Anda di halaman 1dari 29

Clinical Science Session

GLAUKOMA

Oleh :

David Kristianus

Nadhila Aditiyaputri

Tiwi Harjanti Cakranita

Preceptor :

Dr. Bambang Setiohadji, dr, SpM(K), MHKes

Prof. dr. Arief S. Kartasasmita, Sp.M(K), M.Kes., Ph.D

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT MATA CICENDO

BANDUNG

2019
1. Anatomi Mata

Mata adalah organ penglihatan yang terdiri dari bola mata dan saraf optik.

Mata terdiri dari 3 lapisan, dari yang terluar yaitu lapisan fibrosa yang terdiri dari

sklera dan kornea. Lapisan tengah yaitu lapisan vaskular yang terdiri dari koroid,

badan siliaris, dan iris. Lapisan yang terdalam yaitu retina yang terdiri dari bagian

optik dan non-visual. Mata memiliki 3 kompartemen: bilik anterior, bilik

posterior, dan badan vitreous.

Struktur mata manusia.

1.1 Bilik Anterior dan Bilik Posterior

Bilik anterior adalah ruangan yang dibatasi oleh kornea di bagian anterior

serta iris dan pupil di bagian posterior. Bilik posterior adalah ruangan di posterior

iris dan anterior lensa serta badan vitreous. Bilik anterior dan posterior berisi
humor akuos, yaitu cairan jernih yang dihasilkan oleh badan siliaris di bilik

posterior. Kedua bilik saling berhubungan melalui pupil sebagai tempat

mengalirnya humor akuos dari bilik posterior. Pada bagian tengah bilik anterior

kedalamannya sekitar 3 milimeter. Rata-rata volume bilik anterior sekitar 200

mikroliter pada mata normal, sedangkan rata-rata volume bilik posterior sekitar 60

mikroliter.

Sudut bilik anterior dan struktur sekitarnya.

1.2 Sudut Bilik Anterior

Sudut bilik anterior adalah pertemuan antara kornea perifer dan akar dari

iris. Sudut bilik anterior dibentuk oleh akar iris, bagian anterior badan siliaris,

garis Schwalbe, anyaman trabekular dan kanal Schlemm, serta taji sklera. Garis

Schwalbe adalah bagian akhir dari membran Descemet. Anyaman trabekular

adalah jaringan ikat yang dilapisi oleh trabekulosit yang punya kemampuan

kontraktilitas untuk meningkatkan resistensi pengaliran atau sebagai filter dengan


adanya pori-pori yang ukurannya semakin mengecil menuju kanal Schlemm.

Anyaman trabekular berbentuk segitiga jika dipotong melintang. Bagian internal

yang menghadap ke bilik anterior disebut anyaman uveal, sedangkan bagian

eksternal yang menghadap kanal Schlemm disebut anyaman korneoskleral. Faktor

usia dikatakan dapat membuat lapisan trabekular lebih tebal 2-3 kali lipat karena

peningkatan jaringan ikat, akumulasi debris, dan penumpukan glikosaminoglikan

di ekstraseluler. Kanal Schlemm merupakan saluran yang menyerupai pembuluh

limfatik dan tersusun atas jaringan ikat tipis di dindingya. Di bagian apikal dan

basal epitel kanal Schlemm terdapat vesikel micropinocytotic yang diduga

berperan dalam aliran pengeluaran akuos, semakin tinggi tekanan intra okuler

semakin banyak vesikelnya. Saluran efferent dari kanal Schlemm yaitu terdapat

sekitar 30 kanal kolektor dan 12 vena akuos yang terhubung dengan vena sistemik

episkleral. Taji sklera adalah ekstensi dari sklera tempat menempelnya iris dan

badan siliaris.

Anyaman trabekular
1.3 Badan Siliaris

Badan siliaris merupakan bagian yang menghubungkan segmen anterior dan

posterior, berbentuk segitiga jika dipotong melintang. Ada dua fungsi utama

badan siliaris yaitu pembentukan humor akuos dan akomodasi lensa serta

berperan dalam aliran pengeluaran humor akuos ke jalur trabekular dan

uveoskleral.

Badan Siliaris

1.4 Saraf Optik

Mata memiliki sekitar satu juta akson yang memanjang dari sel ganglion

retina membentuk batang saraf optik. Saraf optik ini muncul dari permukaan

posterior bola mata, melewati foramen sklera posterior. Ketika keluar dari bola

mata, serabut saraf akan termielinasi, dan diameternya bertambah dari 1,5 mm di

sklera menjadi 3 mm di orbit. Saraf optik kemudian bergabung dengan saraf optik

sisi lainnya membentuk optik kiasma. Apabila saraf optik mengalami kerusakan

maka tidak dapat beregenerasi kembali.


Saraf Optik

2. Pembentukan Humor Akuos

Humor akuos dibentuk oleh prosesus siliaris di badan siliaris. Proses

pembentukan dan sekresinya ke bilik posterior yaitu melewati proses ultrafiltrasi,

sekresi aktifi, dan difusi sederhana. Pada proses ultrafiltrasi, sebagian besar

substansi plasma bergerak keluar dari dinding kapiler dan masuk ke dalam

prosesus siliaris. Pada proses sekresi aktif, dibutuhkan energi untuk perpindahan

substansi-substansi seperti natrium, klorida, dan bikarbonat untuk melawan

gradien untuk masuk ke dalam bilik posterior. Pada proses difusi sederhana terjadi

perpindahan air dan ion-ion secara pasif karena perbedaan muatan dan

konsentrasi, memasuki bilik posterior. Humor akuos berfungsi untuk memberikan

nutrisi seperti glukosa dan asam amino untuk jaringan seperti lensa yang tidak ada

pembuluh darah, kornea, dan anyaman trabekular, selain itu juga untuk

mengeluarkan sisa-sisa metabolit. Komponen humor akuos pada manusia lebih

banyak mengandung ion hidrogen dan klorida, dan askorbat, namun lebih sedikit

bikarbonat jika dibandingkan dengan plasma. Humor akuos seharusnya bebas


protein, jika ada hanya boleh dalam rentang 1/500 – 1/200 dari jumlah protein

plasma. Hal ini penting untuk menjaga kejernihan cairan dan merefleksikan

integritas blood-aqueous barrier. Humor akuos diproduksi dengan kecepatan 2.0-

2.5 µL/min. Kecepatan pembentukan ini dipengaruhi oleh 1) integritas blood-

aqueous barrier, 2) aliran darah ke badan siliaris, 3) regulasi neurohormonal.

2.1 Pengaliran Humor Akuos

Pengaliran humor akuos terjadi melalui dua mekanisme: dipengaruhi

oleh tekanan (jalur pengeluaran trabekular) atau tidak dipengaruhi tekanan (jalur

pengeluaran uveoskleral). Setelah diproduksi di badan siliaris, humor akuos dari

bilik posterior mengalir melewati pupil, menuju bilik anterior lalu menuju jalur

pengeluaran yang utama, yaitu jalur pengeluaran trabekular, melalui anyaman

trabekular, kanal Schlemm, lalu menuju vena. Bagian anyaman terbagi menjadi

tiga: bagian uveal, kornoskleral, jukstakanalikular. Bagian jukstakanalikular

diduga adalah tempat dimana sering terjadinya peningkatan resistensi pengaliran

keluar humor akuos. Jalur pengeluaran uveoskleral yaitu dari bilik anterior

melewati otot siliaris menuju rongga suprasiliaris dan suprakoroidal, kemudian

menuju sklera. Pengeluaran melalui jalur ini hanya 5%-10%. Jalur ini dipengaruhi
oleh usia, diperkirakan semakin muda usianya semakin tinggi pengeluaran melalui

jalur uveoskleral.

Anatomi kanal aliran pengeluaran. (A) Anyaman Uveal; (B) Anyaman


Korneoskleral; (C) Garis Schwalbe; (D) Kanal Schlemm ;(E) Kanal Penghubung;
(F) Otot longitudinal badan siliaris; (G) Taji sklera.

Pengaliran humor akuos (a) Trabekular (b) uveoskleral (c) iris.

3. Tekanan Intraokular

Tekanan intraokular didefinisikan sebagai keseimbangan antara laju

sekresi dan aliran akuos. Aliran akuos berhubungan dengan resistensi yang

ditemui di trabekular dan tekanan vena episkeral. Laju aliran akuos sebanding

dengan perbedaan tekanan intraokular dan tekanan vena episkeral.


3.1 Konsep Tekanan Intraokular Normal

Tekanan intraokular normal berkisar antara 10-21 mmHg. Meskipun tidak

ada poin patologis yang mutlak, 21 mmHg dianggap sebagai batas atas tekanan

intraokular yang normal. Pada beberapa kasus, manifestasi glaukoma terjadi

dengan tekanan intraokular kurang dari 21 mmHg, namun di kasus lain tekanan

intraokular naik hingga 30 mmHg tanpa disertai manifestasi glaukoma. Meskipun

tekanan intraokular merupakan faktor penting dalam perkembangan glaukoma,

faktor lain juga berpengaruh secara signifikan.

3.2 Fluktuasi Tekanan Intraokular

Tiga faktor yang menentukan tekanan intraokular adalah laju produksi

humor akuos di badan siliar, hambatan aliran akuos di anyaman trabekular dan

sistem kanal Schlemm serta besar tekanan vena episkleral. Secara umum

meningkatnya tekanan intraokular disebabkan meningkatnya hambatan aliran

akuos. Level tekanan intraokular yang normal juga bisa bervariasi berdasarkan

faktor-faktor lain diantaranya adalah waktu (variasi diurnal), detak jantung,

respirasi, aktivitas fisik, konsumsi cairan, medikasi sistemik dan medikasi topikal.

Pada variasi diurnal, tekanan intraokular cenderung lebih tinggi di pagi

hari dan lebih rendah di sore dan malam hari. Variasi diurnal pada mata dengan

tekanan normal adalah <5 mmHg. Hypertensi okular ataupun mata glaukoma

memiliki fluktuasi lebih tinggi (>8 mmHg). Variasi ini memungkinkan terjadinya

kesalahan interpretasi hasil pengukuran tekanan intraokular. Untuk menghindari

hal ini, dilakukan pengukuran beberapa kali di waktu yang berbeda. Namun dalam
prakteknya, dapat dilakukan satu kali di pagi hari karena 80% pasien memiliki

tekanan intraokular puncak sekitar jam 8 pagi.

4. Glaukoma

Glaukoma adalah penyakit yang dikarakteristikkan dengan kerusakan

saraf optik yang menyebabkan kerusakan fungsi penglihatan dimana kenaikan

tekanan intra okuler merupakan faktor risiko yang utama. Klasifikasi glaukoma

yang masih sering dipakai antara lain berdasarkan penyebabnya, primer dan

sekunder. Glaukoma primer tidak disebabkan oleh penyakit okuler ataupun

sistemik yang diketahui sedangkan glaukoma sekunder disebabkan oleh penyakit

okuler ataupun sistemik. Berdasarkan mekanisme terganggunya aliran humor

akuos terbagi menjadi sudut terbuka dan sudut tertutup. Berdasarkan kecepatan

terjadinya yaitu akut dan kronis. Berdasarkan usia terjadinya yaitu kongenital,

juvenil, dan dewasa. Berdasarkan tekanan intra okulernya yaitu glaukoma

tekanan normal dan hipertensi okuler.

Glaukoma adalah penyakit mata di mana terjadi kerusakan saraf optic yang diikuti

gangguan pada lapang pandang yang khas. Kondisi ini utamanya diakibatkan oleh

tekanan intraokuler yang meninggi yang biasanya disebabkan oleh hambatan

pengeluaran cairan bola mata. Penyebab lain kerusakan saraf optic antara lain

gangguan suplai darah ke serat optic dan kelemahan pada saraf optik itu sendiri.

open angle
Glaukoma
Primer closed
Glaukoma angle
GLAUKOMA
Sekunder
Glaukoma
Kongenital
4.1.Epidemiologi

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak di

seluruh dunia. Berbeda dengan katarak, glaucoma menyebabkan kebutaan

yang bersifat permanen. Berdasarkan data WHO tahun 2010, diperkirakan

sebanyak 3.2 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma. Berdasarkan

Survei kesehatan Indera tahun 1993-1996 sebesar 1,5% penduduk Indonesia

mengalami kebutaan dengan prevalensi kebutaan akibat glaucoma sebesar

0.2%.

Sebagian besar glaucoma merupakan glaucoma primer dengan 80%

diantaranya adalah open angle glaucoma. Orang keturunan Asia lebih sering

menderita closed angle glaucoma sementara ras afrika dan amerika lebih

rentan terhadap open angle glaucoma.

4.2.Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi tergantung pada jenis glaucoma yang diderita. Berdasarkan ada

atau tidaknya penyebab, glaucoma dibedakan menjadi dua jenis. Jenis

glaucoma yang tidak diketahui penyebabnya disebut glaucoma primer

sedangkan jenis glaucoma yang tidak diturunkan dan diketahui

penyebabnya disebut glakoma sekunder.

Faktor risiko utama adalah meningkatnya usa dan faktor keturunan. Faktor

risiko yang lain antara lain adalah myopia derajat severe diabetes mellitus,

hipertensi, dan pengobatan dengan steroid lama. Laki-laki memiliki risiko

30% lebih tinggi disbanding perempuan. Risiko penyakit sistemik antara


lain adalah hipertensi dan diabetes mellitus. Hipertensi diasosiasikan

dengan kenaikan 16% risiko terjadinya glaucoma pada suatu individu.

Orang hipotensi juga memiliki risiko walau tak sebesar dengan hipertensi

dengan mekanisme penurunan perfusi okuler sehingga membuat kerusakan

saraf ganglion pada mata.

4.3.Patogenesis dan Patofisiologi

Sejauh ini telah berhasil teridentifikasi 11 gen dan lokus yang

berkontribusi dalam pathogenesis glaucoma dan efeknya yang dipengaruhi

oleh usia dan lingkungan. Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada

glaucoma adalah kematian sel ganglion retina oleh apoptosis yang

mengakibatkan penipisan serat nuklir dan saraf bagian dalam lapisan retina

dan kehilangan aksonal pada saraf optik. Disk optik menjadi atrofi, dengan

pembesaran cawan optic. Deformasi biomekanik dan remodeling pada sel

ganglion retina mengakibatkan perpindahan posterior dari lamina cribrosa

relative pada sklera dan perubahan pada ketebalannya, yang diasosiasikan

dengan kerusakan progresif axon dan sel.


Mekanisme kerusakan pada glaucoma terjadi pada kerusakan sel ganglion

retina. Kenaikan tekanan intraokuler merupakan faktor risiko. Diagnosis

hipertensi okuler ditegakkan pada pasien yang didapati memiliki tekanan

intraokuler tinggi namun tidak memiliki kerusakan syaraf mata. Variasi

pada tekanan intraokuler menyebabkan stress pada syaraf mata yang

hasilnya akan bervariasi tergantung individu berdasarkan komposisi dari

jaringan ikatnya.

Deformasi biomekanik pada syaraf mata mempengaruhi fungsi dari sel

ganglion retina yang salah satu diantaranya adalah transport dari faktor

neurotropik. Kerusakan syaraf memicu kaskade sinyal yang berakhir pada

kematian sel ganglion dan degenerasi akson.


1. Glaukoma sudut terbuka / open angle glaucoma

Fitur patologis utama pada glaucoma jenis ini adalah proses degenerative

pada trabecular meshwork, termasuk deposisi dari materi ekstraselular

pada jaringan dan pada endotel pada kanal Schlemm. Hal ini berbeda dari

proses penuaan yang mana mengakibatkan reduksi dari drainase aqueous

humor sehingga meningkatkan tekanan intraokuler.

2. Glaukoma susut tertutup / closed angle glaucoma

Terjadi pada mata yang memiliki faktor predisposisi tanpa ada patologi

yang lain. Kenaikan tekanan intraokuler terjadi akibat dari obstruksi

pengeluaran aqueous pada trabecular meshwork dan iris. Kondisi ini dapat

menjadi emergensi ophtalmik atau dapat tetap bersifat asimtimatik hingga

terjadi kerusakan lapang pandang.

5. Anamnesis Pemeriksaan Fisik dan Tata Laksana

5.1. Glaukoma Primer Sudut Terbuka

5.2.1 Gejala

Pada awal terjadinya penyakit, pasien dapat tidak merasakan

adanya gejala sampai glaukoma telah menyebabkan hilangnya lapang

pandang. Sakit kepala dan sakit mata dapat terjadi dengan intensitas

ringan. Pasien merasakan kesulitan membaca dan mengerjakan hal-hal

yang membutuhkan penglihatan jarak dekat. Kesulitan ini lama

kelamaan semakin memburuk, terjadi karena peningkatan gagalnya

kemampuan akomodasi. Hal ini disebabkan oleh tekanan terus

menerus terhadap otot silier dan suplai sarafnya. Oleh karena itu,
pasien mengeluhkan seringnya mengganti lensa presbiopi. Jika

penyakit ini tidak diobati, dapat terjadi hilangnya lapang pandang dan

kebutaan.

5.2.2 Penemuan Pada Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan menggunakan slit-lamp, dapat ditemukan

segmen anterior yang normal. Namun, pada stadium lanjut, refleks

pupil melambat dan pad akornea dapat ditemukan sedikit kabut.

Perubahan pada tekanan intraokuler tidak harus naik secara permanen,

tetapi terdapat variasi diurnal yang berbeda pada glaukoma tipe ini .

Pada 55% kasus, terdapat variasi bifasik pada penurunan tekanan

intraokuler, yaitu saat siang hari dan tengah malam. Untuk

membedakan dengan glaukoma sudut tertutup, pada tipe ini, tekanan

intraokuler menurun saat sore hari, berkebalikan dengan tipe

glaukoma sudut tertutup. Dengan pemeriksaan Schiotz, variasi TIO di

atas 8 mmHg mendukung diagnosis glaukoma. Pada pemeriksaan

fundus, terdapat beberapa perubahan yang dapat ditemukan, yaitu

terdapat pembesaran ukuran cup menjadi ≥ 6mm, penipisan

neuroretinal rim, pergeseran pembuluh darah retina ke arah nasal,

pulsasi arteriol retina, atropi serat saraf retina. Semakin lama,

kerusakan akan semakin terjadi hingga seluruh jaringan saraf rusak

yang menimbulkan warna putih pada ujung saraf. Penurunan lapang

pandang dapat terjadi ketika 40% akson sudah rusak


5.2.3 Diagnosis

. Untuk mendiagnosis glaukoma, perlu diketahui level tekanan

intraokuler, cupping pada diskus optikus, dan perubahan lapang

pandang.

a) Glaukoma primer sudut terbuka

Glaukoma primer sudut terbuka didiagnosis apabila terdapat

peningkatan TIO > 21 mmHg, terdapat cupping pada diskus

optikus, dan perubahan lapang pandang. Namun, pasien dengan

peningkatan TIO dengan perubahan diskus atau perubahan lapang

pandang yang tipikal sudah dianggap memiliki glaukoma primer

sudut terbuka.

b) Hipertensi okuler

Terminologi ini digunakan untuk pasien yang memiliki TIO > 21

mmHg secara konstan tanpa adanya perubahan lapang pandang

dan perubahan diskus.


c) Glaukoma normotensi atau glaukoma hipotensi

Tipe ini didiagnosis ketika terjadi cupping pada diskus dengan

atau tanpa perubahan lapang pandang dengan TIO < 21 mmHg.

5.2. Penyakit Sudut Tertutup Primer

Berdasarkan Association of International Glaucoma Societies pada tahun

2006, terminologi glaukoma hanya digunakan ketika terjadi perubahan diskus

optikus dan perubahan lapang pandang.

5.2.1 Suspek Sudut Tertutup Primer

Pada kategori ini, gejala biasanya tidak dirasakan. Tanda klinis

yang ditemukan pada pemeriksaan mata rutin adalah pendangkalan

bilik, mata depan dengan terbentuknya eclipse sign. Pada pemeriksaan

menggunakan slit-lamp, dapat terlihat pendangkalan bilik mata depan

bagian aksial, bentuk diafragma iris lensa konveks, jarak antara iris ke

kornea dekat di bagian perifer. Kriteria diagnosis pada suspek sudut-

tertutup primer adalah:

- Gonioskopi menunjukan kontak irido-trabekular pada sudut > 270o

dan tidak terdapat sinekia periferal anterior

- TIO normal

- Diskus optikus tidak mengalami perubahan glaukomatus

- Lapang pandang normal

5.2.2 Sudut Tertutup Primer


Sudut-tertutup primer dibagi menjadi 3 klasifikasi, yaitu

subakut, akut, dan kronis. Ketiga kelompok tersebut memiliki kriteria

diagnosis berupa kontak irido-trabekular pada gonioskopi menunjukan

sudut > 270o , peningkatan TIO dengan atau tanpa sinekia perifer

anterior, dengan diskus optikus dan lapang pandang masih normal.

a) Subakut

Pada masing-masing kelompok terdapat gejala khas yang

menyertai, yaitu pada fase subakut, terjadi pandangan kabur sementara

pada satu mata, di sekitar cahaya terdapat halo, disertai gejala sakit

kepala, sakit bagian alis, dan sakit mata. Serangan hilang biasanya

karena miosis fisiologis yang distimulasi oleh cahaya terang dan tidur.

Di antara serangan tersebut, pasien tidak memiliki gejala. Pemeriksaan

fisik yang ditemukan pada fase ini adalah konjungtiva tidak

mengalami kongesti.

b) Akut

Peningkatan TIO akut pada pasien dengan sudut tertutup

primer biasanya disebabkan oleh sumbatan pada pupil yang

menyebabkan penutupan sudut secara tiba-tiba. Biasanya fase ini tidak

dapat hilang dengan sendirinya, dapat bertahan hingga beberapa hari

dan mengancam pengelihatan. Gejala yang timbul pada pasien dengan

fase ini adalah onset nyeri tiba-tiba pada mata yang menjalar di

sepanjang percabangan CN V; mual, muntah; kerusakan pengelihatan


secara progresif dan cepat disertai mata kemerahan, fotofobia, dan

lakrimasi. Pasien dapat memiliki riwayat serangan hilang timbul

sebelumnya. Pada pemeriksaan mata dapat ditemukan kelopak mata

dapat edema; pada konjungtiva terjadi edema dan kongesti sehingga

menimbulkan injeksi silier dan konjungtiva; kornea edema dan tidak

sensitif; bilik mata depan sangat dangkal dan sudutnya tertutup

seluruhnya; iris tidak terlihat warnanya; pupil semidilasi, oval vertikal,

terfiksir, dan tidak reaktif terhadap cahaya; TIO meningkat hingga 40

– 70 mmHg; diskus optikus edema dan hiperemia; mata yang tidak

sakit menunjukan bilik mata depan yang dangkal.

5.2.3 Glaukoma Primer Sudut-Tertutup

Glaukoma primer sudut-tertutup terjadi karena adanya

penutupan sinekia pada sudut bilik mata depan secara berangsur-

angsur. Sama seperti sudut-tertutup primer, klasifikasi glaukoma ini

dibagi menjadi subakut, akut, dan kronis. Pada fase subakut dan akut,

gejala sama seperti gejala subakut dan akut pada sudut-tertutup primer

kecuali dengan tambahan adanya perubahan pada diskus optikus dan

perubahan lapang pandang.

Pada glaukoma sudut-tertutup kronis, gejala sama seperti

glaukoma primer sudut terbuka kecuali tertutupnya sudut. Oleh karena

itu, TIO secara konstan meningkat dan pada pemeriksaan gonioskopi

ditemukan > 270o penutupan sudut disertai sinekia perifer anterior.


5.3.Pemeriksaan mata pada glaukoma

5.4.1 Oftalmoskopi

Pemeriksaan saraf optik merupakan elemen yang penting dalam

pemeriksaan pasien glaukoma karena hilangnya lapang pandang dapat

dideteksi melalui adanya perubahan struktur diskus optik. Pada

glaukoma, saraf optik digambarkan dengan rasio cawan dan diskus optik.

Semakin besar rasio cawan diskus optik menggambarkan adanya

kerusakan pada saraf optik.

Oftalmoskopi langsung. Pemeriksa menggunakan mata kiri untuk

mengevaluasi mata kiri pasien.

5.4.2 Tonometri

Tonometri adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler (TIO).

Ada beberapa jenis, Goldmann, Schiotz, dan non-kontak, namun yang


menjadi baku emas pengukuran adalah Goldmann atau tonometri

aplanasi karena lebih akurat. Pada tonometri Goldmann, TIO dapat

diukur melalui tenaga yang dibutuhkan untuk meratakan permukaan

kornea.

Tonometer Aplanasi. (A) Tonometer menyentuh kornea; (B)

fluorescein-stained semicircles saat tonometri

5.4.3 Gonioskopi

Gonioskopi dilakukan untuk melihat anatomi sudut bilik anterior

yang dapat menunjukkan tipe glaukoma menggunakan goniolens.

Goldmann dan Poisner- Zeiss merupakan jenis goniolens yang memiliki

cermin khusus yang menunjukkan garis sejajar dengan iris sehingga

dapat melihat sudut bilik anterior.


Goldmann goniolens. (A) Tiga cermin; (B) Satu cermin; (C) Empat

cermin

5.4.4 Pemeriksaan Lapang pandang (Perimetri)

Pemeriksaan lapang pandang dilakukan untuk memeriksa fungsi

penglihatan pasien glaukoma maupun suspek glaukoma. Pemeriksaan

lapang pandang dapat digunakan untuk mendiagnosis, menilai tingkat

keparahan, dan progresivitas. Macam-macam pemeriksaan lapang

pandang antara lain bisa menggunakan perimeter otomatis, perimeter

Goldmann, Friedman field analyzer, dan tangent screen. Perimeter

otomatis yang paling umum digunakan adalah perimeter Humphrey.


Perimeter Humphrey

5.4.Tata Laksana

5.4.1 Medikamentosa

Ada 3 macam prinsip terapi medikamentosa:

a. Penurunan Produksi Cairan

Beta-adrenergik antagonis atau beta bloker diberikan secara

topikal, terdapat 6 macam dari topikal agen beta-adrenergik antagonis

yang disetujui digunakan di Amerika Serikat maupun Indonesia antara

lain: betaxolol, carteolol, levobunolol, metipranolol, timolol maleat, dan


timolol hemyhidrate. Fungsi beta bloker adalah menurunkan TIO dengan

cara menghambat produksi dari cyclic adenosine monophospate (cAMP)

di epitel siliari.

Carbonic anhidrase inhibitor mengurangi produksi humor akuos

dengan aktifitas antagon1is langsung pada epitel siliaris dimana di

dalamnya terdapat enzim karbonik anhidrase. Ketika aktifitas enzim ini

dihambat, obat ini dapat menurunkan produksi cairan dan menurunkan

TIO. Jenisnya antara lain paling sering digunakan adalah acetazolamide

and methazolamide karena paling efektif.

Alfa-adrenergik agonis menghambat produksi cairan secara

primer sehingga dapat menurunkan TIO, menurunkan tekanan vena,

meningkatkan aliran keluar cairan melalu jalur trabekular serta dapat

melindungi saraf optik. Jenisnya antara lain Apraclonidine dan

brimonidine.

b. Memfasilitasi Pengaliran Cairan

Prostaglandin analog menurunkan tekanan intraokuler dengan

cara meningkatkan aliran akuos lewat jalur uveoskleral dan

meningkatkan aliran darah. Terdapat 4 macam prostaglandin analog yang

diperbolehkan untuk kepentingan klinis antara lain: bimatoprost,

latanoprost, travoprost, dan unoproston.

Agen parasimpatomimetik memiliki efek menurunkan TIO

dengan cara meningkatkan aliran keluar cairan dengan cara

meningkatkan kontraksi otot siliaris sehingga menarik anyaman


trabekular yang menutup kanalis Schlemm. Jenisnya antara lain:

Pilocarpine,Carbachol, echothipate iodide.

Adrenergik Agonis seperi epinefrin dan dipivefrin yang

meningkatkan pengaliran jalur trabekular dan uveoskleral.

c. Reduksi atau Pengurangan Cairan Vitreous

Agen hiperosmotik bekerja menurunkan TIO dengan cara

meningkatkan osmolaritas darah sehingga plasma lebih hipertonik

daripada akueus humor, contoh obatnya adalah mannitol dan gliserol.

5.4.2 Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan terdiri dari laser dan pembedahan insisi. Terapi

pembedahan dilakukan ketika terapi medikamentosa tidak sesuai, atau

tidak efektif pada individu pasien dan jika pada pasien terdapat glaukoma

yang tidak terkontrol yang dapat mengakibatkan kerusakan progresif.

Terapi pembedahan biasanya menjadi terapi awal untuk glaukoma

kongenital dan pupillary block. Pada pasien GPSTa, terapi pembedahan

dilakukan jika terapi medikamentosa telah gagal. Ada berbagai macam

tindakan pembedahan yang bisa diberikan pada pasien glaukoma,

diantaranya :

Untuk GPSTa:

a. Laser Trabekuloplasti

b. Pembedahan insisi

a) Trabekulektomi

b) Filtration surgery
Untuk GPSTp:

a. Laser periferal Iridotomi

b. Pembedahan insisi

a) Filtration surgery (trabekulotomi)

b) Clear lens extraction

5.2.1 Trabekulektomi

Pengobatan secara pembedahan yang paling efektif dan modern

untuk glaukoma adalah trabekulektomi. Trabekulektomi adalah suatu

prosedur bedah yang umum dilakukan untuk membuat saluran drainase

normal, dengan membentuk saluran antara bilik mata depan dengan

ruang subkonjungtiva untuk filtrasi. Terapi pembedahan insisi yang

paling sering dilakukan adalah trabekulektomi. Collaborative Initial

Glaucoma Treatment Study (CIGTS) telah mengkonfirmasi bahwa

trabekulektomi sebagai terapi awal pada pasien glaukoma dapat

mengontrol TIO lebih baik daripada terapi medikamentosa. Sukses dalam

terapi pembedahan dikatakan jika TIO <21 mmHg dan atau penurunan

TIO 30%, dengan atau tanpa obat tambahan.

Indikasi dari trabekulektomi yaitu jika adanya kerusakan pada

fungsi saraf optik karena TIO yang sangat tinggi atau sudah tidak dapat

menurunkan TIO yang cukup dengan terapi medikamentosa ataupun

laser dan intoleransi obat. Kontraindikasi trabekulektomi yaitu tidak

dapat dilakukan pada pasien yang mengalami kebutaan. Selain itu,

adanya luka ekstensif pada konjungtiva dan sklera yang sangat tipis dapat
menurunkan keberhasilan trabekulektomi karena dapat meningkatkan

pembentukan luka setelah operasi. Hasil trabekulektomi juga dikatakan

kurang memuaskan pada pasien usia muda dan glaukoma sekunder.

Tahapan Trabekulektomi (A) pembuatan outline skleral flap superfisial; (B)


pemotongan skleral flap superfisial; (C) eksisi jaringan sklera bagian dalam
menggunakan punch; (D) iridektomi perifer.

Trabekulektomi selain dapat menurunkan TIO lebih besar, juga

memiliki komplikasi paling minimal. Komplikasi bisa diklasifikasikan

menjadi komplikasi dini (muncul kurang dari 3 bulan setelah operasi)

dan komplikasi lambat (3 bulan setelah operasi). Meskipun dikatakan

komplikasi paling sedikit namun dalam memberikan inform consent

kepada pasien perlu disampaikan juga bahwa risiko trabekulektomi juga

bisa menyebabkan hilangnya lapang pandang, terutama yang disebabkan

oleh katarak sebagai komplikasi setelah operasi. Komplikasi lainnya

yaitu seperti infeksi, endoftalmitis, blebitis, dan hipotonus.6 Berdasarkan

jurnal Simon K. Law (2009), komplikasi tersering pada glaukoma sudut


terbuka adalah hipotonus dini yaitu TIO ≤ 5 mmHg, namun akan

kembali normal dengan sendirinya.

Pemberian antimetabolit selama dan setelah operasi juga membantu

menurunkan TIO lebih lanjut. Contoh antimetabolit yang dipakai adalah

5-fluorouracil dan mitomycin C, yang akan mengurangi risiko kegagalan

bleb dan mengontrol TIO namun dengan komplikasi seperti infeksi. Cara

kerjanya yaitu mencegah terjadinya proses penyembuhan alami, dengan

menghambat sintesis dan replikasi DNA, mitosis, dan sintesis protein.

Jenis antimetabolit yang sering dipakai adalah mitomycin C karena lebih

kuat efeknya dibanding 5-FU.

Perawatan pasca operasi perlu dilakukan secara intensif, maka dari

itu biasanya diperlukan follow-up setiap minggu pada bulan pertama,

untuk melihat adanya pembentukan bleb, pemberian 5-FU, atau untuk

melepas sutur.
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR, Tank PW, Gest TR. Clinically Oriented
Anatomy, 6th Ed + Lippincott Williams & Wilkins Atlas of Anatomy: Lippincott
Williams & Wilkins; 2009.
2. American Academy Of Ophthalmology. Fundamentals and Principles of
Ophthalmology in Basic and Clinical Science Course Section 2: American
Academy of Ophthalmology; 2011-2012.
3. Riordan-Eva P, Whitcher J, editors. Vaughan & Ashbury's General
Ophthalmology. 17th ed: McGraw-Hill; 2008.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach:
Elsevier Health Sciences UK; 2011.

Anda mungkin juga menyukai