Anda di halaman 1dari 41

BAB I

METABOLISME MIKROBA

A. METABOLISME MIKROBA (Konsep Energi & Proses Oksidasi-Reduksi)

 Metabolisme Mikroba
Dalam kehidupan, mahluk hidup memerlukan energi yang diperoleh dari proses
metabolisme. Metabolisme adalah suatu ciri yang dimiliki makhluk hidup yang merupakan
serangkaian reaksi kimia di dalam sel. Reaksi-reaksi ini tersusun dalam jalur-jalur
metabolisme yang rumit dengan mengubah molekul-molekul melalui tahapan-tahapan
tertentu. Secara keseluruhan metabolisme bertanggung jawab terhadap pengaturan materi dan
sumber energi dari sel. Metabolisme terjadi pada semua mahluk hidup termasuk kehidupan
mikroba.

Mikroorganisme dalam hidupnya melakukan aktivitas metabolisme. Metabolisme


mikroorganisme merupakan proses-proses kimia yang terjadi di dalam tubuh mikroorganisme.
Metabolisme disebut juga reaksi enzimatis, karena metabolisme terjadi selalu menggunakan
katalisator enzim. Dalam metabolisme mikroorganisme, energi fisik atau kimiawi dikonversi
menjadi energi melalui metabolisme mikrorganisme dan disimpan dalam bentuk senyawa
kimia yang disebut adenosine 5′-triphospate (ATP). Mikroorganisme misalnya bakteri dalam
hidupnya melakukan aktivitas metabolisme. Tujuan metabolisme agar bakteri dapat bertahan
melangsungkan fungsi hidup.

Metabolisme merupakan serentetan reaksi kimia dan biologi yang terjadi dalam sel
hidup. Dalam metabolisme ada dua fase yaitu katabolisme dan anabolisme.

Anabolisme adalah penyusunan senyawa kimia sederhana menjadi senyawa kimia atau
molekul komplek (Prawirohartono dan Hadisumarto, 1997). Pada peristiwa ini diperlukan
energi dari luar. Energi yang digunakan dalam reaksi ini dapat berupa energi cahaya ataupun
energi kimia. Energi tersebut, selanjutnya digunakan untuk mengikat senyawa-senyawa
sederhana tersebut menjadi senyawa yang lebih kompleks. Jadi, dalam proses ini energi yang
diperlukan tersebut tidak hilang, tetapi tersimpan dalam bentuk ikatan-ikatan kimia pada
senyawa kompleks yang terbentuk. Energi yang digunakan dalam anabolisme dapat berupa
energi cahaya atau energi kimia. Anabolisme yang menggunakan energi cahaya dikenal
dengan fotosintesis, sedangkan anabolisme yang menggunakan energi kimia dikenal dengan
kemosintesis.

Katabolisme adalah reaksi pemecahan/pembongkaran senyawa kompleks menjadi


senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan menghasilkan energi yang dapat digunakan
organisme untuk melakukan aktivitasnya. Fungsi reaksi katabolisme adalah untuk
menyediakan energi dan komponen yang dibutuhkan oleh reaksi anabolisme.

 Produksi Energi Oleh Mikroba


Sel-sel bakteri seperti halnya sel semua organisme hidup, umumnya melakukan
aktivitas kehidupan untuk kelangsungan hidupnya. Semua sel membutuhkan suatu sumber
energi. Walaupun sangat beraneka ragam jenis substansi yang berperan sebagai sumber
energi bagi mikroorganisme, namun terdapat pola dasar metabolisme yang sangat sederhana
yaitu terjadi perubahan dari satu bentuk energi yang kompleks menjadi bentuk energi yang
lebih sederhana, sehingga dapat masuk ke dalam rangkaian metabolik.
Bakteri dapat mengubah zat kimia dan energi radiasi kebentuk yang berguna untuk
kehidupannya melalui proses respirasi, fermentasi dan fotosintesis. Dalam respirasi, molekul
oksigen adalah penerima elektron utama, sementara dalam fermentasi molekul bahan
makanan biasanya pecah menjadi dua bagian, dimana yang satu kemudian dioksidasi oleh
yang lainnya. Dalam fotosintesis, energi cahaya diubah menjadi energi kimia.
Bagaimanapun, dalam semua jenis sel dan tanpa menghiraukan mekanisme yang digunakan
untuk mengekstrak energi, reaksi tersebut diiringi oleh pembentukan Adenosine
Triphosphate (ATP). ATP adalah perantara yang umum (reaktan) baik dalam reaksi yang
menghasilkan energi maupun reaksi-reaksi yang membutuhkan energi dan pembentukannya
memerlukan mekanisme dimana energi yang tersedia dapat disalurkan kedalam reaksi
biosintesis dari sel yang memerlukan energi.

 Proses Oksidasi Reduksi


Bakteri memperoleh energi melalui proses oksidasi-reduksi. Oksidasi adalah proses
pelepasan elektron sedang reduksi adalah proses penangkapan elektron. Karena elektron
tidak dapat berada dalam bentuk bebas, maka setiap reaksi oksidasi selalu diiringi oleh reaksi
reduksi. Hasil dari reaksi oksidasi dapat terbentuknya energi. Pada dasarnya proses bioenergi
ini merupakan rangkaian reaksi oksidasi, walaupun ternyata bahwa jasad yang anaerobik pun
dapat menghasilkan. Di dalam proses oksidasi senyawa kimia selalu di ikuti oleh proses
reduksi, sehingga proses tersebut di namakan reaksi redoks. Senyawa yang teroksidasi akan
kehilangan hidrogen atau elektron, sedangkan senyawa yang tereduksi hidrogennya akan
bertambah.
Di dalam proses bioenergi di kenal adanya istilah donor elektron atau donor hidrogen
untuk senyawa yang teroksidasi, dan aseptor elektron atau aseptor hidrogen untuk senyawa
yang tereduksi. Donor elektron umumnya senyawa organik, walaupun dapat juga senyawa
anorganik,sedangkan aseptor elektrondapat senyawa organik ataupun anorganik.

Enzim yang berperan di dalam proses bioenergi adalah enzim oksido-reduktase yang
mengkatalisis pelepasan hidrogen ataupun penambahan oksigen dari substrat. Enzim ini
mempunyai dua golongan, yaitu dehidrogenase dan oksidase. Dehidrogenase mengkatalisis
oksidasi melalui substrat dengan pengurangan hidrogen (dehidrogenasi),misal oksidasi
substratorganik alkohol menjadi asetalhida,atau substrat anorganik hidrogen sulfida menjadi
sulfur. Enzim oksidase mengkatalisis pemindahan hidrogen langsung ke oksigen atau
penggabungan oksigen pada substrat secara langsung, sehingga dapat di bedakan mejadi:
1.Oksidasi mutlak

2. Oksidasi fakultatif

3. Oksigenase

Reaksi bioenergi

Respirasi aerobik Respirasi anaerobik

Fermentasi

Perbedaanya kepada
aseptor elektron
 Pada respirasi aerobik, O2 bebas merupakan satu-satunya aseptor hidrogen CO2 yang di
hasilkan merupakan hasil akhir dari oksidasi, sehingga di dalam respirasi paling banyak di
hasilkan energi. Contoh C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + 688.000 kalori.

 Pada respirasi anaerobik menggunakan senyawa anorganik sebagai aseptor elektron, misal
nitrit, sulfat, karbonat, sehingga reaksi yang terjadi adalah.C6H126 +12KNO3

6CO + 12KNO3 6C02 + 12KNO2 + 429.000 kalori

 Di dalam fermentasi tidak ada aseptor luar yang berperan, sehingga senyawa organik
berfungsi sebagai donor elektron sekaligus berfungsi juga sebagai aseptor elektronnya

C6H12O6 2CO2 + 2C2H5OH +54.000 Kalori.

B. RESPIRASI MIKROBA
Respirasi merupakan proses disimilasi, yaitu proses penguraian zat yang membebaskan
energi kimia yang tersimpan dalam suatu senyawa organik. Dalam proses ini, terjadi
pembongkaran suatu zat makanan sehingga menghasilkan energi yang diperlukan oleh organisme
tersebut. Saat molekul terurai menjadi molekul yang lebih kecil, terjadi pelepasan energi,
reaksinya disebut eksorgenik. Respirasi merupakan salah satu dari reaksi katabolik. Berdasarkan
kebutuhan terhadap oksigen bebas, respirasi dibedakan atas dua macam, yaitu:
A. Respirasi aerob, yaitu respirasi yang membutuhkan oksigen bebas. Pada proses ini oksigen
merupakan senyawa penerima hidrogen akhir.Respieasi aerobik memerlukan oksigen untuk
menghasilkan energi (ATP)

B. Respirasi anaerob, yaitu respirasi yang tidak membutuhkan oksigen bebas. Pada proses ini,
senyawa seperti asam piruvat dan asetaldehid berfungsi sebagai penerima hidrogen
terakhir. Organel yang berperan serta reaksi-reaksi yang terjadi dalam respirasi anaerob
sama seperti yang terjadi pada respirasi aerob. Namun dalam respirasi anaerob peran
oksigen digantikan oleh zat lain, contohnya NO3 dan SO3. Respirasi anaerob hanya dapat
dillakukan oleh mikroorganisme tertentu contohnya bakteri. Respirasi anaerob terjadi
dalam sitoplasma. Respirasi dimulai dari asam piruvat yang berlanjut pada proses
selanjutnya, apabila tidak ada oksigen akan terjadi respirasi anaerob atau fermentasi.
 Respirasi Aerob
Respirasi aerobik memerlukan oksigen untuk menghasilkan energi (ATP).
Karbohidrat, lemak, dan protein dapat semua akan diproses dan dikonsumsi dan dapat
diubah menjadi asam piruvat yang disebut glikolisis terjadi pada sitoplasma, siklus Krebs
dan ETC terjadi dalam membrane sel, semuanya termasuk dalam respirasi aerob. Respirasi
secara aerob, terjadi didalam sitoplasma dan berlangsung melalui empat tahap, yaitu:
Glikolisis, dekarboksilasi oksidatif asam piruvat, siklus krebs (Daur Asam Sitrat), dan
transpor electron.

1. Glikolisis
Glikolisis merupakan pengubahan glukosa menjadi piruvat dan ATP tanpa membutuhkan
oksigen. Proses glikolisis terdiri atas 10 tahap, yaitu:
a) Tahap 1 : Glukosa yang masuk kedalam sel mengalami fosfolirasi dengan bantuan enzim
heksokinase dan menghasilkan glukosa 6-fosfat. Untuk keperluan ini ATP
diubah menjadi ADP agar diperoleh energi.
b) Tahap 2 : Glukosa 6-fosfat diubah oleh enzim fosfoglukoisomerase menjadi bentuk
isomernya berupa fruktosa 6-fosfat.
c) Tahap 3: Dengan menggunakan energi hasil perubahan ATP menjadi ADP, fruktosa 6
fosfat diubah oleh enzim fosfofruktokinase menjadi fruktosa 1,6-bifosfat
d) Tahap 4: Enzim aldolase mengubah fruktosa 1,6-bifosfat menjadi dihidroksiaseton fosfat
dan gliseraldehida fosfat.
e) Tahap 5: Terjadi perubahan reaksi bolak balik antara dihidroksi aseton fosfat dengan
gliseraldehid fosfat sehingga akhirnya hanya gliseraldehid fosfat saja yang
digunakan untuk reaksi berikutnya.
f) Tahap 6: Melalui bantuan enzim triosofosfat dehidrogenase, terjadi perubahan dari
gliseraldehid fosfat menjadi 1,3-bifogliserat. Dalam tahap ini juga terjadi
transfer elektron sehingga NAD berubah menjadi NADH, serta pengikatan
fosfat anorganik dari sitoplasma.
g) Tahap 7: Terjadi perubahan dari 1,3-bifogliserat menjadi 3-fosfogliserat dengan bantuan
enzim fosfogliserokinase. Pada tahap ini juga terjadi pembentukan dua molekul
ATP dengan menggunakan gugus fosfat yang sudah ada pada reaksi
sebelumnya.
h)Tahap 8:Terjadi perubahan 3-fosfogliserat menjadi 2-fosfogliserat karena enzim
fosfogliseromutase memindahkan gugus fosfatnya.
i) Tahap 9: Terjadi pembentukan fosfoenol piruvat (PEP) dan 2-fosfogliserat dengan
bantuan enzim enolase, sekaligus juga terjadi pembentukan 2 molekul air.
j) Tahap 10: Terjadi perubahan fosfoenol piruvat (PEP) menjadi asam piruvat dengan enzim
piruvatkinase, serta terjadi pembentukan 2 molekul ATP

Dengan demikian, pada akhir glikolisis akan dihasilkan 2 molekul asam piruvat yang
berkarbon 3, 2 ATP dan 2 NADH dari setiap perubahan 1 molekul glukosa.
2. Dekarboksilasi Oksidatif Asam Piruvat
Dekarboksilasi oksidatif asam piruvat berlangsung didalam mitokondria dan
merupakan reaksi kimia yang mengawali siklus krebs. Dalam peristiwaini terjadi perubahan
asam piruvat menjadi molekul asetil-KoA. Asetil KoA merupakan senyawa berkarbon dua.
Dalam dua peristiwa ini juga dihasilkan satu molekul NADH untuk setiap pengubahan
molekul asam piruvat menjadi asetil-KoA.

3. Siklus Krebs (Daur Asam Sitrat)


Kondisi aerob dalam organisme berlangsung pada dua tahapan berikutnya, yaitu siklus
krebs dan transpor elektron. Pada organisme eukariotik, proses ini berlangsung pada
matriks dalam mitokondira sedangkan pada prokariotik, berlangsung dalam sitoplasma.
Tahapan siklus krebs adalah sebagai berikut:
a) Asam piruvat dari proses glikolisis, selanjutnya masuk ke siklus krebs setelah bereaksi
dengan NAD+ (Nikotinamida adenine dinukleotida) dan ko-enzim A atau Ko-A,
membentuk asetil KoA. Dalam peristiwa ini, CO2 dan NADH dibebaskan. Perubahan
kandungan C dari 3C (asam piruvat) menjadi 2C (asetil ko-A). b
b) Reaksi antara asetil Ko-A (2C) dengan asam oksalo asetat (4C) dan terbentuk asam sitrat
(6C). Dalam peristiwa ini, Ko-A dibebaskan kembali.
c) Asam sitrat (6C) dengan NAD+ membentuk asam alfa ketoglutarat (5C) dengan
membebaskan CO2.
d) Peristiwa berikut agak kompleks, yaitu pembentukan asam suksinat (4C) setelah bereaksi
dengan NAD+ dengan membebaskan NADH, CO2 dan menghasilkan ATP setelah
bereaksi dengan ADP dan asam fosfat anorganik.
e) Asam suksinat yang terbentuk, kemudian bereaksi dengan FAD (Flarine Adenine
Dinucleotida) dan membentuk asam malat (4C) dengan membebaskan FADH2.
f) Asam malat (4C) kemudian bereaksi dengan NAD+ dan membentuk asam oksaloasetat
(4C) dengan membebaskan NADH, karena asam oksalo asetat akan kembali dengan
asetil ko-A seperti langkah ke 2 atau b di atas.
Dapat disimpulkan bahwa siklus krebs merupakan tahap kedua dalam respirasi aerob yang
mempunyai tiga fungsi, yaitu menghasilkan NADH, FADH2, ATP serta membentuk kembali
oksaloasetat. Oksaloasetat ini berfungsi untuk siklus krebs selanjutnya. Dalam siklus krebs,
dihasilkan 6 NADH, 2 FADH2, dan 2 ATP.
4. Transpor Elektron
Pada dasarnya, transpor elektron merupakan peristiwa pemindahan elaktron dari .
Elektron tersebut berasal dari NADH dan FADH dari suatu substrat ke substrat lain secara
berantai disertai pembentukan ATP melalui proses Fosforilasi okeidatif. Fosforilasi
oksidatif merupakan proses penambahan gugus posfat anorganik ke molekul ADP.
Dalam transpor elektron, yang menjadi penerima elektron terakhir adalah oksigen
sehingga pada akhir peristiwa ini terbentuk O.NADH dan FADH dalam transpor elektron
berfungsi sebagai senyawa pereduksi yangmenghasilkan ion hidrogen. Setiap molekul
NADH yang memasuki rantai transpor elektron akan menghasilkan 3 molekul ATP, dan
setiap molekul FAD akan menghasilkan 2 molekul
ATP.

 Respirasi Anaerob
Dalam respirasi anaerob peran oksigen digantikan oleh zat lain, contohnya NO3 dan SO3
senyawa organik fumarate, dan CO2. Respirasi anaerob hanya dapat dillakukan oleh
mikroorganisme tertentu contohnya bakteri. Respirasi anaerob terjadi dalam sitoplasma.
Adapin ciri-ciri respirasi anaerob adalah srnagai berikut:
a) Tidak memerlukan O2,
b) Menggunakan asam piruvat atau asetaldehida sebagai pengikat H,
c) Menghasilkan asam laktat atau alkohol,
d) Hanya menghasilkan 2 molekul ATP atau energi sebesar 21 kakl,
e) Tahapan reaksi lebih sederhana.

Fermentasi juga termasuk dalam respirasi anaerob karena proses pembebasan energi tanpa
oksigen. Ciri-ciri dari fermentasi adalah:

1. Terjadi pada organisme yang tidak membutuhkan oksigen bebas.


2. Tidak terjadi penyaluran elektron ke siklus krebs dan transpor elektron.
3. Energi (ATP) yang terbentuk lebih sedikit jika dibandingkan dengan respirasi aerob yaitu
2 molekul ATP setiap mol glukosa.
4. Jalur yang ditempuh ialah glikolisis dan pembentukan alkohol (fermentasi alkohol) dan
pembentukan asam laktat
5. Menghasilkan produk berupa asam-asam organik, alkohol dan gas.
6. Organisme anaerobik juga menghasilkan energi, yaitu melalui reaksi-reaksi yang disebut
fermentasi yang menggunakan bahan organik sebagai donor dan akseptor elektron.
Bakteri anaerobik fakultatif dan bakteri anaerobik obligat menggunakan berbagai macam
fermentasi untuk menghasilkan energi. Misalnya pada bakteri Streptococus lactis
menggunakan fermentasi asam laktat untuk perolehan energi yaitu dengan menguraikan
glukosa menjadi asam laktat melalui proses glikolisis, satu molekul glukosa diubah
menjadi dua molekul asam piruvat disertai dengan pembentukan dua NADH + . Asam
piruvat tersebut diubah menjadi asam laktat

Perbedaan Prinsip Tipe Respirasi Pada Mikroorganisme

Akseptor Reduksi dan produk Proses metabolsime Organisme


electron

O2 H2O Respirasi aerobik Escherichia,


Streptomyces
NO3 NO2, NH3 or N2 Respirasi anaerobik Bacillus,
Pseudomonas

SO4 SO4 S or H2S Respirasi anaerobik Desulfovibrio

fumarate succinate Respirasi anaerobik Escherichia

CO2 CH4 methanogenesis Methanococcus


C. FERMENTASI
o Pengertian Fermentasi

Fermentasi berasal dari kata Latin ”fervere” yang berarti mendidih, yang menunjukkan
adanya aktivitas dari yeast pada ekstrak buah-buahan atau larutan malt biji-bijian Kelihatan
seperti mendidih disebabkan karena terbentuknya gelembung-gelembung gas CO2 yang
diakibatkan proses katabolisme atau biodegradasi secara anaerobik dari gula yang ada dalam
ekstrak.

Fermentasi ditinjau secara biokimia mempunyai perbedaan arti dengan mikrobiologi


industri. Secara biokimia, fermentasi diartikan sebagai terbentuknya energi oleh proses
katabolisme bahan organik, sedang dalam mikrobiologi industri, fermentasi diartikan lebih luas
yaitu sebagai suatu proses untuk mengubah bahan baku menjadi suatu produk oleh massa sel
mikroba. Dalam hal ini, fermentasi berarti pula pembentukan komponen sel secara aerob yang
dikenal dengan proses anabolisme atau biosintesis.

Proses fermentasi mengubah sifat fisik dan kimia dari makanan (misalnya rasa, tekstur,
penampilan) dan telah terbukti
(a) meningkatkan daya cerna karbohidrat dan protein,
(b) meningkatkan kadar beberapa vitamin dan mineral,
(c) menyeimbangkan bakteri menguntungkan (flora usus) dalam sistem pencernaan kita.

Respirasi anaerob (fermentasi) adalah respirasi yang terjadi dalam keadaan


ketidaktersediaan oksigen bebas.Asam piruvat yang merupakan produk glikolisis jika dalam
keadaan ketiadaan oksigen bebas akan diubah menjadi alkohol atau asam laktat.

Pada manusia, kekurangan oksigen sering terjadi pada atlet-atlet yang berlari jarah jauh
dengan kencang. Atlet tersebut membutuhkan kadar oksigen yang lebih banyak daripada yang
diambil dari pernafasan. Dengan kurangnya oksigen dalam tubuh, maka proses pembongkaran zat
dilakukan dengan cara anaerob, yang disebut dengan fermentasi. Fermentasi tidak harus selalu
dalam keadaan anaerob. Beberapa jenis mikroorganisme mampu melakukan fermentasi dalam
keadaan aerob.
o Mikroba yang Berperan Dalam Proses Fermentasi
1) Fermentasi Asam Asetat Bakteri Acetobacter aceti merupakan baktei yang mula
pertama diketahui sebagai penghasil asam asetat dan merupakan jasad kontaminan
pada pembuatan wine. Saat ini bakeri Acetobacter aceti digunakan pada produksi
asam asetat karena kemampuanya mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat.
2) Fermentasi Asam Laktat Fermentasi asam laktat banyak terjadi pada susu. Jasa yang
palingberperan dalam fermentasi ini adalah Lacobacillus sp. Laktosa diubah menjadi
asam laktat. Kini asam laktat juga digunakan untuk produksi plastik dalam bentuk
PLA.
3) Fermentasi Asam Sitrat Asam sitrat dihasilkan melalui fermentasi menggunakan
jamur Aspergillus niger. Meskipun beberapa bakteri mampu melakukan, namun yang
paling umum digunakan adalah jamur ini. Pada kondisi aerob jamur ini mengubah
gula atau pati menjadi asam sitrat melalui pengubahan pada TCA.
4) Fermentasi Asam Glutamat Asam glutamat digunakan untuk penyedap makanan
sebagai penegas rasa. Mula pertama dikembangkan di Jepang. Organisme yang kini
banyak digunakan adalah mutan dari Corynebacterium glutamicu.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi untuk menghasilkan etanol adalah:
sumber karbon, gas karbondioksida, pH substrat, nutrien, temperatur, dan oksigen. Untuk
pertumbuhannya, yeast memerlukan energi yang berasal dari karbon. Gula adalah substrat yang
lebih disukai. Oleh karenanya konsentrasi gula sangat mempengaruhi kuantitas alkohol yang
dihasilkan. Kandungan gas karbondioksida sebesar 15 gram per liter (kira-kira 7,2atm) akan
menyebabkan terhentinya pertumbuhan yeast, tetapi tidak menghentikan fermentasi alkohol. Pada
tekanan lebih besar dari 30 atm, fermentasi alcohol baru terhenti sama sekali.

1) pH
PH dari media sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Setiap
mikroorganisme mempunyai pH minimal, maksimal, dan optimal untuk pertumbuhannya.
Untuk yeast, pH optimal untuk pertumbuhannya ialah berkisar antara 4,0sampai 4,5. Pada
pH 3,0 atau lebih rendah lagi fermentasi alcohol akan berjalan dengan lambat.
2) Nutrien
Dalam pertumbuhannya mikroba memerlukan nutrient.Nutrien yang dibutuhkan
digolongkan menjadi dua yaitu nutrient makro dan nutrient mikro. Nutrien makro
meliputi unsur C, N, P, K. Unsur C didapat dari substrat yang mengandung karbohidrat,
unsur N didapat dari penambahan urea, sedang unsur P dan K dari pupuk NPK. Unsur
mikro meliputi vitamin dan mineral-mineral lain yang disebut trace element seperti Ca,
Mg, Na, S, Cl, Fe, Mn, Cu, Co, Bo, Zn, Mo, dan Al.
3. Temperatur
Mikroorganisme mempunyai temperature maksimal, optimal, dan minimal untuk
pertumbuhannya. Temperatur optimal untuk yeast berkisarantara 25-30ºC dan
temperature maksimal antara 35-47ºC. Beberapa jenis yeast dapat hidup pada suhu 0ºC.
Temperatur selama fermentasi perlu mendapatkan perhatian, karena di samping
temperature mempunyai efek yang langsung terhadap pertumbuhan yeast juga
mempengaruhi komposisi produk akhir. Pada temperature yang terlalu tinggi akan
menonaktifkan yeast. Pada temperature yang terlalu rendah yeast akan menjadi tidak
aktif.
Adapun fungsi dari fermentasi sebagai berikut:

 Adapun Menyalamatkan makanan dari berbagai masalah makanan

 Memperpanjang masa penyimpanan

 Menambah gizi makanan

D. SISTEM TRANSPORT ELEKTRON

Transpor elektron adalah proses terakhir dari respirasi aerob, dimana akan dihasilkan ATP dari
NADH dan FADH2 hasil dari glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, dan siklus krebs.
Proses dan Tahapan Transpor Elektron
Inti dari proses ini adalah menghasilkan ATP dari NADH dan FADH2 yang dihasilkan dari
glikolisis, dekarboksilasið)k{idatif, dan siklus krebs.
Satu Molekul glukosa ketika menjalani glikolisis cs akan menghasilkan:

 Dari glikolisis menghasilkan 2 NADH

 Dari dekarboksilasi oksidaif menghasilkan 2 NADH

 Dari siklus krebs menghasilkan 6 NADH dan 2 FADH2


Pada dasarnya, transpor elektron merupakan peristiwa pemindahan elaktron. Elektron
tersebut berasal dari NADH dan FADH dari suatu substrat ke substrat lain secara berantai disertai
pembentukan ATP melalui proses Fosforilasi okeidatif. Fosforilasi oksidatif merupakan proses
penambahan gugus posfat anorganik ke molekul ADP. Dalam transpor elektron, yang menjadi
penerima elektron terakhir adalah oksigen sehingga pada akhir peristiwa ini terbentuk O.NADH
dan FADH dalam transpor elektron berfungsi sebagai senyawa pereduksi yangmenghasilkan ion
hidrogen. Setiap molekul NADH yang memasuki rantai transpor elektron akan menghasilkan 3
molekul ATP, dan setiap molekul FAD akan menghasilkan 2 molekul ATP.
Fosforilasi oksidatif

Fosforilasi ADP ke ATP yang menyertai oksidasi metabolit melalui operasi rantai pernafasan.
Oksidasi senyawa membentuk gradien proton melintasi membran, memberikan energi untuk
sintesis ATP.

Rantai transpor elektron dalam mitokondria merupakan tempat terjadinya fosforilasi oksidatif
pada eukariota. NADH dan suksinat yang dihasilkan pada siklus asam sitrat dioksidasi,
melepaskan energi untuk digunakan oleh ATP sintase.

Fosforilasi oksidatif adalah suatu lintasan metabolisme dengan penggunaan energi yang
dilepaskan oleh oksidasi nutrien untuk menghasilkan ATP, dan mereduksi gas oksigen menjadi
air.Walaupun banyak bentuk kehidupan di bumi menggunakan berbagai jenis nutrien, hampir
semua organisme menjalankan fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP, oleh karena
efisiensi proses mendapatkan energi, dibandingkan dengan proses fermentasi alternatif lainnya
seperti glikolisis anaerobik.

Menurut teori kemiosmotik yang dicetuskan oleh Peter Mitchell, energi yang dilepaskan dari
reaksi oksidasi pada substrat pendonor elektron, baik pada respirasi aerobik maupun anaerobik,
perlahan akan disimpan dalam bentuk potensial elektrokemis sepanjang garis tepi membran
tempat terjadinya reaksi tersebut, yang kemudian dapat digunakan oleh ATP sintase untuk
menginduksi reaksi fosforilasi terhadap molekul adenosina difosfat dengan molekul Pi.

Elektron yang melekat pada molekul sisi dalam kompleks IV rantai transpor elektron akan
digunakan oleh kompleks V untuk menarik ion H+ dari sitoplasma menuju membran mitokondria
sisi luar, disebut kopling kemiosmotik,[3] yang menyebabkan kemiosmosis, yaitu difusi ion H+
melalui ATP sintase ke dalam mitokondria yang berlawanan dengan arah gradien pH, dari area
dengan energi potensial elektrokimiawi lebih rendah menuju matriks dengan energi potensial
lebih tinggi. Proses kopling kemiosmotik juga berpengaruh pada kombinasi gradien pH dan
potensial listrik di sepanjang membran yang disebut gaya gerak proton.Dari teori ini, keseluruhan
reaksi kemudian disebut fosforilasi oksidatif.

Peroses Transport Elektron

a) NADH dan FADH2 mengalami oksidasi, dan elektron berenergi tinggi yang berasal dari
reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim Q.
b) Energi yang dihasilkan ketika NADH dan FADH2 melepaskan elektronnya cukup besar
untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP.
c) Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain melepaskan elektron, koenzim Q
juga melepaskan 2 ion H+.
d) Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c.
e) Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan
cukup energi untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP.
f) Kemudian sitokrom c mereduksi sitokrom a, dan ini merupakan akhir dari rantai transpor
elektron.
g) Sitokrom a ini kemudian akan dioksidasi oleh sebuah atom oksigen, yang merupakan zat
yang paling elektronegatif dalam rantai tersebut, dan merupakan akseptor terakhir
elektron.
h) Setelah menerima elektron dari sitokrom a, oksigen ini kemudian bergabung dengan ion
H+ yang dihasilkan dari oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O).
i) Oksidasi yang terakhir ini lagi-lagi menghasilkan energi yang cukup besar untuk dapat
menyatukan ADP dan gugus fosfat organik menjadi ATP.
Jadi, secara keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang menghasilkan ATP.
Sejak reaksi glikolisis sampai siklus Krebs, telah dihasilkan NADH sebanyak 10 dan FADH2 2
molekul.

Dalam transpor elektron ini, kesepuluh molekul NADH dan kedua molekul FADH2 tersebut
mengalami oksidasi sesuai reaksi berikut.

 Setiap oksidasi NADH menghasilkan kira-kira 3 ATP

 Dan kira-kira 2 ATP untuk setiap oksidasi FADH2.

 Jadi, dalam transpor elektron dihasilkan kira-kira 34 ATP.

 Ditambah dari hasil Glikolisis (2ATP) dan siklus Krebs (2 ATP), maka secara
keseluruhan reaksi respirasi seluler menghasilkan total 38 ATP

 Jadi dari satu molekul glukosa menghasilkan total 38 ATP.

 Akan tetapi, karena dibutuhkan 2 ATP untuk melakukan transpor aktif, maka hasil
bersih dari setiap respirasi seluler adalah 36 ATP. (lihat gambar)
BAB II

METODE DALAM MIKROBIOLOGI

Penelitian pada bidang mikrobiologi maupun biokimia, umumnya melibatkan berbagai


pengerjaan yang berkaitan dengan mikroba, baik itu bakteri maupun fungi. Oleh karena itu,
biokimiawan harus mampu menguasai berbagai teknik laboratorium, seperti teknik dasar
mikrobiologi.

Inokulasi Mikroba merupakan penanaman bakteri atau biasa disebut juga inokulasi adalah
pekerjaan memindahkan bakteri dari medium yang lama ke medium yang baru dengan tingkat
ketelitian yang sangat tinggi. Inokulasi dilakukan dalam kondisi aseptik, yakni kondisi dimana
semua alat yang ada dalam hubungannya dengan medium dan pengerjaan, dijaga agar tetap steril.
Hal ini untuk menghindari terjadinya kontaminasi (Dwijoseputro, 1998). Ruang tempat
penanaman bakteri harus bersih dan keadannya harus steril agar tidak terjadi kesalahan dalam
pengamatan atau percobaaan. Inokulasi dapat dilakukan dalam sebuah kotak kaca yang biasa
disebut sebagai laminar air flow ataupun dalam ruangan yang terjaga kesterilannya (Pelczar,
1986).

a) Teknik Inokulasi

Inokulasi mikroba umumnya menggunakan alat yang disebut sebagai jarum ose yang
berfungsi menginokulasi kultur mikrobia serta memindahkan suatu kultur mikroba (koloni)
pada media satu ke media lainnya. Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengisolasi
biakan murni ataupun inokulasi mikroba antara lain:

1. Metode gores
Teknik ini lebih menguntungkan jika di tinjau dari sudut ekonomi dan waktu, tetapi
memerlukan ketrampilan-ketrampilan yang di peroleh dengan latihan. Penggoresan yang
sempurna akan menghasilkan koloni yang terpisah. Inoculum digoreskan di permukaan
media agar nutrient dalawan cawan petri dengan jarum pindah. Diantara garis-garis
goresan akan terdapat sel-sel yang cukup terpisah sehingga dapat tumbuh menjadi koloni.
Cara penggoresan dilaukan pada medium pembiakan padat bentuk lempeng. Bila
dilakukan dengan baik teknik inilah yang paling praktis. Dalam pengerjaannya terkadang
berbeda pada masing-masing laboratorium tapi tujuannya sama yaitu untuk membuat
goresan sebanyak mungkin pada lempeng medium pembiakan. Ada beberapa teknik
dalam metode goresan, antara lain sinambung, radian, kuadran dan goresan T:

2. Metode tebar
Teknik ini merupakan teknik isolasi mikroba dengan cara menginokulasi kultur
mikroba secara pulasan/sebaran di permukaan media agar yang telah memadat. Metode
ini dilakukan dengan mengencerkan biakan kultur mikroba. Karena konsentrasi sel-sel
mikroba pada umumnya tidak diketahui, maka pengenceran perlu dilakukan beberapa
tahap, sehingga sekurang-kurangnya ada satu dari pengenceran itu yang mengandung
koloni terpisah (30-300 koloni). Koloni mikrobia yang terpisah memungkinkan koloni
tersebut dapat dihitung.
Metode tebar setetes inokolum diletakan pada sebuah medium agar nutrient dalam
cawan petridish dan dengan menggunakan batang kaca yang bengkok dan steril. Inokulasi
itu disebarkan dalam medium batang yang sama dapat digunakan dapat menginokulasikan
pinggang kedua pinggang untuk dapat menjamin penyebaran yang merata dengan baik.
Pada beberapa pinggang akan muncul koloni-koloni yang terpisah.
Gambar 12. Metode agar sebar dan agar tuang
3. Metode tuang
Isolasi menggunakan media cair dengan cara pengenceran. Dasar melakukan pengenceran
adalah penurunan mikroorganisme sehingga pada suatu saat hanya ditemukan satu sel
dalam tabung.

4. Metode tusuk
Dengan cara meneteskan atau menusukan ujung jarum ose yang didalamnya terdapat
inokolum, kemudian di masukan kedalam media
BAB III

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN MIKROBA

A. FAKTOR ALAM
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa zat suatu
organisme, misalnya kita makhluk makro ini dikatakan tumbuh ketika bertambah tinggi,
bertambah besar atau bertambah berat. Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih diartikan
sebagai pertumbuhan koloni, yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran koloni yang semakin
besar atau subtansi atau massa mikroba dalam koloni tersebut semakin banyak, pertumbuhan
pada mikroba diartikan sebagai pertambahan jumlah sel mikroba itu sendiri.
Pertumbuhan mikroorganisme tergantung dari tersediannya air. Bahan-bahan yang terlarut
dalam air, yang digunakan oleh mikroorganisme untuk membentuk bahan sel dan memperoleh
energi, adalah bahan makanan. Tuntutan berebagai mikroorganisme yang menyangkut susunan
larutan makanan dan persyaratan lingkungan tertentu, sangat berbeda-beda. Oleh karena itu
diperkenalkan banyak resep untuk membuat media biak untuk mikroorganisme.

Ada beberapa faktor alam yang mempengarui pertumbuhan mikroba antara lain yaitu:

1. Tingkat keasaman (pH)

Kebanyakan mikroba tumbuh baik pada pH sekitar netral dan pH 4,6 – 7,0 merupakan
kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan kapang dan khamir tumbuh pada
pH yang lebih rendah.

Pengaruh ph terhadap pertumbuhan mikroba berkaitan dengan kondisi asam atau


basanya lingkungan suatu mikroba. Jika pH lebih rendah dari 7 (pH netral), berarti kondisi
berada dalam keadaan asam. Sementara itu, nilai pH di atas 7 menunjukkan bahwa kondisi
berada dalam keadaam basa (alkifilik). Jika dilihat dari pH, umumnya bakteri dapat tumbuh
dengan baik pada pH netral (neutrofilik), yaitu 6,5 sampai 7,5. Namun, ada juga mikroba
yang tahan pada kondisi pH rendah atau asam (asidofilik) dan mikroba yang tahan pada
kondisi pH tinggi atau basa (alkalifilik) (Tortora dkk., 2010; Madigan dkk., 2011).
Gambar . Grafik pertumbuhan bakteri berdasarkan pH.

2. Suhu

Suhu merupakan salah satu factor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
mikroba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum tertentu untuk
pertumbuhannya. Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba dibedakan atas tiga
kelompok sebagai berikut:

 Psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan pada suhu 0-20o C.

 Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 20- 45o C.

 Termofil, yaitu mikroba yang suhu pertumbuhannya diatas 45 o C

 Hipertermofilik adalah mikroba yang menyukai kondisi suhu sangat panas.

Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikroba adalah mempengaruhi laju reaksi


enzimatis dan kimia di dalam sel. Semakin meningkat suhu, maka laju reaksi akan semakin
cepat. Namun, pada taraf suhu tertentu, komponen sel akan mengalami kerusakan. Suhu
akan meningkatkan metabolisme sampai pada titik terjadinya denaturasi. Ketika mencapai
titik tersebut, fungsi sel akan menurun sampai ke titik nol. Berdasarkan hal tersebut, ada
tiga tingkatan suhu yang memengaruhi mikroorganisme. Suhu minimum adalah batas
terendah bagi suatu mikroba masih dapat hidup, suhu optimum adalah suhu optimal bagi
suatu mikroba untuk melakukan pertumbuhan, dan suhu maksimum adalah batas tertinggi
bagi suatu mikroba untuk dapat hidup (Madigan dkk. 2011).
Kebanyakan mikroba perusak pangan merupakan mikroba mesofil, yaitu tumbuh baik
pada suhu ruangan atau suhu kamar. Bakteri pathogen umumnya mempunyai suhu
optimum pertumbuhan sekitar 37o C, yang juga adalah suhu tubuh manusia. Oleh karena
itu suhu tubuh manusia merupakan suhu yang baik untuk pertumbuhan beberapa bakteri
pathogen. Mikroba perusak dan pathogen umumnya dapat tumbuh pada kisaran suhu 4–
66oC.

Gambar . Grafik pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikroba.

3. Nutrient

Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai
sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah : karbon,
nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya.
Ketiadaan atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.Kondisi tidak bersih dan
higinis pada lingkungan adalah kondisi yang menyediakan sumber nutrisi bagi
pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh berkembang di lingkungan seperti
ini. Oleh karena itu, prinsip daripada menciptakan lingkungan bersih dan higinis adalah
untuk mengeliminir dan meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba agar pertumbuhannya
terkendali.
4. Oksigen

Mikroba mempunyai kebutuhan oksigen yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya.


Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, mikroba dibedakan atas 4 kelompok sebagai
berikut:

• Aerob, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.

• Anaerob, yaitu mikroba yang tumbuh tanpa membutuhkan oksigen.

• Anaerob fakultatif, yaitu mikroba yang dapat tumbuh dengan atau tanpa adanya oksigen.

• Mikroaerofil, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen pada konsentrasi yang lebih
rendah daripada konsentrasi oksigen yang normal di udara. Mikroba perusak pangan
sebagian besar tergolong aerob, yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya,
kecuali bakteri yang dapat tumbuh pada saluran pencernaan manusia yang tergolong
anaerob fakultatif.

5.Tekanan osmotik
Faktor tekanan osmotik berkaitan dengan seberapa tinggi konsentrasi zat terlarut,
seperti garam, gula, dan substansi lain, berada dalam suatu zat pelarut (air). Pengaruh
tekanan osmotik terhadap pertumbuhan mikroba adalah substansi yang terlarut mempunyai
afinitas kepada air, membuat air berasosiasi dengannya sehingga lebih sedikit tersedia
untuk organisme. Jika konsentrasi larutan pada suatu lingkungan melebihi yang berada
dalam sitoplasma, air di dalam sel akan keluar. Hal tersebut akan memberikan ancaman
yang serius karena sel bisa dehidrasi sehingga sel tidak dapat tumbuh. Ketersediaan air
diekspresikan dalam bentuk aktivitas air atau diberi simbol aw. Berdasarkan bentuk
adaptasi terhadap tekanan osmotik, mikroba dikelompokkan menjadi halophile, osmophile,
dan xerophile (Madigan dkk., 2011).

B. FAKTOR KIMIA

Faktor kimia yang memengaruhi mikroorganisme adalah senyawa kimia yang berfungsi
sebagai bahan makanan dan senyawa kimia yang bersifat racun bagi mikroorganisme. Senyawa
kimia yang berfungsi sebagai bahan makanan bagi mikroorganisme, misalnya karbon, nitrogen,
sulfur, fosfor, trace element, dan organic growth factor (Tortora dkk. 2010). Sementara itu,
senyawa yang bersifat racun bagi mikroba adalah zat desinfektan dan antiseptik. Zat desinfektan
adalah zat kimia yang dapat membunuh mikroorganisme, tetapi tidak perlu endospora, dan
digunakan pada objek yang mati. Zat antiseptik adalah agen kimia yang dapat membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroba dan tidak toksik jika digunakan oleh jaringan hidup. Contoh
zat desinfektan adalah ethanol dan detergen kationik yang digunakan untuk disinfeksi lantai,
meja, dinding, dan lain-lain. Contoh zat antiseptik adalah ethanol, walaupun dapat juga berfungsi
sebagai desinfektan (Madigan dkk. 2011).

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dan membandingkan zat yang
bersifat racun bagi mikroba, yaitu:

a) Metode paper disk assay

Metode paper disk assay memiliki prinsip membandingkan zat kimia yang beracun
terhadap mikroba dengan cara mecelupkan paper disk dalam zat kimia tersebut kemudian
meletakkannya pada medium yang telah ditumbuhkan bakteri. Jika agen kimia bersifat
inhibitor, akan terbentuk zona bening (clear zone) di sekitar disk. Ukuran dari zona
bening adalah ekspresi dari tingkat efektivitas agen kimia tersebut dan dapat
dibandingkan secara kuantitatif dengan efek dari agen kimia yang lain (Benson 2001).

b) Metode cylinder plate assay.

Sementara itu, metode cylinder plate assay memiliki prinsip yang sama seperti metode
paper disk assay, namun bedanya pada metode cylinder plate assay menggunakan silinder
kaca (Gandjar dkk. 1992).

Ada beberapa senyawa kimia yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba sebagai berikut:

Senyawa kimia yang berfungsi sebagai bahan makanan bagi mikroorganisme, misalnya
karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, trace element, dan organic growth factor (Tortora dkk. 2010).

a. Nitrogen
Beberapa tipe bakteri menggunakan senyawa nitrogen anorganik dan yang lain
membutuhkan nitrogen organik sebagai bahan makanan.
b. Sulfur dan Fosfor
Sulfur dan fosfor untuk bakteri yang berasal dari senyawa sulfur organik, sedangkan
fosfor diberikan sebagai fosfat yaitu garam-garam fosfat.
c. Beberapa Unsur Logam
Beberapa unsur logam seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium untuk pertumbuhan
yang normal.Namun dibutuhkan dalam jumlah yang kecil.

Ada juga senyawa kimia yang dapat memnggangu pertumbuhan mikroba dan dapat
membunuh mikriba tersebut antara lain:

a. Fenol Dan Senyawa-Senyawa Lain Yang Sejenis


Larutan fenol 2 sampai 4% berguna bagi desinfektan. Kresol atau kreolin lebih baik
khasiatnya daripada fenol. Lisol ialah desinfektan yang berupa campuran sabun dengan
kresol; lisol lebih banyak digunakan daripada desinfektan-desinfektan yang lain. Karbol
ialah lain untuk fenol. Seringkali orang mencampurkan bau-bauan yang sedap, sehingga
desinfektan menjadi menarik.
b. Formaldehida (CH2O)
Suatu larutan formaldehida 40% biasa disebut formalin. Desinfektan ini banyak sekali
digunakan untuk membunuh bakteri, virus, dan jamur. Formalin tidak biasa digunakan
untuk jaringan tubuh manusia, akan tetapi banyak digunakan untuk merendam
bahanbahan laboratorium, alat-alat seperti gunting, sisir dan lain-lainnya pada ahli
kecantikan.
c. Alkohol
Etanol murni itu kurang daya bunuhnya terhadap bakteri. Jika dicampur dengan air
murni, efeknya lebih baik. Alcohol 50 sampai 70% banyak digunakan sebagai
desinfektan.
d. Senyawa toksik

Ion-ion logam berat seperti Hg,Cu,Zn,Li dan Pb walaupun pada kadar yang sangat rendah
akan bersifat toksik terhadap mikroba,karena ion –ion logam berat dapat bereaksi dengan
gugusan senyawa sel .

Beberapa kation seperti Li⁺ dan Zn2⁺ bersifat toksik terhadap bakteri ,sehingga akibatnya
kegiatan enzim terhenti ,karena kation semacam ini bersifat antagonis terhadap H⁺

Anion seperti sulfat ,tartrat ,klonida ,nitrat dan benzoate ,mempengaruhi kegiatan fisiologi
mikroba .

Sifat meracun alkali juga berbeda –beda tergantung kepada jenis logamnya
e. Tegangan permukaan

Tegangan permukaan mempengaruhi cairan sehingga permukaannya akan menyerupai


membrane elastis ,dan ini dapat mempengaruhi kehidupan mikroba .Protoplasma mikroba
terdapat di dalam sel yang dilindungi dinding sel .Dengan adanya perubahan bahan pada
tegangan permukaan dinding sel ,akan mempengaruhi pertumbuhan dan perubahan
bentuk morfologinya.

C. FAKTOR BIOLOGI
Faktor biologi juga dapat memengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, misalnya adalah
peristiwa sinergisme mikroba atau antagonisme mikroba. Sinergisme mikroba adalah peristiwa
pada dua atau lebih mikroba yang secara bersama-sama memproduksi substansi yang tak satupun
dapat memproduksinya secara terpisah. Antagonisme mikroba adalah peristiwa salah satu
organisme pertumbuhannya terhambat dan yang lainnya tidak terhambat (peristiwa tersebut
disebut juga antibiose).
Ada beberapa hubungan antara miroba satu dengan yang lain yang dapat mempengaruhi
ertumbuhan mikroba tersebut antara lain:
a. Netralisme
Netralisme adalah hubungan antara dua populasi yang tidak saling mempengaruhi.
Hal ini dapat terjadi pada kepadatan populasi yang sangat rendah atau secara fisik
dipisahkan dalam mikrohabitat, serta populasi yang keluar dari habitat alamiahnya.
Sebagai contoh interaksi antara mikroba allocthonous (nonindigenous) dengan mikroba
autochthonous (indigenous),dan antar mikroba nonindigenous di atmosfer yang kepadatan
populasinya sangat rendah. Netralisme juga terjadi pada keadaan mikroba tidak aktif,
misal dalam keadaan kering beku, atau fase istirahat (spora, kista)
b. Komensalisme
Hubungan komensalisme antara dua populasi terjadi apabila satu populasi
diuntungkan tetapi populasi lain tidak terpengaruh. Contohnya adalah:
a. Bakteri Flavobacterium brevis dapat menghasilkan ekskresi sistein. Sistein dapat
digunakan oleh Legionella pneumophila.
b. Desulfovibrio mensuplai asetat dan H2 untuk respirasi anaerobic
Methanobacterium.
c. Sinergisme
Suatu bentuk asosiasi yang menyebabkan terjadinya suatu kemampuan untuk dapat
melakukan perubahan kimia tertentu di dalam substrat. Apabila asosiasi melibatkan 2
populasi atau lebih dalam keperluan nutrisi bersama, maka disebut sintropisme.
Sintropisme sangat penting dalam peruraian bahan organik tanah, atau proses
pembersihan air secara alami.
d. Mutualisme (Simbiosis)
Mutualisme adalah asosiasi antara dua populasi mikroba yang keduanya saling
tergantung dan sama-sama mendapat keuntungan. Mutualisme sering disebut juga
simbiosis. Simbiosis bersifat sangat spesifik (khusus) dan salah satu populasi anggota
simbiosis tidak dapat digantikan tempatnya oleh spesies lain yang mirip. Contohnya
adalah Bakteri Rhizobium sp. yang hidup pada bintil akar tanaman kacang-kacangan.
Contoh lain adalah Lichenes (Lichens), yang merupakan simbiosis antara algae
sianobakteria dengan fungi. Algae (phycobiont) sebagai produser yang dapat
menggunakan energi cahaya untuk menghasilkan senyawa organik. Senyawa organik
dapat digunakan oleh fungi (mycobiont), dan fungi memberikan bentuk perlindungan
(selubung) dan transport nutrien / mineral serta membentuk faktor tumbuh untuk algae.
e. Kompetisi
Hubungan negatif antara 2 populasi mikroba yang keduanya mengalami kerugian.
Peristiwa ini ditandai dengan menurunnya sel hidup dan pertumbuhannya. Kompetisi
terjadi pada 2 populasi mikroba yang menggunakan nutrien / makanan yang sama, atau
dalam keadaan nutrien terbatas. Contohnya adalah antara protozoa Paramaecium
caudatum dengan Paramaecium aurelia.
f. Amensalisme (Antagonisme)
Satu bentuk asosiasi antar spesies mikroba yang menyebabkan salah satu pihak
dirugikan, pihak lain diuntungkan atau tidak terpengaruh apapun. Umumnya merupakan
cara untuk melindungi diri terhadap populasi mikroba lain. Misalnya dengan
menghasilkan senyawa asam, toksin, atau antibiotika. Contohnya adalah bakteri
Acetobacter yang mengubah etanol menjadi asam asetat. Thiobacillus thiooxidans
menghasilkan asam sulfat. Asam-asam tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri
lain. Bakteri amonifikasi menghasilkan ammonium yang dapat menghambat populasi
Nitrobacter.
g. Parasitisme
Parasitisme terjadi antara dua populasi, populasi satu diuntungkan (parasit) dan
populasi lain dirugikan (host / inang). Umumnya parasitisme terjadi karena keperluan
nutrisi dan bersifat spesifik. Ukuran parasit biasanya lebih kecil dari inangnya. Terjadinya
parasitisme memerlukan kontak secara fisik maupun metabolik serta waktu kontak yang
relatif lama. Contohnya adalah bakteri Bdellovibrio yang memparasit bakteri E. coli.
Jamur Trichoderma sp. memparasit jamur Agaricus sp.
BAB IV

PEMANFAATAN MIKROBA BAGI KEHIDUPAN MANUSIA

A. BIDANG LINGKUNGAN
Mikroba terdapat dimana-mana di sekitar kita, ada yang menghuni tanah air dan atmosfer
planet kita. Adanya mikroba di planet lain diluar bumi telah diselidiki pula, namun sejauh ini di
ruang angkasa belum menampakkan adanya mikroba. studi tentang mikroba yang ada di
lingkungan alamiahnya disebut ekologi mikroba. Ekologi merupakan bagian biologi yang
berkenaan dengan studi mengenai hubungan organisme atau kelompok organisme dengan
lingkungannya.Mikroba mempunyai banyak manfaat untuk lingkungan dintaranya sebagai
berikut:

Penguraian/ Biodegradasi Bahan Pencemar (Polutan)

Pencemaran lingkungan akhir-akhir ini menjadi permasalahan global yang menuntut


pengelolaan yang efektif dan efisien dalam waktu yang relatif cepat. Akhir-akhir ini
mikroba banyak dimanfaatkan di bidang lingkungan, terutama untuk mengatasi masalah
pencemaran lingkungan (bioremidiasi), baik di lingkungan tanah maupun perairan. Bahan
pencemar dapat bermacam-macam mulai dari bahan yang berasal dari sumber-sumber
alami sampai bahan sintetik, dengan sifat yaang mudah dirombak (biodegradable) sampai
sangat sulit bahkan tidak bisa dirombak (rekalsitran/nonbiodegradable) maupun bersifat
meracun bagi jasad hidup dengan bahan aktif tidak rusak dalam waktu lama (persisten).

1) Penggunaan Mikroba dalam pembersihan air


Dalam air baik yang kita anggap jernih, sampai terhadap air yang keadaannya sudah
kotor atau tercemar, di dalamnya akan terkandung sejumlah ke-hidupan, yaitu misalnya
yang berasal dari sumur biasa, sumur pompa, sumber mata-air dan sebagai-nya, di
dalamnya terdiri dari bakteri, yaitu : • Kelompok bakteri besi (misalnya Crenothrix dan
Sphaerotilus) yang mampu mengoksidasi senyawa ferro menjadi ferri. Akibat
kehadirannya, air sering berubah warna kalau disimpan lama yaitu warna kehitam-hitaman,
kecoklatcoklatan, dan sebagainya. • Kelompok bakteri belerang (antara lain Chromatium
dan Thiobacillus) yang mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S. Akibatnya kalau
air disimpan lama akan tercium bau busuk seperti bau telur busuk.
Kehadiran kelompok bakteri dan mikroalga tersebut di dalam air, dapat menyebabkan
terjadinya penurunan turbiditas dan hambatan aliran, karena kelompok bakteri besi dan
belerang dapat membentuk serat atau lendir. Akibat lainnya adalah terjadinya proses korosi
(pengkaratan) terhadap benda-benda logam yang berada di dalamnya, menjadi bau, berubah
warna, dan sebagainya.
2) Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Detergen
Alkil benzil sulfonat (ABS) adalah komponen detergen, yang merupakan zat aktif yang
dapat menurunkan tegangan muka sehingga dapat digunkan sebagai pembersih. ABS
mempunyai Na-sulfonat polar dan ujung alkil non-polar. Pada proses pencucian, ujung
polar ini menghadap ke kotoran (lemak) dan ujung polarnya menghadap ke luar (ke-air).
Bagian alkil dari ABS ada yang linier dan non-linier (bercabang). Bagian yang bercabang
ABS-nya lebih kuat dan berbusa, tetapi lebih sukar terurai sehingga menyebabkan badan air
berbuih. Sulitnya peruraian ini disebabkan karena atom C tersier memblokir beta-oksidasi
pada alkil. Hal ini dapat dihindari apabila ABS mempunyai alkil yang linier. Namun ada
beberapa bakteri yang dapat menguraikan ABS meskipun memakan waktu yang cukup
lama.
3) Penggunaan Mikroba dalam Menguraikan Plastik
Plastik banyak kegunaannya tetapi polimer sintetik plastik sangat sulit dirombak secara
alamiah. Hal ini mengakibatkan limbah yang plastik semakin menumpuk dan dapat
mencemari lingkungan. Akhir-akhir ini sudah mulai diproduksi plastik yang mudah terurai.
Plastik terdiri atas berbagai senyawa yang terdiri dari polietilen, polistiren, dan polivinil
klorida. Bahan-bahan tersebut bersifat inert dan rekalsitran. Senyawa lain penyusun plastik
yang disebut plasticizers terdiri: (a) ester asam lemak (oleat, risinoleat, adipat, azelat, dan
sebakat serta turunan minyak tumbuhan, (b) ester asam phthalat, maleat, dan fosforat.
Bahan tambahan untuk pembuatan plastik seperti Phthalic Acid Esters (PAEs) dan
Polychlorinated Biphenyls (PCBs) sudah diketahui sebagai karsinogen yang berbahaya bagi
lingkungan walaupun dalam konsentrasi rendah.
Dari alam telah ditemukan mikroba yang dapat merombak plastik, yaitu terdiri dari
dari bakteri, actynomycetes, jamur, dan khamir yang umumnya dapat menggunakan
plasticizers sebagai sumber C, tetapi hanya sedikit mikroba yang telah ditemukan mampu
merombak polimer plastiknya yaitu jamur Aspergillus fischeri dan Paecilomyces sp.
Sedangkan mikroba yang mampu merombak dan menggunakan sumber C dari plsticizers
yaitu jamur Aspergillus niger, A. Versicolor,
4) Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Pestisida/herbisida
Macam pestisida kimia sintetik yang telah digunakan sampai sekarang jumlahnya
mencapai ribuan. Pestisida yang digunakan untuk memberantas hama maupun herbisida
yang digunakan untuk membersihkan gulma, sekarang sudah mengakibatkan banyak
pencemaran. Hal ini disebabkan sifat pestisida yang sangat tahan terhadap peruraian secara
alami (persisten). Contoh pestisida yang persistensinya sangat lama adalah DDT, Dieldrin,
BHC, dan lain-lain.Namun sekarang sudah ditemukan jenis bakeri seperti Aspergilus niger
merupakan salah satu spesies bakteri yang dapat dikembangkan untuk memetabolisme
pestisida tertentu seperti endosulfan dan karbofuran.
5) Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Logam Berat
Limbah penambangan emas dan tembaga (tailling) yang banyak mengandung logam
berat terutama air raksa (Hg), industri logam dan penyamakan kulit banyak menghasilkan
limbah logam berat terutama cadmium (Cd), serta penggunaan pupuk (misalnya pupuk
fosfat) yang mengandung logam berat seperti Hg, Pb, dan Cd sekarang banyak
menimbulkan masalah pencemaran logam berat. Logam berat dalam konsentrasi rendah
dapat membahayakan kehidupan karena afinitasnya yang tinggi dengan sistem enzim dalam
sel, sehingga menyebabkan inaktivasi enzim dan berbagai gangguan fisiologi sel. Bakteria
dapat menghasilkan senyawa pengkhelat logam yang berupa ligan berberat molekul rendah
yang disebut siderofor. Siderofor dapat membentuk kompleks dengan logam-logam
termasuk logam berat.
Limbah pabrik yang banyak mengandung logam berat dapat dibersihkan oleh
mikroorganismeyang dapat menggunakan logam berat sebagai nutrien atau hanya menjerab
(imobilisasi) logam berat. Mikroorganisme yang dapat digunakan diantaranya adalah
Thiobacillus ferrooxidans dan Bacillus subtilis. Thiobacillus ferrooxidans mendapatkan
energi dari senyawa anorganik seperti besi sulfida dan menggunakan energi untuk
membentuk bahan-bahan yang berguna seperti asam fumarat dan besi sulfat. Bacillus
subtilis memiliki kemampuan mengikat beberapa logam berat seperti Pb, Cd, Cu, Ni, Zn,
Al dan Fe dalam bentuk nitrat. Logamlogam tersebut dapat dilarutkan kembali setelah
bakterinya dilisiskan.
B. PERTANIAN
Pada bidang pertanian, setelah dipahaminya kemampuan mikroba dalam menambat hara
nitrogen, fosfat, belerang, dan hara lain, selanjutnya berkembang teknologi pemupukan dengan
memanfaatkan jasad renik. Jenis-jenis mikroba seperti jamur, bakteri, dan alga mampu menambat
hara untuk meningkatkan kesuburan tanah atau langsung untuk memenuhi kebutuhan tanaman.
Selain dapat meningkatkan kesuburan tanah, mikroba tanah juga dapat menghasilkan hormon
tumbuh dan pestisida. Empat besar unsur-unsur penyusun tubuh tanaman adalah karbon,
hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Tiga besar pertama tersedia dalam bentuk karbondioksida
(CO2), air (H2O), dan oksigen (O2). Sebaliknya nitrogen, unsur pembentuk senyawa protein,
relatif tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman meskipun sekitar 80 % udara
tersusun oleh senyawa ini

Bakteri Rhizobium merupakan mikroba yang mampu mengikat nitrogen bebas yang berada
di udara menjadi ammonia (NH3) yang akan diubah menjadi asam amino yang selanjutnya
menjadi senyawa nitrogen yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berkembang, sedangkan
Rhizobium sendiri memperoleh karbohidrat sebagai sumber energi dari tanaman inang.

Karakteristik bakteri Rhizobium secara makroskopis adalah warna koloni putih susu, tidak
transparan, bentuk koloni sirkuler, konveks, semitranslusen, diameter 2 - 4 mm dalam waktu 3 - 5
hari pada agar khamir-manitol-garam mineral. Organisme ini memiliki ciri khas yaitu dapat
menyerang rambut akar tanaman kacang-kacangan di daerah beriklim sedang atau beberapa
daerah tropis dan mendorong memproduksi bintil-bintil akar yang menjadikan bakteri sebagai
simbiosis intraseluler. Kehadiran bakteri pada bintil-bintil akar sebagai bentuk pleomorfik di
mana secara normal termasuk dalam fiksasi nitrogen atmosfer ke dalam suatu bentuk
penggabungan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman inang. Semua galur bakteri bintil akar
menunjukkan afinitas terhadap inang.
Gambar 1. Bakteri Rhizobium sp. menempel pada tumbuhan inang

Pemanfaatan Rhizobium dalam Produksi Pertanian Dilakukan Melalui:

1. Pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah dengan memanfaatkan mikrobia yang


berperan dalam siklus Nitrogen (mikrobia penambat nitrogen, mikrobia amonifikasi,
nitrifikasi, dan denitrifikasi), Fosfor (mikrobia pelarut fosfat), Sulfur (Mikrobia
pengoksidasi sulfur), dan Logam-logam (Fe, Cu, Mn, dan Al),
2. Pemeliharaan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia penekan organisma
pengganggu tanaman (OPT),
3. Pemulihan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia pendekomposisi / penyerap
senyawa-senyawa toksik terhadap mahluk hidup (Bioremediasi),
4. Pemacuan pertumbuhan tanaman dengan memanfaatkan mikrobia penghasil fitohormon.

c) Karakteristik Bakteri Rhizobium sp.

Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang mampu
menyediakan hara bagi tanaman. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer
bila berada di dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium terhadap
pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan ketersediaan nitrogen bagi tanaman
inangnya. Bakteri Rhizobium merupakan mikroba yang mampu mengikat nitrogen bebas
yang berada di udara menjadi ammonia (NH3) yang akan diubah menjadi asam amino
yang selanjutnya menjadi senyawa nitrogen yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan
berkembang, sedangkan Rhizobium sendiri memperoleh karbohidrat sebagai sumber
energi dari tanaman inang.
Rhizobium sp.
Kingdom : Monera
Kelas : Psilopsida
Ordo : Psilotales
Family : Psilotaceae
Genus : Rhizobium
Species : Rhizobium sp.

Gambar 2. Bakteri Rhizobium pada akar

d) Pengaruh dan Penerapan Bakteri Rhizobium sp Terhadap Mikrobiologi Pertanian

Pada dunia pertanian bakteri rhizobium sp mengikat unsur nitrogen dari lingkungan
sekitar dan menularkan ke tumbuhan, tetapi bagian akar dan juga pada bagian tanah pada
suatu tanaman. Kebanyakan rhizobium sp menularkan pada tanaman yang berbiji :
contohnya saja akar pada tanaman kedelai. Pada tanaman kedelai tersebut, bakteri
rhizobium sp menempel pada bintil akar. Dan itu membuat tanaman tersebut tumbuh subur
dan untuk melangsungkan hidupnya karena tanaman tersebut telah terinfeksi oleh bakteri
Rhizobium sp.

Tumbuhan yang bersimbiosis dengan Rhizobium banyak digunakan sebagai pupuk


hijau seperti Crotalaria, Tephrosia, dan Indigofera. Akar tanaman polong-polongan
tersebut menyediakan karbohidrat dan senyawa lain bagi bakteri melalui kemampuannya
mengikat nitrogen bagi akar. Jika bakteri dipisahkan dari inangnya (akar), maka tidak
dapat mengikat nitrogen sama sekali atau hanya dapat mengikat nitrogen sedikit sekali.
Bintil-bintil akar melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam tanah tempat tanaman
polong hidup. Dengan demikian terjadi penambahan nitrogen yang dapat menambah
kesuburan tanah.

e) Penggunaan Rhizobium sebagai pupuk hayati

Penggunaan Rhizobium sebagai pupuk hayati memiliki prospek yang baik karena
dapat meningkatkan produktivitas tanah, membantu proses pelarutan hara, dan
meningkatkan daya dukung tanah sebagai akibat rendahnya aktivitas mikroba. Rhizobium
yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu memenuhi 80% kebutuhan nitrogen
tanaman legum dan dapat meningkatkan produksi antara 10-25%

Bakteri Rhizobium merupakan mikroba yang mampu mengikat nitrogen bebas yang
berada di udara menjadi ammonia (NH3) yang akan diubah menjadi asam amino yang
selanjutnya menjadi senyawa nitrogen yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan
berkembang, sedangkan Rhizobium sendiri memperoleh karbohidrat sebagai sumber
energi dari tanaman inang Penambatan nitrogen secara biologis diperkirakan
menyumbang lebih dari 170 juta ton nitrogen ke biosfer per tahun, 80% di antaranya
merupakan hasil simbiosis antara bakteri Rhizobium dengan tanaman leguminosa

C. BIDANG INDUSTRI
Dalam bidang industri mikroba juga mempunyai banyak peran misalnya mengubah bahan
pangan menjadi bentuk lain tentu dengan proses seperti fermentasi.
Fermentasi berasal dari kata Latin ”fervere” yang berarti mendidih, yang menunjukkan
adanya aktivitas dari yeast pada ekstrak buah-buahan atau larutan malt biji-bijian Kelihatan
seperti mendidih disebabkan karena terbentuknya gelembung-gelembung gas CO2 yang
diakibatkan proses katabolisme atau biodegradasi secara anaerobik dari gula yang ada dalam
ekstrak.
Fermentasi ditinjau secara biokimia mempunyai perbedaan arti dengan mikrobiologi
industri. Secara biokimia, fermentasi diartikan sebagai terbentuknya energi oleh proses
katabolisme bahan organik, sedang dalam mikrobiologi industri, fermentasi diartikan lebih luas
yaitu sebagai suatu proses untuk mengubah bahan baku menjadi suatu produk oleh massa sel
mikroba.
Dalam hal ini, fermentasi berarti pula pembentukan komponen sel secara aerob yang
dikenal dengan proses anabolisme atau biosintesis
Proses fermentasi mengubah sifat fisik dan kimia dari makanan (misalnya rasa, tekstur,
penampilan) dan telah terbukti
(a) meningkatkan daya cerna karbohidrat dan protein,
(b) meningkatkan kadar beberapa vitamin dan mineral,
(c) menyeimbangkan bakteri menguntungkan (flora usus) dalam sistem pencernaan kita.
Respirasi anaerob (fermentasi) adalah respirasi yang terjadi dalam keadaan
ketidaktersediaan oksigen bebas.Asam piruvat yang merupakan produk glikolisis jika dalam
keadaan ketiadaan oksigen bebas akan diubah menjadi alkohol atau asam laktat.
Pada manusia, kekurangan oksigen sering terjadi pada atlet-atlet yang berlari jarah jauh
dengan kencang. Atlet tersebut membutuhkan kadar oksigen yang lebih banyak daripada yang
diambil dari pernafasan. Dengan kurangnya oksigen dalam tubuh, maka proses pembongkaran
zat dilakukan dengan cara anaerob, yang disebut dengan fermentasi.

Fermentasi tidak harus selalu dalam keadaan anaerob. Beberapa jenis mikroorganisme
mampu melakukan fermentasi dalam keadaan aerob.

Mikroba yang Berperan Dalam Proses Fermentasi sebagai berikut:


1) Fermentasi Asam Asetat

Bakteri Acetobacter aceti merupakan baktei yang mula pertama diketahui sebagai
penghasil asam asetat dan merupakan jasad kontaminan pada pembuatan wine. Saat ini bakeri
Acetobacter aceti digunakan pada produksi asam asetat karena kemampuanya mengoksidasi
alkohol menjadi asam asetat.

2) Fermentasi Asam Laktat


Fermentasi asam laktat banyak terjadi pada susu. Jasa yang palingberperan dalam fermentasi
ini adalah Lacobacillus sp. Laktosa diubah menjadi asam laktat. Kini asam laktat juga
digunakan untuk produksi plastik dalam bentuk PLA.
3) Fermentasi Asam Sitrat Asam sitrat dihasilkan melalui fermentasi menggunakan jamur
Aspergillus niger. Meskipun beberapa bakteri mampu melakukan, namun yang paling umum
digunakan adalah jamur ini. Pada kondisi aerob jamur ini mengubah gula atau pati menjadi
asam sitrat melalui pengubahan pada TCA.
4) Fermentasi Asam Glutamat
Asam glutamat digunakan untuk penyedap makanan sebagai penegas rasa. Mula
pertama dikembangkan di Jepang. Organisme yang kini banyak digunakan adalah mutan dari
Corynebacterium glutamicu.
 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi untuk menghasilkan etanol adalah:
sumber karbon, gas karbondioksida, pH substrat, nutrien, temperatur, dan oksigen. Untuk
pertumbuhannya, yeast memerlukan energi yang berasal dari karbon. Gula adalah substrat yang
lebih disukai. Oleh karenanya konsentrasi gula sangat mempengaruhi kuantitas alkohol yang
dihasilkan. Kandungan gas karbondioksida sebesar 15 gram per liter (kira-kira 7,2atm) akan
menyebabkan terhentinya pertumbuhan yeast, tetapi tidak menghentikan fermentasi alkohol.
Pada tekanan lebih besar dari 30 atm, fermentasi alcohol baru terhenti sama sekali.

a) pH
PH dari media sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Setiap
mikroorganisme mempunyai pH minimal, maksimal, dan optimal untuk pertumbuhannya.
Untuk yeast, pH optimal untuk pertumbuhannya ialah berkisar antara 4,0sampai 4,5. Pada pH
3,0 atau lebih rendah lagi fermentasi alcohol akan berjalan dengan lambat.
b) Nutrien
Dalam pertumbuhannya mikroba memerlukan nutrient.Nutrien yang dibutuhkan
digolongkan menjadi dua yaitu nutrient makro dan nutrient mikro. Nutrien makro meliputi
unsur C, N, P, K. Unsur C didapat dari substrat yang mengandung karbohidrat, unsur N
didapat dari penambahan urea, sedang unsur P dan K dari pupuk NPK. Unsur mikro meliputi
vitamin dan mineral-mineral lain yang disebut trace element seperti Ca, Mg, Na, S, Cl, Fe,
Mn, Cu, Co, Bo, Zn,Mo,danAl.
c) Temperatur
Mikroorganisme mempunyai temperature maksimal, optimal, dan minimal untuk
pertumbuhannya. Temperatur optimal untuk yeast berkisarantara 25-30ºC dan temperature
maksimal antara 35-47ºC. Beberapa jenis yeast dapat hidup pada suhu 0ºC. Temperatur
selama fermentasi perlu mendapatkan perhatian, karena di samping temperature mempunyai
efek yang langsung terhadap pertumbuhan yeast juga mempengaruhi komposisi produk akhir.
Pada temperature yang terlalu tinggi akan menonaktifkan yeast. Pada temperature yang terlalu
rendah yeast akan menjadi tidak aktif.
DAFTAR PUSTAKA

Gandjar, I., I. R. Koentjoro, W. Mangunwardoyo, & L. Soebagya. 1992. Pedoman praktikum


mikrobiologi dasar.

Budiyanto, Agus Krisno. 2004. Mikrobiologi Terapan. Malang: Universitas Muhammadiyah


Malang Press.

Kusnaidi, dkk. 2003. Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia.

H.Suriawiria,Unus.2005.Mikrobiologi Dasar.Jakarta:Papas Sinar Sinanti.

Redha. 2009. Peranan Mikroba dalam Bidang Lingkungan. (Online). (http://black-


karma.blogspot.com/2009/03/peranan-mikroba-dalambidang-lingkungan.html, diakses
tanggal 20 November 2019).

Wikipedia. 2010. Kompos. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos, diakses tanggal


20 November 2019).

Anda mungkin juga menyukai