Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM KIMIA UNSUR TRANSISI


STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN – TEMBAGA ( II )

Disusun oleh :
Kelompok 3
1. M. Agung Satriya ( 06101381722049 )
2. Claudia Labura ( 06101381722055 )
3. Vivin Rogati Manalu ( 06101381722059 )
4. Wafiqa Dinda Kenamon ( 06101381722064 )

Dosen Pembimbing :
1. Maefa Eka Haryani, S.Pd.,M.Pd.
2. Eka Ad’hiya, S/Pd.,M.Pd.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
Percobaan ke- 7

I. Judul Percobaan : Stoikiometri Kompleks Ammin – Tembaga ( II )


II. Tanggal Percobaan : 5 November 2019
III. Tujuan Percobaan : Menentukan rumus molekul kompleks ammin – tembaga ( II )
IV. Dasar Teori
Tembaga adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa dan diliat, melebur pada suhu
1038oC. Senyawa ion logam yang berkoordinasi dengan ligan disebut dengan senyawa
kompleks. Ligan zat netral atau amonik tetapi kation. Seperti kation tropilium juga dikenal
sebagai ligan netral. Pada dasarnya stoikiometri kompleks ammin – tembaga (II) menggunakan
prinsip proses ekstraksi pelarut, dimana dalam prinsip ini berlaku hokum distribusi yang
menyatakan apabila suatu system yang terdiri dari dua lapisan campuran ( solvent ) yang tidak
saling bercampur satu sama lain, ditambahkan senyawa ketiga ( zat terlarut ), maka senyawa
itu akan terdistribusi atau terpartisi kedalam dua lapisan tersebut dengan cepat. Nerst bila
terlarutnya itu tidak menghasilkan perubahan pada kedua pelarut atau zat yang terlarut, yang
terbagi atau terpartisi didalam dua pelarut tidak mengalami asosiasi, disosiasi, atau reaksi
dengan pelarut dalam menentukan rumus kompleks tersebut. Prinsip tersebut digunakan juga
pada percobaan kali ini yang dimana stoikiometri kompleks ammin- tembaga (II) yang
menggunakan cara ekstraksi pelarut dalam menentukan rumus kompleksnya tersebut.
Dimanapun tidak ditemukan perbedaan yang mendasar mengenai senyawa- senyawa logam
transisi yang dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang terdapat di dalam kelompok unsur
lain. Di dalam suatu teori mengenai valensi yang menetapkan kelompok unsur dapat berhasil
dengan menerapkan unsur transisi. Dalam hal kompleks dari logam Cu, terdapat beberapa
macam bilangan koordinasi yang dapat dibentuk oleh logamini dengan ligan, yaitu bilangan
koordinasi 2 dimana struktur molekulnya yang lazim adalah linear. Pada dasarnya stoikiometri
kompleks ammin-tembaga(II) dengan menggunakan prinsip proses ekstraksi pelarut. Dasar
metode ekstraksi cair-cair distribusi senyawa diantara dua fase zat cair yang berada dalam
keadaan kesetimbangan. Kesetimbangan partisi bergantung pada kelarutan senyawa pada
masing-masing fasa. Perbandingan konsentrasi di kedua fase tersebur disebut koefisien
distribusi. (K). Perpindahan senyawa terlarut dari satu fasa ke fasa yang lain akhirnya mencapai
keadaan setimbang pada jumlah senyawa yang terpartisi. Ekstraksi cair-cair dengan
menggunakan corong pisah merupakan pemisahan suatu komponen kimia yang dimana
diantara dua fase pelarut yang tidak dapat saling bercampur dimana sebagian komponen larut
pada fase kedua. Kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai
terjadi pemisahan sempurnadan terbentuk dua lapisan fase zat cair. Komponen kimia akan
terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan
perbandingan konsentrasi yang tetap. Dasar pada ekstraksi cair- cair adalah ekstraksi bertahap,
ekstraksi continue, dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yng
paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak
bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan oengocokan sehingga terjadi
kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah ini tercapai,
maka lapisan didiamkan dan dipisahkan. Metode ini sering digunakan untuk pemisahan
analitik. Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan.titrasi
yang sering disebut dengan titrasi volumetric karena diketahui volume titrannya, titrasi
volumetric dibagi menjadi beberapa kelompok salah satunya yaitu asidi- alkalimetri. Cara
titrasi aside-alkalimetri ini berdasarkan pada reaksi asam dan basa. Titrasi asam dan basa
terjadi karena tercampurnya suatu senyawa kimia yang bersifat asam ke dalam senyawa kimia
lainnya yang bersifat basa atau sebaliknya sehingga terjadi reaksi kimia dari kedua senyawa
tersebut yang dapat diamati melalui perubahan warna dari kedua larutan tersebut. Titrasi
dilakukan sampai larutan yang dititrasi mencapai titik ekuivalen. Titik ekuivalen yaitu titik
dimana pada saat jumlah ion OH- yang ditambahkan kelarutan sama dengan jumlah mol ion
H+ yang ada pada larutan.
V. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan :
1. Buret ukuran 50 ml
2. Mikroburet ukuran 50 ml
3. Corong pisah 250 ml
4. Erlenmeyer
5. Pipet gondok 10 ml
6. Beker gelas
7. Pipet tetes

Bahan yang digunakan :


1. Larutan standar H2C2O4 0,1 M
2. Larutan NaOH 0,1 M
3. Larutan ammonia 0,1 M
4. Larutan HCl 0,555 M
5. Larutan ion Cu2+ 0,1 M
6. Kloroform
7. Indicator phenolptalein ( PP )
8. Indicator methyl orange
VI. Prosedur percobaan
1. Strandarisasi beberapa larutan
a. Standarisasi Larutan NaOH
Mula- mula disiapkan buret ukuran 50 ml dan diisi dengan larutan NaOH yang akan
distandarisasi. Selanjutnya disiapkan 3 erlenmeyer dan diisi masing- masing dengan 10 ml
larutan standar H2C2O4 dan ditambahkan masing- masing indicator PP kemudian dititrasi
dengan larutan NaOH. Konsentrasi NaOH kemudian dihitung.
b. Standarisasi larutan HCl
Dengan metode yang sama dengan standarisasi sebelumnya, dilakukan standarisasi larutan
HCl dengan menggunakan larutan standar NaOH hasil standarisasi langkah a
c. Standarisasi larutan NH3
Dengan metode yang sama dengan standarisasi sebelumnya, dilakukan standarisasi larutan
NH3 dengan menggunakan larutan standar HCl hasil standarisasi langkah b
2. Penentuan Koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform
a. Mula –mula dimasukkan 10 ml larutan NH3 1 M dari hasil standarisasi dan 10 ml
larutan air ke dalam corong pemisah kemudian dikocok hingga homogen.
b. Setelah dikocok kemudian ditambahkan 25 ml kloroform kedalamnya dan kocok lagi
sambil dibuang gas yang terbentuk. Corong pisah didiamkan sampai terbentuk dua
lapisan
c. Diambil sebanyak 10 ml lapisan bawah ( kloroform ) dan ditampung kedalam
Erlenmeyer
d. Ditambahkan indicator MO lalu dititrasi pelan-pelan dengan larutan standar HCl 0,555
M yang terdapat dalam buret mikro 5 ml
e. Prosedur diulangi sekali lagi dan volume HCl yang digunakan dicatat untuk
perhitungan. Dihitung koefisien distribusi ammonia dengan menggunakan persamaan
3. Penentuan rumus kompleks Cu- smmin
a. Langkah ini dilakukan serupa dengan langkah di atas hanya saja 10 ml air yang
ditambahkan diganti dengan larutan ion Cu2+ 0,1 M sebanyak 10 ml
b. Dari langkah ini akan dapat dicari dengan harga Kd, dapat dihitung jumlah ammonia
yang dalam air dan kloroform.
c. Banyaknya ammonia yang terkomplekskan dapat dihitung dengan mengurangkan
jumlah ammonia dalam kloroform dan air pada jumlah total ammonia awal. Dengan
membandingkan jumlah mol ion Cu2+ dengan ammonia terkompleks dapat ditentukan
rumus kompleksnya.
VII. Hasil Pengamatan
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Standarisasi Larutan
1. Standarisasi NaOH
a. 10 ml larutan H2C2O4 0,1 M +  Larutan tidak berwarna
indicator PP  Larutan yang awalnya tak berwarna
b. Perlakuan (a) + dititrasi dengan menjadi warna merah muda setelah
larutan NaOH dititrasi dengan larutan NaOH
 Volume NaOH yang digunakan : 16 ml

2. Standarisasi HCl  Larutan berwarna ungu


a. 10 ml larutan NaOH + indicator  Larutan yang awalnya berwarna ungu
b. Perlakuan (a) + dititrasi dengan berubah warna menjadi tidak berwarna
larutan HCl setelah dititrasi dengan larutan HCl
 Volume HCl yang digunakan : 10 ml
3. Standarisasi NH3
 Larutan tidak berwarna
a. 10 ml larutan HCl + indicator
 Larutan yang awalnya tak berwarna
PP
berubah warna menjadi merah muda
b. Perlakuan (a) + indicator PP
setelah dititrasi dengan larutan NH3
dititrasi dengan larutan NH3
 Volume NH3 yang digunakan : 11,9 ml

2. Penentuan koefisien distribusi


Ammonia antara air dan kloroform
a. 10 ml NH3 1 M + 10 ml  Larutan berwarna merah muda
aquadest + dimasukkan
kedalam corong pisah +
dikocok 15 menit  Larutan tidak berwarna
b. Perlakuan (a) + 25 ml
kloroform + dikocok 30 menit  Terbentuk 2 lapisan, lapisan atas NH3 +
c. Perlakuan (b) + didiamkan Cu2+ dan lapisan bawah kloroform +
NH3
 Kloroform dan air tidak menyatu
d. Perlakuan (c) + diambil lapisan
bawah (kloroform) + aquadest
10 ml  Larutan berwarna orange
e. Perlakuan (d) + indicator MO 2
tetes  Larutan berwarna orange setelah
f. Perlakuan (e) + dititrasi dengan ditambahkan indicator MO dan
larutan HCl kemudian setelah dititrasi larutan
berubah warna menjadi orange
kemerahan
 Volume HCl yang digunakan 0,2 ml
3. Penentuan rumus kompleks Cu-
ammin
a. 10 ml larutan NH3 1 M + 10 ml  Terbentuk 2 lapisan, lapisan atas
larutan Cu2+ 0,1 M dimasukkan berwarna biru dan lapisan bawah
ke dalam corong pisah berwarna bening / tidak berwarna
b. Perlakuan (a) + 25 ml  Terbentuk 2 lapisan, lapisan atas
kloroform + kocok selama 5 berwarna biru dan lapisan bawah
menit bening/ tidak berwarna
c. Perlakuan (b) + dikocok selama  Terbentuk 2 lapisan, lapisan atas
30 menit berwarna biru dan lapisan bawah
bening/ tidak berwarna
d. Perlakuan (c) + dipisahkan
ambil 10 ml lapisan bawah

e. Perlakuan (d) + 10 ml aquadest  Larutan tidak homogen

f. Perlakuan (e) + 2 tetes indicator  Larutan berwarna orange


MO
g. Perlakuan (f) + dititrasi dengan  Setelah dititrasi dengan larutan standar
larutan HCl 0,05 M HCl 0,05 M berubah warna menjadi
warna merah muda (peach)
 Volume HCl yang digunakan : 2,5 ml

VIII. Perhitungan
a. Standarisasi larutan
 NaOH
V H2C2O4 : 10 ml

[H2C2O4] : 0,1 M

Konsentrasi NaOH

M NaOH . V NaOH = M H2C2O4 . V H2C2O4

M NaOH . 16 . 1 = 0,1 M . 10 ml . 2

M NaOH = 0, 125 M

 HCl

V NaOH : 10 ml

[ NaOH ] standar : 0, 125 M

Konsentrasi HCl

M HCl . V HCl . n = M NaOH . V NaOH . n

M HCl . 10 ml . 1 = 0, 125 M . 10 ml . 1

M HCl = 0, 125 M

 Larutan NH3

V HCl : 10 ml

V NH3 : 0,6 ml

[ HCl ] standar : 0,125 M

Konsentrasi NH3

M NH3 . VNH3 . n = M HCl . VHCl . n

M NH3 . 0,6 ml . 1 = 0,125 M . 10 ml . 1

M NH3 = 2, 083 M

b. Penentuan koefisien distribusi ammonia dengan air


V HCl = 1 ml
[HCl]standar : 0,055 M
V NH3 dalam CHCl3 : 10 ml
[NH3]air . M NH3 air . V NH3 . n = M HCl . V HCl . n
M NH3 air . 10 ml . 1 = 0, 055 M . 1 ml . 1
M NH3 air = 0, 0055 M
[NH3]kloroform . M NH3 kloroform . V NH3 . n = M HCl . V HCl . n
M NH3 kloroform . 10 ml . 1 = 0, 0055 M . 1 ml . 1
M NH3 kloroform = 0, 0055 M

KD = = = 1

c. Penentuan rumus kompleks Cu2+ ammin


V HCl = 1 ml
[HCl] = 0,055 M
VNH3 dalam CHCl2 = 10 ml

[NH3]kloroform M NH3 . V NH3 . n = M HCl . VHCl . n


M NH3 . 10 ml . 1 = 0, 055 M . 1 ml . 1
M NH3 = 0, 055 M

[NH3]tembaga (II) . M NH3 . VNH3 . n = M HCl . V HCl . n


M NH3 . 10 ml . 1 = 0, 055 M . 1 ml . 1

M NH3 = 0, 0055 M

KD = = = 1

M mol NH3 dalam Cu2+ = [NH3 dalam CuSO4 . V NH3 ]

= 0, 0055 M . 10

= 0, 055 mmol

M mol [Cu2+] = [ Cu2+] . V Cu2+ = 0,1 M . 10 ml


= 1 mmol

Maka, Mmol [Cu2+] : Mmol NH3

1 : 0,055

1:1

Rumus molekul kompleks dari ammin – tembaga Cu adalah [Cu(NH3)2]+

IX. Persamaan Reaksi


a. H2C2O4 + 2 NaOH  Na2C2O4 + H2O
b. HCl + NaOH  NaCl + H2O
c. NH4+ + Cl-  NH4Cl
d. Cu2+ + 3NH3  [Cu(NH3)2]2+
e. Cu(H2O)42+ + 3NH3  [Cu(NH3)3]2+ + 4H2O
X. Pembahasan

Pada dasarnya stoikiometri kompleks ammin- tembaga (II) menggunakan prinsip


proses ekstraksi pelarut, dimana dalam prinsip ini berlaku hukum distribusi yang menyatakan
apabila suatu system yang terdiri dari dua lapisan campuran (solvent) yang tidak saling
bercampur satu sama lain, ditambahkan senyawa ketiga ( zat terlarut ), maka senyawa itu akan
terdistribusi ( terpartisi ) kedalam dua lapisan tersebut, dengan syarat Nerst bila zat terlarutnya
tidak menghasilkan perubahan pada kedua pelarut (solvent) atau zat yang terlarut yang terbagi
(terpartisi) dalam dua pelarut tidak mengalami asosiasi, disosiasi, atau reaksi dengan pelarut.
Pada percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan rumus molekul kompleks ammin tembaga
(II), dimana dilakukan 3 tahapan. Yang pertama yaitu standarisasi beberapa larutan, dalam hal
ini larutan NaOH, HCl, dan NH3 . standarisasi ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi
larutan yang sebenarnya. Yang kedua adalah penentuan koefisien distribusi amoniak antara air
dan kloroform, yang ketiga yaitu penentuan rumus kompleks tembaga ammin. Pada
standarisasi larutan NaOH digunakan larutan standar primer asam oksalat ( H2C2O4). NaOH
distandarisasi dengan asam oksalat karena NaOH merupakan larutan basa. Indicator yang
digunakan haruslah dapat mengubah warna menjadi merah muda pada larutan yang bersifat
basa. Pada standarisasi larutan HCl, larutan standar yang digunakan adalah larutan standar
NaOH yang telah distandarisasi sebelumnya oleh asam oksalat. HCl distandarisasi dengan
NaOH karena HCl merupakan larutan asam maka harus distandarisasi dengan menggunakan
larutan standar yang bersifat basa. Dalam penentuan koefisien distribusi ammonia antara air
dengan kloroform dilakukan dengan pencampuran NH3 dan aquadest didalam corong pisah
yang kemudian dikocok selama 5-10 menit. Fungsi dari pengocokan ini yaitu agar larutan
dapat homogen. Setelah didiamkan maka akan Nampak ada dua lapisan yang dimana lapisan
pada bagian atas agak keruh dan lapisan bawahnya lebih bening. Lapisan atas air dan NH 3
sedangkan lapisan bawah kloroform, hal ini dikarenakan adanya perbedaan kepolaran antara
senyawa kloroform dengan larutan amoniak dimana berat jenis dari kloroform lebih besar
dibandingkan dengan berat jenis air. Larutan kloroform diambil dengan mengalirkan lapisan
larutan keluar melalui mulut corong pisah dan mencamprkannya dengan sedikit aquadest.
Larutan tersebut ditambahkan dengan beberapa tetes indicator metil orange hingga berubah
warna menjadi orange karena larutan ini bersifat basa. Setelah dititrasi dengan larutan standar
HCl untuk mengubah warna larutan dari orange menjadi orange kemerahan atau merah muda,
yang menandakan bahwa larutan tersebut menjadi asam dan pH larutan semakin menurun.
Fungsi penggunan titran HCl dalam titrasi ini adalah sebagai penurun nilai pH larutan sehingga
larutan yang pada awalnya bersifat basa menjadi asam. Percobaan selanjutnyan yaitu
menentukan rumus kompleks ammin-tembaga(II) dilakukan pencampuran antara larutan NH3
dengan larutan ion Cu2+ dan larutan berwarna biru keputihan yang menandakan warna Cu.
Larutan ini ditambahkan dengan 25 ml larutan kloroform dan dikocok selama 5-10 menit.
Larutan didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas adalah larutan Cu2+ dalam
kloroform . dan kemudian mengocok kembali larutan tersebut selama 30 menit, hal ini
bertujuan agar larutan larutan NH3 dapat terdistribusi ke dalam larutan kloroform dan air.
Stelah itu kedua larutan tersebut didiamkan sehingga terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan atas
berwarna biru dan lapisan bawah berwarna bening. Dapat diketahui bahwa lapisan bawah
merupakan larutan NH3 dalam kloroform karena densitas kloroform lebih besar dari pada air
yaitu 1,47 kg/L, sedangkan air yaitu 1 kg/L. Selanjutnya mengambil 10 ml larutan NH3 dalam
kloroform kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml air setelah itu
ditambahkan indikator metil orange hal ini betujuan agar dapat diketahui titik ekivalen dengan
ditandai dengan perubahan warna. Kemudian larutan dititrasi dengn larutan HCl yang berisfat
asam, dan titik ekivalen ditandai dengan perubahan warna yaitu warna merah. Dari hasil ini
didapatkan volume HCl yang digunakan yaitu 2,5 ml dan konsentrasi NH3 dalam kloroform
yaitu 0.0055 M, dari hasil konsentrasi ini didapatkan konsentrasi NH3 dalam air yaitu
0.0055M. Setelah konsentrasi NH3 dalam kloroform dan NH3 dalam air didapatkan dapat
diketahui koefisien distribusi NH3 dalam kloroform dan air, dengan cara mebandingkan
konsentrasi NH3 dalam kloroform dan dalam air dan didapatkan nilai KD nya yaitu 1.
Kemudian untuk menetukan rumus kompleks dari dari Cu-ammin yaitu dengan cara mencari
mol dari Cu2+ dengan mengalikan konsentrasi Cu2+ dengan volume Cu2+ yang digunakan dan
didapatkan yaitu 1 mmol dan kemudian menentukan mol dari NH3 dalam Cu2+ yaitu dengan
mengalikan konsentrasi NH3 dalam Cu2+ dengan volume NH3 yang digunakan sehingga
didapatkan yaitu 0,055 mmol.

XI. Kesimpulan
1. Senyawa kompleks terbentuk dari ion logam dan ligan, senyawa kompleks ammin tembaga
dapat terbentuk dengan menambahkan ammonia berlebih ke dalam larutan tembaga (II)
yang telah diketahui jumlahnya.
2. Dari hasil pengamatan dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Rumus
molekul kompleks dari ammin – tembaga (II) adalah [Cu(NH3)2]2+.
3. Bilangan koordinasi Cu2+ adalah empat yang menunjukkan bahwa ion pussat Cu2+ hanya
mampu menyediakan empat ruanng untuk ditempati ligan NH3
4. Bilangan koordinasi Cu2+ adalah empat yang menunjukkan bahwa ion pusat Cu2+ hanya
mampu menyediakan empat ruang untuk ditempati ligan N.
5. Fungsi penggunan titran HCl dalam titrasi ini adalah sebagai penurun nilai pH larutan
sehingga larutan yang pada awalnya bersifat basa menjadi asam.

DAFTAR PUSTAKA
Cotton dan Wikinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI Press.

Effendy. 2007. Perspektif Baru Kimia Koordinasi Jilid I. Malang : Bayumedia Publishing.

Gulo,F dan Desi.2016.Panduan Praktikum Kimia Anorganik 2.Inderalaya: Universitas Sriwijaya.

Ma'aruf,S.P.2015.Percobaan VI Stoikiometri Kompleks Amin-Tembaga. (online).


https://www.academia.edu/305147781/Percobaan_VI_STOIKIOMETRI_KOMPLEKS_AMIN_TEMBAGA.(D
iakses pada tanggal 9 November2019).

Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro Edisi V. Jakarta :
PT Kalman Media Pustaka.

Lampiran
H2C2O3 + NaOH +
Indikator pp Indikator pp
dititrasi dititrasi

Larutan NH3 1M +
air + Kloroform +
Indicator MO titrasi
HCl + Indikator pp
dititrasi

NH3 + Cu2+ +
Kloroform +MO

Anda mungkin juga menyukai