Anda di halaman 1dari 99

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kesehatan Masyarakat Skripsi Sarjana

2018

Analisis Indeks Glikemik Bolu Labu


Kuning (Cucurbita Moschata)
Menggunakan Pemanis Gula Merah
Kelapa (Cocos Nucifera Linn) sebagai
Pangan Diet untuk Penderita Diabetes Melitus

Damayanthy, Kiki

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3707
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
ANALISIS INDEKS GLIKEMIK BOLU LABU KUNING
(CUCURBITA MOSCHATA) MENGGUNAKAN PEMANIS
GULA MERAH KELAPA (COCOS NUCIFERA LINN)
SEBAGAI PANGAN DIET UNTUK PENDERITA
DIABETES MELITUS

SKRIPSI

OLEH
KIKI DAMAYANTHY
NIM : 131000313

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISIS INDEKS GLIKEMIK BOLU LABU KUNING (CUCURBITA
MOSCHATA) MENGGUNAKAN PEMANIS GULA MERAH
KELAPA (COCOS NUCIFERA LINN) SEBAGAI
PANGAN DIET UNTUK PENDERITA
DIABETES MELITUS

Skripsi ini diajukan sebagai


Salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH
KIKI DAMAYANTHY
NIM : 131000313

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Indeks Glikemik Bolu Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Menggunakan

Pemanis Gula Merah Kelapa (Cocos Nucifera Linn) Sebagai Pangan Diet

Untuk Penderita Diabetes Melitus” beserta seluruh isinya adalah benar karya

saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-

cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat

keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap apa bila kemungkinan ditemukan adanya

pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak

lain terhadap karyasaya ini.

Medan, April 2018


Yang membuat pernyataan

Kiki Damayanthy
NIM.131000313

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Salah satu upaya pengendalian kadar glukosa darah pada penderita diabetes
melitus agar senantiasa dalam batas normal yaitu dengan cara mengkonsumsi
makanan yang mengandung indeks glikemik rendah. Untuk membantu penderita
diabetes melitus dalam memilih makanan, maka diperlukan kajian yang melihat
nilai indeks glikemik di dalam makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
nilai indeks glikemik bolu labu kuning yang menggunakan pemanis gula merah
kelapa.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan One Shot
Case Study. Untuk mengetahui nilai indeks glikemik diperlukan subjek sebanyak 8
orang, kemudian subjek diambil darahnya menggunakan alat Autocheck setiap 15
menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada jam ke-2 setelah pemberian pangan
acuan berupa roti tawar dan pangan uji bolu labu kuning. Pemeriksaan kandungan
gizi bolu labu kuning di lakukan di Laboratorium Balai Standarisasi Industri
Medan. Uji organoleptik di lakukan di Laboratorium Gizi Kesehatan Masyarakat
oleh 30 orang panelis yaitu mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil analisis kandungan gizi, bolu labu kuning mengandung
6,10% protein, 4,38% lemak total, 26,7% karbohidrat dan 3,41% serat kasar. Hasil
uji organoleptik bolu labu kuning secara umum tergolong di sukai oleh panelis.
Berdasarkan hasil perhitungan luas area dibawah kurva, bolu labu kuning memiliki
nilai indeks glikemik 64% yang termasuk dalam kategori nilai indeks glikemik
sedang (55-70), dan berdasarkan perkiraan per sajian bolu labu kuning seberat 60
gram memiliki beban glikemik yang rendah yaitu 10,25.
Bolu labu kuning dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk
makanan selingan penderita diabetes melitus tetapi dengan porsi yang tepat sesuai
dengan kebutuhan energi per hari.

Kata Kunci : Indeks Glikemik, Bolu Labu Kuning, Gula Merah Kelapa,
Kandungan Gizi, Diabetes Melitus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT
One of the efforts to control blood glucose levels in people with diabetes
mellitus to always within normal limits, namely by eating foods containing low
glycemic index. To help people with diabetes mellitus in choosing food, then the
study needed to see the value of glycemic index in food. This study aimed to
determine the value of glycemic index of yellow pumpkin cakes using coconut sugar
sweetener.
This research was an experimental research with One Shot Case Study
design. To find out the value of glycemic index required by subject as many as 8
people, then the subject was taken by using Autocheck tool every 15 minutes at 1
hour and 30 minutes at 2 o'clock after giving the reference food in the form of fresh
bread and test food of yellow pumpkin cake. Analysis of nutrient content in pumpkin
cakes done in the laboratory of Balai Standarisasi Industri Medan. The
organoleptic test was conducted at the Public Health Nutrition Laboratory by 30
panelists namely students of the Public Health Faculty of Universitas Sumatera
Utara.
Based on the results of nutritional analysis, yellow pumpkin cake contains
6.10% protein, 4.38% total fat, 26.7% carbohydrate and 3.41% crude fiber. The
results of organoleptic test of yellow pumpkin cakes are generally considered
favored by the panelists. Based on the calculation of the area under the curve,
yellow pumpkin cake has a 64% glycemic index value that is included in the
category of moderate glycemic index (55-70), and based on the estimated per
serving of a 60 gram yellow pumpkin cake has a low glycemic load of 10.25
Yellow pumpkin cake can be used as one of alternative to food interlude
with diabetes mellitus but with the right portion according to energy requirement
per day.

Keywords : Glycemic Indeks, Yellow Pumpkin Cake, Coconut Sugar,


Nutrient Content, Diabetes Mellitus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas SumateraUtara. Skripsi ini berjudul: “Analisis Indeks
Glikemik Bolu Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Menggunakan Pemanis
Gula Merah Kelapa (Cocos Nucifera Linn) sebagai Pangan Diet untuk
Penderita Diabetes Melitus.” Penulis menyadari bahwa di dalam pelaksanaan
penulisan ini banyak mengalami kesulitan-kesulitan dan hambatan, namun berkat
bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing maka penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan, oleh karena itu penulis
mengharapkan masukan serta saran yang bersifat membangun di masa yang akan
datang.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan
motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

3. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing I dan Ketua

Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, terima kasih atas bimbingan dan

dukungan Bapak kepada penulis selama penulisan skripsi.

4. Dra. Jumirah. Apt. M.Kes, sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih atas

bimbingan dan dukungan Ibu kepada penulis selama penulisan skripsi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Prof. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, sebagai Dosen Penguji I, terima kasih

atas bimbingan dan dukungan Ibu kepada penulis selama penulisan skripsi.

6. Ernawati Nasution, S.K.M. M.Kes, sebagai Dosen Penguji II, terima kasih atas

bimbingan dan dukungan Ibu kepada penulis selama penulisan skripsi.

7. Ir. Etty Sudaryati, M.K.M., Ph.D, selaku Dosen Penasehat Akademik selama

penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

8. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

9. Kepada orang tua yang paling saya sayangi dan cintai yang selalu mendoakan,

memberikan semangat dan dukungan Pattimura G. Manik (Bapak), Nuraini

(Ibu) dan Darmansyah (Ayah).

10. Kepada kakak dan adik tersayang Beby Syafriani dan Riski Setiawan yang telah

memberikan semangat dan dukungannya kepada penulis.

11. Kepada sahabat seperjuangan akademik sampai dengan selesai, Sri Mei

Suzannah Nst, Siska Anggraini, Laila Fitriana Dewi, Chairunnisa dan Deani

Rahma Suri Admaja yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada

penulis.

12. Kepada sahabat karib Citra Anggraini dan Rizka Melva Batu Bara yang telah

memberi semangat kepada penulis.

13. Dan semua pihak yang membantu selesainya skripsi ini.

Secara khusus skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua,
yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang.
Senantiasa memberikan doa, dukungan, nasihat, izin kebebasan belajar sehingga
memberi pengajaran berarti dalam hidup ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja serta untuk
kemajuan ilmu pengetahuan. Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas
segala kesalahan dan kekurangannya penulis mohon maaf sebesar-besarnya.

Medan, April 2018


Penulis,

Kiki Damayanthy

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
ABSTRACT .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Indeks Glikemik ......................................................................................... 7
2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik....................... 9
2.1.2 Pengukuran Nilai Indeks Glikemik Pangan ...................................... 13
2.2 Labu Kuning............................................................................................... 14
2.2.1 Kandungan Gizi dan Manfaat Labu Kuning ..................................... 16
2.3 Gula Merah Kelapa .................................................................................... 17
2.3.1 Kandungan Gizi Gula Merah Kelapa ................................................ 20
2.4 Bolu Labu Kuning ...................................................................................... 20
2.5 Diet Diabetes Melitus................................................................................. 25
2.5.1 Tujuan Penatalaksanaan Diet pada Diabetes Melitus ....................... 26
2.5.2 Komponen Gizi yang Dibutuhkan oleh Penderita
Diabetes Melitus................................................................................ 26
2.5.3 Peranan Indeks Glikemik terhadap Diabetes Melitus ....................... 28
2.6 Kerangka Konsep ....................................................................................... 29

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................... 30
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 30
3.3 Subyek dan Obyek Penelitian .................................................................... 31
3.3.1 Subjek Penelitian............................................................................... 31
3.3.2 Obyek Penelitian ............................................................................... 31
3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 32

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.4.1 Data Primer ....................................................................................... 32
3.5 Alat dan Bahan ........................................................................................... 32
3.5.1 Alat .................................................................................................... 32
3.5.2 Bahan................................................................................................. 32
3.6 Definisi Operasional................................................................................... 33
3.7 Tahap Penelitian ......................................................................................... 34
3.7.1 Proses Pembuatan Bolu Labu Kunig ................................................ 34
3.7.2 Analisis Kandungan Gizi Bolu Labu Kuning ................................... 36
3.9 Proses Uji Organoleptik ............................................................................. 39
3.9.1 Panelis ............................................................................................... 39
3.9.2 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 41
3.10 Pengukuran Indeks Glikemik Bolu Labu Kuning .................................... 42
3.11 Metode Pengolah dan Analisis Data ........................................................ 45
3.11.1 Metode Pengolahan Data ................................................................ 45
3.11.2 Metode Analisis Data ...................................................................... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN


4.1 Karakteristik Subjek ................................................................................... 47
4.2 Karakteristik Bolu Labu Kuning ................................................................ 48
4.2.1 Karakteristik Bolu Labu Kuning yang Menggunakan
Pemanis Gula Merah Kelapa.............................................................. 48
4.3 Analisis Kandungan Zat Gizi pada Bolu Labu Kuning Menggunakan
Pemanis Gula Marah Kelapa ...................................................................... 48
4.4 Pengukuran Indeks Glikemik Bolu Labu Kuning yang Menggunakan
Pemanis Gula Merah Kelapa ...................................................................... 49
4.4.1 Penentuan Jumlah Porsi Pangan Uji ................................................. 49
4.4.2 Pengukuran Indeks Glikemik ............................................................ 50
4.4.3 Beban Glikemik ................................................................................ 56
4.5 Uji Organoleptik Bolu Labu Kuning.......................................................... 57
4.5.1 Analisis Organoleptik Rasa Bolu Labu Kuning ................................ 57
4.5.2 Analisis Organoleptik Aroma Bolu Labu Kuning ............................ 57
4.5.3 Analisis Organoleptik Tekstur Bolu Labu Kuning ........................... 58
4.5.4 Analisis Organoleptik Warna Bolu Labu Kuning ............................ 58
..............................................................................................................

BAB V PEMBAHASAN
5.1 Kandungan Zat Gizi pada Bolu Labu Kuning Menggunakan
Pemanis Gula Merah Kelapa ...................................................................... 60
5.2 Indeks Glikemik Bolu Labu Kuning .......................................................... 63
5.3 Analisis Organoleptik Bolu Labu Kuning.................................................. 67

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 69
6.2 Saran........................................................................................................... 69

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 71
DAFTAR LAMPIRAN

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Indeks Glikemik Beberapa Produk Pangan dan Olahannya ........9

Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi Labu Kuning per 100g Bahan ............................17

Tabel 2.3 Perbandingan Mineral Makro dan Mikro Pada Gula Merah Kelapa
dan Gula Pasir .....................................................................................20

Tabel 2.4 Komposisi bahan-bahan resep standar bolu labu kuning ...................21
Tabel 3.1 Komposisi bolu labu kuning...............................................................33

Tabel 3.2 Tingkat Penerimaan Panelis pada Uji Hedonik ..................................40

Tabel 3.3 Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan .........................................42

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek ...........................................................................47

Tabel 4.2 Kandungan Karbohidrat, Protein, Lemak Total dan Serat Kasar
pada Bolu Labu Kuning yang Menggunakan Pemanis
Gula Merah Kelapa ............................................................................49

Tabel 4.3 Jumlah Pangan Uji Setara dengan 50gr Karbohidrat .........................49

Tabel 4.4 Respon Glukosa Darah terhadap Roti Tawar .....................................50

Tabel 4.5 Respons Glukosa Darah terhadap Bolu Labu Kuning .......................51

Tabel 4. 6 Perhitungan Interval Roti Tawar ........................................................54

Tabel 4.7 Perhitungan Interval Bolu Labu Kuning ............................................55

Tabel 4.8 Indeks Glikemik Pangan Uji ..............................................................56

Tabel 4.9 Hasil Beban Glikemik Bolu Labu Kuning .........................................57

Tabel 4.10 Hasil Analisis Organoleptik pada Rasa Bolu Labu Kuning ...............57

Tabel 4.11 Hasil Analisis Organoleptik pada Aroma Bolu Labu Kuning ............58

Tabel 4.12 Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Bolu Labu Kuning ...................58

Tabel 4.13 Hasil Analisis Organoleptik Warna Bolu Labu Kuning .....................59

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Labu Kuning ...................................................................................16

Gambar 2.2 Gula Merah Kelapa.........................................................................19

Gambar 3.1 Pola Rancangan Penelitian One Shot Case Study ..........................30

Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Puree Labu Kuning ....................35

Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Pembuatan Bolu Labu Kuning yang
Menggunakan Pemanis Gula Merah Kelapa ..................................36
Gambar 3.4 Bagan Alur Proses Uji Glikemik Bolu Labu Kuning .....................45

Gambar 4.1 Bolu Labu Kuning ..........................................................................48

Gambar 4.2 Kurva Respon Glukosa Darah Terhadap Roti Tawar dan Bolu
Labu Kuning ...................................................................................52
Gambar 4.3 Kurva Perhitungan Interval Roti Tawar .........................................53

Gambar 4.4 Kurva Perhitungan Interval Bolu Labu Kuning .............................55

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian .....................................................................74

Lampiran 2. Hasil Uji Laboratorium ................................................................75

Lampiran 3. Formulir Informed Consent ..........................................................77

Lampiran 4. Format Uji Organoleptik ..............................................................78

Lampiran 5. Data Uji Organoleptik Bolu Labu Kuning ...................................79

Lampiran 6. Gambar Uji Organoleptik .............................................................80

Lampiran 7. Perhitungan IMT Subjek ..............................................................81

Lampiran 8. Surat Selesai Penelitian ................................................................82

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Kiki Damayanthy lahir di Bogak pada tanggal 07

September 1994 dari pasangan Bapak Darmansyah yang bersuku Melayu dan Ibu

Nuraini yang bersuku Melayu dan menganut agama Islam. Penulis merupakan anak

kedua dari tiga bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan pada tahun 2001 di SD Negeri 010166,

Tanjung Tiram, kemudian pada tahun 2007 penulis melanjutkan sekolah di SMP

Negeri 1 Tanjung Tiram, dan tamat pada tahun 2010. Penulis melanjutkan sekolah

di SMA Swasta Perguruan Taman Siswa pada tahun yang sama dan tamat pada

tahun 2013, kemudian pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan sarjana di

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatara Utara melalui jalur Seleksi

Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan mengambil peminatan

Gizi Kesehatan Masyarakat.

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Saat ini penyakit Diabetes Melitus (DM) menjadi salah satu masalah besar

di Indonesia yang tercantum dalam urutan keempat prioritas penelitian nasional

untuk penyakit degeneratif setelah penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler, dan

geriatri. Peningkatan prevalensi DM terutama dikontribusi oleh perubahan perilaku

hidup, termasuk pola makan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

dan 2013 menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus pada penduduk usia >

15 tahun di perkotaan pada tahun 2007 sebesar 5,70% mengalami peningkatan

pada tahun 2013 sebesar 6,9% (Kementrian Kesehatan, 2013).

Diabetes mellitus adalah sekumpulan gejala yang ditunjukkan dengan

kondisi hiperglikemia, yaitu keadaan dimana kadar gula darah seseorang berada

diatas batas normal. Penyakit DM ditandai apabila kadar glukosa dalam darah saat

puasa >126 mg/dl, atau kadar gula darah sewaktunya >200 mg/dl. Hiperglikemia

berkaitan dengan risiko perkembangan penyakit kardiovaskuler, retinopati, kanker

pankreas, serta perubahan fungsi kognitif pada lansia, khususnya pada penderita

DM tipe 2. Pencegahan penyakit diabetes melitus dapat dilakukan dengan tiga cara,

yaitu secara primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan secara primer bertujuan

untuk mencegah terjadinya diabetes melitus. Pencegahan sekunder adalah upaya

menghambat timbulnya penyakit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan

pengobatan sejak awal penyakit. Pencegahan tersier adalah upaya mencegah

terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin

sebelum kecacatan tersebut menetap (Fatimah, 2015)

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terapi diet sangat penting untuk mengendalikan kadar glukosa darah

penderita DM agar senantiasa dalam batas yang normal. Penatalaksanaan diet yang

tepat merupakan langkah pertama sebelum pemberian obat-obatan dan diperlukan

bagi pasien DM yang menggunakan obat oral, suntikan insulin maupun yang tanpa

obat dan insulin (FK UI, 2002).

Salah satu upaya pengendalian kadar glukosa darah agar senantiasa dalam

batas normal yaitu mengkonsumsi makanan yang mengandung indeks glikemik

rendah. Indeks glikemik adalah angka yang menunjukkan potensi peningkatan

glukosa darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan atau secara

sederhana dapat dikatakan sebagai tingkatan atau rangking pangan menurut efeknya

terhadap kadar glukosa darah (Foster-Powell 2002).

Pemilihan jenis makanan dengan indeks glikemik rendah telah dibuktikan

pada sejumlah hasil penelitian sebagai acuan dan pertimbangan dalam penyusunan

diet penyandang diabetes mellitus serta pengontrolan glukosa darah untuk

mengurangi komplikasi menahun atau jangka panjang (Argasasmita, 2008). Saat

ini banyak orang non diabetes mellitus juga menggunakan indeks glikemik sebagai

cara memilih makanan untuk kesehatan, penurunan berat badan, dan tampilan fisik

(Barclay et al, 2008 dalam Ningrum, 2011).

Diet bagi penderita diabetes adalah dapat memilih makanan yang tidak

cepat (fast release) menaikkan glukosa darah dan memiliki nilai indeks glikemik

yang rendah. Untuk itu perlu dibuat makanan yang memiliki nilai indeks glikemik

rendah salah satunya seperti bolu labu kuning yang menggunakan gula merah

kelapa sebagai pemanis alami.

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sebagai mana diketahui bahwa produk bolu berbahan baku tepung terigu

dikenal sebagai produk pangan yang tinggi indeks glikemik. Dengan nilai indeks

glikemik yang tinggi pangan tersebut dicerna sangat cepat oleh tubuh yang pada

akhirnya dapat memicu kenaikan kadar glukosa darah, namun penggunaan oatmeal

sebagai pengganti tepung terigu dalam pembuatan bolu dapat dilakukan.

Menurut Bowers (2005), kualitas dan kuantitas protein pada oat lebih besar

daripada gandum dan biji-bijian lain. Satu ons oat flakes memiliki kandungan dua

kali protein dari wheat flakes atau corn flakes, oatmeal sering dipakai sebagai

bahan mentah untuk pembuatan berbagai macam produk makanan seperti kue, roti,

biskuit, makanan ringan (snack), minuman dan sereal untuk sarapan pagi.

Inovasi pembuatan bolu dengan menggunakan bahan baku labu kuning bisa

menjadi alternatif untuk menurunkan nilai indeks glikemik sehingga dapat

dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus. Labu kuning selama ini banyak

digunakan sebagai kolak dan sayuran, namun saat ini sudah ada toko roti yang

menjual bolu dari labu kuning. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Rahmi et

al.,(2011), labu kuning dapat juga digunakan sebagai sumber pewarna makanan

dalam pembuatan mie basah.

Labu kuning memiliki kandungan gizi yang penting, diantaranya

kandungan kalorinya yang sangat rendah dan vit A nya yang tinggi,

memungkinkan untuk dapat digolongkan sebagai jenis pangan fungsional atau

berpotensi memiliki nilai indseks glikemik yang rendah, dimana setiap 100 gram

labu kuning mengandung energi 29 kkal, protein 1,1 gram, lemak 0,3 gram,

karbohidrat 6,6 gram dan vitamin A 180 SI (Depkes,1995).

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Disamping itu sifat labu kuning yang lunak dan mudah dicerna serta

mengandung karoten (pro vitamin A) cukup tinggi, serta dapat memberikan warna

menarik dalam olahan pangan lainnya, tetapi sejauh ini pemanfaatannya belum

optimal, penyebabnya adalah terbatasnya pengetahuan masyarakat akan manfaat

komoditas pangan tersebut. (Widayati dan Darmayati, 2007 : 5).

Pemanfaatan gula merah kelapa sebagai bahan pemanis alami dalam

pembuatan bolu labu kuning dikarenakan gula merah kelapa yang mempunyai

manfaat yang baik dibandingkan dengan gula pasir dan gula aren karena indeks

glikemik gula kelapa lebih rendah dibandingkan dengan indeks glikemik gula pasir

dan gula aren. Indeks glikemik gula aren sebesar 70 (Olga Salim, 2013), indeks

glikemik gula kelapa ± 35, sedangkan gula pasir indeks glikemiknya ± 65 sehingga

gula merah kelapa aman untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus

(Trinidad, 2012).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh I Made Sugitha, dkk

(2015) formula biscuit labu kuning dengan perbandingan tepung labu kuning 120

g dan terigu 380 g mampu menurunkan kenaikan gula darah hingga 23,50 mg/dl

pasca konsumsinya.

Bernatal Saragih melakukan penelitian mengenai cookies labu kuning

dengan tambahan chocochips, tanpa tambahan chocochips dan cookies komersil

dengan hasil nilai indeks glikemik cookies labu kuning dengan chocochips sebesar

62, tanpa chocochips 64 dan lebih rendah dibandingkan dengan cookies komersil

yaitu 73. Cookies labu kuning yang dihasilkan tergolong di dalam bahan pangan

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan nilai indeks glikemik sedang dan dapat digunakan sebagai pangan alternatif

untuk penderita diabetes terutama diolah tanpa penambahan gula.

Pembuatan bolu dari labu kuning diharapkan dapat menambah daftar

makanan yang memiliki nilai indeks glikemik rendah sehingga aman untuk

dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus dan non diabetes mellitus. Selain itu,

bolu berbahan baku labu kuning dapat menambah keanekaragaman pangan dan

dapat mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap bahan pangan

impor seperti terigu sehingga dapat memperkuat ketahanan pangan nasional.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana nilai indeks glikemik bolu

labu kuning yang menggunakan pemanis gula merah kelapa sebagai pangan

diet untuk penderita diabetes militus.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui nilai indeks glikemik bolu labu kuning yang

menggunakan pemanis gula merah kelapa.

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui kandungan karbohidrat, protein, lemak dan serat bolu

labu kuning.

2. Mengetahui uji organoleptik bolu labu kuning yang meliputi rasa,

tekstur, aroma dan warna.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai salah satu cara mengoptimalkan pemanfaatan bahan pangan local.

2. Memberikan informasi mengenai indeks glikemik yang terkandung dalam

bahan pangan olahan bolu labu kuning menggunakan pemanis gula merah

kelapa.

3. Bahan pangan olahan berupa bolu labu kuning menggunakan pemanis gula

merah kelapa jika memiliki nilai indeks glikemik rendah dapat dikonsumsi

oleh penderita diabetes mellitus sebagai upaya untuk mengontrol kadar

glukosa darah.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Indeks Glikemik

Konsep indeks glikemik pertama kali dikembangkan pada tahun 1981 oleh

Dr. David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada.

Konsep ini menganggap bahwa semua pangan berkarbohidrat menghasilkan

pengaruh yang sama pada kadar gula darah. Jenkins adalah peneliti yang pertama

mempertanyakan hal ini dan menyelidiki bagaimana sebenarnya pangan bekerja di

dalam tubuh (Rimbawan & Siagan 2004).

Menurut FAO (1998), indeks glikemik didefinisikan sebagai luas area

dibawah kurva respon glukosa darah dari 50g karbohidrat dari makanan uji yang

dinyatakan sebagai persen terhadap 50g karbohidrat dari makanan standar yang

diambil dari subyek yang sama. Indeks glikemik merupakan respons kadar gula

darah setelah makan (postprandial) dibandingkan dengan karbohidrat acuan

dengan jumlah yang setara. Nilai indeks glikemik dikembangkan untuk membantu

mengatur kadar glukosa darah penyandang diabetes (Jenskinet al.2002 dalam

Rimbawan & Siagian 2004).

Nilai indeks glikemik ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah

di bawah kurva respons glikemik pangan uji dengan luas area dibawah kurva

respons glikemik pangan acuan. Kurva respons glikemik pangan diperoleh dari data

pengukuran kadar glukosa darah subyek setelah makan dengan interval 30 menit.

Kurva akan menggambarkan efek glikemik dari pangan, yaitu ukuran seberapa

cepat dan seberapa tinggi kadar glukosa darah naik, dan seberapa cepat tubuh

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


merespon dengan membuat kadar glukosa darah kembali normal setelah makan

(Whitney et al.,1990 dalam Waspadji et al., 2003).

Konsep indeks glikemik disusun untuk semua orang yaitu orang yang sehat,

penderita obesitas, penderita diabetes dan atlet. Indeks glikemik membolehkan

penderita diabetes memilih jenis karbohidrat yang tepat untuk mengendalikan gula

darahnya sehingga kadar gula darah dapat dikontrol pada tingkat yang aman

(Rimbawan dan Siagian, 2004). Selain itu, indeks glikemik juga dapat membantu

orang yang sedang berusaha menurunkan berat tubuh dengan cara memilih

makanan yang cepat mengenyangkan dan tahan lama. Serta indeks glikemik

membantu seorang atlet memilih makanan yang tepat untuk menunjang penampilan

menurut jenis olahraga yang ditekuninya (Miller et al., 1996 dalam Rimbawan dan

Siagian, 2004).

Menurut Miller et al. (1996) dalam Rimbawan dan Siagian (2004),

berdasarkan pengaruh glikemiknya, pangan dikelompokkan menjadi 3 kategori

yaitu kategori pangan IG rendah (IG<55), IG sedang (IG = 55-70), dan IG tinggi

(IG>70).Menurut Poet (2008) dalam Syadiah (2010), menyebutkan bahwa pangan

yang memiliki indeks glikemik rendah berada pada kebanyakan buah-buahan dan

sayuran (kecuali kentang, semangka), roti, pasta, polong-polongan, susu, produk

sangat rendah karbohidrat (ikan, telur, daging, kacang-kacangan, minyak). Pangan

yang memiliki indeks glikemik sedang berada pada seluruh produk gandum, beras

lunak, jeruk, ubi jalar, nasi putih. Pangan yang memiliki indeks glikemik tinggi

berada pada corn flakes, baked potato, croissant, semangka, roti putih, glukosa

(100).

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel.2.1Nilai indeks glikemik beberapa produk pangan dan olahannya
disajikan dalam tabel berikut
Produk Pangan Nilai IG
Jagung 28,66-41,37
Jagung Manis 55,00-62,00
Jagung Manis Rebus 41,94
Jagung Manis Tumis* 23,13
Jagung Manis Bakar 58,54
Beras Giling Membramu 67,00
Beras Pratanak Membramu 56,00
Beras Fungsional 49,00
Beras Varietas Batang Piaman 86,00
Beras Batang Piaman Parboiled 59,00
Beras Variatas IR36 45,00
IR36 Parboiled 123,00
Sukun Goreng* 82,00
Sukun Kukus 89,00
Sukun Rebus 85,00
Kukis Sukun* 80,00
Mie Instan hotong 48,45
Bubur Instan Hotong 59,57
Snack Hotong ( Camilan Hotong) 45,31
* = ditambahkan lemak
Sumber : (Bin Abdullah, dkk. 2013)

2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik

Faktor-faktor yang mempengaruhi indeks glikemik pada pangan antara lain

adalah kadar serat, perbandingan amilosa dan amilopektin (Rimbawan dan Siagian

2004), daya cerna pati, kadar lemak dan protein, dan cara pengolahan (Ragnhild et

al. 2004). Masing-masing komponen bahan pangan memberikan kontribusi dan

saling berpengaruh hingga menghasilkan respons glikemik tertentu (Widowati

2007 dalam Abdullah et al. 2013).

a. Kadar Serat Pangan

` Serat pangan merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman

seperti buah-buahan, sayuran, serealia, dan aneka umbi. Komponen serat

pangan meliputi polisakarida yang tidak dapat dicerna, seperti selulosa,

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hemiselulosa, oligosakarida, pektin, gum, dan waxes (Englyst dan Cummings

1985; Sardesai 2003; Astawan dan Wresdiyati 2004; Marsono 2004).

Keberadaan serat pangan dapat mempengaruhi kadar glukosa darah

(Fernandes et al. 2005). Secara umum, kandungan serat pangan yang tinggi

berkontribusi pada nilai indeks glikemik yang terendah (Trinidad et al. 2010).

Pengaruh serat pada indeks glikemik pangan tergantung pada jenis seratnya.

Bila masih utuh, serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada

pencernaan. Akibatnya, indeks glikemik cenderung lebih rendah (Miller, dkk.,

1996).

b. Kadar Amilosa dan Amilopektin

Granula pati terdiri atas dua fraksi, yakni amilosa dan amilopektin yang

keduanya dapat dipisahkan dengan air panas. Amilosa disebut sebagai fraksi

terlarut, sedangkan amilopektin sebagai fraksi tidak larut. Amilosa merupakan

polimer rantai lurus glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,4)-glikosidik.

Amilopektin merupakan polimer gula sederhana, bercabang, dan struktur

terbuka (Be Miller dan Whistler 1996).

Penelitian terhadap pangan yang memiliki kadar amilosa dan amilopektin

berbeda menunjukkan bahwa kadar gula darah dan respon insulin lebih rendah

setelah mengkonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi dari pada pangan

berkadar amilopektin tinggi (Miller, dkk., 1992; Behall, dkk,1998). Sebaliknya,

bila kadar amilopektin pangan lebih tinggi dari pada kadar amilosa, respon gula

darah lebih tinggi.

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


c. Daya Cerna Pati

Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dihidrolisis

oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih sederhana (Mercier dan

Colonna 1988). Enzim pemecah pati dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu

endo-amilase dan ekso-amilase. Enzim alfa-emilase termasuk ke dalam

golongan endo-amilaseyang bekerja memutuskan ikatan di dalam molekul

amilosa dan amilopektin (Tjokroadikoesoemo 1986).

Proses pencernaan pati dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intrinsik

dan faktor ekstrinsik (Tharanthan dan Mahadevamma 2003). Sebagai faktor

intrinsic, struktur matrik bahan pangan dapat menggangu akses enzim emilase.

Granula pati yang terperangkap di dalam matriks pangan lebih sulit diakses

sehingga lebih lambat dicerna. Jumlah dan ukuran pori merupakan faktor

interistik lain yang dapat memengaruhi daya cerna pati. Granula pati dari

tanaman yang berbeda dapat memiliki jumlah dan ukuran pori yang berbeda.

Faktor ekstrinsik yang memengaruhi percernaan pati antara lain adalah

lamanya waktu percernaan dalam lambung (transit time), aktivitas amylase

pada usus, jumlah pati, dan keberadaan komponen pangan lainnya seperti zat

antigizi.

d. Kadar Lemak dan Protein

Pangan berkadar lemak dan protein tinggi cenderung memperlambat laju

pengosongan lambung. Laju pencernaan makanan di usus halus juga

diperlambat. Oleh karena itu, pangan berkadar lemak tinggi cenderung memiliki

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


indeks glikemik lebih rendah daripada pangan sejenis berkadar lemak lebih

rendah (Rimbawan dan Siagian 2004).

Oku et al. (2010) menyatakan bahwa pangan dengan indeks glikemik

rendah dapat menghasilkan banyak energi jika mengandung banyak lemak dan

protein. Namun, pangan berlemak harus di konsumsi secara bijaksana. Total

konsumsi lemak tidak boleh melebihi 30% dari total energi dan total konsumsi

lemak jenuh tidak melebihi 10% dari total energi (Nisviaty 2006).

e. Proses Pengolahan

Salah satu faktor yang memengaruhi nilai indeks glikemik suatu produk

pangan adalah cara pengolahan, seperti pemanasan (pengukusan, perebusan,

penggorengan) dan penggilingan (penepungan) untuk memperkecil ukuran partikel.

Proses penggilingan menyebabkan struktur pangan menjadi halus sehingga pangan

tersebut mudah dicerna dan diserap. Penyerapan yang cepat mengakibatkan

timbulnya rasa lapar. Selain itu, berbagai rasa yang ditawarkan memungkinkan kita

mengonsumsinya dalam jumlah banyak atau berlebihan (Rimbawan dan Siagian

2004).

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.1.2 Pengukuran Nilai Indeks Glikemik Pangan

Menurut Miller, dkk, 1996 dalam Rimbawan dan Siagian 2004 prosedur

penentuan indeks glikemik pangan adalah sebagai berikut :

1. Pangan tunggal yang akan ditentukan indeks glikemiknya (mengandung 50

g karbohidrat) diberikan kepada relawan yang telah menjalani puasa penuh

(kecuali air) selama semalam (sekitar pukul 20.00 sampai pukul 08.00 pagi

besoknya).

2. Selama dua jam pasca pemberian (atau tiga jam bila relawan menderita

diabetes), sampel darah sebanyak 50ml─finger-prick capillary blood

samples method─diambil setiap 15 menit pada jam pertama, kemudian 30

menit pada jam kedua yaitu berturut-turut pada menit ke 0 (sebelum

pemberian), 15, 30, 45, 60, 90, dan 120 untuk diukur kadar glukosanya.

Kadar glukosa dapat diukur dengan metode glucose oxidase peroxidase

reagent.

3. Pada waktu yang berlainan, hal yang sama dilakukan dengan memberikan

pangan acuan (50g glukosa murni atau white bread) diberikan kepada

relawan. Hal ini dilakukan sebanyak 2 kali (dilakukan pada hari lain,

minimal 3 hari setelah perlakuan pertama) untuk mengurangi efek

keragaman respons gula darah dari hari ke hari.

4. Kadar gula darah (pada setiap waktu pengaambilan sampel) ditebar pada

dua sumbu, yaitu sumbu waktu (x) dan kadar gula darah (y).

5. Indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah dibawah

kurva antara pangan yang diukur indeks glikemik nya dengan pangan acuan.

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2 Labu Kuning

Tanaman labu kuning berasal dari Amerika utara. Jenis-jenistanaman yang

serumpun dengan tanaman labu kuning adalah timun (Cucumissativus L),

semangka (Citrulluvulgaris), melon (Cucumismelo L), blewah (Cucumismelo L),

labu siam (Sechiumedule Sw), pare (Momordicacharantia L), dan lain-lain. Labu

kuning dikenal juga dengan nama waluh (Jawa), pumpkin (Inggris), labu parang

(JawaBarat), labu merah dan labu manis (Sudarto, 2000 )

Tanaman labu kuning merupakan suatu jenis tanaman sayuran menjalar dari

famili Cucurbitaceae, yang tergolong dalam jenis tanaman semusim yang setelah

berbuah akan langsung mati. Tanaman labu kuning ini telah banyak dibudidayakan

di negara-negara Afrika, Amerika, India dan Cina. Tanaman ini dapat tumbuh

didataran rendah maupun dataran tinggi. Adapun ketinggian tempat yang ideal

adalah antara 0 m-1500 m di atas permukaan laut (Hendrasty, 2003)

Waluh atau Buah Labu kuning adalah salah satu tanaman yang banyak

tumbuh di Indonesia. yang mana penanamannya tidak sulit, baik pembibitannya,

perawatannya, hasilnyapun cukup memberikan nilai ekonomis untuk masyarakat.

Tanaman ini dapat ditanam di lahan pertanian, halaman rumah atau tanah

pekarangan yang kosong dapat di manfaatkan. Intinya tanaman ini dapat ditanam

di daerah Tropis maupun Subtropis (Hidayah, 2010).

Batang labu kuning menjalar cukup kuat, bercabang banyak, berbulu agak

tajam, dengan panjang batang yangmencapai 5 - 10 m. Daun labu kuning berwarna

hijau keabu - abuan, lebar dengangaris tengah mencapai 20 cm, menyirip, ujung

agak runcing, tulang daun tampak jelas, berbulu agak halus dan agak lembek

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sehingga bila terkena sinar matahariakan menjadi layu. Letak daun labu kuning ini

berselang - seling antar batangdengan panjang tangkai daun 15 -20 cm (Krissetiana,

1995)

Pada bagian tengah buah labu kuning terdapat biji yang diselimuti lendir

dan serat. Biji ini berbentuk pipih dengan kedua ujungnya yang meruncing. Buah

labu kuning sudah dapat dipanen pada umur 3 - 4 bulan, sementara dari jenis hibrida

dapat di panen pada umur 90 hari (Krissetiana, 1995)

Labu kuning merupakan satu dari banyak pangan tradisional yang bersifat

antidiabetik dan antihiperglikemia. Labu kuning mengandung serat larut pektin dan

senyawa bioaktif seperti protein, peptida, polisakarida, sterol, dan asam para

aminobenzoat. Kandungan polisakarida dilaporkan dapat meningkatkan kadar

serum insulin, dan toleransi glukosa, sehingga menurunkan kadar glukosa darah.

Penelitian di China tahun 2013 melaporkan pemberian ekstrak labu kuning 75 mg

/kg berat badan kelinci yang mengandung polisakarida selama 21 hari dapat

meningkatkan kontrol glukosa darah, serta memperbaiki sel pankreas. Pektin

disebutkan dapat mengontrol kadar glikemik karena memiliki sifat mampu

membentuk gel.

Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan,kedudukan taksonomi tanaman labu

kuning (Cucurbita Moschata) sebagai berikut :

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Clasis :Dycotiledonae
Ordo :Sympetalae
Familia : Cucurbitaceae
Genus : Cucurbita
Species :Cucurbita Moschata

Gambar 2.1 Labu Kuning

Daging buah labu kuning mempunyai potensi yang lebih besar untuk

dimanfaatkan. Daging buahnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan

suatu produk seperti biskuit, roti, bubur, karena merupakan sumberpro-Vitamin A

atau ß-karoten (Radyaswati, 2005).

Buah labu kuning mempunyai kulit yang sangat tebal dan keras, sehingga

dapat bertindak sebagai penghalang laju respirasi, keluarnya air melalui proses

penguapan, maupun masuknya udarapenyebab proses oksidasi. Hal

tersebutmenyebabkan labu kuning relatif awet dibanding buah-buah lainnya. Daya

awet dapat mencapai 6 bulan atau lebih, tergantung pada penyimpanannya. Namun

buah yang sudah dibelah harus segera diolah karena akan sangat mudah rusak. Hal

tersebut menjadi kendala dalam pemanfaatan labu pada skala rumah tangga sebab

labu kuning yang besar tidak dapat diolah sekaligus. (Gardjito, 2006)

2.2.1. Kandungan Gizi dan Manfaat Labu Kuning

Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan yang kayavitamin A, B,

dan C, mineral, serta karbohidrat namun labu kuning tidak tinggi kalori sehingga

tidak mengkhawatirkan bagi yang sedang diet rendah kalori. Dalam 100 gram labu

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kuning hanya mengandung 29 kalori sehingga cukup aman dikonsumsi walaupun

sudah diberi beberapa bahan penunjang seperti tepung terigu atau beras. Daging

buahnya pun mengandung antioksidan sebagai penangkal berbagai jenis kanker.

Sifat labu kuning yang lunak dan mudah dicerna serta mengandung karoten (pro

vitamin A) cukup tinggi, serta dapat menambah warna menarik dalam olahan

pangan lainnya, tetapi sejauh ini pemanfaatannya belum optimal. Umumnya labu

kuning hanya diolah menjadi kolak ataupun sayuran. Penyebabnya adalah

terbatasnya pengetahuan masyarakat akan manfaat komoditas pangan tersebut.

(Widayati dan Darmayati, 2007)

Tabel.2.2 Komposisi Zat Gizi Labu Kuning per 100g Bahan


No Kandungan Gizi Kadar
1 Energi (kal) 2,9
2 Protein (g) 1,1
3 Lemak (g) 0,3
4 Karbohidrat/ Pati (g) 6,6
5 Kalsium (mg) 4,5
6 Fosfor (mg) 64,0
7 Zat Besi (mg) 1,4
8 Vitamin A (SI) 180,0
9 Vitamin B (mg) 0,9
10 Vitamin C (mg) 52,0
11 Air (%) 91,20
12 BDD(%) 77,0
Sumber : (Sudarto,2000:16)

2.3 Gula Merah Kelapa

Gula merah atau sering dikenal dengan istilah gula jawa adalah gula yang

memiliki bentuk padat dengan warna yang coklat kemerahan hingga coklat tua.

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3743-1995) gula merah atau gula

palma adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan nira pohon palma yaitu aren

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(Arenga PinnataMerr), nipah (Nypafruticans), siwalan (Borassus flabelliferaLinn),

dan kelapa (Cocos nuciferaLinn).

Nira kelapa yang dikenal di Indonesia, di negara lain mempunyai nama yang

berbeda misalnya di Philipina disebut tuba, sedangkan di India, Sri Lanka dan

Malaysia disebut toddy. Nira ini diperoleh dengan menyadap mayang yang belum

membuka. Satu buah mayang dapat di sadap selama 10-35 hari. Hasil yang

diperoleh adalah 0,5-1 liter nira setiap mayang (Suhardiyono, 1995).

Di Philipina, nira kelapa diproses untuk pembuatan cuka, anggur (tuba) dan

produk beralkohol lainnya. Sedangkan di indonesia nira kelapa dibuat menjadi gula

merah (gula jawa) di daerah Jawa dan dibuat untuk tuak (minuman beralkohol) atau

saguer di luar Jawa khususnya di Bali dan Sulawesi Utara. Pembuatan gula merah

di Jawa, dilakukan jika harga buah kelapa rendah atau dilakukan pada waktu

penghasilan petani menurun akibat tidak panen bahan makanan, karena dengan

menyadap nira, para petani dapat memperoleh penghasilan setiap hari

(Suhardiyono, 1995).

Gula kelapa dibuat dari nira yang berasal dari sadapan bunga kelapa

(manggar). Biasanya pohon kelapa yang diambil niranya sebagai sumber

pembuatan gula adalah pohon yang buahnya kurang. Penyadapan yang dilakukan

setiap hari sekali atau dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Bunga (manggar)

yang belum sempat membuka, diikat terlebih dahulu, ujungnya dipotong dan

dimasukkan ke dalam tabung bambu (lodong). Banyak atau sedikitnya air nira,

tergantung pada jenis kelapa, iklim, dan umur kelapa (Suhardiman, 1999).

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada umunya proses pembuatan gula merah kelapa sangat sederhana dengan

cara memanaskan air nira yang telah terkumpul sampai airnya menguap dan setelah

mencapai kekentalan tertentu, kurang lebih 4 jam. Nira kental dimasukkan ke dalam

cetakan berupa tempurung kelapa atau bambu pendek-pendek. Rendemen gula rata-

rata sekitar 14% atau 1 kg gula berasal dari 7 liter air nira (Suhardiman, 1999).

Gambar 2.2 Gula Merah Kelapa

Menurut Paudi (2012) khusus untuk gula merah kelapa, The Philippine

Food and Nutrition Research Institute yang melakukan penelitian mengenai indeks

glikemik pada gula palem/gula merah kelapa (coconut palm sugar), menemukan

bahwa gula merah kelapa memiliki indeks glikemik sebesar 35. Nilai indeks

glikemik ini termasuk dalam kategori rendah (< 55). Penelitian ini dilakukan pada

10 orang responden yang diperlakukan khusus. Sedangkan nilai indeks glikemik

gula pasir yaitu 64, hampir mendekati indeks glikemik tinggi (>70). Selain nilai

indeks glikemik yang rendah, gula merah kelapa juga mengandung sejumlah zat

gizi yang tidak terdapat atau sangat sedikit terdapat dalam gula pasir.

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3.1 Kandungan Gizi Gula Merah Kelapa

Gula merah kelapa juga mengandung sejumlah asam amino dan vitamin.

Tabel berikut menggambarkan perbandingan mineral mikro dan makro pada gula

merah kelapa dan gula pasir.

Tabel.2.3 Perbandingan Mineral Makro dan Mikro Pada Gula Merah Kelapa
dan Gula Pasir
Kandungan Mineral Gula Merah Kelapa Gula Pasir
a.Mineral Mikro mg/L(ppm) dalam
bahan kering
Boron (B) 0,30 0
Mangan (Mn) 1,3 0
Tembaga (Cu) 2,3 0,60
Seng (Zn) 21,20 1,20
Besi (Fe) 21,90 1,20
b. Mineral Makro mg/L (ppm) dalam
bahan kering
Kalsium (Ca) 60 60
Belerang (S) 260 20
Magnesium (Mg) 290 10
Natrium (Na) 450 10
Fosfor (P) 790 0,70
Nitrogen (N) 2,020 0
Klorin (CI) 4,700 100
Kalium (K) 10,300 25
Sumber :(Paudi, 2012)

2.4 Bolu Labu Kuning

Bolu adalah kue berbahan daasar tepung (umumnya tepung terigu, gula,

telur). Kue bolu umumnya dimasak dengan cara dipanggang dengan oven, namun

ada juga yang dimasak dengan cara dikukus. Bolu memiliki berbagai macam jenis

salah satunya yaitu kue tart yang biasa digunakan untuk acara pesta pernikahan dan

acara hari ulang tahun serta untuk acara lainnya (Veranita, 2012).

Pembuatan bolu membutuhkan pengembangan gluten dan biasanya

digunakan bahan pengembang kimiawi serta dibutuhkan pembentukan emulsi

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kompleks air dalam minyak dimana lapisan air terdiri dari gula terlarut dan partikel

tepung terlarut. Perbedaan yang paling utama antara bolu dengan produk lain adalah

pada tekstur adonan, adonan bolu memiliki tekstur yang kental (Sunaryo, 1985

dalam Rakhmah, 2012).

Menurut Anisa (2011) bolu kukus adalah adonan kue bolu berbentuk bulat

dimana kukusan yang digunakan dipanaskan terlebih dahulu sebelum adonan

dimasukkan agar adonan dapat mengembang dengan baik dan sempurna.

Proses mengolah bahan yang sudah disiapkan dan ditimbang, bahan diolah

sesuai dengan langkah kerja yang telah ditentukan agar tidak terjadi kesalahan

didalam proses pembuatan bolu labu kuning. Penelitian ini menggunakan resep

standar bolu kukus Eka Elviana (2015) yang telah dimodifikasi.

Tabel 2.4 Komposisi bahan-bahan resep standar bolu labu kuning


Bahan Berat (gram)
Pasta labu kuning 150 gram
Tepung terigu 130 gram
Gula pasir 100 gram
Mentega 100 gram
Telur 4 butir
Ovalet 1 sendok teh
Vanili 1 sendok teh

Proses pembuatan bolu tersebut pada dasarnya sama saja. Perbedaannya, hanya

pada bahan utamanya yang menggunakan labu kuning. Secara garis besar bahan-

bahan untuk pembuatan bolu labu kuning meliputi :

1. Labu Kuning

Digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bolu labu kuning.

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Gula Merah Kelapa

Fungsi gula dalam pembuatan bolu adalah menghaluskan crumb, memberi

rasa manis, membantu aerasi, menjaga kelembaban, memberi warna pada kulit,

memperpanjang umur simpan.

3. Oat meal

Oat meal merupakan bahan tambahan dalam pembuatan bolu labu kuning

yang dapat membantu dalam pengentalan adonan dan membuat tekstur bolu

yang dihasilkan menjadi lebih khas.

4. Susu Cair

Susu adalah hasil dari perternakan sapi perah. Susu dibedakan menjadi full

cream (kadar lemak belum dihilangkan), half cream (50% kadar lemak

dihilangkan), dan Skimmed (zat lemaknya dihilangkan). Kegunaan susu pada

produk cake adalah memberi hasil produksi cake yang lebih baik,

mempertahankan kualitas, memberi rasa yang lebih enak, memberi warna atau

bentuk yang lebih baik, mengandung nilai gizi yang lebih tinggi, menambah

absorbsi air + 1% tiap 1% bahan padat, menambah toleransi terhadap fermentasi

dan susu banyak dipakai untuk membuat saus, pudding, bread, ice cream, dan

dessert.

5. Telur

Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa lezat,

mudah dicerna dan bergizi tinggi. Telur terdiri dari protein 13 %, lemak 12%,

serta vitamin dan mineral. Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuning

telurnya.Dalam pembuatan kue telur yang biasa digunakan adalah telur ayam.

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kualitas telur yang baik adalah telur yang utuh dan bersih dari kotoran, masih

segar dan kuning telurnya masih utuh dan berada ditengah-tengah putih telur

dan kental, jika dipecahkan warnanya kuning dan tidak kusam. Adapun fungsi

telur adalah sebagai pengikat bahan-bahan lain dalam adonan, membantu

mempertajam warna pada permukaan kulit (Desrosier, 1988).

Telur merupakan bahan yang harus ada dalam pembuatan roti dan

kue.Lecithin dalam kuning telur mempunyai daya emulsi sedangkan lutein

dapat membangkitkan warna pada hasil produk.Telur berfungsi sebagai

penambah warna, rasa, kelembaban, membentuk struktur, dan menambah

gizi.Fungsi telur dalam penyelenggaraan gizi kuliner sebagai pengental dan

perekat (Veronita, 2012).

6. Cake Emulsifier

Cake emulsifier adalah zat penstabil adonan cake agar adonan tidak mudah

turun pada saat pengocokan dan hasil akhir cake menjadi lebih lembut dan tahan

lama. Karena dengan menambahkan cake emulsifier, telur yang digunakan tidak

terlalu banyak.Dipasaran terdapat berbagai macam merk dagang, seperti sponge

28, TBM, Ovalet, SP, Quick, dan lain-lain. Semuanya mempunyai fungsi yang

sama (Ningrum, 2012).

Cake emulsifier, sesuai dengan namanya adalah bahan penstabil

adonan.Karena cake dibuat dari aneka bahan, yaitu bahan cair (telur), padat

(gula, tepung) dan lemak (bisa padat atau cair) maka diperlukan bahan yang

dapat menyatukan dan menstabilkan seluruhnya.Pemakaian cake emulsifier

dapat menghemat pemakaian kuning telur, namun harus hati-hati karena

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pemakaian yang berlebihan dapat meninggalkan rasa (aftertaste) yang kurang

enak di lidah (Ananto, 2014).

7. Baking Powder

Baking powder merupakan bahan pengembang yang umum digunakan pada

cake. Baking powder berfungsi sebagai pengembang, untuk memperbaiki

“eating quality”, memper baiki warna crumb (lebih cerah). Baking powder

biasanya bereaksi pada saat pengocokkan dan akan bereaksi cepat apabila

dipanaskan hingga 40 – 500 C. Komposisi baking powder yaitu natrium

bikarbonat (NaHCO3), asam atau garam-garam asam, bahan pengisi (filler).

Jenis-jenis baking powder :

1) Fast Acting : Bereaksi saat proses pegocokkan

2) Slow Acting : Bereaksi saat pemanggangan

3) Double Acting : Bereaksi saat pengocokkan dan pemanggangan.

(Faridah, dkk, 2008).

Menurut Muchtar (2015) tahap-tahap pembuatan bolu kukus adalah sebagai

berikut :

1. Pengadukan

Telur ayam dikocok dengan kecepatan tinggi menggunakan mixer hingga

berbentuk busa, kemudian pemasukan emulsifier/TBM dikocok hingga putih

kental.

2. Pencampuran

Penambahan labu kuning yang telah dikukus dan dihaluskan terlebih

dahulu, garam, baking powder, dan gula merah kelapa dengan kecepatan rendah

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hingga adonan tercampur rata. Kemudian memasukkan oatmeal yang telah

direndam menggunakan susu dan dilakukan pengadukan hingga adonan rata.

3. Pencetakan

Adonan yang sudah siap dimasukkan ke dalam Loyang (cetakan) beralas

paper cup hingga hampir penuh.

4. Pengukusan

Memanaskan terlebih dahulu dandang berisi air yang cukup kemudian

kukus adonan yang sudah dalam cetakan ke dalam dandang panas selama 15-

20 menit.

5. Penirisan

Mengangkat bolu kukus yang sudah jadi, agar tidak terkena tetesan dari

tutup dandang.

2.5 Diet Diabetes Melitus

Meskipun sudah sedemikian majunya riset di bidang pengobatan diabetes

dengan ditemukannya berbagai jenis insulin dan obat oral yang mutakhir, diet

masih tetap merupakan pengobatan yang utama pada penatalaksanaan diabetes,

terutama pada DM Tipe-2. Peran diet jelas sekali terutama pada pasien gemuk yang

toleransi glukosanya jelas menjadi normal dengan menurunnya berat badan.

Diet standar untuk diabetes di Indonesia menganut diet tinggi karbohidrat

dan sudah berjalan selama 25 tahun. Diet standar di Indonesia tetap sama dengan

diet Barat. Diet standar Barat mengandung 55-60% karbohidrat, sedangkan di

Indonesia 60-70% dan lemak 20-25%. Dengan diet standar di Indonesia ternyata

tidak ditemukan adanya hipertrigliseridemia artinya diet di Indonesia masih relevan

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


untuk saat ini. Namun harus diakui juga pada saat penelitian itu dilakukan data

tentang lemak secara terperinci tidak dimasukkan dan juga tidak

mengklasifikasikan penderita diabetes ke dalam kelompok ringan atau yang berat.

(FKUI, 2002)

2.5.1 Tujuan Penatalaksanaan Diet pada Diabetes Melitus

Tujuan umum penatalaksanaan diet pada diabetes (Fakultas Kedokteran UI, 2002)

adalah :

1. Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati

normal

2. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati normal

3. Mencapai dan mempertahankan berat badan agar selalu dalam batas-batas

yang memadai atau berat badan idaman .

4. Mencegah komplikasi akut dan kronik

5. Meningkatkan kualitas hidup

2.5.2 Komponen Gizi yang Dibutuhkan oleh Penderita Diabetes Melitus

a. Karbohidrat

Pada awal dekade delapan puluhan banyak penelitian yang menemukan

bahwa diet tinggi karbohidrat dan rendah lemak lebih unggul daripada diet

rendah karbohidrat. Mereka mendapatkan bahwa diet tinggi karbohidrat

menimbulkan perbaikan toleransi glukosa terutama pada penderita diabetes

yang tidak terlalu berat, apalagi penderita diabetes yang gemuk. Penelitian-

penelitian berikutnya mendapatkan bahwa kekerapan diabetes semakin

meningkat sesuai dengan cara hidup modern yang meniru cara hidup barat yaitu

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan meningkatnya konsumsi refined carbohydrate terutama dikota besar.

Karbohidrat jenis refined yang terdapat pada produk bakery seperti roti halus,

cake dll. Cepat sekali diserap dan akan meningkatkan kadar glukosa darah.

Setelah dilakukan berbagai penelitian lain ternyata bahwa meskipun diet itu

mengandung tinggi karbohidrat, toleransi glukosa akan tetap membaik bila

disertai dengan tinggi serat itu ternyata kadar kolesterol dan trigliserida juga

menjadi baik.

b. Protein

Berkurangnya aktivitas insulin pada diabetes menghambat sintesis protein.

Asupan protein sebesar 0,8 g/kg BB ideal dapat mempertahankan

proteogenesis, dengan catatan 50% dari padanya harus berasal dari protein

hewani.

c. Lemak

Bukti klinis, epidemiologis dan percobaan binatang telah memastikan

bahwa peningkatan kadar lemak merupakan faktor resiko aterosklerosis. Oleh

karena itu diet tinggi karbohidrat dan rendah lemak sangat baik untuk penderita

diabetes melitus. Dianjurkan baik oleh ADA (American Diabetes Association)

maupun EASD (European Association for Study of Diabetes) bahwa asupan

lemak jangan lebih dari 30% dan kolesterol kurang dari 300 mg/hari.

d. Serat

Serat terdapat pada tumbuh-tumbuhan, biji-bijian dan buah-buahan, dan

secara fisis dapat dijumpai dalam dua bentuk yaitu yang larut dan ada yang tidak

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


larut. Serat membentuk lapisan pada saluran pencernaan yang akan

menghambat pencernaan dan proses absorbsi.

2.5.3 Peranan Indeks Glikemik Terhadap Diabetes Melitus

Peran kunci indeks glikemik dalam penatalaksanaan makanan pada

penderita diabetes melitus adalah memberikan cara mudah untuk memilih makanan

yang tidak menaikkan kadar gula darah secara drastis. Dengan diketahuinya indeks

glikemik pangan tunggal, campuran, dan pangan olahan maka penderita diabetes

secara mandiri dengan mudah dapat memilih makanan yang tidak cepat menaikkan

kadar gula darah (makanan dengan indeks glikemik rendah) (Rimbawan & Siagian,

2004).

Miller, dkk., 1996 menyatakan bahwa pendekatan indeks glikemik tidak

hanya bermanfaat pada penangan penderita diabetes, tetapi juga berperan mencegah

diabetes dan komplikasi yang mungkin terjadi akibat menderita diabetes.

Tujuan pokok penatalaksanaan diet penderita diabetes adalah mengurangi

hiperglikemia, mencegah eposode hipoglikemia pada pasien yang mendapatkan

pengobatan dengan insulin dan mengurangi resiko komplikasi terutama penyakit

kardiovaskuler (Willet, dkk., 2002).Fung ,dkk. (2002) menunjukkan bahwa diet

biji-bijian (IG rendah) berkaitan dengan penurunan resiko menderita diabetes tipe

2 pada pria.

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6 Kerangka Konsep

Indeks Glikemik
Bolu Labu Kuning yang
Menggunakan
pemanis Gula Kandungan Gizi
Merah Kelapa - Lemak
- Karbohidrat
- Protein
- Serat

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

Eksperimen dengan rancangan penelitian One Shot Case Study dimana terhadap

sekelompok subjek diberi perlakuan (X), kemudian dilakukan

pengukuran/observasi hasilnya (Y).

X Y

Gambar 3.1 Pola rancangan penelitian One Shot Case Study

Keterangan :
X :Eksperimen/perlakuan pemberian pangan acuan (Roti tawar) dan
pangan uji(bolu labu kuning) kepada subjek.
Y :Pengukuran kadar glukosa darah subjek setelah pemberian pangan
acuan roti tawar dan pangan uji bolu labu kuning kepada subjek
dengan rentang waktu 0, 15, 30, 45, 60, 90, 120 (menit).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pembuatan bolu yang terbuat dari labu kuning dan gula merah kelapa

sebagai pemanis dilakukan di kos peneliti (Jl. Dr. Mansyur gg Sipirok Baru

Kelurahan Padang Bulan Selayang No. 18). Pemberian pangan uji dan pangan

acuan serta pengambilan darah subyek dengan memberikan perlakuan kecil di

permukaan kulit dengan menggunakan lancet (alat penusuk) khusus untuk dilihat

kadar glukosa darahnya dengan menggunkan alatAutocheck dilakukan di

Laboratorium Gizi FKM USU. Penelitian uji kandungan gizi dilakukan di

Laboratorium BARISTAN (Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan).

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.3 Subyek dan Obyek Penelitian

3.3.1 Subyek Penelitian

Pemilihan subyek pada penelitian ini dengan metode purposive

sampling.Penarikan subyek dengan metode purposive dilakukan dengan alasan

kemudahan dalam penelitian.Purposive sampling merupakan pengambilan sampel

secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Subyek adalah

laki-laki dan perempuan, berumur 18-30 tahun (Soh & Miller, 2006 dalam

Septiyani, 2012), memiliki indeks massa tubuh normal antara 18,5-24,9

kg/m2(WHO Asia Pasifik, 2000 dalam Septiyani, 2012), dalam keadaan sehat,

tidak memiliki riwayat DM, tidak sedang mengalami gangguan pencernaan, tidak

sedang menjalani pengobatan (Lee, 2009 dalam Septiyani, 2012). Jumlah subyek

yang diperlukan sebanyak 8 orang (Siagian, 2006).

Subyek dalam penelitian ini mendapatkan penjelasan rinci mengenai

penelitian, yaitu subyek diharuskan puasa ± 10 jam (kecuali air), sampel darah

finger-prick capillary blood diambil pada menit ke 0 (saat subyek masih puasa dan

sebelum diberikan pangan uji/acuan), kemudian subyek mengonsumsi pangan

uji/acuan dan sampel darah subyek diambil kembali pada menit ke-15, 30, 45, 60,

90, 120 setelah pemberian pangan uji/acuan. Subyek juga diminta untuk

menandatangi formulir informed consent sebagai bukti bersedia menjadi subyek

penelitian.

3.3.2 Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah bolu labu kuning dengan menggunakan gula merah

kelapa sebagai pemanis. Penggunaan bahan di dalam eksperimen ini dipilih bahan

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang berkualitas baik, tidak busuk, tidak berlubang, tidak berubah warna dan tidak

kadarluarsa.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

1. Nilai indeks glikemik bolu labu kuning yang menggunakan pemanis gula

merah kelapa.

2. Data diri subjek yang harus memenuhi persyaratan yang diperoleh dengan

cara wawancara.

3. Data kandungan gizi bolu labu kuning yang menggunakan pemanis gula

merah kelapa.

4. Uji organoleptik meliputi rasa, aroma, tekstur dan warna.

3.5 Alat dan Bahan

3.5.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Peralatan membuat bolu labu kuning seperti timbangan analog, baskom

adonan, mixer, sendok, kompor , dandang/kukusan, cetakan , paper cup.

2. Peralatan mengukur glukosa darah berupaAutocheck, strip analisis glukosa,

lancet, alcohol swab.

3.5.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Roti tawar/roti putih

Roti tawar yang digunakan sebagai pangan acuan, mengandung 50 g

karbohidrat (± 3 lembar roti tawar).Alasan menggunakan roti tawar sebagai

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pangan acuan didasari atas kelaziman mengkonsumsi roti tawar dibandingkan

dengan glukosa murni.Selain itu juga karena roti tawar lebih mencerminkan

mekanisme fisiologis dan metabolic dari pada glukosa murni (Miller et al, 1997

dalam Siagian et al., 2005).

2. Bolu labu kuning

Bolu labu kuning merupakan pangan uji dalam penelitian ini, komposisi

bolu labu kuning yang menggunakan pemanis gula merah kelapa adalah :

Tabel 3.1 Komposisi bolu labu kuning


Bahan Ukuran Rumah Tangga (URT)
Labu kuning 150 gram
Gula merah kelapa 100 gram
Oat meal instant 100 gram
Susu cair rendah lemak 50 ml
Telur 2 butir
Emulsifier/TBM 1 sdt
Baking powder 1sdt

3. Sampel darah digunakan untuk mengkonstruk kurva respon gula darah

selama periode 2 jam.

3.6. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah alat untuk membatasi ruang lingkup atau

pengertian variabel-variabel yang diteliti, juga bermanfaat untuk mengarahkan

kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan

serta pengembangan instrument/ alat ukur (Notoatmodjo, 2010).

1. Indeks glikemik adalah respon glukosa darah tubuh subjek terhadap pangan

uji berupa bolu labu kuning yang menggunakan pemanis gula merah kelapa.

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Labu kuning adalah bahan pangan yang kaya vitamin A, B, C dan mineral

serat karbohidrat. Dalam 100 gram labu kuning hanya mengandung 29

kalori.

3. Gula merah kelapa adalah dibuat dari nira yang berasal dari sadapan bunga

kelapa (manggar) dan memiliki nilai indeks glikemik sebesar 35.

4. Kandungan gizi adalah kandungan karbohidrat, protein, lemak dan serat.

5. Bolu labu kuning adalah labu kuning , gula merah kelapa, susu cair rendah

lemak, oat meal instant, telur, emulsifier, baking powder yang dibuat

menjadi adonan bolu dan dikukus.

3.7 Tahap Penelitian

3.7.1 Proses Pembuatan Bolu Labu Kuning

a. Proses Pengolahan Labu Kuning

Puree merupakan produk olahan dari penghancuran bahan makanan. Puree

labu kuning diperoleh dari proses penghancuran atau pureeing yang dikukus

terlebih dahulu. Langkah awal dalam pembuatan puree labu kuning adalah

pencucian labu kuning, pengupasan labu kuning. Tahap kedua dengan

menumbuk atau menghaluskan labu kuning.Pencucian labu kuning sebaiknya

dilakukan sebelum pengupasan dan pemotongan labu kuning.Apabila terpaksa

dicuci sesudah pengupasan sebaiknya pencucian jangan terlalu lama atau

direndam dengan air mengalir saja.Hal ini menghindari kurangnya kandungan

gizi labu kuning terutama kandungan vitamin C (Widayati dan

Damayanti,2007).

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Labu kuning

Pencucian

Pengupasan

Pemotongan

Pengukusan ± 15 menit

Penghancuran/penghalusan

Puree labu kuning
Gambar 3.2 Diagram alir proses pembuatan puree labu kuning
Sumber :Widayati Eti dan Widya Pemot Damayanti, (2007)

b. Prosedur Pembuatan Bolu Labu Kuning

Bahan pembuat bolu labu kuning terdiri dari labu kuning, gula merah

kelapa, oat meal, telur, susu cair rendah lemak, garam, emulsifier dan baking

powder. Bolu labu kuning dibuat dengan cara, pertama penimbangan bahan-

bahan, pengukusan labu kuning dan menghaluskan nya menggunakan mixer

agar tekstur labu kuning menjadi lebih lembut. Didalam wadah terpisah campur

susu dan labu kuning yang telah dihaluskan, aduk rata. Kemudian telur dan

emulsifier di mixer dengan kecepatan tinggi hingga berwarna putih pucat dan

berbentuk krim, lalu masukkan gula merah kelapa kedalam adonan telur yang

sudah mengembang. Masukkan oat meal yang telah di blander menjadi tepung

lalu labu kuning yang telah tercampur susu dan baking powder secara

bergantian sedikit demi sedikit, lalu mixer kembali dengan kecepatan rendah,

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


setelah adonan selesai kemudian adonan bolu labu kuning dimasukkan kedalam

cetakan yang telah diberi paper cup, tahap akhir adonan bolu labu kuning

dikukus menggunakan kukusan/dandang selama 20 menit.

Penimbangan

Labu Kuning Pengukusan dan Penghalusan

Labu kuning dan Pencampuran

Susu

Telur, Gula merah kelapa, Pencampuran/pengadukan


Emulsifier, Oat meal
halus, Labu kuning yang
telah dicampur susu, Pengukusan

Baking powder.

Bolu Labu Kuning

Gambar 3.3Diagram alir Proses Pembuatan Bolu Labu Kuning yang


Menggunakan Pemanis Gula Merah Kelapa.

3.7.2 Analisis Kandungan Gizi Bolu Labu Kuning

Analisis zat gizi yang dilakukan berupa analisa protein, lemak, karbohidrat serta

kadar serat. Analisa proksimat ini dilakukan untuk mengetahui berat bolu labu

kuning menggunakan gula merah kelapa sebagai pemanis yang harus disajikan.

a. Uji Protein, Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC, 1995)

Sejumlah kecil sampel (1-2 gram) ditimbang dan dimasukkan dalam labu

Kjeldahl. Kemudian ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2 ml H2SO4.

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel

didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan,kemudian

didinginkan kembali.Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-

6 kali dengan 1-2 ml air.Air cucian dipindahkan ke labu distilasi dan

ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3.

Dibawah kondensator diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan

H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metal 0.2% dalam

alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) diletakkan dibawah

kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dibawah larutan

H3BO3.Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi

dengan HCL 0.02 N sampai terjadi perubahan warna. Penetapan untuk blanko

juga dilakukan dengan cara yang sama. Perhitungan kadar protein dilakukan

dengan menggunakan rumus:

(𝒎𝒍 𝑯𝑪𝑳 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 − 𝒎𝒍 𝑯𝑪𝑳 𝒃𝒍𝒂𝒏𝒄𝒐)𝒙𝟏𝟒. 𝟎𝟎𝟕𝒙𝟏𝟎𝟎


𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐍 (%) =
𝒎𝒈 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍

Kadar protein (%)= %N x Faktor Konveksi (6,25)

b. Uji Lemak, Metode Sooxhlet (AOAC, 1995)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-

110o C, didinginkan, dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk

tepung ditimbang sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring dan

dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang telah berisi pelarut (dietil

eter atau heksana). Refluks dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut

yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak berisi lemak

hasil eksraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC hingga beratnya

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak

dilakukan denganmenggunakan rumus :

𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒍𝒆𝒎𝒂𝒌 (𝒈)


𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐋𝐞𝐦𝐚𝐤 (%) = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 (𝒈)

c. Uji Karbohidrat (AOAC, 1995)

Uji karbohidrat dilakukan dengan metode Luff Schoroll yaitu timbang

sampel sebanyak 3 gram dalam Erlenmeyer.Kemudian tambahkan HCL 3%

sebanyak 200 ml. Hubungkan dengan kondensator selama 3 jam.Netralkan

dengan NAOH 4 N. Kemudian ditambahkan 1 ml asam asetat, encerkan dalam

labu ukur 250 ml larutan luff dan 15 ml air didihkan selama tepat 10

menit.Setelah itu tambahkan 10 ml larutan KI 30% dan 25 ml larutan H2SO4 4

N. Gunakan larutan kanji sebagai indikator. Untuk larutan blanko gunakan 25

ml larutan luff dan10 ml air destilasi.

Perhitungan:

1. Untuk mengetahui ml larutan tio menjadi 0,1 N ={(b-a)×Ntio)/}=z ml

2. z ml larutan tio 0,1 N = y glukosa

3. kadar pati ={(y × pengenceran × 0,95)/ bobot sampel}×100%

d. Uji Serat Kasar (Metode Gravimetri)

Timbang 2 gram sampel kemudian masukkan dala erlenmeyer 500 ml,

tambahkan 50 ml H2SO4 1,25% panaskan dan reflux selama 30 menit. Sampel

yan telah dipanaskan disaring panas-panas dengan menggunakan kertas saring

Whatman 42 yang telah diketahui bobotnya. Setelah disaring, lalu sampel dicuci

dengan 50 ml H2SO4 125% dan50 ml alkohol 30%, kemudian endapkan

dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC dan ditimbang sampai bobot konstan.

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


% Serat Kasar = {(a-b)/}× 100%

Keterangan:

a = berat kertas saring ditambah sampel yang telah dikeringkan (g)

b = berat kertas saring (g)

c = berat sampel (g)

3.9 Proses Uji Organoleptik

Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera.Jenis uji

organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonic menyatakan

suka/tidaknya terhadap suatu produk. Uji hedonic adalah pengujian yang dilakukan

untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala

hedonic sembilan titik sebagai acuan, namun mempermudah panelis dan peneliti

skala ini di perkecil menjadi 3 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1

dan skor yang paling tinggi adalah3.

3.9.1 Panelis

Panelis dalam penelitian ini adalah panelis tidak terlatih yang

diambil dari mahasiswa fakultas kesehatan masyarakat sebanyak 30 orang

yang digunakan untuk menguji kesukaan pada suatu prodak yaitu bolu labu

kuning.Cara uji hedonic terhadap bolu labu kuning yang menggunakkan

pemanis gula merah kelapa adalah sebagai berikut :

1. Peneliti menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan, seperti formulir uji

organoleptik, air mineral dan bolu labu kuning yang akan di uji tingkat

kesukaannya.

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Peneliti mempersilahkan panelis masuk secara bergantian sesuai dengan

kapasitas laboratorium.

3. Memberikan pengarahan kepada panelis tentang apa yang harus dilakukan,

seperti menjelaskan kepada panelis untuk minum air mineral terlebih dahulu

sebelum dan sesudah mencicipi bolu sebagai penetral rasa pada mulut.

4. Para panelis di persilahkan untuk mengisi formulir uji organoleptik yang

disediakan sebagai alat penilaian untuk diisi sesuai pendapat masing-masing

panelis.

Dalam penelitian ini panelis mengemukakan responnya yang berupa suka atau

tidak sukanya terhadap bolu labu kuning hasil eksperimen. Pada pengujian

organoleptik inimenggunakan skala hedonik dengan tiga (3) kriteria kesukaan dan

diberi skor sebagai berikut

Tabel 3.2 Tingkat Penerimaan Panelis pada Uji Hedonik


Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik
Warna Suka 3
Kurang Suka 2
Tidak Suka 1

Rasa Suka 3
Kurang Suka 2
Tidak Suka 1

Tekstur Suka 3
Kurang Suka 2
Tidak Suka 1

Aroma Suka 3
Kurang Suka 2
Tidak Suka 1

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.9.2 Pengolahan dan Analisis data

data yang sudah dikumpulkan, diolah secara manual kemudian dianalisis

dengan menggunakan analisis deskriptif persentase. Analisis persentase ini

digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang diujikan.

Untuk mengetahui tingkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif

kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis

dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase

dirumuskan sebagai berikut (Ali, 1992).

% = n/N x 100

Keterangan :

% = skor persentase

n = jumlah skor yang diperoleh

N = skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis)

Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen,

analisisnya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai

berikut :

Nilai tertinggi = 3 (suka)

Nilai terendah = 1 (tidak suka)

Jumlah kriteria yang ditentukan = 3 kriteria

Jumlah panelis = 30 orang

a. Skor maximum = jumlah panelis x nilai tertinggi

= 30 x 3 = 90

b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


= 30 x 1 = 30

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
c. Persentase maksimum = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑥 100%

90
= 90 𝑥100% = 100%

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚
d. Persentase minimum = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑥 100%

30
= 90 𝑥 100% = 100%

e. Rentangan = Nilai tertinggi- Nilai terendah

= 100% - 33,3 % = 66,7 %

f. Interval persentase = Rentang : Jumlah kriteria

= 66,7% : 3 = 22,2%

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval

persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut.

Tabel 3.3 Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan


Persentase (%) Kriteria Kesukaan
78-100,0 Suka
56-77,9 Kurang Suka
34-55,9 Tidak Suka

3.10 Pengukuran Indeks Glikemik Bolu Labu Kuning

Pengukuran nilai indeks glikemik dilakukan dengan membandingkan luas

area dibawah kurva respon glukosa darah terhadap pangan uji dibandingkan dengan

luas area dibawah kurva respon glukosa darah terhadap pangan acuan.Pengukuran

glukosa darah dilakukan dengan menggunakan alat Glukometer Easy Touch.

Sampel darah diperoleh dari permukaan kulit setelah sedikit diperlukan luka kecil

dengan menggunakan lancet (alat penusuk) khusus, kemudian darah pada

pembuluh kapiler subyek disentuhkan pada celah sensor di ujung strip uji yang telah

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terpasang pada detector digital (glukometer) sedemikian sehingga kadar glukosa

darah sampel terbaca.

Metode pemeriksaan glukosa oleh glukometer yaitu chronoampherometic

(electrochemical method) dimana apabila darah dimasukkan pada celah sensor

diujung strip uji yang telah terpasang pada detector digital, kadar glukosa darah

dapat terbaca. Hal ini terjadi karena celah sensor pada strip uji glukosa berisi

reagent berupa enzim glukose oksidase. Enzim tersebut akan direoksidasi oleh ion

ferrisianida menghasilkan ion ferrosianida. Ferrosianida yang dihasilkan

akanterdeteksi secara elektrokimia. Muatan listrik yang terbentuk sebanding

dengan konsentrasi glukosa dalam sampel (Barkit et al., 2003 dalam Hasan 2011).

Prosedur pengukuran indeks glikemik mengacu pada Miller, et al., 1996 dalam

Rimbawan dan Siagian, 2004

a. Malam sebelum penelitian,8 orang subyek berpuasa selama ± 10 jam

(kecuali air putih) mulai pukul 22.00-08.00 WIB dan pagi harinya sebelum

jam 08.00 WIB subjek yang bertindak sebagai relawan harus berada di

tempat penelitian.

b. Subyek yang masih dalam keadaan masih berpuasa kemudian diambil darah

kapiler subyek untuk mengukur glukosa darah puasa.

c. Subyek diberi pangan acuan yaitu roti tawar yang mengandung 50 gr

karbohidrat.

d. Sampel darah subyek diambil setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30

menit pada jam ke-2 (menit 15, 30, 45, 60, 90, dan ke 120)dan diukur kadar

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


glukosa darahnya menggunakan glukometer. Selama penelitian subyek

diminta untuk tidak melakukan kegiatan aktifitas berat dan merokok.

e. Tiga hari kemudian dilakukan pengujian pangan uji berupa bolu labu kuning

yang menggunakan pemanis gula merah kelapa dengan prosedur yang sama

seperti uji pangan acuan.

f. Data kadar gula darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) diplot pada

dua sumbu, waktu dalam menit (x) dan kadar glukosa darah (y).

g. Indeks glikemik ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di

bawah kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan pangan

acuan.

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Skrinning subjek

8 subjek terpilih

Pemberian penjelasan
mengenai
prosedur uji
Indeks Glikemik
Pengisian informed consent

Pengujian kadar glukosa darah


terhadap pangan acuan (roti
tawar) Selang waktu 3 hari

Pengujian kadar glukosa darah


terhadap pangan uji
(bolu labu kuning)
Gambar 3.4 Bagan Alur Proses Uji Indeks Glikemik Bolu Labu Kuning

3.11 Metode Pengolahan dan Analisis Data

3.11.1 Metode Pengolahan Data

Data hasil respon glukosa darah subyek pada setiap waktu pengambilan

dirata ratakan kemudian ditebarkan dalam sumbu x (waktu) dan sumbu y (kadar

glukosa darah) menggunakan kertas grafik. Dengan demikian akan diperoleh

sebuah kurva yang menunjukkan respons glukosa darah terhadap pangan yang

diberikan untuk masing-masing subyek. Indeks glikemik ditentukan dengan rumus

sebagai berikut:

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Indeks Glikemik

Luas daerah dibawah kurva respons glukosa darah


setelah 2 jam terhadap pangan uji yaitu bolu labu
kuning
=
Luas daerah dibawah kurva respons glukosa darah
tubuh setelah 2 jam terhadap pangan acuan yaitu
roti tawar

× 100%

Luas area di bawah kurva dapat dihitung dengan beberapa cara seperti:

integral dari persamaan polinom dan menghitung luas bangun. Perhitungan luas

daerah di bawah kurva dapat disesuaikan dengan data respons glukosa darah

subyek.Apabila kurva respons glukosa darah subyek cenderung naik turun,

dikhawatirkan bila menggunakan luas berdasarkan integral polinom maka

persamaan polinom yang dihasilkan kurva tidak signifikan. Sehingga, perhitugan

luas daerah kurva sebaiknya dihitung secara manual dengan cara menarik garis

horizontal dan membuat garis vertikal berdasarkan waktu pengambilan darah

sehingga kurva membentuk luas bangun. Luas area dibawah kurva diperoleh

dengan cara menjumlahkan masing-masing luas bangun.

3.11.2 Metode Analisa Data

Data yang dikumpulkan, disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara

deskriptif.

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Subjek

Subjek didalam penelitian berjumlah 8 orang. Subyek adalah laki-laki dan

perempuan, berumur 18-30 tahun (Soh & Miller, 2006 dalam Septiyani, 2012),

memiliki indeks massa tubuh normal antara 18,5-24,9 kg/m2 (WHO Asia Pasifik,

2000 dalam Septiyani, 2012), dalam keadaan sehat, tidak memiliki riwayat DM,

tidak sedang mengalami gangguan pencernaan,tidak sedang menjalani pengobatan

(Lee, 2009 dalam Septiyani, 2012. Karakteristik subjek dalam penelitian ini dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek

Sex Umur Berat Tinggi IMT


Subjek (L/P) (Tahun) Badan Badan (kg/m2)` Kategori
(kg) (cm)
1 P 18 43 151 18,85 Normal
2 P 18 46 157 18,69 Normal
3 P 21 45 157 18,29 Normal
4 P 22 53 150 23,55 Normal
5 P 22 59 157 23,98 Normal
6 P 22 55 152 23,80 Normal
7 P 22 54 152 23,37 Normal
8 P 22 60 159 23,80 Normal
Rata- 20 51 154,3 21,79 Normal
rata

Berdasarkan data karakteristik subjek diatas, umur rata-rata subjek adalah

20 tahun. Berat badan rata-rata subjek 51 kg dan tinggi badan rata-rata subjek

adalah 154,3 cm. Semua subjek memiliki status gizi baik dengan rata-rata indeks

massa tubuh (IMT) 21,2 kg/m2.

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2 Karakteristik Bolu Labu Kuning

4.2.1 Karakteristik Bolu Labu Kuning yang Menggunakan Gula Merah


Kelapa

Pada penelitian ini menggunakan bahan bolu labu kuning (cucurbita

moschata) dan menggunakan gula merah kelapa (cocos nucifera linn) sebagai

pemanis bolu.

Gambar 4.1 Bolu Labu Kuning


Bolu labu kuning memiliki tekstur yang lembut dan kenyal. Warna yang

dihasilkan dari bolu labu kuning yaitu coklat. Rasa yang dimilki bolu labu kuning

tidak terlalu manis dibandingkan dengan bolu biasanya. Bolu labu kuning memiliki

aroma yang khas yaitu aroma kelapa yang di hasilkan dari gula merah kelapa.

4.3 Analisis Kandungan Zat Gizi pada Bolu Labu Kuning Menggunakan
Pemanis Gula Merah Kelapa

Hasil analisis kandungan Protein, Lemak Total, Karbohidrat, dan Serat

Kasar bolu labu kuning yang menggunakan pemanis gula merah kelapa yang

dianalisis di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.2 Kandungan Karbohidrat, Protein, Lemak Total dan Serat Kasar
pada Bolu Labu Kuning yang Mengguanakan Pemanis Gula Merah
Kelapa
No Komposisi Zat Gizi per 100 gram Hasil Kandungan Gizi
1 Karbohidrat 26,7% (b/b)
2 Protein 6,10% (b/b)
3 Lemak Total 4,38% (b/b)
4 Serat Kasar 3,41% (b/b)

4.4 Pengukuran Indeks Glikemik Bolu Labu Kuning yang Menggunakan


Pemanis Gula Merah Kelapa

Penentuan indeks glikemik dilakukan menggunakan subjek manusia. Hal

ini dikarenakan metabolisme tubuh menusia sangat rumit sehingga sulit ditiru

secara invitro (Ragnhild et al. 2004 dalam Sundari 2014).

4.4.1 Penentuan Jumlah Porsi Pangan Uji

Masing-masing pangan uji yang diberikan setara dengan 50gr kandungan

karbohidrat tersedia (available carbohydrate). Jumlah pangan uji yang harus

dikonsumsi oleh subjek disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4.3 Jumlah Pangan Uji Setara dengan 50gr Karbohidrat


Pangan Karbohidrat Serat Available Porsi
AcuandanPanganU Pangan Pangan Karbohidrat (gram)
ji (%b/b)
Roti Tawar 50 1,35 48,65 102,7g
Bolu Labu Kuning 26,7 3,41 23,29 214,6 g

Karbohidrat tersedia (available carbohydrate) dihitung menggunakan

pendekatan kandungan karbohidrat (%bb) dikurangi kandungan serat pangan (%bb)

(Izzati, 2015). Perhitungan untuk menentukan jumlah porsi roti tawar/putih, bolu

labu kuning yang diberikan kepada subjek yang setara dengan 50gr karbohidrat

dihitung dengan sebagai berikut.


50 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥100
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 =
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 100 𝑔𝑟 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, jumlah porsi roti tawar yang

mengandung 50gr karbohidrat yaitu 102,7gr, jumlah porsi bolu labu kuning yang

mengandung 50gr karbohidrat masing-masing 214,6gr.

4.4.2 Pengukuran Indeks Glikemik

Pada penelitian ini, pangan yang akan dinilai indeks glikemiknya adalah

bolu labu kuning yang menggunakan pemanis gula merah kelapa dan pangan acuan

roti tawar (roti putih).

Berdasarkan hasil pengukuran glukosa darah yang dilakukan dengan

menggunakan alat glukometer Autocheck diperoleh respon glukosa darah

responden terhadap pemberian pangan acuan (roti putih). Respon glukosa darah

subjek terhadap pemberian pangan acuan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.4 Respons Glukosa Darah terhadap Roti Tawar


Respons Glukosa Darah Terhadap Pangan Acuan Roti Tawar
Subjek (mg/dl)
0’ 15’ 30’ 45’ 60’ 90’ 120’
1 72 69 78 95 98 99 88
2 75 80 120 109 92 76 77
3 76 98 103 110 84 92 81
4 72 71 74 85 84 92 79
5 77 76 92 105 98 110 109
6 71 73 100 97 95 76 75
7 77 83 108 99 101 97 80
8 78 80 85 95 102 101 97
Rata-Rata 74,75 78,75 95 99,37 94,25 92,88 85,75

Pemberian roti tawar menaikkan kadar glukosa darah pada t.0’74,75 mg/dl

menjadi 99,37 mg/dl pada t.45. Pada hasil pengukuran tersebut, mengalami

kenaikan sebesar 20,63 mg/dl.

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sedangkan hasil pengambilan sampel darah para subjek untuk respon

glukosa darah yang diambil sampel darahnya terhadap pemberian pangan uji berupa

bolu labu kuning dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.5 Respons Glukosa Darah terhadap Bolu Labu Kuning


Respons Glukosa Darah Terhadap Pangan Uji Bolu
Subjek Labu Kuning (mg/dl)
0’ 15’ 30’ 45’ 60’ 90’ 120’
1 89 95 116 120 101 109 93
2 75 100 113 101 109 87 72
3 76 80 103 97 102 67 68
4 72 80 71 75 74 71 82
5 67 78 84 82 74 71 67
6 80 98 116 145 134 100 105
7 78 88 91 100 116 108 97
8 73 81 88 111 117 105 97
Rata-Rata 76,25 87,5 97,75 103,88 103,5 89,75 85,13

Pemberian bolu labu kuning menaikkan kadar glukosa darah pada t.0’76,25

mg/dl menjadi 103,88 mg/dl pada t.45’. Pada hasil pengukuran tersebut, mengalami

kenaikan sebesar 27,63 mg/dl. Nilai ini merupakan puncak kenaikan karena pada

menit selanjutnya kadar glukosa darah menurun.

Data dari hasil pengukuran glukosa darah pada subjek terhadap pangan

acuan (roti tawar/roti putih) dan pangan uji (bolu labu kuning) ditebarkan dalam

sumbu X (waktu) dan sumbu Y (kadar glukosa darah menggunakan Software

Microsoft Excell 2010. Dengan demikian, akan diperoleh sebuah kurva yang

menunjukkan respon glukosa darah terhadap pangan yang diberikan. Berdasarkan

hasil pengukuran kadar glukosa subjek, rata-rata respon glikemik subjek penelitian

dapat dilihat pada gambar grafik berikut ini.

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


120

100
Kadar Glukosa Darah mg/dL

80

60 Roti Tawar
Bolu Labu Kuning
40

20

0
0 15 30 45 60 90 120

Waktu Pengambilan Darah (menit)


Gambar 4.2 Kurva Respon Glukosa Darah Terhadap Roti Tawar dan Bolu
Labu Kuning

Berdasarkan kurva respon glukosa darah yang dibuat dengan bantuan

Microsoft Excelldan dapat digunakan untuk menghitung interval (Incremental Area

Under the blood glucose Curve, IAUC) dengan mengabaikan area dibawah

konsentrasi puasa. Interval dapat dihtung secara manual dengan menarik garis

horizontal dan membuang garis vertikal berdasarkan waktu pengambilan darah

sehingga kurva membentuk luas area persegi panjang. Interval diperoleh dengan

cara menjumlahkan masing-masing luas area.

Indeks glikemik dihitung dengan membandingkan interval kurva pangan uji

dengan interval kurva pangan acuan. Nilai indeks glikemik pangan uji diperoleh

dari hasil rata-rata nilai indeks glikemik individu delapan orang subjek penelitian.

Pengukuran nilai indeks glikemik pangan uji ini menggunakan metode kertas

milimeter blok. Pengukuran dengan menggunakan metode ini dilakukan secara

manual yaitu dengan menggambarkan kurva respon glukosa darah subjek pada

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kertas milimeter blok. Setelah menggambarkan kurva pada kertas milimeter blok,

ditarik garis vertikal dan horizontal pada kurva sehingga membentuk bangunan

persegi panjang. Persegi panjang yang terbentuk memiliki sisi yang diambil dari

luar kurva dan memiliki sisi yang dibuang dari dalam kurva. Sisi persegi panjang

yang diambil dari luar kurva harus sama besar dengan sisi persegi panjang yang

dibuang dari dalam kurva. Interval roti tawar dibagi menjadi beberapa sub interval

yaitu 9 subinterval. Masing-masing subinterval ini dijadikan alas persegi panjang

P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8 dan P9. Perhitungan interval roti tawar dapat dilihat pada

kurva berikut ini:

Gambar 4.3 Kurva Perhitungan Interval Roti Tawar

Berdasarkan kurva perhitungan interval roti tawar diatas, diperoleh hasil

perhitungan untuk 9 subinterval (bangunan persegi panjang) adalah sebagai berikut:

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4. 6 Perhitungan Interval Roti Tawar
Sisi
Area P L Luas Area
P1 7 11 77
P2 16 11 176
P3 22 11 242
P4 22 6 132
P5 19 14 266
P6 17 8 136
P7 17 11 187
P8 15 23 345
P9 10 19 190
Luas Area Total 1.751
Berdasarkan perhitungan interval kurva roti tawar pada tabel diatas,

diperoleh hasil perhitungan luas area roti tawar yang memiliki 9 subinterval yaitu

sebesar 1.751. perhitungan interval roti tawar ini dilakukan dengan cara melakukan

perkalian luas area persegi panjang yaitu panjang x lebar (P x L). Luas total interval

roti tawar (pangan acuan) dijadikan angka yang dibagi dalam rumus perhitungan

indeks glikemik.

Sedangkan interval bolu labu kuning dibagi menjadi 10 suinterval. Masing-

masing subinterval ini dijadikan alas persegi panjang P 1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8,

P9, dan P10. Perhitungan interval bolu labu kuning dapat dilihat pada kurva berikut

ini:

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 4.4 Kurva Perhitungan Interval Bolu Labu Kuning
Berdasarkan kurva perhitungan bolu labu kuning diatas, diperoleh hasil

perhitungan untuk 10 subinterval adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Perhitungan Interval Bolu Labu Kuning


Sisi
Area P L Luas Area
P1 6 12 72
P2 13 10 130
P3 18 8 144
P4 20 7 140
P5 19 5 95
P6 19 5 95
P7 17 9 153
P8 12 12 144
P9 8 9 72
P10 3 30 90
Luas Area Total 1.135

Berdasarkan perhitungan interval kurva bolu labu kuning pada tabel diatas,

diperoleh hasil perhitungan luas area bolu labu kuning yang memiliki 10 subinterval

yaitu sebesar 1.135. Perhitungan interval bolu labu kuning inidilakukan dengan cara

melakukan perkalian luas area persegi panjang yaitu pangjang x lebar (P x L).

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Nilai indeks glikemik pangan uji dihitung berdasarkan rumus:

𝐼𝐴𝑈𝐶 𝐵𝑜𝑙𝑢 𝐿𝑎𝑏𝑢 𝐾𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔


𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐺𝑙𝑖𝑘𝑒𝑚𝑖𝑘 = 𝑥 100%
𝐼𝐴𝑈𝐶 𝑅𝑜𝑡𝑖 𝑇𝑎𝑤𝑎𝑟

Setelah pangan uji yang setara dengan 50gr kandungan karbohidrat

(available carbohidrate) diberikan kepada subjek, kemidian diambil sampel darah

subjek tersebut dan dihitung indeks glikemiknya. Hasil nilai indeks glikemik

pangan uji berupa bolu labu kuning dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8 Indeks Glikemik Pangan Uji


Pangan Uji Luas Area Indeks Kategori
dibawah Kurva Glikemik
Bolu Labu Kuning 1.135 64 Sedang
Roti Tawar 1.751 - -

Berdasarkan hasil perhitungan dengan perbandingan antara luas area

pangan uji berupa bolu labu kuning dengan pangan acuan berupa roti tawar yang

menggunakan rumus tersebut, diperoleh hasil nilai indeks glikemik bolu labu

kuning yaitu sebesar 64%. Pada penelitian ini, pangan acuan roti tawar digunakan

sebagai pembanding luas area respons glukosa darah dalam rumus penentuan

indeks glikemik pangan uji. Dari hasil perhitungan nilai indeks glikemik, pangan

uji bolu labu kuning dikategorikan sebagai jenis pangan yang memiliki nilai indeks

glikemik sedang (55-70).

4.4.3 Beban Glikemik

Beban glikemik bertujuan untuk menilai dampak konsumsi karbohidrat

dengan perhitungan indeks glikemik pangan.

BG = IG x CHO

Hasil perhitungan BG bolu labu kuning dapat dilihat pada tabel 4.9

menunjukkan bahwa dalam berat takaran saji 60g BG bolu labu kuning adalah

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10,25 termasuk didalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa bolu labu

kuning hanya sedikit menaikkan kadar glukosa darah.

Tabel 4.9 Hasil Beban Glikemik Bolu Labu Kuning


Produk IG Jumlah Karbohidrat Beban Keterangan
takaran per takaran Glikemik
saji (g) saji (g)
Bolu Labu 64 60 16,02 10,25 Rendah
Kuning

4.5 Uji Organoleptik Bolu Labu Kuning

4.5.1. Analisis Organoleptik Rasa Bolu Labu Kuning

Hasil analisis organoleptik rasa bolu labu kuning dapat dilihat pada tabel

4.10 dibawah ini.

Tabel 4.10Hasil Analisis organoleptik pada Rasa Bolu Labu Kuning


Kriteria Bolu Labu Kuning
Skor
Rasa Panelis Skor %
Suka 3 22 66 73,33
Kurang Suka 2 8 18 20
Tidak Suka 1 0 0 0
Total 30 84 93,33

Berdasarkan tabel 4.10 diatas, dapat dilihat bahwa total skor untuk kriteria

rasa adalah 93,33%. Hal ini menunjukkan bahwa bolu labu kuning disukai oleh

panelis berdasarkan indikator rasa.

4.5.2. Analisis Organoleptik Aroma Bolu Labu Kuning

Hasil analisis organoleptik aroma bolu labu kuning dapat dilihat pada tabel

4.11 dibawah ini.

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.11 Hasil Analisis Organoleptik pada Aroma Bolu Labu Kuning
Kriteria Bolu Labu Kuning
Skor
Aroma Panelis Skor %
Suka 3 20 60 66,66
Kurang Suka 2 10 20 22,22
Tidak Suka 1 0 0 0
Total 30 80 88,88

Berdasarkan tabel 4.11diatas, dapat dilihat bahwa total skor untuk kriteria

aroma adalah 88,88%. Hal ini menunjukkan bahwa bolu labu kuning disukai oleh

panelis berdasarkan indikator aroma.

4.5.3 Analisis Organoleptik Tekstur Bolu Labu Kuning

Hasil analisis organoleptik tekstur bolu labu kuning dapat dilihat pada tabel

4.12 dibawah ini.

Tabel 4.12 Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Bolu Labu


Kuning
Kriteria Bolu Labu Kuning
Skor
Tekstur Panelis Skor %
Suka 3 11 33 36,66
Kurang Suka 2 15 30 33,33
Tidak Suka 1 4 4 4,44
Total 30 84 74,43

Berdasarkan tabel 4.12 diatas, dapat dilihat bahwa total skor untuk kriteria

tekstur adalah 74,43%. Hal ini menunjukkan bahwa bolu labu kuning kurang

disukai oleh panelis berdasarkan indikator tekstur.

4.5.4 Analisis Organoleptik Warna Bolu Labu Kuning

Hasil analisis organoleptik warna bolu labu kunimg dapat dilihat pada tabel

4.13 dibawah ini.

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.13 Hasil Analisis Organoleptik Warna Bolu Labu Kuning
Kriteria Bolu Labu Kuning
Skor
Aroma Panelis Skor %
Suka 3 20 60 66,66
Kurang Suka 2 10 20 22,22
Tidak Suka 1 0 0 0
Total 30 80 88,88
Berdasarkan tabel 4.13 diatas, dapat dilihat bahwa total skor untuk kriteria

aroma adalah 88,88%. Hal ini menunjukkan bahwa bolu labu kuning disukai oleh

panelis berdasarkan indikator aroma.

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Kandungan Zat Gizi pada Bolu Labu Kuning yang Menggunakan Gula
Merah Kelapa Sebagai Pemanis

Berdasarkan hasil analisis zat gizi pada bolu labu kuning yang dilakukan di

Balai Riset Standarisasi dan Industri Medan dengan menggunakan gula

merahkelapa sebagai pemanis bolu dalam setiap 100gr bolu labu kuning

mengandung 26,7% karbohidrat, 6,10% protein, 4,38% lemak total dan 3,41% serat

kasar.Dari hasil perhitungan kandungan gizi tersebut ditetapkan per sajian bolu labu

kuning sebesar 60 g. Berat satu cup bolu labu kuning diketahui sekitar 30 gram

sehingga dalam persajian terdapat 2 cup bolu labu kuning.

Pada penderita diabetes mellitus cenderung mengalami penurunan nafsu

makan sehingga beresiko mengalami kekurangan gizi, bila keadaan ini terus

berlanjut maka akan jatuh pada kondisi malnutrisi. Untuk membantu pemenuhan

kebutuhan zat gizi pada kondisi tersebut, maka diperlukan penerapan makanan

porsi kecil tapi sering, salah satunya melalui pemberian makanan selingan.

Syarat diet penderita diabetes melitus yaitu asupan protein 0,8g/kg berat

badan /hari (sekitar 10%), lemak 30%, karbohidrat 60% dari total kebutuhan energi

sehari. Asupan serat disesuaikan dengan rekomendasi American Diabetic

Assosiation (ADA) sebesar 14g/1000 kkal. Kandungan zat gizi per sajian makanan

selingan umumnya sebesar 10% dari kebutuhan kalori sehari. Pada umumnya orang

mengkonsumsi 2-3x makanan selingan dalam sehari sehingga ditetapkan

kandungan gizi per sajiannya yaitu 5g protein, 6,7g lemak, 30g karbohidrat dan 2,8g

serat (Annisa 2013).

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang memungkinkan manusia

dapat beraktivitas sehari-hari. Jumlah kalori yang dihasilkan dari 1 gram

karbohidrat yaitu 4 kkal. Sumbangan energi dari karbohidrat pada bolu labu kuning

sebesar 106,8 kkal. Berdasarkan syarat diet penderita diabetes melitus, karbohidrat

yang dianjurkan 30g/sajian. Pada hasil uji kandungan zat gizi karbohidrat bolu labu

kuning yaitu 26,7%/100g. Kandungan karbohidrat dalam per sajian bolu labu

kuning yaitu 16,02g/60g per sajian. Hal ini dikarenakan bolu labu kuning

menggunakan bahan baku labu kuning yang hanya mengandung 29 kkal per 100gr

dan bolu labu kuning tidak menggunakan tepung terigu tetapi menggunakan oat

meal sebagai pengganti tepung terigu, dimana karbohidrat yang terdapat di dalam

oatmeal lebih rendah dibandingkan dengan tepung terigu.

Protein berperan sebagai zat pembangun. Dalam 1 gram protein

menghasilkan 4 kkal energi. Sumbangan energi protein dari bolu labu kuning

sebesar 24,4 kkal. Berdasarkan syarat diet penderita diabetes melitus, protein yang

dianjurkan 5g/sajian. Pada hasil uji kandungan zat gizi protein bolu labu kuning

yaitu 6,10% per 100g.Kandungan protein dalam per sajian bolu labu kuning yaitu

3,66g / 60g per sajian. Kadar protein bolu labu kuning lebih rendah dibandingkan

dengan sayarat diet dikarenakan bolu labu kuning menggunakan telur yang lebih

sedikit dibandingkan dengan pembuatan bolu pada umumnya.

Lemak memberikan nilai energi lebih besar daripada karbohidrat dan

protein yaitu 9 kkal per gram.Lemak pada bolu labu kuning memberikan

sumbangan energi sebesar 39,42 kkal. Secara keseluruhan, bolu labu kuning

mengandung energi sebesar 171 kkal. Berdasarkan syarat diet penderita diabetes

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


melitus, lemak yang dianjurkan 6,7g/sajian. Pada hasil uji kandungan zat gizi lemak

bolu labu kuning yaitu 4,38g per 100gr. Kandungan lemak dalam persajian bolu

labu kuning yaitu 2,68g /60g per sajian. Kandungan lemak didalam bolu labu

kuning sebagian besar berasal dari susu dan tidak menggunakan mentega

(margarin), susu yang digunakan merupakan susu rendah lemak (low fat) sehingga

kandungan lemak didalam bolu labu kuning menjadi lebih rendah.

Diet rendah lemak dianjurkan untuk penderita diabetes melitus. Pada

pangan yang mengandung sedikit lemak atau protein, indeks glikemik berkolerasi

positif dengan indeks insulin. Artinya, peningkatan indeks glikemik sebanding

dengan peningkatan indeks insulin. Lemak dalam pangan akan memperlambat

pengosongan lambung sehingga mmengakibatkan indeks glikemik pangan turun,

apabila indeks glikemik pangan menurun atau rendah akan membantu penderita

diabetes melitus mengontrol kadar glukosa darah (Rimbawan & Siagian 2004).

Kandungan serat kasar yang terdapat pada bolu labu kuning yaitu 3,41g

/100g.Berdasarkan syarat diet pasien diabetes melitus, serat yang dianjurkan 2,8g/

sajian. Kandungan serat dalam persajian bolu labu kuning yaitu 2,0g/ 60g per sajian.

Hal ini dikarenakan bahan baku yang digunakan adalah labu kuning dimana, labu

kuning mengandung banyak serat. Serat kasar mempertebal kerapatan atau

ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan. Hal ini memperlambat

lewatnya makanan pada saluran pencernaan dan menghambat pergerakan enzim.

Dengan demikian, proses pencernaan menjadi lambat. Hasil akhirnya adalah respon

gula darah lebih rendah (Rimbawan & Siagian 2004).

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.2 Indeks Glikemik Bolu Labu Kuning

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menjumlahkan masing-masing luas

bangun, diperoleh nilai indeks glikemik bolu labu kuning yaitu sebesar

64%.Menurut Miller et al. (1996) dalam Rimbawan dan Siagian (2004),

berdasarkan pengaruh glikemiknya, pangan dikelompokkan menjadi 3 kategori

yaitu kategori pangan IG rendah (IG<55), IG sedang (IG = 55-70), dan IG tinggi

(IG>70), dengan demikian bolu labu kuning dikategorikan ke dalam kelompok

pangan yang memiliki indeks glikemik sedang (55-70).

Nilai indeks glikemik bolu labu kuning lebih tinggi dibandingkan dengan

nilai indeks glikemik kripik substitusi tepung bekatul dengan tepung labu kuning

yaitu 51 pada penelitian yang dilakukan oleh Wayan (2016). Hal ini diduga karena

bahan yang digunakan dalam pembuatan bolu labu kuning yaitu labu kuning, gula

merah kelapa, oatmeal, telur dan susu cairdimana, masing-masing bahan yang

digunakan memiliki nilai indeks glikemik yang berbeda-beda. pada proses

pembuatan bolu labu kuning, dilakukan pengukusan dan penghalusan terhadap labu

kuning untuk menghasilkan puree labu kuning yang memiliki tekstur lembut

sebagai bahan pembuatan bolu labu kuning dan penggilingan oat meal sebagai

pengganti tepung terigu. Puree labu kuning dan tepung oatmeal memiliki ukuran

partikel yang lebih kecil dibandingkan labu kuning dan oatmeal utuh. Ukuran

partikel mempengaruhi proses gelatinisasi pati. Ukuran butiran pati yang makin

kecil mengakibatkan mudah terdegradasi oleh enzim. Hal ini menyebabkan enzim

mudah bekerja. Makin mudah enzim bekerja, makin cepat pencernaan dan

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


penyerapan karbohidrat pati. Oleh karena itu, makin kecil ukuran partikel maka IG

pangan makin tinggi (Rimbawan & Siagian 2004).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi indeks glikemik pangan

diantaranya adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel),

pebandingan amilosa dengan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik,

kadar serat, kadar lemak dan protein, serta kadar anti gizi pangan (Rimbawan &

Siagian 2004).

Cara pengolahan mempengaruhi nilai indeks glikemik suatu bahan. Proses

pemanasan pada suhu dan tekanan tinggi menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati.

Selama pemasakan, air dan panas memperbesar ukuran granula pati. Beberapa

granula terpisah dari molekul pati. Bila sebagian besar granula pati telah

mengembang maka pati tersebut dinyatakan tergelatinisasi penuh. Granula yang

mengembang dan molekul pati bebas ini sangat mudah dicerna karena enzim

pencernaan pati di dalam usus halus mendapatkan permukaan yang lebih luas untuk

kontak dengan enzim. Reaksi cepat dari enzim ini menghasilkan peningkatan kadar

gula darah yang cepat. Oleh karena itu, pangan yang mengandung pati

tergelatinisasi penuh memiliki IG tinggi (Rimbawan & Siagian 2004).

Indeks glikemik pangan juga dipengaruhi oleh komposisi zat gizi seperti

serat kasar, kadar lemak, dan protein. Kadar serat terutama kadar serat pangan larut

mempengaruhi nilai indeks glikemik. Hasil analisis kadar serat kadar pada bolu

labu kuning yaitu 3,41%. Serat kasar mempertebal kerapatan atau ketebalan

campuran makanan dalam saluran pencernaan. Hal ini memperlambat lewatnya

makanan pada saluran pencernaan dan menghambat pergerakan enzim. Dengan

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


demikian, proses pencernaan menjadi lambat. Hasil akhirnya adalah respon gula

darah lebih rendah (Rimbawan & Siagian, 2004).

Proses pencernaan kompleks anatara karbohidrat dan protein atau lemak

lebih lambat dibandingkan dengan karbohidrat saja (Waspadji dan Sukardi, 2003).

Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) pangan berkadar lemak dan protein tinggi

cenderung memperlambat laju pengosongan lambung. Dengan demikian laju

pencernaan makanan diusus halus juga diperlambat dan respon glikemik menjadi

lebih rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wayan (2016),

yang menunjukkan bahwa kripik simulasi subsitusi tepung bekatul dengan tepung

labu kuning dengan kadar protein 11,84% memiliki nilai indeks glikemik yang

rendah yaitu 51.

Hasil analisis kadar lemak pada bolu labu kuning yaitu 4,38%. Kadar lemak

pada bolu labu kuning lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Izzati (2015) terhadap kadar lemak nasi ubi jalar orange yaitu 0,57%. Pangan

berkadar lemak dan protein tinggi cenderung memperlambat laju pengosongan

lambung. Dengan demikian, laju pencernaan makanan diusus halus juga

diperlambat. Namun, pangan berlemak tinggi apapun jenisnya dan memiliki nilai

indeks glikemik rendah perlu dikonsumsi secara bijaksana.

Makanan dengan IG rendah akan menaikkan kadar glukosa darah secara

perlahan, sebaliknya makanan dengan IG tinggi menaikkan kadar glukosa darah

dengan cepat. Maka dianjurkan mengkonsumsi makanan dengan IG rendah.

Tujuannya adalah mengurangi beban glikemik makanan. Beban Glikemik (BG)

didefenisikan sebagai IG pangan dikalikan dengan kandungan karbohidrat pangan

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tersebut. Tujuan BG untuk menilai dampak konsumsi karbohidrat dengan

memperhitungkan IG pangan. Semakin rendah kandungan karbohidrat semakin

rendah BG maka semakin kecil suatu makanan yang disajikan memicu peningkatan

kadar glukosa darah (Rimabawan & Saiagian 2004).

Klasifikasi nilai BG makanan sebagai berikut : (1) BG rendah (<11), (2) BG

sedang (11-19), dan (3) BG tinggi (>20). Dalam berat takaran saji 60g BG bolu labu

kuning adalah 10,25 termasuk didalam BG rendah. Hal ini menunjukkan bahwa

bolu labu kuning hanya sedikit menaikkan kadar glukosa darah.

Pada penyakit diabetes melitus tujuan pengelolaan nya dibagi atas tujuan

jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya

berbagai keluhan/gejala diabetes sehingga mereka dapat menikmati kehidupan

yang sehat dan nyaman. Tujuan jangka panjang adalah tercegahnya berbagai

komplikasi baik pada pembulu darah(mikroangiopati dan makroangiopati) maupun

pada susunan saraf (neuropati) sehingga dapat menekan angka morbiditas dsan

mortilitas (FK UI, 2002)

Penangan diet pada diabetes melitus dan komplikasinya fokus pada porsi

makanan yang dikonsumsi terutama jumlah karbohidratnya. Hal ini dilakukan

dengan anggapan jumlah karbohidrat yang sama memberikan peningkatan yang

sama terhadap kenaikan kadar glukosa darah. Padahal jenis kerbohidrat yang

berbeda dengan jumlah yang sama memberikan efek yang berbeda terhadap

kenaikan kadar glukosa darah dan respon insulin. Konsep IG disini berperan dalam

memberikan cara mudah memilih makanan yang tidak cepat menaikkan kadar

glukosa darah.

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Makanan dengan IG dan BG lebih rendah akan memicu kenaikan kadar

glukosa darah dengan lambat dan memberikan puncak respon glukosa darah lebih

rendah sehingga tidak memicu terjadinya komplikasi. Dianjurkan mengkonsumsi

makanan dengan IG lebih rendah untuk membantu meningkatkan pengendalian

glukosa darah, namun tetap memperhatikan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi.

5.3 Analisis Organoleptik Bolu Labu Kuning

Daya terima bolu labu kuning diperoleh berdasarkan uji organoleptik yang

dilakukan oleh 30 orang panelis. Pengujian organoleptik terhadap rasa bolu labu

kuning mendapatkan skor 93,33%. Hal ini berarti panelis menyukai persentase rasa

terhadap bolu labu kuning dimana, bolu labu kuning memiliki rasa yang manis

karena menggunakan gula merah kelapa. Gula merah kelapa selain memiliki rasa

yang manis juga memiliki aroma kelapa yang khas.

Pengujian organoleptik terhadap aroma bolu labu kuning mendapatkan skor

88,88%. Hal ini berarti panelis menyukai persentase aroma terhadap bolu labu

kuning dimana, aroma pada bolu labu kuning disebabkan oleh bahan-bahan yang

digunakan dalam pembuatan bolu labu kuning seperti labu kuning, gula merah

kelapa, oatmeal, telur dan susu yang masing-masing memiliki aroma yang khas.

Menurut Kartika (1988), aroma yaitu bau yang sukar diukur sehingga biasanya

menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas aromanya.

Perbedaan pendapat disebabkan setiap orang memiliki perbedaan penciuman,

meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai

kesukaan yang berlainan.

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pengujian organoleptik terhadap tekstur bolu labu kuning mendapatkan skor

74,43%. Hal ini berarti panelis tidak terlalu menyukai persentase tekstur terhadap

bolu labu kuning dimana, tekstur bolu labu kuning yang dihasilkan sedikit keras

dibandingkan dengan tekstur bolu pada umumnya.Menurut Winarno (1997), tekstur

dan konsentrasi suatu bahan akan memengaruhi cita rasa yang ditimbulkan bahan

tersebut karena dapat memengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel

reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Semakin kental suatu bahan, penerimaan

terhadap intensitas tekstur, bau dan cita rasa semakin berkurang.

Pengujian organoleptik terhadap warna bolu labu kuning mendapatkan skor

88,88%. Hal ini berarti panelis menyukai persentase warna terhadap bolu labu

kuning dimana, warna pada bolu labu kuning dipengaruhi oleh gula merah kelapa

yang memiliki warna coklat yang menarik.Warna makanan yang menarik dapat

memengaruhi dan membangkitkan selera makan konsumen, bahkan warna dapat

menjadi petunjuk bagi kualitas makanan yang dihasilkan. Warna juga mempunyai

peran dan arti yang sangat penting pada komoditas pangan karena memengaruhi

penerimaan konsumen terhadap komoditas tersebut (Winarno, 1997).

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Hasil pemeriksaan laboratorium di Balai Riset Standarisasi dan Industri

Medan untuk kandungan zat gizi pada bolu labu kuning yaitu protein 6,10%

b/b, lemak total 4,38% b/b, karbohidrat 26,7% b/b, serat kasar 3,41% b/b.

Kandungan energi bolu labu kuning yaitu sebesar 171 kkal.

2. Hasil pengukuran indeks glikemik bolu labu kuning dengan menggunakan

pangan acuan berupa roti tawar menunjukkan bahwa bolu labu kuning

memiliki nilai indeks glikemik 64% dimana bolu labu kuning termasuk

dalam kategori pangan yang memiliki nilai indeks glikemik tsedang (55-

70). Beban glikemik bolu labu kuning sebesar 10,25 termasuk kedalam

kategori rendah (<11).

3. Berdasarkan pengukuran uji organoleptik bolu labu kuning diperoleh

indikator rasa 93,33%, aroma 88,88%, tekstur 74,43% dan warna 88,88%.

6.2 Saran

1. Bolu labu kuning memiliki nilai indeks glikemik sedang yaitu 64% sehingga

dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes tetapi dengan porsi yang tepat

yaitu 60 gram per sajian atau 2 cup sesuai dengan kebutuhan energi per hari.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengukuran nilai indeks

glikemik pangan olahan lain berbahan labu kuning (cucurbita moschata).

Sehingga dapat menambah daftar pangan yang memiliki nilai indeks

glikemik.

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Argasasmita, T.U. 2008. Karakterisasi sifat fisikokimia dan indeks glikemik

varietas beras beramilosa rendah dan tinggi. Skripsi. Fakultas Teknologi

Pertanian Institut Pertanian Bogor. 84 hlm.

Amtiria, HJ, A. 2016. Hubungan Pola Makan dengan Kadar Gula Darah Pasien

Diabetes Mellitus Tipe II di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015. Universitas Lampung. Fakultas

Kedokteran. Skripsi.

Bin Abdullah, A. 2013. Nilai Indeks Glikemik Produk Pangan dan Faktor-

faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Litbang 32 (3): 91-99.

Budiman, Rosmariana Sihombing, Paramita Pradina. 2015. Hubungan Displemia,

Hipertensi dan Diabetes Melitus dengan Kejadian Infrak Miokard

Akut. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. 10 (1): 32-37.

Bowers, K. K. 2005. Everything Oats.

Fannisa, I. 2015. Analisis Indeks Glikemik pada Nasi Campuran antara Beras

(Oriza Sp) dengan Ubi Jalar Orange (Ipomea Batatas L). Universitas

Sumatera Utara. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Skripsi.

Garnita, D. 2012. Faktor Resiko Diabetes Melitus di Indonesia (Analisis Data

Sakerti 2007). Universitas Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Skripsi.

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hawa, II. 2015. Pengaruh Pemberian Formula Enteral Berbahan Dasar Labu

Kuning (Cucurbita Moschata) terhadap Kadar Glukosa Darah

Pospandial Tikus Diabetes Melitus. Universitas Diponegoro. Fakultas

Kedokteran. Skripsi.

Kaye Foster-Powell, Susanna HA Holt, dan Janette C Brand-Miller. 2002.

International table of glycemic index and glycemic load values. The

American Journal of Clinical Nutrition, Volume 76. Pages 5–56.

Larasati, AS. 2013. Analisis Kandungan Zat Gizi Makro dan Indeks Glikemik

Snack Bar Beras Warna sebagai Makanan Selingan Penderita

Nefropatik Diabetes. Universitas Diponegoro. Fakultas Kedokteran.

Skripsi.

Pratama. 2015. Pembuatan Gula Merah dari Nira Terfermentasi Alam (Kajian

Pengaruh Konsentrasi Anti Inversi dan Natrium Metabisulfit). Jurnal

Pangan dan Agroindustri 3 (4): 1272-1282.

Rimbawan dan Siagian Albiner. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Saragih, B. 2013. Glikemik Respon Cookies Labu Kuning (Cucurbita Moschata

Durch). Universitas Mulawarman. Fakultas Pertanian. Skripsi.

Siagian, Rimbawan, Hidayat Syarief, Darwin Dalimunthe. 2006. Pengaruh Indeks

Glikemik, Komposisi dan Cara Pemberian Pangan Terhadap Nafsu

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Makan pada Subjek Obes dan Normal. Jurnal Ilmu Kesehatan

Masyarakat 10 (1): 101-112.

Suhardiman, P. 1999. Bertanam Kelapa Hibrida. Jakarta : Penebar Swadaya.

Suhardiyono, L. 1988. Tanaman Kelapa Budidaya dan Pemanfaatannya.

Yogyakarta : Kanisius

Sugitha IM, Bambang AH, I Wayan. 2015. Penentuan Formula Biskuit Labu

Kuning (Cucurbita Moschata) sebagai Pangan Diet Penderita Diabetes

Mellitus. Jurnal PS Ilmu dan Teknologi Pangan 2 (2) : 98-105.

Waspadji, Sarwono. 2002. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI.

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3

Formulir Informed Consent

ANALISIS INDEKS GLIKEMIK BOLU LABU KUNING (Cucurbita


Moschata) MENGGUNAKAN PEMANIS GULA MERAH KELAPA
(Cocos Nucifera Linn) SEBAGAI PANGAN DIET UNTUK
PENDERITA DIABETES MELITUS

Setelah memperoleh penjelasan tentang tujuan, manfaat, prosedur, dan


kemungkinan risiko, serta jawaban atas pertanyaan saya yang diberikan oleh tim
peneliti pada penelitian ANALISIS INDEKS GLIKEMIK BOLU LABU
KUNING (Cucurbita Moschata) MENGGUNAKAN PEMANIS GULA
MERAH KELAPA (Cocos Nucifera Linn) SEBAGAI PANGAN DIET
UNTUK PENDERITA DIABETES MELITUS, maka saya yang bertanda tangan
dibawah ini :
Nama :
NIM :
Stambuk :
Dengan ini menyatakan dengan penuh kesadaran bersedia untuk berpartisipasi
dalam penelitian tersebut di atas dan bersedia untuk menjalani pemeriksaan darah
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam penelitian ANALISIS
INDEKS GLIKEMIK BOLU LABU KUNING (Cucurbita Moschata)
MENGGUNAKAN PEMANIS GULA MERAH KELAPA (Cocos Nucifera
Linn) SEBAGAI PANGAN DIET UNTUK PENDERITA DIABETES
MELITUS, dengan catatan semua data mengenai diri saya dirahasiakan.
Selanjutnya, bila suatu ketika, dalam masa penelitian, saya merasa dirugikan karena
penelitian ini, saya berhak mengundurkan diri dari keterlibatan saya serta
membatalkan persetujuan ini, tanpa sanksi apa pun dan dari pihak manapun.

Medan, Agustus 2017

Mengetahui,
Yang membuat pernyataan
Peneliti
Lampiran 4

( )
( )
92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 4

Format Uji Organoleptik


Nama Panelis :
Pria/Wanita :
Tanggal :
Perintah :Cicipilah bolu yang telah disediakan nyatakan kesukaan anda
terhadap karakteristik organoleptiknya, dengan member nilai 3
(tiga) jika suka, beri nilai 2 (dua) jika kurang suka dan beri nilai
1 (satu) jika tidak suka.

Jenis Pengujian Tingkat Kesukaan

Rasa
Aroma
Tekstur
Warna

93

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 5

Data Uji Organoleptik Bolu Labu Kuning

No. Nama Panelis Jenis Bolu Labu Kuning


Kelamin
Rasa Aroma Tekstur Warna
1. Herlinawati Perempuan 3 3 2 3
2. Intan Friska. S Perempuan 2 3 3 3
3. Rahma Perempuan 3 3 3 3
4. Sasty Regar Perempuan 3 2 3 3
5. Widia Dwi Yanti Perempuan 3 2 3 2
6. Dwi Monica. A Perempuan 3 3 2 3
7. Iin Wahyuni Perempuan 2 3 3 3
8. Maya Dwi Yana Perempuan 3 3 2 2
9. Lisa Perempuan 3 2 3 2
10. Citra Anggraini Perempuan 3 3 3 3
11. Hafiz Arif Laki-Laki 3 3 3 3
12. Amilisa Perempuan 3 3 2 3
13. Serlinawaty Perempuan 3 3 3 2
Nainggolan
14. Dewi Perempuan 3 3 2 3
Permatasari
15. Lili Intan Perempuan 3 2 2 2
16. Laila Fitriana Perempuan 2 3 1 3
17. Narra Putra Laki-Laki 2 3 2 2
18. Fitri Ardina Perempuan 2 3 1 2
19. Rizky Wirda. S Perempuan 3 2 1 2
20. Dini Kunarti Perempuan 3 3 1 2
21. Niken Febrianti Perempuan 2 3 2 3
22. Shaleha Perempuan 3 3 2 3
23. Muhammad Laki-Laki 3 2 2 3
Ridho
24. Muhammad Laki-Laki 3 2 3 2
Syukron
25. Kiki Perempuan 3 2 2 3
Damayanthy
26. Muhammad Laki-Laki 3 2 2 3
Afriza
27. Widya Tri. W Perempuan 2 2 2 3
28. Yuni Sukmadia. Perempuan 2 3 2 3
29. Mesrawati. M Perempuan 3 3 3 3
30. Wulan Ari. S Perempuan 3 3 2 3

94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tingkat Kesukaan
Suka :3
Kurang Suka : 2
Tidak Suka : 1

95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 6

Gambar Uji Organoleptik Bolu Labu Kuning

96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 7

Perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Subjek.

𝐵𝐵
IMT =
𝑇𝐵 (𝑚2)

43 43
1. = = 18.85
1.51x1.51 2.20

46 46
2. = = 18.69
1.57𝑥1.57 2.46

45 45
3. = = 18.29
1.57𝑥1.57 2.46

53 53
4. = = 23.55
1.50𝑥1.50 2.25

59 59
5. = = 23.98
1.57𝑥1.57 2.46

55 55
6. = = 23.80
1.52𝑥1.52 2.31

54 54
7. = = 23.37
1.52𝑥1.52 2.31

60 60
8. = = 23.80
1.59𝑥1.59 2.58

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 8

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai