TINJAUAN TEORI
Sumber: Syaifuddin,(2016:293).
darah yang warnanya merah. Warna merah itu keadaannya tidak tetap
Adanya oksigen dalam darah diambil dengan jalan bernapas, dan zat ini sangat
didalam tubuh oleh karena adanya kerja atau pompa jantung. Selama darah
berada didalam pembuluh darah, darah akan tetap encer, tetapi kalau ia
keluar dari pembuluh darah maka ia akan menjadi beku. Pembekuan ini dapat
sedikit obat anti pembekuan/sitras natrikus, dan keadaan ini sangat berguna
Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapart darah sebanyak
kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut
pada tiap-tiap orang tidak sama, bergantung pada umur, pekerjaan, keadaan
jantung dan pembuluh darah. Jika darah dilihat begitu saja maka ia merupakan
zat cair yang warnanya merah, tetapi apabila dilihat dibawah mikroskop maka
nyatalah bahwa dalam darah terdapat benda-benda kecil bundar yang disebut
1. Sel-sel darah
Bentuk dan sifat sel darah putih berbeda dengan eritrosit. Bentuk nya
bening, tidak berwarna, lebih besar dari eritrosit inti sel, banyak antara
(Syaifuddin, 2011:304).
virus dengue (arbovirus) yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk
(Alimul, 2011:119).
infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue (albovirus) dan ditukarkan
oleh nyamuk aedes, yaitu aedes aegypti dan aedes albopictus (Wijayaningsih,
2013:233).
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan
2009:757).
spread by some mosquitos. The mosquito Aedes aegypti is the main species
that spreads this disease. With early and aggressive care, most people recover
demam berdarah dengue adalah suatu infeksi virus pada individu atau
seseorang yang disebabkan oleh virus arbovirus dan ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti dan menimbulkan demam tinggi pada individu yang terinfeksi.
C. Etiologi
flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
(Suriadi&Yullianni,2006:57).
D. Patofisiologi
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri
hipoprofeinemia, efusi dan renjatan (Shock). Sebagai akibat dari pelepasan zat
haemtemesis dan melena, yang dalam hal ini berisiko terjadinya shock
hipovelmik.
berikut.
E. Manifestasi Klinis
2013:234).
a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifasik.
adekuat.
F. Klasifikasi
lembut, tekanan nadi menurun (<20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit
4. Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
G. Epidemiologi
itu terhitung sejak tahun 1995 hingga tahun 2013, World Health Organization
pada tahun 2013 dengan jumlah penderita DHF sebanyak 112.511 orang dan 2
jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita, dan di tahun 2014 sebanyak
71.668 orang dan 641 diantaranya meninggal dunia (Departemen Kesehatan,
2015).
Kesehatan, 2015).
sebanyak 13.219 orang penderita DBD dengan jumlah kematian 137 orang.
golongan anak-anak usia 5-14 tahun, mencapai 42,72% dan yang kedua pada
tahun 2013 jumlah klien penderita DBD di Kalimantan Selatan yaitu sebanyak
1080 orang, dimana yang meninggal 11 orang. Pada tahun 2014 jumlah klien
penderita DBD di Kalimantan Selatan sebanyak 767, Pada tahun 2015 jumlah
meninggal sebanyak 40 orang, Pada tahun 2016 jumlah klien penderita DBD
di Kalimantan Selatan dari bulan Januari hingga bulan April jumlah kasus
penderita DBD telah mencapai 3628 kasus dan yang meninggal 23 orang
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah ; Leukopenia terjadi pada hari ke 2 atau 3, karena berkuarangnya
mengetahui tipe virus yang mungkin timbul kembali dari 4 serotipe yang
ada.
I. Penatalaksanaan
menyebabkan klien dehidrasi dan haus, beri klien minum 1,5 sampai
2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu dan bila
mau lebih baik diberikan oralit. Apabila hiperpireksia diberikan obat
anti piretik dan kompres air biasa. Jika terjadi kejang, beri luminal
umur kurang dari 1 tahun 50 mg/ IM, anak lebih dari 1 tahun 75 mg.
depresi fungsi vital. Infus diberikan pada klien tanpa ranjatan apabila
meningkat.
tersebut tidak ada respon maka dapat diberikan plasma atau plasma
Jenis minuman yang diajurkan adalah jus buah, teh manis, sirup, susu,
serta larutan oralit. Apabila cairan oralit tidak dapat dipertahankan
natrium bikarbonat.
mungkin dalam waktu 1-2 jam dan pada jam berikutnya harus sesuai
dengan tanda vital, jadar hematokrit, dan jumlah volume urine. Untuk
(Nursalam, 2008:159).
BAB III
A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan klien, sehingga
hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai
konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF,
keadaan fisik pasien sebagai berikut:
a. Grade I: kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan ptekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, tanda-tanda vital dan nadi lemah.
b. Grade II: kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan ptekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur.
c. Grade III: kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah dan kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun
d. Grade IV: kesadaran koma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat,
dan kulit tampak biru.
- Sistem pernafasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernafasan dangkal, epistaksis,
pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar
ronchi krakles.
- Sistem persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta
pada grade IV dapat terjadi dengue shock syndrome.
- Sistem kardiovaskuler
Pada grade 1 dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositopenia, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi
cepat, lemah, hipotensi, sianosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari,
pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
- Sistem pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,
pembesaran limpa, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual,
muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesisi, melena.
- Sistem perkemihan
Produksi urin menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah.
- Sistem integument
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat
positif pada uji tourniquet, terjadi petekie, pada grade III dapat terjadi
perdarahan spontan pada kulit.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu
menggunakan darah atau disebut lab serial yang terdiri dari hemoglobin,
PCV, dan trombosit. Pemeriksaan menunjukkan adanya tropositopenia
(100.000 / ml atau kurang) dan hemotoksit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan dengan nilai hematoksit pada masa konvaselen.
a. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti
pada DHF dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya
trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji
serologi hemaglutnasi (Brasier dkk 2012).
b. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
c. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
d. Protein rendah
e. Natrium rendah (hiponatremi)
f. SGOT/SGPT bisa meningkat
g. Asidosis metabolic
h. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
2. Urine
Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, 2012) Sumsum
tulang pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi
hiperseluler pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi dan pada hari ke 10
sudah kembali normal untuk semua system
3. Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya
posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
4. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan
karena tidak menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa
sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura
pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan
diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih berat misalnya dengan
melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas.
5. Diagnosis Serologis
a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya
sensitif namun tidak spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe
virus yang menginfeksi. Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama sekali
(<48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi
epidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x
lipat dari titer serum akut atau tinggi (>1280) baik pada serum akut
atau konvalesen dianggap sebagai pesumtif (+) atau diduga keras
positif infeksi dengue yang baru terjadi (Vasanwala dkk. 2012).
b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit
dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi
bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
c. Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue.
Dan biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test
(PNRT) (Vasanwala dkk. 2012)
d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi virus
dengue karena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM
negatif maka uji harus diulang. Apabila sakit ke-6 IgM masih negatif
maka dilaporkan sebagai negatif. IgM dapat bertahan dalam darah
sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi (Vasanwala dkk. 2012)
e. Identifikasi Virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain
reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap
serotype tertentu, hasil cepat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini
dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari darah,
jaringan tubuh manusia, dan nyamuk (Vasanwala dkk. 2012).
C. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5 – 2 liter
dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik.
Jika terjadi kejang diberikan antikonvulsan. Luminal diberikan dengan
dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg IM, anak umur > 1tahun 75 mg.
Jika kejang lebih dari 15 menit belum berhenti luminal diberikan lagi
dengan dosis 3 mg/kgBB. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa
renjatan apabila pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan
minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan hematokrit yang
cenderung meningkat .
b. Pasien mengalami syok segera segera dipasang infus sebagai pengganti
cairan hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya
RL, jika pemberian cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma
atau plasma ekspander banyaknya 20 – 30 mL/kg BB. Pada pasien
dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila syok
telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi sudah cukup
besar, maka tetesan infus dikurangi menjadi 10 mL/kg BB/jam
(Ngastiyah 2005)
c. Cairan (Rekomendasi WHO, 2007)
1) Kristaloid
- Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan
Ringer Laktat (D5/RL).
- Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan
Ringer Asetat (D5/RA).
- Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam
larutan Faali (d5/GF).
2) Koloid
Jenis cairan koloid contohnya seperti : Dextran, albumin, Ka-en1B,
Ka-en3A&3B
2. Keperawatan
a. Derajat I
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht,
Hb dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam
24 jam dan kompres hangat.
b. Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering
dipasang pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem
dibuka tetesan infus tetap tidak lancar maka jika 2 tempat akan
membantu memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk memberikan
plasma darah dan yang lain cairan biasa.
c. Derajat III dan IV
- Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit
(RL) dengan cara diguyur kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
- Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
- Pengawasan tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
- Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
- Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan
secepatnya baik obat – obatan maupun darah yang diperlukan.
- Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan
gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu
pengeluaran darah dari lambung. NGT bisa dicabut apabila
perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran telah membaik sudah boleh
diberikan makanan cair.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kebocoran
plasma darah.
3. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis (penekanan intra
abdomen)
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler.
5. Resiko syok (hipovolemik) perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.
7. Resiko perdarahan
E. Rencana Tindakan
Kolaborasi
- Kolaborasi untuk
pemberian cairan
intravena /
parenteral.
R:Dapat
meningkatkan
jumlah cairan
tubuh, untuk
mencegah
terjadinya
hypovolemic syok.
- Kolaborasi
pemberian anti
emetic,
paracetamol
3 Resiko Syok Hipovolemik Tujuan : Mandiri
berhubungan dengan Setelah dilakukan - Monitor keadaan
perdarahan berlebihan asuhan keperawatan umum klien
kepada klien resiko R: melihat keadaan
syok hipovolemik umum pasien
tidak terjadi - Observasi tanda-
Kriteria hasil: tanda vital
- Tekanan darah R: melihat tanda-
dalam batas tanda syok
normal - Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tanda
perdarahan, dan
segera laporkan
jika terjadi
perdarahan
R: Dengan
melibatkan pasien
dan keluarga maka
tanda-tanda
perdarahan dapat
segera diketahui
dan tindakan yang
cepat dan tepat
dapat segera
diberikan.
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian cairan
intravena
R: Cairan
intravena
diperlukan untuk
mengatasi
kehilangan cairan
tubuh secara hebat
- Kolaborasi
pemeriksaan
HB,PCV,trombo
R: Untuk
mengetahui tingkat
kebocoran
pembuluh darah
yang dialami
pasien dan untuk
acuan melakukan
tindakan lebih
lanjut.
4 Resiko nutrisi kurang dari Tujuan : Mandiri
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan - Kaji riwayat
berhubungan dengan intake asuhan keperawatan nutrisi
nutrisi tidak adekuat kepada klien resiko R/melihat riwayat
kurang nutrisi tidak asupan nutrisi
terjadi - Observasi dan
catat makanan
Kriteria hasil: klien yang masuk
- Tidak ada tanda- R/observasi intake
tanda malnutrisi makanan yang
masuk
- Menunjukkan
- Timbang berat
berat badan yang
badan
seimbang
R: Mengawasi
penurunan BB
- Berikan dan bantu
oral hygiene yang
baik
R: Meningkatkan
nafsu makan dan
masukan peroral
- Hindari makanan
yang dapat
merangsang dan
mengandung gas
R: Menurunkan
distensi dan iritasi
gaster
Kolaborasi
₋ Kolaborasi
pemberian cairan
intravena
₋ Kolaborasi
pemberian
antiemetik
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif Huda A & Kusuma Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta:
Mediaction Publishing
Sudoyo. Et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta :
Internal Publishing