Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Status gizi dan kesehatan ibu dan anak sebagai penentu kualitas sumber daya

manusia, semakin jelas dengan adanya bukti bahwa status gizi dan kesehatan ibu

pada masa pra hamil, saat kehamilannya dan saat menyusui merupakan periode

yang sangat kritis. Periode 1000 hari yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730

hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya, merupakan periode sensitif

karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen

dan tidak dapat dikoreksi. Dampak tersebut tidak hanya pada pertumbuhan fisik,

tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasannya, yang pada usia dewasa

terlihat dari ukuran fisik yang tidak optimal serta kualitas kerja yang tidak

kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktifitas ekonomi. (Kerangka

Kebijakan Gerakan Sadar Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan /

1000 HPK, 2012)

Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahunnya 120 juta bayi

lahir di dunia. Secara global 4 juta bayi lahir mati (Stillbirth) atau 33 per 1000, dan

4 juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari (neonatal). Negara berkembang

merupakan negara yang paling besar memberi kontribusi pada AKB yaitu 98%.

Kondisi ini sangat memprihatinkan, dan dikenal dengan fenomena 2/3 yaitu 2/3

keamtian bayi terjadi pada umur kurang dari satu bulan (neonatal), 2/3 kematian

1
2

neonatal terjadi pada umur kurang dari seminggu (neonatal dini), dan 2/3 kematian

pada masa neonatal dini terjadi pada hari pertama kelahiran.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa prevalensi anemia

pada kehamilan secara global 55 % dimana secara bermakna tinggi pada trimester

ketiga dibandingkan dengan trimester pertama dan kedua kehamilan. Dan

kebanyakan dari kasus tersebut karena ibu Kurang Energi Kronis (KEK) yang dapat

menyebabkan status gizinya berkurang (WHO, 2002).

Salah satu target Millenium development goals sampai dengan tahun 2015

adalah mengurangi angka kematian bayi dan balita sebesar dua per tiga dari tahun

1990 yaitu sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu juga

merupakan tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan

dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai tiga per empat resiko jumlah

kematian ibu, yaitu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup.

Masalah kekurangan gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) diawali dengan

perlambatan atau retardasi pertumbuhan janin yang dikenal sebagai IUGR (Intra

Uterine Growth Retardation). Di Negara berkembang kurang gizi pada pra-hamil

dan ibu hamil berdampak pada lahirnya anak yang IUGR dan BBLR. Kondisi IUGR

hampir separonya terkait dengan status gizi ibu, yaitu Berat badan (BB) ibu pra

hamil yang tidak sesuai dengan tinggi badan ibu atau bertubuh pendek, dan

pertambahan berat badan selama kehamilannya (PBBH) kurang dari seharusnya. Ibu

yang pendek waktu usia 2 tahun cenderung bertubuh pendek pada saat menginjak

dewasa. Apabila hamil cenderung melahirkan bayi yang BBLR (Victoria, CG dkk,

2008). Apabila tidak ada perbaikan terjadinya IUGR dan BBLR akan terus
3

berlangsung di generasi selanjutnya, sehingga terjadi masalah anak pendek

intergenerasi.

Saat ini BBLR masih tetap menjadi masalah dunia khususnya di negara-negara

berkembang, lebih dari 20 juta bayi di dunia ( 15,5% dari seluruh kelahiran)

mengalami BBLR dan 95% diantaranya terjadi di negara-negara berkembang

(Kawai,K dkk.2011). Di indonesia, pada tahun 2010, Prevalensi BBLR sebesar

8,8%. Besar kemungkinan kejadian BBLR diawali berasal dari ibu yang hamil

dengan kondisi Kurang Energi Kronis (KEK), dan resikonya lebih tinggi pada ibu

hamil usian15-19 tahun. Dimana proporsi ibu hamil KEK usia 15-19 tahun masih

sebesar 31%. Dipahami pula bahwa ibu yang masih muda atau menikah di usia

remaja 15-19 tahun cenderung melahirkan anak berpotensi pendek dibanding ibu

yang menikah pada usia 20 tahun ke atas.

Dr. David Barker dkk pada tahun 1989 menemukan hubungan antara berat

badan lahir dan resiko seumur hidup untuk penyakit jantung koroner. Dia

menunjukkan bahwa semakin rendah berat bayi saat lahir dan masa bayi, semakin

tinggi resiko penyakit jantung koroner dikemudian hari. Ini berarti bahwa variasi

yang normal dalam transver makanan dari ibu ke bayi memilki implikasi mendalam

untuk jangka waktu yang panjang bagi kesehatan generasi berikutnya. Kemudian

penelitian menunjukkan bahwa berat lahir rendah dikaitkan dengan peningkatan

resiko hipertensi, stroke, dan diabetes tipe 2.

Continuum of Care untuk kesehatan reproduksi, ibu, bayi baru lahir dan

kesehatan anak (RMNCH) termasuk pelayanan kesehatan terpadu bagi ibu dan

anak-anak dari masa pra kehamilan sampai persalinan, periode post natal dan masa
4

kanak-kanak. Perawatan tersebut disediakan oleh keluarga dan masyarakat, melalui

layanan rawat jalan, klinik dan fasilitas kesehatan lainnya.

Anak-anak yang lahir dengan SGA (small for gestation age) juga ditemukan

memiliki prilaku yang berbeda dengan anak-anak yang berat lahirnya normal.

Anak-anak tidak begitu aktif, kurang vokal, kurang responsif, tidak bahagia, dan

tidak begitu kooperatif dalam usia dua tahun pertama dan pada usia sekolah

menunjukkan sikap gelisah, lebih cemas, kurang bahagia, serta memiliki batas

konsentrasi yang buruk . Kerentanan yang lebih besar pada anak-anak dengan SGA

memeiliki berbagai implikasi bagi negara berkembang, yaitu sebagian besar anak

dengan SGA berasal dari keluarga yang tingkat kesejahteraannyarendah sehingga

membuat anak-naka semakin beresiko untuk mengalami gangguan tumbuh

kembang.(Gibney, 2009)

Angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia tertinggi di Asia

Tenggara. Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yaitu 228 per 100.000 Kelahiran Hidup,

sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 32 per 1000 Kelahiran Hidup.

Dari 23 juta balita di Indonesia, 7,6 juta (35,6%) tergolong pendek (Riskesdas

2010). Kejadian anak pendek pada usia balita, terkait dengan masalah berat badan

pada saat lahir < 2500 gram (BBLR). Berdasarkan analisis Riskesdas 2010,

diketahui prevalensi anak pendek pada anak balita adalah sebesar 42,8% dari ibu

yang berusia menikah pertama usia 15-19 tahun dan 34,5% dari ibu berusia menikah

pertama usia 24-29 tahun. Prevalensi anak pendek lebih besar dari perempuan yang

menikah lebih muda. (Kerangka Kebijakan Gerakan Sadar Gizi dalam Rangka

Seribu Hari Pertama Kehidupan / 1000 HPK, 2012)


5

Hasil Rakernas 12 propinsi bagian barat Indonesia tahun 2013, menyebutkan

bahwa propinsi Lampung masih menjadi salah satu dari 12 propinsi yang memiliki

angka kematian bayi tertinggi di Indonesia, sehingga menjadikan Lampung salah

satu propinsi prioritas percepatan penanganan Angka Kematian Bayi (AKB) dalam

rangka mencapai target MDG’s (tujuan ke 4).

Angka kematian neonatal (AKN) dini (0-6 hari) adalah sebesar 78,5%, yang

disebabkan gangguan nafas 73%, BBLR 34%, Sepsis 12 %. AKN lanjut (7-28 hari)

disebabkan, sepsis 20,8% kelainan kongenital 19%, Pneumonia 17%, RDS 14%,

dan BBLR 14% (Riskesdas 2007). Angka kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010

sebesar 8,8% (Kerangka Kebijakan gerakan sadar Gizi dalam Rangka 1000HPK)

dan di propinsi Lampung 10,3% (Riskesdas,2007).

Penelitian Haflina di kota Sawahlunto-Sijunjung tahun 2008, menyatakan

bahwa ibu hamil dengan LiLA < 23,5 cm mempunyai resiko melahirkan bayi

BBLR sebanyak 4,8 kali dibandingkan ibu hamil dengan LiLA ≥ 23,5 cm. Hasil

penelitian Rosikin di kota Cirebon pada tahun 2004 juga menunjukkan bahwa ibu

hamil dengan LiLA < 23,5 cm mempunyai resiko 3 kali lebih besar melahirkan bayi

BBLR dibandingkan dengan ibu hamil dengan LiLA ≥ 23,5 cm. Hasil penelitian

Susanto di kota Biak pada tahun 2006 menagatakan bahwa ibu hamil dengan LiLA

< 23,5 cm beresiko 7 kali melahirkan bayi BBLR di bandingkan ibu hamil dengan

LiLA ≥ 23,5 cm.

Angka kematian neonatal (AKN) 19 per 1000 kelahiran hidup, 86.000 per

tahun, 236 per bulan dan 10 per jam yang meninggal. Untuk Propinsi Lampung
6

kejadian AKN masih di atas angka nasional yaitu 27 per 1000 kelahiran hidup

(SDKI,2007)

Angka kematian bayi di Propinsi Lampung adalah 42 per 1.000 kelahiran

hidup, yang disebabkan BBLR 31,94%, aspiksia 30,38%, TN 5,38%, Pneumonia

4,51%, Diare 1,56% dan lain-lain 26,22% (Dinkes Prropinsi Lampung, 2008).

Angka kematian Neonatal 2011 di kabupaten Lampung Timur adalah sebeesar

0,73%, dana penyebab nya adalah adalah BBLR yaitu sebesar 41,29% (evaluasi

program gizi tahun 2011 Dinkes Lampung Timur tahun 2012). Di kabupaten

Lampung Timur Jumlah bayi lahir dengan berat badan lahir rendah pada tahun 2010

sebesar 1,07%, pada tahun 2011 sebesar 1,11% dan pada tahun 2012 1,5%, ini

menunjukkan adanya peningkatan trend pada tiap tahunnya. Begitu pula dengan

kejadian ibu hamil dengan KEK yaitu 5,53% pada tahun 2010, 5,73% pada tahun

2011, 5,12% pada tahun 2012.

Angka kematian Neonatal 2012 di kabupaten Lampung Timur adalah sebesar

4/1000 kelahiran hidup dan penyebabnya adalah BBLR yaitu sebesar 58,22%,

Asfiksia 26,58%, lain-lain 15,18% (evaluasi program Kesehatan Keluarga Dinkes

Lampung Timur tahun 2012).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah

antara lain yaitu Angka Kematian Neonatal di Indonesia 19/1000 kelahiran hidup

(SDKI, 2007). Angka kematian neonatal di Propinsi Lampung 27/1000 kelahiran

hidup (SDKI,2007). Angka kematian neonatal Kabupaten lampung Timur 4/1000

kelahiran hidup (2012). BBLR penyebab tertinggi kematian Neonatal di kabupaten


7

Lampung Timur yaitu 58,22%. Proporsi BBLR di dunia 15.5% (Kawai, K dkk,

2011). Proporsi BBLR di Indonesia sebesar 8,8% (Riskesdas 2007). Proporsi BBLR

Propinsi Lampung 10,3% (Riskesdas 2007). Proporsi BBLR di masyarakat

Kabupaten Lampung Timur 1,5% (2012). Proporsi Ibu Hamil KEK di Kabupaten

Lampung Timur 5,12%. Dari Penelitian Haflina tahun 2008 bahwa status gizi ibu

berdasarkan LiLA berhubungan dengan kelahiran BBLR yaitu ibu hamil KEK 4,8

kali beresiko melahirkan BBLR.

Dengan demikian dapat dirumuskan masalah yaitu masih tingginya angka

kejadian BBLR di masyarakat dan masih tingginya angka kematian neonatal yang

disebabkan BBLR.

1.3 Pertanyaan Penelitian

a. Apakah ada hubungan status gizi ibu hamil berdasarkan LiLA dengan kejadian

BBLR

b. Apakah ada hubungan asupan energi ibu dengan kejadian BBLR

c. Apakah ada hubungan keteraturan ANC dengan kejadian BBLR

d. Apakah ada hubungan usia ibu dengan kejadian BBLR

e. Apakah ada hubungan paritas dengan kejadian BBLR

f. Apakah ada hubungan jarak kehamilan (spasing) dengan kejadian BBLR

g. Apakah ada hubungan riwayat BBLR dengan kejadian BBLR

h. Apakah ada hubungan kepersertaan alat kontrasepsi dengan kejadian BBLR

i. Apakah ada hubungan status ekonomi keluarga berdasarkan pengeluaran dengan

kejadian BBLR

j. Bagaimana hubungan status gizi ibu hamil berdasarkan LiLA dengan kejadian

BBLR setelah dikendalikan dengan faktor asupan energi ibu, keteraturan


8

ANC,usia, paritas, spasing, riwayat BBLR, kepesertaan alat kontrasepsi, dan

tingkat ekonomi keluarga keluarga berdasarkan pengeluaran

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan status gizi ibu hamil berdasrkan LiLA dengan

kelahiran BBLR di Kabupaten Lampung Timur tahun 2013.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan Status gizi ibu hamil berdasrkan LiLA dengan

kejadian BBLR

b. Untuk mengetahui hubungan asupan energi ibu dengan kejadian BBLR

c. Untuk mengetahui hubungan keteraturan ANC dengan kejadian BBLR

d. Untuk mengetahui hubungan usia ibu dengan kejadian BBLR

e. Untuk mengetahui hubungan paritas dengan kejadian BBLR

f. Untuk mengetahui hubungan jarak kehamilan (spasing) dengan kejadian

BBLR

g. Untuk mengetahui hubungan riwayat BBLR dengan kejadian BBLR

h. Untuk megetahui hubungan kepesertaan alat kontrasepsi dengan kejadian

BBLR

i. Untuk mengetahui hubungan tingkat ekonomi keluarga berdasarkan

pengeluaran dengan kejadian BBLR

j. Untuk hubungan status gizi ibu hamil berdasarkan LiLA dengan kejadian

BBLR setelah dikendalikan dengan faktor asupan energi ibu, keteraturan

ANC, usia, paritas, spasing , riwayat BBLR, kepesertaan alat kontrasepsi,

dan tingkat ekonomi keluarga berdasarkan pengeluaran


9

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi tempat penelitian

Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan lampung Timur

dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pada penyusunan rencana

program pencegahan dan penaganan ibu hamil KEK dan kelahiran BBLR.

1.5.2. Bagi institusi pendidikan

Sebagai sumber informasi dalam pengembangan khasanah keilmuan

terhadap masalah ibu hamil KEK dan BBLR.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Disain penelitian kasus kontrol bersumber data Puskesmas di Kabupaten

Lampung Timur. Mengambil populasi semua bayi lahir hidup dari persalinan normal

dari bulan Januari sampai Juni 2013.

Karena peneliti menggunakan desain kasus kontrol maka yang menjadi sampel

adalah semua bayi lahir hidup dari persalinan normal dalam masa periode penelitian.

Sebagai kelompok kasus adalah bayi dengan BBLR dan pada kelompok kontrol bayi

dengan berat lahir normal pada tempat yang sama pada periode penelitian dan

sebagai responden penelitian adalah ibu. Adapun yang akan diteliti adalah hubungan

status gizi ibu hamil berdasarkan LiLA terhadap kelahiran BBLR di kabupaten

Lampung Timur tahun 2013.

Anda mungkin juga menyukai