitabnya al-Ilm fi Dabt ar-Riwayah wa Taqyid al-
Asma; . Abu Hafz Umar ibn Abdul Majid al-Mayanzi ( w. 580 H ) dengan kitabnya Mala
Yasi’u al-Muhaddis Jahlahu.
6
Dari kedua jenis para ulama juga memberikan syarahnya seperti kitab Manhaj Dzawi an-
Nazar karya at-Tirmidzi sebagai syarah dari kitab nazam karangan as-Suyuthi, dan kitab
Tadrib ar-Rawi sebagai syarah dari kitab at-Taqrib karangan Imam Nawawi
Melihat uraian ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah di atas maka tergambar
adanya kaitan yang sangat erat antara satu dengan lainnya. Setiap ada periwayatan hadis,
tentu ada kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan, baik dalam penerimaanya maupun
dalam penyampaiannya kepada pihak lain. Oleh sebab itu, tidak mungkin ilmu hadis riwayah
berdiri sendiri tanpa ilmu hadis dirayah demikian juga sebaliknya.
Ulama muttakkhirin membagi ilmu hadis kepada dua bagian, yaitu ilmu hadis riwayah
dan ilmu hadis dirayah. Ilmu hadis riwayah berkenaan dengan riwayat hadis yang berasal
dari Nabi baik berupa perkataan,perbuatan, ketetapan, sifat fisik maupun psikis. Sedangkan
ilmu hadis dirayah berkenaan dengan kaidah-kaidah dan asas-asas yang dapat digunakan
untuk mengetahui dan mengkaji keberadaan sanad dan matan
Para ulama telah mengemukakan definisi masing-masing ilmu hadis ini sebagai
berikut:
Ilmu Hadis Riwayah adalah ilmu hadis yang mempelajari cara-cara penukilan,
pemeliharaan,dan penulisan hadis. Menurut Ibnu al-Akfani,yang dimaksud ilmu hadis
riwayah adalah ilmu hadis yang khusus berhubungan dengan riwayat,yakni ilmu yang
meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi Muhammad SAW. dan perbuatannya,
serta periwayatannya, pencatatannya,dan penguraian lafal-lafalnya.
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib memberikan pengertian lain dari ilmu hadis riwayah
adalah ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang
7
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.berupa perkataan,perbuatan,takrir (ketetapan
atau pengakuan),sifat jasmaniah,atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti atau
terperinci.
“Ilmu hadis riwayah mengupayakan pengutipan secara bebas dan cermat terhadap
segala yang disandarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan,perbuatan
,ketetapan,sifat,dan segala yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in.”
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa ilmu hadis riwayah pada dasarnya
membahas tentang tata cara periwayatan,pemeliharaan,dan penulisan atau pembukuan hadis
Nabi SAW.
Adapun pendiri Ilmu Hadits Riwayah adalah Muhammad bin Syihab Az-Zuhry (w. 124 H)
yakni orang pertama yang melakukan penghimpunan Ilmu Hadits Riwayah secara formal
berdasarkan instruksi Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kemudian jejak Az-Zuhry dilanjutkan
oleh Ulama’-Ulama’ hadits lain, seperti : Al-Bukhari, At-Tirmidzi, dll.
Periwayatan hadis oleh para sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in (generasi sesudah
tabi’in) dilakukan dengan dua cara, yaitu periwayatan dengan lafal (riwayah bi al-lafzi); dan
periwayatan dengan makna (riwayah bi al-ma’na).
8
Ciri-ciri hadis yang diriwayatkan secara lafal ini,antara lain :
سأ َ َلَ َْس ِلي قَائِد ٌ يَقُودُنِي إِلَى ْال َمس ِْج ِد ف َ َّللاِ إِنَّهُ لَي
َّ سو َل ُ سلَّ َم َر ُج ٌل أ َ ْع َمى فَقَا َل يَا َر َّ صلَّى
َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َ ي َّ ِأَت َى النَّب
ص لَهُ فَلَ َّما َولَّى دَ َعاهُ فَقَا َل ه َْل ت َ ْس َم ُع
َ ي فِي بَ ْيتِ ِه فَ َر َّخ
َ ص ِل َ سلَّ َم أ َ ْن ي َُر ِخ
َ ُص لَهُ فَي َّ صلَّى
َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َّ سو َل
َ َِّللا ُ َر
ْص ََلةِ قَا َل نَعَ ْم قَا َل فَأ َ ِجب
َّ النِدَا َء بِال
اء َّ ش ْي ٌء أ َ ْك َر َم َعلَى
ِ َّللاِ ت َ َعالَى ِمنَ الد ُّ َع َ لَي
َ ْس
“Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain
do’a.” (HR. Tirmidzi no. 3370, Ibnu Majah no. 3829, Ahmad 2/362. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
2. Periwayatan dengan makna (riwayah bi al-ma’na) adalah hadis yang diriwayatkan sesuai
dengan makna yang dimaksudkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian,dari
segi redaksinya ada perubahan. Sebagian besar hadis Nabi SAW diriwayatkan dengan
cara demikian. Sebab, beliau memberi isyarat diperbolehkannya meriwayatkan hadis
dengan riwayah bi al-ma’na.
9
Syarat-syarat yang ditetapkan dalam meriwayatakan hadis secara makna ini cukup
ketat,yaitu :
10
Keadaan perawi dari segi diterimanya dan ditolaknya hadis maksudnya :
mengetahui keadaannya secara jarh dan ta’dil, bagaimana cara penukilan, dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan penukilan hadis.
Maksud dari kondisi marwiy adalah semua yang berhubungan dengan
bersambung dan putusnya sanad, mengetahui cacatnya hadis, dan hal-hal yang
berkaitan dengan shahih dan tidaknya hadis.
Ilmu hadis Dirayah ini memiliki beberapa cabang yang berkaitan dengan
sanad,rawi,dan matan hadis. Sanad menurut muhadditsin adalah sebutan bagi rijal al-hadits
yaitu rangkaian orang yang meriwayatkan hadis hingga kepada Rasulullah SAW., sementara
isnad adalah penisbahan hadis kepada orang yang mengatakannya.
1. Ilm al-Jarh wa at-Ta’dil adalah ilmu yang membahas ikhwal rawi (periwayat)
dengan menyoroti kesalehan dan keburukannya, untuk menentukan
periwayatannya dapat diterima atau ditolak.
2. Ilm Rijal al-Hadits adalah ilmu yang mengkaji keadaan rawi dan perilaku hidup
mereka, mulai dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’it-tabi’in.
3. Ilm Thobaqot a-Ruwat adalah ilmu yang membahas keadaan periwayat
berdasarkan pengelompokan tertentu.
Cabang-cabang Ilmu Dirayah hadis yang berkaitan dengan matan hadis adalah:
1. Ilm Ghorib al-Hadits adalah ilmu yang membahas masalah lafal atau kata yang
terdapat dalam matan hadits yang sulit dipahami,baik karena nilai sastranya yang
tinggi maupun karena sebab yang lain. Ulama perintis bidang ini ialah Abu
Ubaidah Ma’mar bin Musanna at-Tamimi.
2. Ilm Ashab Wurud al-Hadis adalah ilmu yang membahas latar belakang atau
sebab-sebab lahirnya suatu hadis. Ulama perintis bidang ini, antara lain ialah Abu
Hamid bin Kaznah.
3. Ilm Tawarikh al-Mutun adalah ilmu yang mengkaji waktu terjadinya suatu hadis.
Ulama perintis di bidang ini adalah Sirojudin Abu Hafs Amr al-Bukqini.
4. Ilm talfiq al-Hadis adalah ilmu yang membahas cara menyelesaikan atau
memadukan masalah dua hadis yang secara lahir tampak saling bertentangan.
Ulama perintis bidang ini adalah Imam Syafi’i.
11
5. Ilm at-Tasif wa at-Takhrif adalah ilmu yang mengkaji hadis yang telah
mengalami perubahan tanda baca titik dan bentuknya. Ulama perintis di bidang
ini adalah Daruquthni,dan Abu Ahmad al-Askari.
6. Ilm an-Nasikh wa al-Mansukh adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang
bertentangan dan tidak dapat dikompromikan.
1. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis dan ilmu hadis sari masa ke
masa.
2. Dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan
dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadis.
3. Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam
mengklasifikasikan hadis lebih lanjut.
4. Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadis sebagai
pedoman dalam ber-istinbath.
5. Dapat melakukan penelitian hadis dan melakukan penilaian terhadap kualitas
hadis tertentu.
6. Dapat melakukan klarifikasi dan kritik ulang terhadap suatu hadis yang
kualitasnya masih diperselisihkan.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Ilmu musthalah hadis adalah ilmu yang menjadi alat untuk mengetahui kondisi
seorang periwayat dan hadits yang diriwayatkan dari sisi diterima atau di tolak
dari seorang periwayat dan hadits yang diriwayatkan
2. Pada dasarnya ilmu hadis sudah tumbuh pada masa Rasulullah SAW. Hidup,
tetapi ilmu ini baru terasa diperlukan setelah wafatnya Rasulullah SAW., terutama
ketika umat Islam mulai mengumpulkan hadis dan mengadakan perlawatan dari
satu daerah ke daerah lainnya.
3. Ilmu Hadis Riwayah adalah ilmu hadis yang mempelajari cara-cara
penukilan,pemeliharaan,dan penulisan hadis
4. Periwayatan hadis oleh para sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in (generasi sesudah
tabi’in) dilakukan dengan dua cara, yaitu periwayatan dengan lafal (riwayah bi al-
lafzi); dan periwayatan dengan makna (riwayah bi al-ma’na)
5. Ilmu hadis dirayah biasa juga disebut dengan Ilmu Musthalah al- hadis, Ilmu
Dirayah al-Hadis, ‘Ulum Ushul al-Hadis ,dan Qawa’id at-Tahdis. Menurut as-
Suyuthi, ilmu hadis ini muncul setelah masa al-Khatib al-Bagdadi, yaitu masa Ibn
al-akfani.
6. Kaidah penerapan ilmu dirayah
Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis dan ilmu hadis sari masa
ke masa.
Dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan
dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadis.
13
DAFTAR PUSTAKA
Suparta, Munzier dan Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 1996
Muwwir, Ahmad Warson, Kamus al- Munawwir, surabaya Pustaka progressif, 1997.
Yuslem, Nawir Ulumul Hadis, Jakarta, PT. Mutiara Sumber Widya, 2001.
Rijal Hamid,Syamsul., Buku Pintar Hadits Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit Qibla
Shaleh Anwar,Shabri, Takhrij Hadis Jalan Manual dan Digital. Riau : PT Indragiri
Dot Com, 2018
14
15