Anda di halaman 1dari 12

Hikmah Haji dan Umroh

Maya Rezka Amalia 170101040086

Siti Misbah 170101040108

A. Pendahuluan
Ibadah haji dan umroh termasuk rukun iman yang ke lima. Adapun hikmah yang
terkandung dari melaksanakan ibadah umroh dan haji, karena ibadah haji atau umroh
pasti setiap jamaah punya berbagai pengalaman spiritual yang berbeda dengan jamaah
lainnya dan adapun pengalaman yang tak masuk akal atau diluar perkiraan. Patuh dan taat
kepada allah swt merupakan wujud dari pelaksanaan ibadah umroh ataupun haji, ibadah
haji dan umroh adalah panggilan allah swt dengan menempuh perjalanan yang panjang
dan membutuhkan biaya banyak sehingga memerlukan waktu yang lama juga. Tujuan
dilaksanakan ibadah haji dan umroh adalah untuk menjalankan tugas yang mulia melalui
ritual dan ibadah yang sesuai dengan syarat yang telah di tentukan.

1. Rumusan masalah
a. Hikmah haji dan umroh
b. Menjaga kemabruran haji dan umroh
c. Panggilan pak haji dan bu haji di Indonesia dilihat dari sisi syariat dan budaya

2. Tujuan
a. Mempelajari hikmah haji dan umroh karena haji termasuk rukun islam ke lima
jadi setiap muslim sebaiknya mengetahui tentang hikmah haji dan umroh
d. Mengetahui bagaimana cara menjaga kemabruran haji dan umroh
e. Mengetahui sejarah bagaimana panggilan pak haji dan bu haji di Indonesia dilihat
dari sisi syariat dan budaya.

1
B. ISI

A. Hikmah haji dan Umrah


1. Ibadah haji dan umrah yang dilakukan dengan niat ikhlas, dan memenuhi
ketentuannya, allah menghapuskan dosa orang yang mununaikannya. Ini dapat
diketahui melalui beberapa hadis nabi saw:
ُ ‫ َم ْن َح َّج َولَ ْم يَ ْرفَ ْث َولَ ْم يَ ْف‬:‫ قال رسول هلل صلى ا هلل عليه وسلم‬:‫عن ابى هريراة رضي ا هلل عنه قال‬
ْ‫سق‬
ُ‫َر َج َع َكيَ ْو ٍم َولَ َد تْهُ ا ُ ُّمه‬
Artinta: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw, bersabda: siapa yang
melaksanakan ibadah haji, dia tidak melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan tidak
pula mengeluarkan kata-kata yang kotor, maka ia akan kembali ke negeri asalnya tanpa
dosa, sebagaimana ia dilahirkan ibunya pertama kali” (H.R. Bukhari, muslim, an-Nasa’I
ibn Majjah dan al-Turmuzi dari Abu Hurairah).

2. Melaksanakan ibadah haji dan umrah dapat memperteguh dan memperbaharui


keimanan dan penolakan terhadap segala bentuk kemusyrikan, baik berupa patungan-
patung, binatang, bulan dan matahari, bahkan segala sesuatu selain Allah. Orang yang
melaksanakan haji akan menyadari betapa berat perjuangan Nabi Ibrahim As bersama
istrinya Siti Hajar, serta anaknya Nabi Ismail As, dalam menegakkan ketauhidan di
muka bumi dan dalam membangun rumah Allah (Ka’bah) sebagai pusat peribadatan
umat islam. Perjuangan mereka dalam mensyi’arkan agama Allah inilah yang
dituangkan melalui rangkaian pelaksanaan ibadah haji dan umrah.
3. Ibadah pada mulanya dikumandangkan Nabi Ibrahim As membawa keyakinan
tentang adanya neraca keadilan ilahi dalam kehidupan ini, puncaknya akan diperoleh
setiap mahluk pada hari kebangkitan. Neraca keadilan ilahi itu menempatkan manusia
sama di hadapan ilahi. Allah dapat mencabut atau menganugerahkan kekuatan itu
kepada siapa saja sesuai sengan sunnah yang diterapkan-Nya, Allah berfirman:
Artinya: “Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan
kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari
orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan

2
Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala
kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
4. Mempertebal rasa sabar dan meningkatkan ketaatan terhadap ajaran-ajaran agama
selama menjalankan ibadah haji dan umarah.
5. Meningkatkan rasa syukur yang sedalam-dalamnya atas segala karunia Allah swt .
6. Haji merupakan kongres tahunan umat islam yang dapat dimanfaatkan ssebagai
sarana memupuk kesatuan dan persatuan umat. Persatuan antara sassama umat islam
melalui haji ini sangat potensial dikembangkan karena semua jamaah haji selama
melaksanakan ibadah dilatih dalam suasana dan situasi yang sama melalui rangkaian
rutual haji.
7. Kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan yang universal dapat dirasakan selama
ibadah haji dan umrah dilakukan.
8. Dari segi ekonomi, ibadah haji memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan
ekonomi umat islam baik bagi Negara Saudi arabiah maupun Negara-negara asal
jamaah. Jumlah jamaah haji dari berbagai penjuru dunia membuka peluang untuk
meningkatkan pendapatan Negara-negara islam. Di sisi lain, ibadah haji juga banyak
memberikan manfaat kemampuan untuk menunaikan ibadah haji, khususnya bagi
Negara-negara yang terdapat di dalamnya umat islam yang miskin. Karena, kebijakan
pemerintah Arab Saudi mengirim daging-daging hewan yang telah disembelih ke
berbagai Negara yang di dalamnya terdapat umat islam. Inilah salah satu yang
dimaksud oleh firman Allah swt:
Artinya: “supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya
mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan[985] atas rezki yang
Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak[986]. Maka makanlah
sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-
orang yang sengsara dan fakir.”

[985] Hari yang ditentukan ialah hari raya haji dan hari tasyriq, Yaitu tanggal 10, 11, 12 dan 13
Dzulhijjah.
[986] Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang Termasuk jenis
unta, lembu, kambing dan biri-biri.

3
9. Dalam ibadah haji dan umroh semenjak dikenakan nya pakaian ihram, terdapat
sejumlah larangan yang harus diperhatikan jamaah ini merupakan pelajaran barharga
bahwa manusia berfungsi memelihara lingkungan sebagai pelindung mahluk-mahluk
Allah swt.1

B. Menjaga kemabruran haji dan umrah


1. Makna haji mabrur
Makna mabrur berarti “diterima” kaitannya dengan ibadah haji adalah ibadah
hajinya diterima oleh Allah swt sebagaimana hadis nabi
ُ‫ْس لَهُ َجزَ ا ٌءاالَّاال َجنَّة‬
َ ‫اَل َح ُّج اْل َمب ُْر ْو ُر لَي‬
“Haji mabrur pahalanya tiada lain kecuali surga” (H.R. Ahmad dan Thabrani).2

2. Tanda-tanda haji mabrur


a. Suka mengucapkan salam dan menebarkan keselamatan
b. Selalu lemah lembut dalam berbicara dan tidak suka menyakiti orang lain
c. Senang dan suka meringankan beban orang lain (memberi makan bagi yang
memerlukannya)
d. Perbuatannya lebih baik dari sebelum menunaikan ibadah haji.3

3. Menjaga kemabruran haji dan umrah


a. Dalam bentuk kepribadian
1) Perubahan dalam perilaku
2) Perubahan dalam sikap
3) Perubahan dalam watak

b. Dalam bentuk amaliah

1
Said agil husin al munawar dan Abdul halim, Fikih Haji Menuntun Jamaah Menjadi Haji Mabrur
(Jakarta: Ciputat press, 2003), hlm 14–18.
2
Bambang Pranowo, “Hikmah Ibadah Haji” (Jakarta: Departemen Agama Ri direktorat jenderal bimbingan
masyarakat islam dan urusan haji, 1997),hlm 48.
3
Pranowo, hlm 49–50.

4
1) Melaksanakan salat tepat waktu dan suka melakukan shalat-shalat sunah
lainnya
2) Dalam berbicara sopan, tidak suka menyakiti/ menyinggung orang lain
3) Menerima dan menghargai pendapat orang lain
4) Mudah terketuk hatinya untuk menolong orang lain
5) Tanggap terhadap lingkungan yang ada disekitarnya
6) Selalu membuat senang orang lain
7) Suka menolong orang yang memerlukan
8) Tabah dan tawakkal dalam menghadapi musibah dan selalu mohon
perlindungan allah
9) Dalam menghadapi masalah selalu musyawarah untuk mufakat
10) Siap berjuang untuk kepentingan bangsa dan tanah air
11) Berwawasan luas dan selalu optimis
12) Hormat kepada orang tua dan/atau yang lebih tua serta sayang kepada yang
lebih muda
13) Berkepribadaian muslim/muslimah
14) Selalu rendah hati dan tidak takabbur.4

C. Penggilan pak haji dan bu haji di Indonesia dilihat dari sisi syariat dan budaya
Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksankan oleh setiap muslim
yang memiliki kemampuan melaksanakannya. Acapkali kaum muslim menganggap
ibadah ini sebagai sebagai ibadah paling special dan memiliki tempat tersendiri di hati
kaum muslim khususnya di Indonesia, hal itu terlihat dari panggilan “Haji” yang
disematkan bagi orang yang pernah melaksanakan ibadah tersebut.5
Gelar haji atau hajah belum dikenal di zaman nabi maupun sahabat. Bahkan
menurut Syaikh Dr. Bakr abu zaid, gelar haji pertama kali beliau temukan di kitab Tarikh
Ibnu katsir ketika pembahasan biografi ulama yang wafat tahu 680 an.6
Pemberian gelar haji dimuali pada tahun 652 H, di mana pada saat itu, ddi kota
Mekkah sedang terjadi pertikaian yang mengganggu keamanan kota Mekkah sehingga

4
Pranowo, 50–51.
5
https://islami.co. 22-11-2019.
6
https://islami.co. 22-11-2019.

5
bagi orang yang akan melaksanakan haji perlu persiapan yang sangat ekstra sampai harus
membawa persenjataan lengkap ibarat hendak pergi ke medan perang. Sekembalinya
mereka dari ibadah haji, mereka disambut dengan upacara kebesaran bagaikan
menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang dan dielu-eluhkan dengan sebutan
“Ya Hajj, Ya Hajj”, maka berawal dari situ, setiap orang yang pulang haji diberi gelar
“Haji”.7
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, pemberian gelar “Haji” sengaja
dilakukan oleh pihak colonial sebagai identifikasi bagi mereka yang telah melaksanakan
ibadah haji dan tentunya mendapat pengalaman berinteraksi dengan bangsa-bangsa luar.
Interaksi tersebut kerapkali menimbulkan semangat bagi para haji untuk melakukan
pemberontakan baik secara fisik seperti yang dilakukan oleh Imam Bonjol maupun
Pangeran Diponegoro, maupun secara pergerkan seperti Muhammad Darwis yang
mendirik Muhammadiyah, Hasyim Asyari yang pergi haji dan kemudian mendirikan
Nadhlatul ulama, Samanhudi mendirikan sarekat dagang islam dan Cokrominoto yang
mendirikan sarekat islam. Hal seperti ini lah yang merisaukan pihak Belanda untuk
mengawasi dan memantau aktivitas serta gerak-gerik ulama-ulama dan penambahan gelar
haji di sepan nama orang yang telah menunaikan ibadah haji.8
Di masa sekarang ini, panggilan haji lebih bersifat sebagai sebuah penghormatan
karena yang bersangkutan dianggap telah melaksanakan rukun islam secara sempurna.
Tentu saja hal ini tidak bertentangan sengan syariat karena panggilan semacam itu
menunjukkan sikap hormat dan penghargaan kita terhadap saudara seiman kita.9
Hukum memberi gelar haji untuk mereka yang sudah berangkat haji ada
perbedaan pendapat.
1. Gelar haji hukumnya dilarang
Karena ini adalah gelar belum pernah dikenal di zaman nabi dan gelar ini
dikhawatirkan memicu riya. Dalam salah satu pendapat yaitu Lajnah daimah
mengatakan: “ panggilan haji bagi yang sudah berhaji sebaiknya ditinggalkan
karena melaksanakan kewajiban syariat tidak perlu mendapat gelar, namun dia
mendapat pahala dari Allah bagi mereka yang amalnya diterima dan wajib

7
https://islami.co. 22-11-2019.
8
https://islami.co. 22-11-2019.
9
https://islami.co. 22-11-2019.

6
bagi setiap muslim untuk mengkondisikan jiwanya agar tidak bergantung
dengan semacam ini agar niat ikhlas untuk Allah.
2. Gelar ini diperboleh kan
a. Alasan keikhlasan itu alasan pribadi dan berlaku bagi semua ibadah.
Dalam artian kita diperintahkan untuk mengikhlaskan ibadah apapun
kondisinya meskipun ibadah itu diketahui orang banyak
b. Gelar tertentu untuk ibdah tertentu lebih bersifat urf sehingga bisa
berbeda-beda tergantung latar belakang tradisi masyarakat
c. Tidak ada dalil yang melarangnya.10

10
http://konsultasisyariah.com. 22-11-2019

7
D. Simpulan

A. Hikmah haji dan Umrah


1. menghapuskan dosa
2. memperteguh dan memperbaharui keimanan dan penolakan terhadap segala
bentuk kemusyrikan, baik berupa patungan-patung, binatang, bulan dan
matahari, bahkan segala sesuatu selain Allah.
3. Mempertebal rasa sabar dan meningkatkan ketaatan
4. Meningkatkan rasa syukur
5. kesatuan dan persatuan umat.
6. Kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan yang universal
7. perkembangan ekonomi umat islam\
B. Menjaga kemabruran haji dan umrah
1) Dalam bentuk kepribadian. Perilaku, sikap, watak
2) Dalam bentuk amaliah
- Melaksanakan salat tepat waktu dan suka melakukan shalat-shalat sunah
lainnya
- Dalam berbicara sopan, tidak suka menyakiti/ menyinggung orang lain
- Menerima dan menghargai pendapat orang lain
- Mudah terketuk hatinya untuk menolong orang lain
- Tanggap terhadap lingkungan yang ada disekitarnya
- Selalu membuat senang orang lain
- Suka menolong orang yang memerlukan
- Tabah dan tawakkal dalam menghadapi musibah dan selalu mohon
perlindungan allah
- Dalam menghadapi masalah selalu musyawarah untuk mufakat
- Siap berjuang untuk kepentingan bangsa dan tanah air
- Berwawasan luas dan selalu optimis
- Hormat kepada orang tua dan/atau yang lebih tua serta sayang kepada
yang lebih muda
- Berkepribadaian muslim/muslimah

8
- Selalu rendah hati dan tidak takabbur.11

C. Gelar haji atau hajah belum dikenal di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam maupun sahabat. Bahkan menurut Syaikh Dr. Bakr Abu Zaid, gelar haji
pertama kali beliau temukan di kitab Tarikh Ibnu Katsir ketika pembahasan
biografi ulama yang wafat tahun 680an.

Orang yang sedang melakukan haji, disebut oleh Allah dalam al-Quran dengan
sebutan Haji. Allah berfirman,

َّ ِ‫ارة َ ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام َك َم ْن آ َمنَ ب‬


ِ‫اّلل‬ َ ‫أ َ َجعَ ْلت ُ ْم ِسقَايَةَ ْال َحاجِ َو ِع َم‬

“Apakah (orang-orang) yang memberi minuman Haji dan mengurus Masjidil


haram kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah?..” (QS. at-
Taubah: 19).

Dr. Bakr Abu Zaid mengatakan,

‫ فال يعرف ذلك في‬، ‫ وأما أن تكون لقبا ً إسالميا ً لكل من حج‬. ‫وكلمة (( الحاج )) في اآلية بمعنى جنسهم المتلبسين بأعمال الحج‬
‫خير القرون‬

Kata “Haji” pada ayat di atas maknanya adalah kelompok orang yang sedang
melaksanakan amal haji. Sementara fenomena kata ini dijadikan sebagai gelar dalam
islam bagi orang yang telah melaksanakan ibadah haji, tidak pernah dikenal di masa
generasi terbaik umat islam (qurun mufadhalah).

Selanjutnya beliau menyebutkan perbedaan pendapat ulama mengenai gelar ini,

Pendapat pertama, gelar haji hukumnya dilarang.

Karena ini adalah gelar belum pernah dikenal di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
gelar ini dikhawatirkan memicu riya.

11
Pranowo, 50–51.

9
Dalam salah satu fatwanya, Lajnah Daimah pernah mengatakan,

‫ بل ثوابا من هللا تعالى لمن تقبل‬،‫ (الحاج) فاألولى تركها؛ ألن أداء الواجبات الشرعية ال يمنح أسماء وألقابا‬:‫أما مناداة من حج بـ‬
‫ لتكون نيته خالصة لوجه هللا تعالى‬،‫ ويجب على المسلم أال تتعلق نفسه بمثل هذه األشياء‬،‫منه‬

Panggilan Haji bagi yang sudah berhaji sebaiknya ditinggalkan. Karena melaksanakan
kewajiban syariat, tidak perlu mendapatkan gelar, namun dia mendapat pahala dari Allah, bagi
mereka yang amalnya diterima. dan wajib bagi setiap muslim untuk mengkondisikan jiwanya
agar tidak bergantung dengan semacam ini, agar niatnya ikhlas untuk Allah. (Fatwa Lajnah
Daimah, 26/384).

Keterangan yang semisal juga pernah disebutkan Imam al-Albani – rahimahullah –, beliau
melarangnya karena tidak ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pendapat kedua, gelar semacam ini dibolehkah, terlepas dari kondisi batin jamaah haji.

Dengan beberapa alasan,

a. Alasan keikhlasan itu alasan pribadi, dan berlaku bagi semua ibadah. Dalam arti, kita
diperintahkan untuk mengikhlaskan ibadah apapun kondisinya, meskipun ibadah itu diketahui
orang banyak.

b. Gelar tertentu untuk ibadah tertentu lebih bersifat urf (bagian tradisi), sehingga bisa berbeda-
beda tergantung latar belakang tradisi di masyarakat.

Terkadang masyarakat memberi gelar untuk mereka yang telah melakukan perjuangan berharga
atau memberi manfaat besar bagi yang lain. Misalnya, orang yang pernah berjihad disebut
mujahid. Dulu peserta perang badar disebut dengan al-Badri. Meskipun perang badar sudah
berakhir tahunan, gelar itu tetap melekat.

c. Tidak ada dalil yang melarangnya.

An-Nawawi mengatakan,

10
‫ وأما ما رواه البيهقي عن‬، ‫ وال كراهة في ذلك‬، ً ‫ وبعد وفاته أيضا‬، ‫ ولو بعد سنين‬، ‫ بعد تحلله‬، ‫ حاج‬: ‫يجوز أن يقال لمن حج‬
‫ إنِي حاج ؛ فإن الحاج هو المحرم )) فهو موقوف منقطع‬: ‫ ((وال يقولن أحدكم‬: ‫القاسم بن عبدالرحمن عن ابن مسعود قال‬

Boleh menyebut orang yang pernah berangkat haji dengan gelar Haji, meskipun hajinya sudah
bertahun-tahun, atau bahkan setelah dia wafat. Dan hal ini tidak makruh. Sementara yang
disebutkan dalam riwayat Baihaqi dari a-Qasim bin Abdurrahman, dari Ibnu Mas’ud, beliau
mengatakan, “Janganlah kalian mengatakan ‘Saya Haji’ karena Haji adalah orang yang ihram.”
Riwayat ini mauquf dan sanadnya terputus. (al-Majmu’, 8/281).

Alasan bahwa gelar haji itu masuk urf (tradisi di masyarakat) pernah disampaikan as-Subki
ketika membahas biografi Hassan b in Said al-Haji. Beliau mengatakan,

‫حاجي‬
ِ : ‫ يقولون للحاج إلى بيت هللا الحرام‬، ‫وأما الحاجي فلغة العجم في النسبة إلى من حج‬

Gelar al-Haji ini menggunakan bahasa bukan arab, untuk mereka yang telah berangkat haji.
Mereka menyabut orang yang bernah berhaji ke baitullah al-haram dengan Haji.. (Thabaqat as-
Syafiiyah al-Kubro, 4/299)

Karena di Indonesia, bisa haji termasuk amal istimewa, mereka yang berhasil melaksanakannya
mendapat gelar khusus Haji.

11
DAFTAR PUSTAKA

Bambang Pranowo, “Hikmah Ibadah Haji” (Jakarta: Departemen Agama Ri direktorat jenderal
bimbingan masyarakat islam dan urusan haji, 1997)

Said agil husin al munawar dan Abdul halim, Fikih Haji Menuntun Jamaah Menjadi Haji
Mabrur (Jakarta: Ciputat press, 2003),

https://islami.co. 22-11-2019.

12

Anda mungkin juga menyukai