Anda di halaman 1dari 3

UN dan Kualitas Sekolah

By: Uchenk

Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) sudah selesai. Hasil UN jenjang SMA dan SMK
sudah disampaikan ke sekolah. Dalam pers rilisnya, pihak Kemendikbud menyatakan
bahwa hasil UN sebaiknya dijadikan umpan balik peningkatan mutu pembelajaran di
kelas.
Tidak ada pernyataan yang mengarahkan bahwa perolehan nilai UN yang tinggi
pada suatu sekolah, menunjukkan kepastian bahwa sekolah itu adalah sekolah yang
segalanya unggul. Hal ini disebabkan UN bukan satu-satunya indikator kualitas sekolah.
UN menjadi salah satu indikator keberhasilan sekolah dalam capaian kognitif akademik.
Sayangnya banyak warga masyarakat yang memandang hasil UN sebagai tolok
ukur utama kualitas sekolah. Media massa pun turut berperanan menyumbang anggapan
tersebut. Media massa umumnya hanya melakukan "framing" pada peringkat perolehan
UN sekolah. Dengan begitu, dikesankan sekolah yang memiliki peringkat tinggi dalam
perolehan nilai UN menjadi "brand" sekolah favorit, yang kemudian akan diburu oleh
masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.

Pemanfaatan hasil UN
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No.
4 Tahun 2018 Bab V Pasal 17, hasil UN digunakan sebagai dasar untuk:
a. pemetaan mutu program dan/atau Satuan Pendidikan;
b. pertimbangan seleksi masuk Jenjang Pendidikan berikutnya; dan
c. pembinaan dan pemberian bantuan kepada Satuan Pendidikan dalam
upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan
Nilai UN saat ini tidak lagi digunakan sebagai penentu dalam kelulusan siswa.
Permendikbud di atas, menyatakan bahwa siswa jenjang SMP, SMA/SMK dan yang
setara, wajib mengikuti UN. Hanya ikut UN, tidak mempertimbangkan berapa pun hasil
nilainya, sebab nilai UN tidak diolah sebagai komponen penilaian kelulusan.
Pada jenjang SMA dan SMK, nilai hasil UN belum digunakan secara mutlak untuk
seleksi penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri. Begitu pula dalam seleksi
penerimaan peserta didik baru (PPDB). Kemendikbud menerapkan sistem zonasi
(Permendikbud No. 51 Tahun 2018). Seleksi PPDB memprioritaskan kedekatan jarak
tempat tinggal siswa dengan sekolah. Kuota tersebut 90% dari keseluruhan kuota daya
tampung PPDB. Nilai UN hanya digunakan sebagai cara seleksi untuk sisa kuota daya
tampung terakhir, jika terdapat calon siswa yang memiliki jarak tempat tinggal dengan
sekolah sama.
Meski belum utuh melaksanakan Permendikbud tersebut, PPDB di Provinsi
Jakarta telah lama memberlakukan jalur zonasi wilayah atau jalur lokal. Pada tahun ini,
untuk jenjang SMP dan SMA proporsi kuotanya 60% dari daya tampung total. Itu pun
masih menyediakan proporsi 20% dari masing-masing kuota, baik jalur zonasi maupun
jalur non zonasi, untuk jalur afirmasi, yaitu siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu
(pemegang Kartu Jakarta Pintar). Hal ini adalah bukti keberpihakan Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta, pada akses pendidikan bagi keluarga dari kalangan tidak mampu. Dengan
fakta seperti disebutkan di atas, maka nilai UN tidak lagi digunakan sebagai penentu
utama pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya..

Kualitas sekolah
Banyak indikator keunggulan sekolah, nilai UN hanya salah satunya. Banyak
sekolah yang perolehan nilai UN nya biasa saja, tetapi menunjukkan kinerja yang
berkualitas.
Sebagai contoh di Provinsi DKI Jakarta. SMA Negeri 38 yang pencapaian nilai UN
nya bukan dilevel tertinggi, namun sekolah ini menghasilkan calon-calon peneliti muda.
Dalam seleksi Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) yang diselenggarakan oleh
Kemendikbud tahun ini, SMA Negeri 38 meloloskan 12 finalis dari 100 peserta finalis
nasional. Begitu juga dengan SMA Negeri 63 yang peringkat UNnya lebih di bawah, pada
tahun-tahun sebelumnya menjadi finalis dan juara lomba OPSI.
Kedua sekolah tersebut dan juga sekolah lainnya, telah membudayakan
pembelajaran berbasis penelitian. Sesungguhnya dengan model pembelajaran itulah
siswa belajar tentang kompetensi abad 21, yakni kemampuan berpikir kritis, kreatif,
berkomunikasi, dan berkolaborasi. Kecakapan ini kelak menjadi modal utama dalam
kehidupan siswa di masa depan.
Ada juga sekolah yang berpredikat sekolah sehat, yakni sekolah yang warga
beserta lingkungannya mampu menjaga pola hidup bersih dan sehat. Contohnya SMA
Negeri 110 di wilayah Jakarta Utara. Walau pun hasil perolehan rerata nilai UN SMA ini
jauh di bawah SMA lainnya, namun pencapaian menjadi sekolah sehat adalah indikator
kualitas kinerja sekolah.
Lain lagi yang terjadi pada sekolah berlabel Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK),
yaitu sekolah yang menerapkan kurikulum nasional dan internasional. Perolehan nilai UN
pada sekolah-sekolah ini umumnya rendah. Salah satu kemungkinan penyebabnya
adalah kendala bahasa. Siswa pada sekolah SPK kesulitan memahami pernyataan soal
UN yang menggunakan bahasa Indonesia. Dalam kesehariannya siswa di sekolah ini
lebih aktif berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
Faktanya siswa di sekolah SPK memiliki kemampuan literasi yang sangat baik.
Pembelajaran berlangsung secara tematik dan integratif. Bahan ajar beragam dengan
tugas mengkaji suatu permasalahan dan memanfaatkan berbagai literatur. Dengan
begitu siswa lebih memahami materi pembelajaran secara utuh dan kontekstual. Tidak
heran bila kemudian banyak siswa pada sekolah SPK menghasilkan karya kontemporer
yang fenomenal berkelas dunia.

Perubahan paradigma tentang UN


Berdasarkan pembahasan di atas, perlu kiranya kesadaran kita untuk
menempatkan hasil UN secara proporsional. Hasil UN digunakan sebagai pemetaan dan
umpan balik dalam capaian belajar secara kognitif. Masyarakat tidak lagi merujuk sekolah
unggulan hanya berlandaskan pencapaian nilai UN. Banyak sekolah unggul karena
pencapaian budaya sekolah, karakter siswanya, dan proses pembelajaran interaktif yang
memberikan bekal keterampilan anak di masa depan.
Media massa tidak lagi melakukan "framing" terhadap peringkat pencapaian nilai
UN pada sekolah-sekolah tertentu. Pemberitaan pencapaian keberhasilan sekolah
supaya lebih komprehensif, yang melibatkan pencapaian prestasi non akademik. Bukan
semata hasil belajar kognitif, tetapi pada seluruh aspek kompetensi siswa.
Dengan demikian seluruh sekolah bisa menjadi sekolah unggulan. Dipandang dari
berbagai sisi keberhasilan kinerja dan prestasi yang dicapainya.

Anda mungkin juga menyukai