Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH MULTIDISPLINARY APPROACH DENGAN PENDEKATAN

TEORI TRANSISI NURSING TERHADAP


PASIEN DIABETIC FOOT

Toeri Transisi Keperawatan Afaf Ibrahim Meleis

Disusun Oleh :
ASMAT BURHAN (20191050001)

Program Studi Magister Keperawatan Program Pasca Sarjana


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Tahun 2019

1
Kata Pengantar

Dengan memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya,
penulis menyambut gembira atas terselesaikannya laporan dengan judul “Pengaruh Multidisiplinary
approach dengan pendekatan teori transisi keperawatan terhdap Diabetic Foot ” , yang mempunyai sebuah

peranan yang penting yang perlu untuk kita telah bersama.

Dalam kesempatan ini tak lupa penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang mendorong terbentuknya laporan ini. Ucapan terima kasih kepada Ibu Shanti Wardaningsih,
SKp.,M.Kep.,Sp.Jiwa, Ph.D sebagai Mentor dalam menyelesaikan laporan ini.

Terakhir, semoga laporan ini bermanfaat bagi para pembaca sebagai panduan dalam
penelitian selanjutnya. Meskipun demikian, masih banyak laporan yang lain disamping ini yang
dapat juga membantu dalam mengetahui penelitian dalam keperawatan. Kritik dan saran dari
segenap pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan tugas laporan ini pada pembuatan yang
akan datang.

Yogyakarta, Oktober 2019

Asmat Burhan
20191050001

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan ilmu keperawatan, model konseptual dan teori merupakan aktivitas berpikir
yang tinggi. Model konseptual mengacu pada ide-ide global mengenai individu, kelompok,
situasi atau kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin yang spesifik. Konsep
merupakan suatu ide dimana terdapat suatu kesan yang abstrak yang dapat diorganisir
menjadi simbol-simbol yang nyata, sedangkan konsep keperawatan merupakan ide untuk
menyusun suatu kerangka konseptual atau model keperawatan. Teori keperawatan itu sendiri
merupakan sekelompok konsep yang membentuk sebuah pola yang nyata atau suatu
pernyataan yang menjelaskan suatu proses, peristiwa atau kejadian yang didasari oleh fakta-
fakta yang telah diobservasi tetapi kurang absolut atau bukti langsung. Teori-teori yang
terbentuk dari penggabungan konsep dan pernyataan berfokus lebih khusus pada suatu
kejadian dan fenomena dari suatu disiplin (Fawcet, 2005).

Teori mempunyai kontribusi pada pembentukan dasar praktik keperawatan (Chinn & Jacob,
1995). Suatu metode untuk menghasilkan dasar pengetahuan keperawatan ilmiah adalah
melalui pengembangan dan memanfaatan teori keperawatan. Definisi teori keperawatan dapat
membantu mahasiswa keperawatana dalam memahami bagaimana peran dan tindakan
keperawatan yang sesuai dengan peran keperawatan.

Menurut Alligood (2006), teori adalah serangkaian konsep, definisi, dan asumsi,
atau proposi untuk menjelaskan suatu fenomena. Dengan demikian teori
menjabarkan lebih detail suatu fenomena dan bersifat aplikatif, dan ini memerlukan
pemahaman dan pengembangan. Perawat perlu memahami tingkatan teori, dan
menganalisa berbagai tingkatannya untuk mengembangkan dan menerapkannya dalam
praktek keperawatan. Banyak teori yang telah diperkenalkan oleh para ahli keperawatan.
Salah satunya adalah teori keperawatan yang dikembangkan oleh Afaf Ibrahim Meleis. Teori
yang diperkenalkannya adalah Teori Transisi. Model konsep yang diperkenalkan oleh Meleis
tersebut menekankan bahwa seseorang akan mengalami masa transisi dalam hidupnya. Peran
perawat dalam hal ini membantu individu tersebut dalam masa transisi agar mampu

3
memenuhi kebutuhan self-care pada saat kondisi sakit atau tidak mampu memenuhi
kebutuhannya.
Diabetes merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar
glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi dan secara normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Insulin merupakan suatu hormon yang
diproduksi pankreas yang berfungsi mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan
mengatur produksi dan penyimpanannya (American Diabetes Assosiation, 2004 dalam
Smeltzer&Bare, 2008)
Berdasarkan data Word Health Organitation(WHO) studi populasi DM di berbagai
Negara, jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun 2000 di Indonesia menempati urutan
ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes mellitus dengan prevalensi 8,4 juta jiwa.
Urutan diatasnya adalah India (31,7 juta jiwa), China (20,8 juta jiwa), dan Amerika Serikat
(17,7 juta jiwa) (Darmono, 2007). Pada tahun 2010 jumlah penderita DM di Indonesia
minimal menjadi 5 juta dan di dunia 239,9 juta penderita. Diperkirakan pada tahun 2030
prevalensi diabetes mellitus di Indonesia meningkat menjadi 21,3 juta.Angka kesakitan dan
kematian akibat DM di Indonesia cenderung berfluktuasi setiap tahunnya sejalan dengan
perubahan gaya hidup masyarakat yang mengarah pada makanan siap saji dan sarat
karbohidrat (Depkes RI, 2006).
Berdasarkan laporan rumah sakit dan puskesmas, prevalensi diabetes mellitus
tergantung insulin di Provinsi DIY pada tahun 2008 sebesar 0,16%, mengalami peningkatan
bila dibandingkan prevalensi tahun 2007 sebesar 0,09%. Prevalensi tertinggi adalah di Kota
DIY sebesar 0,84%. Sedang prevalensi kasus diabetes mellitus tidak tergantung insulin lebih
dikenal dengan DM tipe II, mengalami peningkatan dari 0,83% pada tahun 2016 menjadi
0,96% pada tahun 2007, dan 1,25% pada tahun 2008 (Dinkes Provinsi DIY, 2016). Hasil dari
data laporan puskesmas Kota DIY pada tahun 2009 didapatkan jumlah kasus diabetes mellitus
adalah sebanyak 63.867 kasus, terdiri atas 25.191 tergantung insulin dan 38.676 kasus
diabetes mellitus non insulin (Profil Kesehatan Kota Yogyakarta, 2016).Sementara
berdasarkan data Rekam Medik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, yang merupakan rumah
sakit rujukan untuk daerah Indonesia
Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan adalah membantu penderita
diabetic Foot untuk mempertahankan nilai Gula darah pada tingkat yang normal dan
meningkatkan kualitas kehidupan secara maksimal dengan cara memberi intervensi asuhan
4
keperawatan secara multidisplin, Alturism, Integrity, Dignity dan Inovasi sehingga dapat
terjadi perbaikan kondisi kesehatan. Penatalaksanaan Diabetic Foot tidak selalu menggunakan
obat-obatan. Penatalaksaan non farmakologis diantaranya perencanaan makan yang sehat,
latihan jasmani, menurunkan berat badan berlebih, menciptakan keadaan rileks dan santai,
berhenti merokok, dan mengurangi konsumsi alkohol yang berlebih (Tobing, 2008).
Multidisiplin approach, Infeksi Kontrol, APBI dan Edukasi dalam membantu Foot Screening,
Pengkajian komperhensif Diabetic Foot, penyembuhan luka diabetic, mengontrol infeksi luka
mempercepat proses garnulasi dan regulasi pembuluh darah sehingga sistem sirkulasi aliran
pembuluh darah dapat bekerja lebih baik dan mensuport calf muscle pump saat ambulasi dan
dorsofleksi sehingga meningkatkan aliran balik vena dan ABPI dapat membantu menegakkan
diagnosis, dan Edukasi Pada pasien dan keluarga dalam pemenuhan nutrisi, pencegahan dan
fiksasi yang dapat membantu penatalaksanaan selanjutnya dikarenakan penatalaksanaan ini
dapat dilakukan secara, Multidisiplin tim atau Mandiri,

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan “Pengaruh Multidisiplinary approach dengan


pendekatan teori transisi keperawatan terhdap Diabetic Foot ?”

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan pada hal ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Menganalisis Pengaruh Multidisiplinary approach dengan pendekatan teori transisi
keperawatan terhdap Diabetic Foot ?

2. Tujuan Khusus
1) Memberikan gambaran Pengaruh Multidisiplinary approach dengan pendekatan teori
transisi keperawatan terhdap Diabetic Foot.
2) mendapatkan gambaran tentang penerapan teori transisi keperawatan Afaf Ibrahim Meleis

5
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis
Sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan serta pola pikir
tentang Penerapan Teori Transisi Nursing pada.
2. Bagi institusi pelayanan
Diharapkan dapat meningkatkan kesadaran petugas kesehatan terutama keperawatan
dalam memberi asuhan keperawatan dengan managemnet Multidisiplinary Approach (Alturism,
Integrity, Dignity, Inovative) , Infecton Kontrol, Fiksasi dan Edukasi.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fenomena yang terjadi


Di Era Revolusi industri 4.0 perkembangan ilmu keperawatan dan teknologi sangat maju
dengan permintaan pasien yang ingin pelayanan yang paripurna dan update mengikuti zaman.
Semua profesi diharapkan dapat membuat sebuah karya untuk kepentingan dan kebaikan
masyarakat yang alurism, integrity, dignity dan inovasi baik dalam pelayanan ,pendidikan dan
penelitian khusunya kolegium keperawatan yang bersifat general dan spsesifik.
Peran perawat salah satunya memberikan asuhan keperawatan yang parpurna kepada
masyarakat dengan secara invasif dan non invasif. Asuhan kperawatan yang bersifat
multidsiplin approach, alturism, integrity, dignity dan inovasi merupakan ashen keperawatan
yang diapplikasikan ke pasien, meningkatkan kualitas pelayanan di masyarakat dan bahan, data
untuk kepentingan reseacrh generasi berikutnya serta memenuhi kriteria dan standar profesi
keperawatam yang terintegrasi. Profesi keperawatan mempunyai standar kompetensi, lisensi,
registrasi dan sertifikasi di rumah sakit, puskesmas, klinik dan dalam praktek mandiri
keperawatan. Namun kenyataanya praktisi perawat di pelayanan melakukan tindakan tanpa
didasari pengetahuan baik dari segi evidenbased practice dan evidenbased nursing dalam
perawatan luka diabetes yang meliputi holistic assesment, pengkajian, management, dressing,
bandage, APBI, dokumentasi dan edukasi sangat minim sekali khususnya di department medical
bedah, baanvak pasien yang dirawat oleh perawat yang tidak memiliki komptence, skill di suatu
instansi sehingga memperburuk kondisi luka diabetes pasien yang seharunsnya 2 minggu sudah
granulasi sampai 3 bulan pasien massiv belum ada perkembangkan dan bahkan pasien sampai
meninggal karena infeksi dari dari luka diabetes.

Untuk meningkatkan profesi keperawatan dari pendidikan, pelayanan dan penelitian yang
multidisplin approach, alturism, integrity, dignity dan inovasi di pelayanan dari segi
pengetahuan, update skill perawat, palliative , dokumentasi dan edukasi yang bermutu dan
berkualitas untuk masyarakat yaitu dengan mengembangkan model teori keperawatan yang
sesuai dengan keadaan kondisi di keperawatan indonesia adalah teori transisi keperawatan yang
dikemukakan oleh Afaf Ibrahim Meleis.

7
B. PEMBAHASAN
1. Transisi Keperawatan
Transition theory adalah salah satu nursing theory yang dicetuskan oleh Afaf Ibrahim
Meleis, teori ini mulai dikembangkan pada tahun 1960. Transisi adalah konsep yang sering
digunakan didalam teori perkembangan dan teori stress-adaptasi. Transisi mengakomodasi
kelangsungan dan ketidakberlangsungan dalam proses kehidupan manusia. Transisi berasal dari
bahasa latin “transpire” yang berarti “pergi menyebrang”, dalam kamus Webster, transisi berarti
pergerakan dari satu keadaan, kondisi, atau tempat ke kondisi lainnya.

Meleis awalnya mendefinisikan transition sebagai transisi yang sehat atau transisi yang
tidak efektif dalam kaitannya dengan peran yang tidak efektif. Meleis mendefenisikan peran
yang tidak efektif sebagai kesulitan di dalam mengenal atau kinerja dari peran atau perasaan dan
tujuan yang terkait dengan peran perilaku seperti yang dirasakan oleh diri sendiri atau oleh orang
lain (Meleis, 2007 dalam Alligood, 2014)

2. Tipe Transisi Keperawatan


Tipe transisi terdiri perkembangan, kesehatan dan penyakit, dan organisasi. Perkembangan
(developmental) terdiri dari kelahiran, kedewasaan, menopause, penuaan, dan kematian. Transisi
sehat dan sakit terdiri dari proses pemulihan, pemulangan dari rumah sakit, dan diagnosis
penyakit kronis. Organizational transition adalah perubahan kondisi lingkungan yang
berpengaruh pada kehidupan klien, serta kinerja mereka (Schumacer &Meleis, 1994 dalam
Alligood, 2014). Pola transisi terdiri dari multiple dan kompleks. Kebanyakan orang memiliki
pengalaman yang multiple (banyak) dan simultan (berkelanjutan) dibandingkan dengan hanya
satu pengalaman transisi, dimana tidak mudah untuk mengenalinya dari konteks kehidupan
sehari-hari. Dalam setiap studinya meleis mencatat dimana dasar dari teori pengembangan
meliputi seseorang yang memiliki minimum dua tipe transisi, dimana tidak adanya hubungan
langsung antara dua tipe transisi, sehingga mereka mempertimbangkan jika terjadi transisi yang
berurutan dan simultan serta adanya overlaping dari transisi, maka esensi dari hubungan antara
kejadian yang terpisah adalah permulaan dari transisi seseorang.
a. Properties of Transition Experiences (Sifat dari pengalaman transisi)
Sifat dari pengalaman transisi meliputi lima subkonsep yaitu kesadaran, keikutsertaan,
perubahan dan perbedaan, rentang waktu, titik kritis dan kejadian. Meleis, Sawyer, Im, dkk

8
(2000) menyatakan bahwa sifat pengalaman transisi tersebut secara mendasar tidak
terlepaskan, tetapi saling berhubungan sebagai proses yang kompleks.
b. didefinisikan sebagai persepsi, pengetahuan dan pengakuan terhadap pengalaman transisi yang
Level dari kesadaraan sering tercermin dari tingkatan kesesuaian antara apa yang diketahui
tentang proses dan respon serta harapan dasar apa yang ditetapkan tentang respon dan
persepsi individu yang mengalami transisi yang sama. Individu yang tidak sadar akan
perubahan berarti tidak memulai proses transisinya.
c. Kesadaran (Awarness) didefinisikan sebagai persepsi, pengetahuan dan pengakuan terhadap di
pengalaman transisi. Level dari kesadaraan sering tercermin dari tingkatan kesesuaian antara
apa yang diketahui tentang proses dan respon serta harapan dasar apa yang ditetapkan tentang
respon dan persepsi individu yang mengalami transisi yang sama. Individu yang tidak sadar
akan perubahan berarti tidak memulai proses transisinya.
d. Keterlibatan, merupakan sifat lainnya yang dicetuskan oleh Meleis. Keterlibatan mengacu dari
pada “derajat dimana seseorang menunjukkan keterlibatan pada proses yang terkandung
dalam suatu transisi”. Tingkat kesadaran dianggap mempengaruhi tingkat keterlibatan, tidak
ada keterlibatan tanpa kesadaran.
e. Perubahan dan Perbedaan (Changes and difference),
Adalah pengalaman seseorang tentang identitas, peran, hubungan, kebiasaan, dan perilakunya
yang kemungkinan membawa keinginan untuk bergerak atau arahan langsung proses internal
dan proses eksternal. Meleis, dkk menyatakan semua transisi berhubungan dengan perubahan,
walaupun perubahan belum tentu merupakan suatu transisi. Mereka juga menyatakan untuk
memahami transisi secara komplit sangat penting untuk menyingkap dan menjelaskan arti dan
pengaruh dan cakupan dari perubahan seperti alam, kesementaraan, kekejaman, personal,
keluarga, norma sosial dan harapan. Difference yaitu Meleis, dkk mempercayai perbedaan
kesempatan atau tantangan bisa ditunjukkan oleh karena ketidakpuasan atau harapan yang
tidak lazim, perasaan yang tidak sama, atau memandang sesuatu dengan cara yang berbeda,
dan meleis meyampaikan perawat harus mengenali tingkat kemyamanan dan penguasaan
klien dalam mengalami perubahan dan perbedaan.
f. Rentang waktu (Time Span), yaitu
semua transisi bersifat mengalir dan bergerak setiap saat. Karakter transisi sebagai time span
dengan indentifikasi titik akhir. Berawal dari antisipasi, persepsi atau demonstrasi perubahan,
bergerak melalui periode yang tidak stabil, kebingungan, stress berat sampai menuju fase
akhir dengan adanya permulaan baru atau periode yang stabil. Meleis, dkk mencatat bahwa
9
akanbermasalah atau tidak layak, dan bahkan mungkin merugikan, untuk membatasi rentang
waktu beberapa pengalaman transisi.
g. Titik kritis dan peristiwa (Critical Point and Event)
Titik kritis dan kejadian didefinisikan ysebagai penanda seperti kelahiran, kematian,
menopause, atau diagnosis suatu penyakit. Meleis dkk (2000) juga menyatakan bahwa
peristiwa tanda spesifik mungkin tidak terang/jelas bagi beberapa transisi, meskipun transisi
biasanya memiliki titik kritis dan kejadian. Titik kritis dan kejadian biasanya terkait dengan
kesadaran yang intensif pada perubahan atau perbedaan. Teori transisi mengkonsep bahwa
akhir dari titik kritis adalah membedakan dengan menyeimbangkan pada jadwal baru,
kompetensi, gaya hidup, kebiasaan perawatan diri, dan bahwa ketidakpastian durasi
dikelompokkan berdasarkan variasi, perubahan konsekutif, dan gangguan kehidupan.
k. Kematian, menopause, atau diagnosis penyakit. Meleis juga mengakui bahwa penanda dari
peristiwa spesifik tidak semuanya jelas bagi beberapa transisi, walaupun transisi biasanya
memiliki critical point dan events.Critical point and event biasanya berhubungan dengan
kesadaran tinggi pada perubahan atau ketidaksamaan atau lebih exertive engagement pada
proses transisi.
j. Kondisi Transisi (Fasilitator dan Penghambat)
Merupakan keadaan yang mempengaruhi caraorang bergerak melalui transisi dan
menfasilitasi atau menghambat kemajuan untuk mencapai transisi yang sehat. Kondisi transisi
terdiri dari personal, komunitas, atau faktor sosial yang bisa mempercepat atau menghalangi
proses dan outcome dari transisi yang sehat.
k. Kondisi personal, terdiri meaning (arti),
Didefinisikan sebagai beberapa keadaan atau pencetus yang mempercepat atau memperlambat
suatu transisi. Dari beberapa penelitian, setiap orang memiliki arti tersendiri terhadap setiap
peristiwa yang dialaminya bisa arti positif, negative, ataupun tidak memiliki arti sama sekali.
Kepercayaan Kultural (cultural believe), merupakan suatu stigma yang berhubungan dengan
pengalaman transisi. Stigma akan mempengaruhi pengalaman transisi.
l. Persiapan dan pengetahuan,
Antisipasi dari persiapan dalam menfasilitasi pengalaman transisi, dimana apabila terjadi
gangguan pada persiapan maka akan menghambat transisi. Pengetahuan berhubungan dengan
proses persiapan, dimana seseorang harus memiliki pengetahuan tentang harapan selama
transisi dan bagaimana strategi untuk mewujudkan dan me-managenya.

10
C. Status Sosial dan Ekonomi Kondisi Komunitas atau kondisi sosial
Pola Respon (Pattern of Response ( process indicator and outcome)) adalah karakter dari respon
kesehatan, karena transisi terus berubah sepanjang waktu. Mengidentifikasi indicator proses
klien yang bergerak baik ke arah kesehatan atau terhadap kerentanan dan resiko, memungkinkan
perawat untuk melakukan pengkajian awal dan intervensi untuk menfasilitasi outcome yang
sehat. Indicator proses ini terdiri dari:
a. Feeling Connected
Didefinisikan sebagai kebutuhan untuk terhubung satu sama lain, hubungan dan kontak
personal, adalah sumber informasi utama tentang pelayanan kesehatan dan sumber dayanya.
Merasa terhubung dengan tenaga kesehatan yang professional yang mampu menjawab
pertanyaan dan klien merasa nyaman untuk berhubungan merupakan indicator lain dari
pengalaman positif transisi
b. Interacting
Melalui proses interaksi, transisi dan perkembangan perilaku dapat dipahami, dan diklarifikasi
- Location and being situated
Waktu, ruang, dan hubungan biasanya menjadi hal penting dalam transisi.
c. Developing confidence and coping
Ada dua indikator penting yang digunakan yaitu penguasaan terhadap skill baru (Mastery of
new skills) dan pencairan identitas (fluid integrative identities), penguasaan terhadap
kemampuan dan pencairan identitas baru dibutuhkan dalam transisi untuk mengatur situasi
baru atau lingkungan baru. Penguasaan dan memiliki rasa baru dalam identitas merefleksikan
outcome yang sehat dari sebuah proses transisi
4. Keperawatan Terapeutik (Nursing Therapeutics)
Schumacher dan Meleis (1994), nursing therapeutics sebagai tiga alat ukur yang dapat
diaplikasikan secara luas untuk intervensi terapeutik selama masa transisi. Pertama, mereka
mengusulkan kesiapan pengkajian sebagai nursing therapeutic. Pengkajian memerlukan usaha
secara interdisiplin dan berdasarkan pengertian penuh tentang klien. Kedua, adalah persiapan
untuk proses transisi, pendidikan merupakan modal utama dalam persiapan proses transisi.
Ketiga, peran pendukung diusulkan sebagai terapeutik keperawatan. Peran suplementasi
disarankan oleh Meleis (1975) dan digunakan oleh beberapa peneliti (Brackley, 1992; Dracup,
Meleis, Clark, Clyburn, Shields, & Staley, 1985; Gaffney, 1992; Meleis & Swendsen, 1978).
Namun, dalam middle-range teori transisi, tidak ada pengembangan lebih lanjut dari konsep
keperawatan terapi.
11
a. Berdasarkan hasil teori Meleis dapat ditarik asumsi-asumsi dari Teori Transisi sebagai berikut:
a). Asumsi Caring Menurut Afaf Ibrahim Meleis
1. Keperawatan
(a) Perawat adalah pemberi asuhan utama bagi klien dan keluarganya yang sedang
mengalami masa transisi.
(b) Transisi dapat mengakibatkan perubahan dan dapat pula menjadi akibat dari perubahan.
2. Manusia
(a) Transisi melibatkan proses pergerakan dan perubahan dalam pola hidup fundamental,
yang terwujud dalam semua individu.
(b) Transisi menyebabkan perubahan identitas, peran, hubungan, kemampuan, dan pola
perilaku.
(c) Kehidupan sehari-hari klien, lingkungan, dan interaksinya dibentuk oleh alam, kondisi,
makna, dan proses dari penegalaman transisinya.
3. Kesehatan
(a) Transisi bersifat kompleks dan multidimensi.
(b) Transisi memiliki pola keragaman dan kompleksitas.
(c) Semua transisi mengalir dan bergerak sepajang waktu.Perubahan dan perbedaan bukan
merupakan sinonim atau istilah yang dapat menggantikan kata transisi.
4. Lingkungan
(a) Kerentanan berhubungan dengan pengalaman transisi, interaksi, dan kondisi lingkungan
yang mengekspose individual terhadap potensi kerusakan, problematic atau perpanjangan
pemulihan kesehatan atau kegagalan koping yang sehat.
E. Scope
Transition Theory merupakan salah satu nursing theory yang merupakan bagian dari middle-
range theory, dikarenakan Transition theory adalah middle range theory maka, teori ini
dikembangkan berdasarkan riset yang menggunakan Transition Framework. Transition theory
dapat diaplikasikan dalam praktek dengan berbagai tipe grup, yang terdiri dari populasi geriatric,
popoulasi psikiatri, populasi maternal, wanita yang menopause, pasien Alzheimer, family
caregiver, wanita imigran, dan orang yang memiliki penyakit kronis. Transition theory
menyediakan arahan untuk praktik keperawatan dengan berbagai tipe transisi oleh penyediaan
perspektif yang komprehensif pada konsep nature dan tipe transisi, kondisi transisi, dan indikator
proses serta outcome.
12
4. Applikasi Teori Transisi Keperawatan Afaf Ibrahim Meleis terhadap Pengaruh Multidisiplinary
Approach dengan pendekatan teori transisi keperawatan terhdap Diabetic Foot
Profesi keperawatan baik dari praktisi, pendidikan dan reseacrh dalam melakukan
tugas, fungsi dan peranya penting untuk menerapkan tindakan berdasarkan teori, model dan
konsep yang sesuai dengan kondisi dan situasi tertentu. Pada tahap pertama kombinasi,
kolaborasi dari beberapa teori atau model dapat menjadi suatu dasar dan pertimbangan,tetapi jika
di apllikasikan secara kohort, sistematik, eviden based dapat dilakukan analisis dan evaluasi
terhdapa pengaruhnya dengan menerapkan beberapa teori, model dan konsep keperawatan maka
konsistensi dan konsekuensi dalam praktek keperawatan dapat terjadi perbedaan. dibawah ini
adalah gambaran aplikasi teori transisi keperawatan Afaf Ibrahim Meiles pada Pengaruh
Multidisiplinary approach dengan pendekatan teori transisi keperawatan terhdap Diabetic Foot.
a). Case
Ny. M Usia 47th dengan diagnosa medis Diabetes Foot Infeksi dan Osteomyelitis dengan
diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit, pasien sudah 7 tahun menderita penyakit
diabetes penyebabnya karena keturunan dengan gula darah acak 400, Pasien mempunyai luka
di ekstremitas bawah bagian dextra dengan panjang luka 10cm dan lebar 6cm, kedalam stage
4, permukaan luka hitam dan slough, hiperksudat, odor (+), permukaan luka dan tepi luka
tidak menyatu, kulit sekitar berwarna merah dengan ditandai dermatitis (+), infeksi (+), nyeri
(+) dalam kategori 8, granulasi 25% dari 100% dan Epitalisasi 30% dari 100%, hasil
pemeriksaan ankle brachial index pressure 0,8 terjadi ganguan pada peredaran darah arteri ,
pemerikssan SpO2 abnormal 70%, dan nilai HbA1c 6,8%,. Pasien sudah 1 tahun dirawat tapi
tidak kunjung sembuh, pasien berharap mendapatkan pelayanan perawatan yang
komperhensive pada lukanya baik dari tindakan keperawatan, nutrisi, dan edukasi di rumah.
b). Penatalaksaan Aplikasi perawat berdasarkan teori transisi keperawatan
1). Perawat
pada kasus Ny. M tersebut maka perawat harus segera bertindak terhdap kebutuhan
dan perawatan luka pasien dengan belajar perawatan luka yang benar ( Update Master
Science) dan memliki kompetence ketika sudah mendapatkan ilmu baru perawat baik internal
atau external kemudian mebandingkan untuk mengetahui dan memperjelas dari perubahan
hasil transisi pada perawat, sehingga dapat membeikan pelayanan tindakan perawatan yang
terintrasi pada pasien luka diabtes.

13
a. Kesadaran perawat dalam meningkatkan pengetahuan dan komptence perawatan luka
kaki diabetic, keikutsertaan perawat dalam melakukan tindakan tim dan interpesonal pada
saat pengkajian penatalaksanaan intervensi, kolaborasi dan implementasi perawatan luka
pasien diabetes
b. Presepsi : perawat yang sudah benar dan baik dalam perawatan luka yang sudah adanya
perkembangan akan diakui oleh pasien dan keluarga.
c. Kesadaran : Perawat sadar akan kurangnya pengetahuan/ilmu perawatan luka kaki
diabetes untukmeningkatkan kualitas kesembuhan dan kualitas hidup pasien
d. keterlibatan : perawat mampu bekerjasama bekerja secara tim dan berkolaobarasi dengan
tenaga kesehatan lain seperti : Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui Osteomyelitis,
Kultur mengetahui resisten antibiotic sehingga dapat memberikan obat yang sesuai
infeksi, nutrisi untuk memberikan asupan kalori pada pasien diabetes sesai kebuthan dan
penatalaksanaan luka kaki diabetic dengan multidisiplin proses.
e. Perubahan dan Perbedaan : perawat mampu perubahan dan perbedaan perkembangan luka
pasien sebelum dan setelah perawatan luka sehingga dapat mengevaluasi perawat untuk
mencapai kesembuhan luka kaki diabetes pada pasien contoh, Pasien datang dengan
ukuran luka panjang 10cm menjadi 7cm, garnulasi 25% menjadi 50% dan munculnya
epitelisasi
f. Rentang Waktu : perawat mampu memanagement waktu yang baik pada perawatan luka
jika kesembuhan luka kaki diabets panjang makan akan berdampak pada perubahan
psikologis, ekonomi, aktivitas pasien dan keluarga.
g. Titik Kritis : berfikir secara kritis dan rasional dalam melakukan tindakan tindakan
perawatan luka kaki diabetes, jika tidak termanagement dengan benar sesuai sop dan
konsep maka akan mengalami perubahan dari penyakit pasien seperti Diabetic Foot Ulcer
- Diabetic Foot Infection - Diabetic Foot Osteomyelitis yang akan meningkatkan
terjadinya amputasi kaki pasien.
h. Kondisi Transisi : Perawat yang tidak mampu menjadi fasilitator atau sebagai practice
Clinician akan menjadi penghambat proses penyembuhan luka kaki diabetes.
i. Kondisi Personal : Perawat mampu melakukan persiapan yang benar dalam melakukan
perawatan luka dari persiapan pasien, alat, obat, balutan, dokumentasi, dan edukasi yang
akan diberikan pada pasien.

14
2. Diagonosa Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan NIC dan NOC Kerusakan Integritas kulit

NO Dx Keperawatan NOC NIC


1. Kerusakan integritas kulit • Tissue integrity : skin Pressure Ulcer
Prevention wound Care
b.d Gangguan Sirkulasi and membrane
• Wound Healing :
- Jaga kebersihan kulit
DO : Primary & Secondary
- kerusakan jaringan agar tetap kering dan
Intention
- Stage 4 bersih
- Anjurkan pasien
- SPO2 70% Setelah dilakukan
- Ischemic Jaringan menggunakan pakaian
tindakan keperawatan
- 10cm x 6cm Luka yang longgar
selama 3x24 jam
- Monitor aktivitas dan
- Eksudat Banyak kerusakan integritas
- HbA1c 6,8% mobilisasi pasien
jaringan pasien teratasi
- Momitor status nutrisi
- ABI 0,8 Gangguan di dengan kriteria :
pasien
Arteri
- Observasi Luka : Lokasi,
- Infeksi dan odor (+) - Perfusi Jaringan
- Granulasi 25% Dimensi, kedalam luka,
Normal
- Epitelisasi 30% - Tidak ada tanda Karakteristik,warna
cairan, jaringan nekrotik,
Infeksi
granulasi, infeksi
- ketebalan dan tekstur
- Lakukan Teknik
Jaringan Normal
- Menunjukan perawatan luka dengan
Steril
pemahaman dalam
- Berikan Posisi yang
proses perbaikan kulit
mengurangi tekanan
dan mencegah
pada daerah luka
terjadinya cidera ulang
- Ganti balutan, Bersihkan
- Menunjukkan proses
area luka,
terjadinya
Dokoumentasi, edukasi
penyembuhan Luka
pasien dan keluarga.

15
b. Diagnosa Keperawatan NIC dan NOC Kurang Pengetahuan

NO Dx Keperawatan NOC NIC


1. Kurang pengetahuan b.d • Knowledge: Desease Intervensi
tidak mengetahui sumber - Process
- Kaji tingkat
sumber informasi • Knowledge : Health
pengetahuan pasien dan
Behavior
keluarga
DS: Pasien Mengatakan
- gambaran proses
tidak tahu tentang informasi
penyakit yang tepat
diabetes Setelah dilakukan
- Gambarkan tanda dan
tindakan keperawatan
gejala yang mucul pada
DO : selama 1x24 jam Pasien
penyakit dengan cara
- Pasien tidak melakukan menunjukan pengetahuan
yang tepat
tindakan pencegahan tentang proses penyakit
- jelaskan patofisologi
injury luka seperti yang dengan kriteria :
penyakit dan bagaimana
sudah di edukasi oleh
hal ini berhubungan
perawat dan tidak - Pasien dan keluarga
dengan anatomi,fisiologi
mematuhi intruksi menyatakan
dengan cara tepat
perawat. pemahamantentang
- Diskusikan pilihan
penyakit, kondisi,
terapi yang tepat
proses, prognosis dan
- Eksplorasi kemungkinan
program pengobatan
sumber atau dukungan
- pasien dan keluarga
dengan cara yang tepat
mampu melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan secara benar
- pasien mampu

menjelaskan kembali
apa yang dijelakan
oleh perawat/tim
kesehatan.

16
3. EVALUASI

No. Tanggal/waktu Evaluasi Paraf

1. Kamis S : pasien mengatakan Luka Pada Kaki Kanan


6 - 10 - 2019 O: kerusakan jaringan
- Stage 4, SPO2 70%, Ischemic Jaringan, Luas Luka P x
Kerusakan L10cm x 6cm, Eksudat Banyak, HbA1c 6,8%, ABI 0,8
Integritas Kulit Gangguan di Arteri, Infeksi dan odor (+), Granulasi 25%,
Epitelisasi 30%
A: Kerusakan Integritas Kulit Belum Teratasi
P: intervensi dilanjutkan
- D : Clean of Tissue & Eksudat ( Debridement )
- I : Inflamation & Infection Control (Antimicrobial)
- M : Moisture Balance (Control Eksudat)
- E. : Ephiteal + Environement ( Proteksi Wound Edge)
- S. : Support System ( Education, Nutrition, Fixation )

2. Kamis S: pasien mengatakan masih Belum Sepenuhnya Mengerti


6 - 10 - 2019 Penyakitnya
O: Pasien tidak melakukan tindakan pencegahan injury luka
Kurang seperti yang sudah di edukasi oleh perawat dan tidak
Pengetahuan mematuhi intruksi perawat.
A: Kurang pengetahuan
P: intervensi dilanjutkan
- Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
- gambaran proses penyakit yang tepat
- Gambarkan tanda dan gejala yang mucul pada penyakit

dengan cara yang tepat


- Diskusikan pilihan terapi yang tepat
- Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan dengan

cara yang tepat

17
2). Manusia
Perawat mengedukasikan bahwa diabetesnya didapatkan karena pola hidup yang
kurang bergerak, kurang aktivitas pola makan yg tidak sehat dan berlebihan sehingga
membuat gula darah meningkat dan keadaan transisi seperti menyebabkan proses sehat
menjadi sakit karena gula darahnya meningkat terjadi gangguan pada sirkusi pembuluh darah
ateri yang mengakibat munculnya luka di kaki kananya yang menyebakan sebelumnya
berjalan dengan normal dibantu orang lain, kemampuan mandiri menjadi bergantung pada
orang lain, transisi perubahan prilaku.perubahan identitas dari masyrakat sehat menjadi sakit.

a). Proporties : Kesadaran pasien akan luka pda kaki yang disebabkan oleh gula darah
diabetes yang tinggi dan pasien ikut serta dalam meningkatkan kesehatannya dengan cara
kooperatif mematuhi instruksi perawat/tim kesehatan yang lain dan mapu menjelaskan
patofisologi penyakitnya dan pencegahanya.
b). Presepsi : pasien mengetahui akan proses penyakinya seperti pola makan yang yang
banyak dan tidak sehat , sering kencing, ganguan tidur saat malam sehingga pasien akan sadar
tentang komdisinya dan mengikuti perawatan dan pencegahannya.
c). Perubahan dan Perbedaan : Pasien dapat menerima kondisi kakinya yang sudah terganggu
fungsinya dan yang dulu sehat menjadi tidak sehat.
d). Rentang Waktu : Lamanya perawatan luka kaki diabetes pasien mampu mengetahui proses
penyembuhan luka pada kakinya.
e). Titi Kritis : Perawatan luka kaki diabetes yang panjang di Rumah Sakit yang idak kunjung
sembuh akan berdampak pada psikologis, kecemasan, ekonomi yang dapat menyebatkan
stress pasien dan keluarga.
f). Kondisi Personal : Pasien menyadari akan proses penyembuhan luka yang lama maka
pasien kooperatif mengikuti instruksi perawat/tim dalam proses penyembuhan lukanya
sehingga perawat dapat melakukan tindakan yang terintegrasi dan multidisiplin tim untuk
kesembuhan pasien.
g). Persiapan dan pengetahuan pasien : Apasien dapat menerima kondisi yang akan diterima
bahwa kakinya sudah berbeda dari sebelumnya.

18
3). Kesehatan
Untuk meningkatkan kesehatan transisi sehat menjadi sakit perawat memberikan
pandangan pada asien jika diabtes tidak terkontrol maka akan mengalami dampak seperinya
kpmplikasi dapa oragan yang lain seperti sering makan, sering haus, sering kencing dan berat
badan menurun dan pada komplikasi kroniknya bisa menyebabkan luka, ritinophaty, gagal
ginjal, gangguan vaskuler, kardiomegali, hepatomegali, lyang dapat menyebabkan
kematian.sehingga pasien juga perlu untuk mengetahui bagaiaman pencegaha, perawatan dan
edukasi dirumah , dari keperawatan perlu untuk meningkatkan skil, pengetahuan, tindakan,
dokumentasi dan edukasi kepada pasienya.
4). Lingkungan
Pengaplikakasian dan tindakan perawatan dalam teori tansisi keperawatan Afaf
Ibrahim Meleis pada lngkungan perawat harus membina hubungan baik kepada pasien dengan
memberikan edukasi perubahan transisi dari sehat ke sakit dengan komunikasi yang efektif
dan terapeutik dan memaparkan kondisi pasien jika terus gula darah tidak memcapai normal
yang dapat memnpengaruhi atau menganggu organ tubuh yang lain dan perawat mampu
mengatasi masalah dengan komunikasi dan memanagement pasien menjadi lebih sehat
dengan cara memberikan kebutuhan pasien baik dari segi fisik, psiko, sosio dan spiritual.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Teori transisi keperawatan Afaf Ibrahim Meleis bersifat kesadaran sebagai
pengetahuan dan pengenalan akan pengalaman transii, ikatan hubungan dari kesadaran untuk
mempengaruhi tingkatan dari kesadaran, dan perbedaan menjelaskan hasil dari perubahan,
point kritis meningkat kesadaran dari perubahan perawat komptence dan pasien mengetahui
penyakitnta, pencegahan dan pengobatanya, baik dari segi perawat dalam pelayanan yang
alturism, interity, dignity dan inovasi baik di pendidikan, pelayanan dan penelitian.

oleh karena itu pada pasien dengan luka diabetes perlu adanya perhatian khusus dari
perawat untuk memberikan pelayanan yang baik bebadasarkan pengetahuan evidenbased
practice dan research dari segi kebutuhan casar sampai caringnya.hal tersebut dillakukan
karena agar pasien merasa bahwa pasien diberikan perawatan yang terstandar dan sesuai
standart operasional procedure Mulai dari penngkajian, management, dressing, pemeriksaan
penunjang, dokumentasi dan edukasi sehingga pasien memiliki motivasi untuk sembuh.

B. Saran

1. Bagi Penulis
Dapat memahami teori yang diterapkan serta mampu mengaplikasikannya kepada institusi

pendidikan maupun di instansi pelayanan di rumah sakit, puskesmas , klinik dan praktek
mandiri keperawatan, yang nantinya bisa dijadikan pedoman dalam praktek dan proses
pembelajaran pendidikan keperawatan agar terwujudnya kompetensi didalam perawat. Serta
bermanfaat bagi para pembaca dan bisa dijadikan panduan dalam penelitian/laporan
selanjutnya.
2. Institusi Pelayanan
Agar dapat meningkatkan kompetence dan ilmu tindakan keperawatan yang multidisplin
approach ( Alturism, Integrity, Dignity dan Inovasi ) dan cepat mengetahui proses sehat sakit
pada pasien sehingga pasien dapat mengetetahui penyakitnya , pencegahanya dan
pengobatanya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Aligood, M. R. (2010). Nursing Theory: Utilization & Application (4th Ed).Missouri: Elsevier.

Aligood, M. R. (2014). Nursing Theorists: and Their Work (8th Ed).Missouri: Elsevier.

Fawcett, Jacqueline.(2005). Contemporary Nursing Knowledge: Analysis and Evaluation of


Nursing Models and Theories (2th Ed). Philadephia: Davis Company

Meleis, Afaf I. (2010). Transition Theory: Middle Range and Situation-Spesific Theories in Nursing
Research And Practice. New York: Springer Publishing Company

21

Anda mungkin juga menyukai