Anda di halaman 1dari 20

BADAN USAHA (PERUSAHAAN)

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Hukum Bisnis Islam

Dosen pengampu : Septiana Na’afi

Disusun Oleh :

1. Adibatur Rahmawati (1705046051)


2. Fadhila Choirunnisa (1705046055)
3. Jaudatullaili (1705046067)
4. Ragilia Rahayu (1705046079)

AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Badan Usaha
(Perusahaan)” ini dengan baik, walaupun masih terdapat banyak kekurangan
yang terdapat dalam makalah ini, dan tentunya penulis berterima kasih kepada
Septiana Na’afi selaku dosen mata kuliah Hukum Bisnis Islam yang telah
membimbing penulis selama proses penyusunan makalah ini.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah


pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai badan usaha (perusahaan) dan
hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut. Penulis menyadari jika makalah ini
jauh dari kata sempurna dan tentunya banyak kekurangan yang perlu untuk
diperbaiki. Oleh karena itu, penulis sangat berharap kritik dan saran dari
pembaca, guna tercapainya perbaikan makalah ini dan akan ada makalah yang
jauh lebih baik lagi kedepannya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Semarang, 13 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................1
C. Tujuan ..........................................................................................................1

BAB II : PEMBAHASAN

A. Definisi Badan Usaha (Perusahaan) ..............................................................2


B. Jenis Badan Usaha Berdasarkan Status Hukum ........................................... 2
C. Akad Pendirian Perusahaan...........................................................................9
BAB III : KESIMPULAN........................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Badan usaha dapat didefinisikan sebagai organisasi kesatuan yuridis dan
ekonomi yang terstuktur dalam mengelola faktor-faktor produksi untuk menghasilkan
barang dan jasa dengan tujuan untuk mencari laba (keuntungan). Sedangkan
Perusahaan adalah Suatu unit kegiatan yang melakukan aktivitas pengelolaan faktor
produksi untuk menyedikan barang dan jasa bagi masyarakat.
Peranan badan usaha jelas sangat penting dan berkontribusi terhadap
kemakmuran rakyat, dan untuk menyelesaikan faktor penghambat majunya
perekonomian Indonesia. Ada beberapa bentuk badan usaha antara lain : Perusahaan
Perseorangan, Firma, Perseroan Komanditer, Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), dan Koperasi.
Dalam mendirikan suatu badan usaha harus sesuai dengan peraturan yang ada.
Dalam praktik masa kini badan usaha banyak yang berkembang dan menggunakan
prinsip syariah yang tentunya harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung di
dalam Al-Qur’an serta Hadits. Dalam pendirian badan usaha syariah menggunakan
akad dan acuan pada peraturan yang ada dan perlu disempurnakan kembali di masa
yang akan datang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan badan usaha (perusahaan)?
2. Apa saja jenis-jenis badan usaha berdasarkan status hukum?
3. Bagaimana akad pendirian perusahaan?

C. Tujuan
1. Dapat menjelaskan definisi badan usaha (perusahaan)
2. Dapat menyebutkan dan menjelaskan jenis-jenis badan usaha berdasarkan status
hukum
3. Mengetahui bagaimana akad pendirian perusahaan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Badan Usaha (Perusahaan)


Badan usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis
yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Sedangkan definisi dari
perusahaan yaitu setiap bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis
usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus didirikan, bekerja, serta
berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh
laba atau keuntungan (Asyhadie, 2006).
Dalam perusahaan harus mempunyai unsur-unsur diantaranya yaitu:
1. Terus-menerus tidak terputus-putus
2. Secara terang-terangan
3. Dalam kualitas tertentu
4. Mengadakan perjanjian perdagangan
5. Harus bermaksud memperoleh laba
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan merupakan
bagian dari badan usaha dimana menjalankan kegiatan dibidang perekonomian
secara berkelanjutan dan terang-terangan guna mencari keuntungan serta dapat
dibuktikan dengan melakukan pembukuan.

B. Jenis-Jenis Badan Usaha Berdasarkan Status Hukum


1. Perusahaan berbadan hukum
a) Perseroan Terbatas (PT)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 pasal 1, Perseroan
Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

2
 Keuntungan dari Perseroan Terbatas (Aldy, Purnomo , & La,
2017)
1) Badan Hukum Lebih Aman
Sebagai salah satu badan hukum, Perseroan Terbatas dirasakan
lebih menjaga keamanan dalam melakukan kegiatan usaha di
Indonesia. Hal ini karena anggaran dasar perusahaan mulai dari
pendirian perusahaan, perubahaan, penggabungan perusahaan,
pengambilalihan serta pembubaran perusahaan diatur secara
hukum.
2) Varian dari Bidang Usaha
Berbagai jenis kegiatan usaha dapat dikelola dan dilakukan
oleh badan usaha perorangan. Namun ada beberapa jenis
bidang usaha yang hanya bisa di kelola dan dilaksanakan oleh
badan usaha berbentuk badan hukum seperti Perseroan
Terbatas (PT) seperti Bidang usaha sektor Perhubungan
meliputi; Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (Forwarding),
Usaha Salvage, dll.
3) Resiko Bisnis
Pengusaha atau pemilik modal merasa lebih aman dalam
melakukan investasi dan menanamkan modal dengan
mendirikan badan hukum Perseroan Terbatas sebagai legalitas
perusahaan. Hal ini karena adanya pemisahan kekayaan pribadi
para pemilik (pemegang saham) perusahaan dengan kekayaan
pribadinya.

 Kekurangan dari PT (Aldy, Purnomo , & La, 2017)


1. Pajak yang besar karena PT merupakan subyek pajak tersendiri
sehingga bukan perusahaan saja yang kena pajak, tetapi
deviden yang dibagikan kepada pemegang saham juga kena
pajak
2. Penangan aspek hukum yang rumit karena dalam pendirian PT
memerlukan akta notaris dan izin khusus untuk usaha tertentu
3. Biaya pembentukkan yang relatif tinggi dibandingkan dengan
badan usaha lain

3
4. Kerahasian perusahaan kurang terjamin karena setiap aktivitas
perusahaan harus dilaporkan kepada pemegang saham

b) Koperasi
Kata koperasi berasal dari kata Co yang artinya “bersama” dan
operation yang artinya “bekerja”. Pengertian koperasi menurut pasal 1
ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian,
“Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau
badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan asas kekeluargaan”. Secara umum dapat dikatakan bahwa
koperasi adalah suatu badan usaha yang bergerak dalam bidang
ekonomi, yang anggotanya adalah orang-orang atau badan hukum
koperasi yang tergabung secara sukarela atas dasar persamaan hak dan
kewajiban, melakukan satu macam usaha atau lebih untuk
meningkatkan kesejahteraan para anggota khususnya dan masyarakat
pada umumnya.

c) Yayasan
Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan,
“Yayasan adalah badan usaha yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di
bidang soial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai
anggota”. Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun
kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan undang-undang ini
dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung
kepada pembina, pengurus, pengawas, karyawan, atau pihak lain yang
mempunyai kepentingan terhadap yayasan. Dalam menjalankan
kegiatannya sehari-hari yayasan mempunyai organ yang terditri atas:
Pembina, Pengurus dan Pengawas.

2. Perusahaan tidak berbadan hukum


a) Firma

4
Merupakan persekutuan/perserikatan untuk menjalankan usaha antara
dua orang atau lebih dengan nama bersama, dengan tanggung jawab
masing-masing anggota firma tidak terbatas. Sedangkan, laba yang
diperoleh dari usaha tersebut untuk dibagi bersama-sama, begitupun
sebaliknya bila terjadi kerugian, semua anggota firma ikut
menanggungnya (Indriyo, 2005). Sedangkan menurut Manulang
(Manullang, 2003), persekutuan dengan firma adalah persekutuan
untuk menjalankan perusahaan dengan memakai nama. bersama. Jadi,
ada beberapa orang yang bersekutu untuk menjalankan suatu
perusahaan. Para anggota yang berkumpul merupakan anggota aktif
sehingga satu perusahaan dikelola dan dimiliki oleh beberapa orang.
 Ciri-ciri (Aldy, Purnomo , & La, 2017)
1. Bentuk firma ini telah digunakan baik untuk kegiatan usaha
berskala besar maupun kecil,
2. Masing-masing sekutu menjadi agen atau wakil dari
persekutuan firma untuk tujuan usahanya,
3. Pembubaran persekutuan firma akan tercipta jika terdapat salah
satu sekutu mengundurkan diri atau meninggal,
4. Tanggung jawab seorang sekutu tidak terbatas pada jumlah
investasinya,
5. Masing-masing sekutu berhak memperoleh pembagian laba
persekutuan firma

 Keuntungan (Aldy, Purnomo , & La, 2017)


1. Prosedur pendirian firma mudah,
2. Dalam firma, setiap keputusan diambil bersama sehingga
dimungkinkan adanya keputusan yang lebih
3. Adanya pembagian kerja diantara anggota firma sesuai dengan
kecakapan serta keahliannya masing-masing

 Kekurangan
1. Adanya tanggung jawab tak terbatas atas utang-utang
perusahaan,

5
2. Kontinuitas firma kurang terjamin karena keluarnya salah
satu anggota berarti firma bubar,
3. Kekurangcakapan salah satu anggota menimbulkan
kerugian atas firma, yang mengakibatkan anggota lain turut
menanggung,
4. Rawan konflik internal, yaitu ketegangan diantara anggota
firma yang dapat mengancam kelangsungan hidup
perusahaan.

b) CV
Perseroan komanditer adalah suatu perseroan yang dibentuk antara satu
orang atau beberapa orang persero yang secara tanggung menanggung
bertanggung jawab untuk seluruhnya pada satu pihak, dan satu orang atau
lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain. Dalam Perseroan Komanditer
terdapat beberapa sekutu yang secara penuh bertanggung jawab atas
sekutu lainnya. Kemudian ada satu atau lebih sekutu sebagai pemberi
modal. Tanggung jawab sekutu komanditer hanya terbatas pada sejumlah
modal yang ditanamkan didalam perusahaan. Tujuan pendirian Perseroan
Komanditer adalah untuk memberikan peluang bagi perseorangan untuk
ikut menanamkan modalnya dengan tanggung jawab terbatas.
 Keuntungan
a. Penguasaan terhadap keuntungan tinggi, meskipun harus dibagi
dengan anggota kongsi yang lain
b. Penanganan aspek hukum minimal, meskipun sedikit lebih
rumit dibanding perusahaan perseorangan

 Kerugian
a. Mengandung tanggung jawab keuangan sekutu aktif tak
terbatas, meskipun dapat dibagi dengan anggota sekutu aktif
yang lain
b. Status hukum CV belum badan hukum sehingga sulit untuk
mendapatkan proyek-proyek besar

6
c. Tidak dapat dengan mudah mengumpulkan modal dari para
sekutunya, tidak seperti Perseroan Terbatas yang dapat
mengumpulkan modal dari para pemegang saham (Suliyanto,
2010).

c) Perusahaan perseorangan
Merupakan bentuk badan usaha tanpa ada pembedaan pemilikan antara
hak milik pribadi engan hak milik perusahaan (Indriyo, 2005). Menurut
(Swastha, 2002), perusahaan perseorangan adalah salah satu bentuk usaha
yang dimiliki oleh seseorang dan ia bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap semua resiko dan kegiatan perusahaan. Dengan tidak adanya
pemisahan pemilikan antara hak milik pribadi dengan milik perusahaan,
maka harta benda pribadi juga merupakan kekayaan perusahaan, yang
setiap saat harus menanggung utang-utang perusahaan.
 Ciri-ciri
1. Dimiliki perseorangan (individu atau perusahaan keluarga),
2. Pengelolaannya sederhana,
3. Modalnya relatif tidak terlalu besar,
4. Kelangsungan usahanya tergantung pada para pemiliknya,
5. Nilai penjualannya dan nilai tambah yang diciptakan relatif
kecil.

 Keuntungan (Aldy, Purnomo , & La, 2017)


1. Kebebasan bergerak
Pemilik perusahaan perseorangan mempunyai kebebasan yang
sepenuhnya pada setiap tindakannya. Segala keputusan adalah
mutlak harus dilaksanakan sesuai keputusan.
2. Menerima seluruh keuntungan
Hanya perusahaan perseorangan yang memungkinkan seluruh
keuntungan diperuntukkan bagi seseorang.
3. Pajak yang rendah
Bagi perusahaan perseorangan hingga saat ini pemerintah tidak
memungut pajak dari perusahaan itu sendiri. Pemungutan pajak
hanya dilakukan pada pemilik yaitu, pajak penghasilan.

7
4. Rahasia perusahaan terjamin
Perusahaan perseorangan merupakan suatu jenis perusahaan
dimana rahasia-rahasia seperti data usaha, resep dan sebagainya
dapat dijamin tidak akan bocor, lebih-lebih jika pemilik
perusahaan itu sendirilah yang menjalankan segala tugas-tugas
yang penting. Di beberapa perusahaan, keuntungan yang besar
terletak atas dasar dipunyainya suatu proses atau formula
rahasia yang tidak diketahui perusahaan lain.
5. Keputusan dapat cepat diambil
Keputusan-keputusan dalam perusahaan perseorangan akan
dapat cepat diambil karena pemilik perusahaan dapat mengatur
perusahaan menurut kehendaknya yang sekiranya terbaik dan
terefektif, juga karena tidak adanya perselisihan pendapat yang
mengakibatkan perundingan yang berlarut-larut yang tentu saja
merugikan apalagi dalam dunia bisnis.
6. Lebih mudah memperoleh kredit
Perusahaan perseorangan lebih mudah mendapatkan kredit
karena tanggung jawab atau jaminannya tidak terbatas pada
modal usaha sendiri saja tetapi juga kekayaan pribadi dari
pemilik maka resiko kreditnya lebih kecil.

 Kerugian
1. Tanggung jawab tidak terbatas
Dalam perusahaan perseorangan, tanggung jawab perusahaan
terletak di tangan pemilik perusahaan, sehingga seluruh resiko
atas perusahaan ditanggung oleh pemilik perusahaan. Jika
perusahaan tidak dapat melunasi seluruh hutangnya maka
kekayaan pribadi menjadi jaminannya.
2. Keterbatasan ekspansi perusahaan
Penanaman modal yang dijalankan oleh perusahaan
perseorangan adalah terbatas, walaupun pemilik berusaha
memperluas perusahaan, kredit yang diperolehpun terbatas
pula.
3. Kelangsungan perusahaan tidak terjamin

8
Dengan kondisi masa depan yang tidak pasti, perlu
diperhatikan potensi meninggalnya pemimpin atau
dipenjarakannya pemilik perusahaan atau sebab lain. Yang
dapat mengakibatkan aktivitas perusahaan dapat berhenti
karena tidak ada sumber daya utama yang mengelola
perusahaan.
4. Sumber keuangan terbatas
Karena pemiliknya hanya satu orang, maka usaha-usaha yang
dilakukan untuk memperoleh sumber dana hanya bergantung
pada kemampuan pemilik perusahaan.
5. Kesulitan dalam manajemen
Dalam perusahaan semua kegiatan seperti pembelian,
penjualan, pembelanjaan, pencarian kredit, pengaturan
karyawan dan sebagainya, dipegang oleh seorang pemimpin.
Ini lebih sulit dibandingkan apabila manajemen dipegang
beberapa orang.

C. Akad Pendirian Perusahaan


Penerapan Prinsip Perjanjian Syariah dalam Pendirian Perseroan
Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Sehubungan
dengan hal tersebut keberadaan pengaturan perseroan terbatas yang dahulunya
diatur dalam Wetboek van Koophandel (WvK) dan Burgelijk Wetboek (BW)
diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan
Terbatas dan dinyatakan mulai berlaku satu tahun kemudian pada tanggal 7
Maret 1996.
Dalam usianya yang baru 12 tahun, keberadaan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1995 tersebut dipandang perlu untuk diperbaharui dengan
peraturan yang lebih aspiratif, lebih memenuhi rasa keadilan. Perubahan ini
bertujuan untuk lebih meningkatkan peran Perseroan Terbatas dalam
pembangunan nasional dan sekaligus memeberikan landasan yang kokoh bagi
dunia usaha dalam menghadapi perkembangan ekonomi, bisnis dan kegiatan
usaha lainnya dengan merespon secara positif. Dengan demikian, dengan
persetujuan DPR dan Presiden pada tanggal 16 Agustus 2007 telah

9
menetapkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas.
Seiring dengan terjadinya perubahan sosial politik di Indonesia, juga
perubahan di bidang sosial ekonomi dan bisnis, serta kegiatan usaha lainnya
dengan diperkenalkannya sistem ekonomi dan perbankan bedasarkan prinsip
syariah. Kegiatan ekonomi, bisnis dan usaha lainnya berdasarkan prinsip
syariah telah dijalankan dan berkembang dalam masyarakat internasional dan
juga oleh masyarakat Indonesia. Pembentuk undang-undang telah memberikan
respon positif terhadap perkembangan ekonomi, perbankan, bisnis dan
kegiatan usaha lainnya itu dengan memasukkan pengaturannya ke dalam Pasal
109 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Sebelumnya pada tahun 2006 pemerintah mengeluarkan Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang memberikan kewenangan
kepada Badan Peradilan Agama untuk menyelesaikan sengketa ekonomi
syariah. Pada tahun 2008 dikeluarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN), dan Undang-undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang di dalam Pasal 7 menyatakan
bahwa bentuk badan hukum Bank Syariah adalah Perseroan Terbatas.
Perseroan terbatas berasal dari sistem hukum Barat yang sekuler, sedangkan
hukum perjanjian syariah bersumber dari hukum Islam.
Istilah perjanjian dalam hukum Indonesia disebut akad dalam hukum
Islam. Kata akad berasal dari kata al-aqd, yang berarti mengikat,
menyambung atau menghubungkan (ar-rabt) (Al-Fath, 1913). Perjanjian
dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah mu’ahadah ittifa’ atau akad. Di
dalam Al Quran setidaknya ada dua istilah yang berkaitan dengan perjanjian
yaitu kata akad (al-aqadu) yang berarti perikatan atau perjanjian, dan kata
‘ahd (al-ahdu) yang berarti masa, pesan, penyempurnaan dan janji atau
perjanjian (Pratowo, 1995). Akad merupakan perjanjian antara kedua belah
pihak yang bertujuan untuk saling mengikatkan diri tentang perbuatan yang
akan dilakukan dalam suatu hal, yang diwujudkan dalam ijab (penawaran) dan
qabul (penerimaan) yang menunjukkan adanya kerelaan secara timbal balik
antara kedua belah pihak dan harus sesuai dengan kehendak syariat.

10
Syarat sahnya perjanjian secara syariah adalah sebagai berikut: (Anshori,
2006)
a. Tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati adanya.
Setiap orang pada prinsipnya bebas membuat perjanjian tetapi kebebasan
itu ada batasannya yaitu tidak boleh bertentangan dengan syariah Islam
baik yang terdapat dalam Al-Quran maupun Hadist. Syarat sahnya
perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian
yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut dengan kausa halal.

b. Harus sama ridha dan ada pilihan.


Perjanjian harus didasari pada kesepakatan para pihak secara bebas dan
sukarela, tidak boleh mengandung unsur paksaan, kekhilafan maupun
penipuan. Syarat sahnya perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenai
syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata
disebut dengan kesepakatan (konsensualisme).
c. Harus jelas dan gamblang.
Sebuah perjanjian harus jelas apa yang menjadi obyeknya, hak dan
kewajiban para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Syarat sahnya
perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian
yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut dengan adanya obyek
tertentu.

1. Perbandingan antara prinsip perjanjian dalam KUHPerdata (Hukum


Barat) dengan prinsip perjanjian syariah (Hukum Islam) antara lain:
a) Konsep Perikatan
Konsep perikatan dalam KUHPerdata ialah apabila dua orang
atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan atau memberikan
sesuatu berarti masing-masing orang atau pihak itu mengikatkan diri
kepada yang lain untuk melakukan atau memberikan sesuatu yang
mereka perjanjikan. Ikatan tersebut berwujud adanya hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak (Anwar,
Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat,
2007).

11
Konsep perikatan dalam hukum Islam digunakan istilah iltizam
untuk menyebut perikatan dan istilah akad untuk menyebut perjanjian.
Para fukaha apabila berbicara tentang hubungan antara dua pihak
sering menggunakan ungkapan dzimmah. Dzimmah secara harfiah
berarti tanggungan, sedangkan secara terminologis berarti suatu wadah
dalam diri setiap orang tempat menampung hak dan kewajiban.
Artinya ada kewajiban baginya yang menjadi hak orang lain dan harus
dilaksaanakannya untuk orang lain itu. Apabila ia telah melaksanakan
kewajibannya yang menjadi hak orang lain tersebut dikatakan bahwa
dzimmahnya telah kosong atau bebas (Anwar, Perjanjian Syariah Studi
tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat, 2007).
b) Sumber Perikatan
Sumber perikatan dalam hukum Indonesia ada dua, yaitu : perjanjian
dan undang-undang. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1233
KUHPerdata, “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan
(perjanjian), maupun karena undang-undang”. Sumber perikatan dalam
hukum Islam meliputi lima macam yaitu:
 Akad (al-aqd);
 Kehendak sepihak (al-iradah al-munfaridah);
 Perbuatan merugikan (al-fil’l adh-dharr);
 Perbuatan bermanfaat (al-fi’l an-nafi’);
 Syarak

2. Penerapan Prinsip Perjanjian Syariah dalam Pendirian Perseroan


Terbatas Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007.
a) Pendirian Perseroan Terbatas Berdasarkan Perjanjian.
Ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum persekutuan modal
yang didirikan berdasarkan perjanjian. Istilah “perjanjian” dalam
hukum Islam adalah “al-aqdu” secara terminologi berarti pertalian
antara ijab dan qobul sesuai dengan kehendak syariah. Di sini
menjadi jelas bahwa hukum perjanjian yang menjadi alas
berdirinya perseroan terbatas menurut Undang-undang Nomor 40

12
Tahun 2007 adalah hukum perjanjian menurut KUHPerdata (BW),
sedangkan hukum perjanjian yang menjadi alas berdirinya
perseroan terbatas syariah adalah hukum perjanjian syariah. Oleh
karena prinsip-prinsip umum hukum perjanjian menurut
KUHPerdata (BW) sebagai termuat dalam Pasal 1320 adalah sama
dengan hukum perjanjian syariah sebagaimana Pasal 28 Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah, maka hukum perjanjian menurut
KUHPerdata (BW) juga dapat berlaku atau diterapakan dalam
pendirian perseroan terbatas syariah sepanjang tidak menyalahi
atau bertentangan dengan ketentuan syariah.
Untuk menjamin dapat dipenuhinya prinsip syariah tersebut
perseroan harus mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Selain itu
untuk dapat berdirinya suatu perseroan terbatas perjanjian tersebut
harus dibuat dengan akta notaris, disahkan oleh Menteri Hukun dan
HAM, didaftarkan berdasar Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982
tentang Wajib daftar Perusahaan, diumumkan dalam Berita Negara,
menyebutkan jumlah modal yang ditentukan undang-undang.
Sebagai konsekuensi bahwa perseroan didirikan berdasarkan
perjanjian, maka perseroan terbatas harus didirikan oleh dua orang
atau lebih. Untuk menjaga prinsip ini Pasal 7 ayat (5 dan 6)
mengharuskan bahwa setelah perseroan memperoleh status badan
hukum dan pemegang saham kurang dari 2 orang, dalam jangka
waktu 6 bulan sejak keadaan tersebut pemegang saham wajib
mengalihkan sebahagian sahamnya kepada orang lain atau
perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain. Jika dalam
jangka waktu 6 bulan tersebut telah terlampaui pemegang saham
tetap kurang dari 2 orang, maka pemegang saham bertanggung
jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian perseroan,
dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, Pengadilan
Negeri dapat membubarkan perseroan tersebut. Pasal 49 Undang-
udang Nomor 3 Tahun 2006 yang mengatur kompetensi absolut
Pengadilan Agama. Pasal ini menentukan bagian dari tugas dan
wewenang Pengadilan Agama adalah menyelasaikan sengketa

13
ekonomi syariah, yaitu perbuatan atau kegiatan usaha yang
dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi :
 bank syariah,
 lembaga keuangan mikro syariah,
 asuransi syariah,
 reksadana syariah,
 obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah
syariah,
 pembiayaan syariah,
 pegadaian syariah,
 dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.
Apabila ketentuan pasal ini dihubungkan dengan Pasal
1 angka 1 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan perbankan syariah adalah segala sesuatu yang
menyangkut Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya dan Pasal 7
yang menyatakan bahwa bentuk badan hukum Bank
Syariah adalah perseroan terbatas, serta ketentuan Pasal 55
ayat (1) yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa
Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama, maka menjadi jelas
kewenagan yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (6) adalah
menjadi kewenangan badan Peradilan Agama, bukan
menjadi kewengan Pengadilan Negeri.

3. Anggaran Dasar dan Badan Hukum Perseroan.


Oleh karena perjanjian untuk mendirikan perseroan terbatas itu
di buat dihadapan notaris, maka bentuknya adalah akta otentik. Akta
otentik mengenai pendirian perseroan ini memuat anggaran dasar
perseroan secara keseluruhan dan keterangan lain yang diperlukan
antara lain : identitas para pendiri, identitas para direksi (pengurus),
identitas komisaris (pengawas), dan identitas pengawas syariah bagi

14
perseroan terbatas syariah, serta keterangan mengenai para pemegang
saham. Selain itu anggaran dasar perseroan juga memuat: nama dan
tempat kedudukan perseroan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha,
jangka waktu berdirinya, besarnya jumlah modal dasar, jumlah saham,
susunan dan nama anggota direksi dan komisaris, dan ketentuan lain
sesuai peraturan perundangan.
Mengenai badan hukum perseroan terbatas seperti pendapat
Abdul Manan (Manan) bahwa hukum Islam tidak mengatur secara
khusus dalam sistem hukum ekonomi Islam, tetapi ada beberapa dalil
hukum yang membolehkan membentuk badan hukum yang disebut
dengan “al-syirkah”. Nabi tidak pernah melarang kerjasama dalam
bentuk syirkah itu asalkan dapat mendatangkan kemaslahatan dan
kemakmuran bagi seluruh masyarakat.

15
BAB III

KESIMPULAN

Badan usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan
mencari laba atau keuntungan. Perusahaan yaitu setiap bentuk badan usaha yang menjalankan
setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus didirikan, bekerja, serta
berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh laba atau
keuntungan. Sehingga perusahaan merupakan bagian dari badan usaha dimana menjalankan
kegiatan dibidang perekonomian secara berkelanjutan dan terang-terangan guna mencari
keuntungan serta dapat dibuktikan dengan melakukan pembukuan.
Badan usaha menurut status hukum dibagi menjadi 2 jenis yaitu yang pertama badan
usaha berbadan hukum yang terdiri dari Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, dan yayasan.
Bentuk yang kedua yaitu badan usaha yang tidak berbadan hukum yaitu badan usaha yang
berbentuk firma, CV, perusahaan perseorangan. Setiap jenis badan usaha memiliki kelebihan
dan kekurangan masing-masing.
Hukum perjanjian menurut KUHPerdata pada umumnya sama dengan hukum
perjanjian syariah, oleh kerenanya dapat diterapkan dalam pendirian perseroan terbatas
syariah sepanjang tidak menyalahi atau bertentangan dengan prinsip syariah. Kekuatan
mengikat hukum perjanjian syariah berlaku sama tehadap perjanjian yang dibuat antar
sesama muslim maupun antara seoarang muslim dengan bukan muslim berdasarkan asas
“almuslimuuna ala syurutihim”. Tatacara pendirian, anggaran dasar, organ dan badan hukum
perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 dapat
diterapkan dalam pendirian perseroan terbatas syariah.
Perseroan Terbatas sebagai persekutuan modal menurut Undang-undang Nomor 40
Tahun 2007 adalah sama dengan perjanjian (akad) Syirkah Amwaal dalam Hukum Ekonomi
Syariah. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 109
hanya mengatur tentang penerapan prinsip syaraiah bagi perseroan terbatas yang
melaksanakan usahanya berdasarkan prinsip syariah, belum mengatur tentang kelembagaan
perseroan terbatas syariah, oleh karena itu untuk masa yang akan datang undang-undang
perseroan terbatas perlu disempurnakan dengan memasukkan 109 pengaturan tentang
kelembagaan perseroan terbatas syariah sebagaimana diatur oleh Undang-undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang perbankan syariah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aldy, R., Purnomo , R., & La, O. S. (2017). Studi Kelayakan Bisnis. Ponorogo: Unmuh
Ponorogo Press.

Al-Fath, A. A. (1913). Kitab al-Muamalat fi asy-Syari’ah al-Islamiyah wa al-Qawanin al-


Mishriyyah. Mesir: Matba’ah al-Busfir.

Anshori, A. G. (2006). Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia. Yogyakarta: Citra


Media.

Anwar, S. (2007). Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat.
Bandung: Raja Grafindo.

Asyhadie, Z. (2006). Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaan di Indonesia. Jakarta: Pt


RajaGrafindo Persada.

Indriyo. (2005). Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE.

Manan, A. (n.d.). Hukum Kontrak dalam Sistem Ekonomi Syariah. Mahkamah Agung RI.

Manullang. (2003). Dasar-dasar Manajemen. Yogyakarta: Gajah Mada Universiti Press.

Pratowo, A. (1995). Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi : Guide Line
untuk Membeli Polis Asuransi yang Tepat dari Perusahaan Asuransi yang Benar.
Yogyakarta: BPFE.

Suliyanto. (2010). Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis. Yogyakarta: Andi.

Swastha, B. (2002). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Penerbit Liberty.

17

Anda mungkin juga menyukai