Anda di halaman 1dari 14

Skip to content

BLOWRIAN
Roscoe Pound : Law A Tool Of
Social Engineering &
Sociological Jurisprudence
Diposkan pada 26 Maret 2015 oleh Andriansyah_D.S
ROSCOE POUND
Roscoe Pound adalah ahli hukum pertama menganalisis yurisprudensi serta
metodologi ilmu-ilmu sosial. Hingga saat itu, filsafat yang telah dianut selama
berabad-abad dituding telah gagal dalam menawarkan teori semacam itu, fungsi
logika sebagai sarana berpikir semakin terabaikan dengan usaha-usaha yang
dilakukan oleh Langdell serta para koleganya dari Jerman. Pound menyatakan
bahwa hukum adalah lembaga terpenting dalam melaksanakan kontrol sosial.
Hukum secara bertahap telah menggantikan fungsi agama dan moralitas sebagai
instrumen penting untuk mencapai ketertiban sosial. Menurutnya, kontrol sosial
diperlukan untuk melestarikan peradaban karena fungsi utamanya adalah
mengendalikan “aspek internal atau sifat manusia”, yang dianggapnya sangat
diperlukan untuk menaklukkan aspek eksternal atau lingkungan fisikal.

Pound menyatakan bahwa kontrol sosial diperlukan untuk menguatkan


peradaban masyarakat manusia karena mengendalikan perilaku antisosial yang
bertentangan dengan kaidah-kaidah ketertiban sosial. Hukum, sebagai
mekanisme control sosial, merupakan fungsi utama dari negara dan bekerja
melalui penerapan kekuatan yang dilaksanakan secara sistematis dan teratur
oleh agen yang ditunjuk untuk melakukan fungsi itu. Akan tetapi, Pound
menambahkan bahwa hukum saja tidak cukup, ia membutuhkan dukungan dari
institusi keluarga, pendidikan, moral, dan agama. Hukum adalah sistem ajaran
dengan unsur ideal dan empiris, yang menggabungkan teori hukum kodrat dan
positivistik.

Roscoe Pound mengatakan bahwa hukum kodrati dari setiap masa pada
dasarnya berupa sebuah hukum kodrati yang “positif”, versi ideal dari hukum
positif pada masa dan tempat tertentu, “naturalisasi” untuk kepentingan kontrol
sosial manakala kekuatan yang ditetapkan oleh masyarakat yang terorganisasi
tidak lagi dianggap sebagai alat pembenar yang memadai.

Ia mengakui kekaburan dari ketiga pengertian dari istilah hukum: hukum


sebagai kaidah sosial, badan hukum sebagai badan yang otoritatif, serta hukum
sebagai proses peradilan. Sehubungan dengan itu, Pound berusaha menyatukan
ketiga pengertian tadi ke dalam sebuah definisi. Ia mendefinisikan hukum
dengan fungsi utama dalam melakukan kontrol sosial: Hukum adalah suatu
bentuk khusus dari kontrol sosial, dilaksanakan melalui badan khusus
berdasarkan ajaran yang otoritatif, serta diterapkan dalam konteks dan proses
hukum serta administrasi.
Roscoe Pound pun mengakui bahwa fungsi lain dari hukum adalah sebagai
sarana untuk melakukan rekayasa sosial (social engineering). Keadilan bukanlah
hubungan sosial yang ideal atau beberapa bentuk kebajikan. Ia merupakan suatu
hal dari “penyesuaian-penyesuaian hubungan tadi dan penataan perilaku
sehingga tercipta kebaikan, alat yang memuaskan keinginan manusia untuk
memiliki dan mengerjakan sesuatu, melampaui berbagai kemungkinan
terjadinya ketegangan, inti teorinya terletak pada konsep “kepentingan”. Ia
mengatakan bahwa sistem hukum mencapai tujuan ketertiban hukum dengan
mengakui kepentingan-kepentingan itu, dengan menentukan batasan-batasan
pengakuan atas kepentingan-kepentingan tersebut dan aturan hukum yang
dikembangkan serta diterapkan oleh proses peradilan memiliki dampak positif
serta dilaksanakan melalui prosedur yang berwibawa, juga berusaha
menghormati berbagai kepentingan sesuai dengan batas-batas yang diakui dan
ditetapkan.

Roscoe Pound mengatakan bahwa kebutuhan akan adanya kontrol sosial


bersumver dari fakta mengenai kelangkaan. Kelangkaan mendorong kebutuhan
untuk menciptakan sebuah sistem hukum yang mampu mengklasifikasikan
berbagai kepentingan serta menyahihkan sebagian dari kepentingan-kepentingan
itu. Ia menyatakan bahwa hukum tidak melahirkan kepentingan, melainkan
menemukannya dan menjamin keamanannya. Hukum memilih untuk berbagai
kepentingan yang dibutuhkan untuk mempertahankan dan mengembangan
peradaban. Pound mengakui adanya tumpang tindih dari berbagai kelompok
kepentingan, yaitu antara kepentingan individual atau personal dengan
kepentingan public atau sosial. Semua itu diamankan melalui dan ditetapkan
dengan status “hak hukum”.

Roscoe Pound memiliki pendapat mengenai hukum yang menitik beratkan


hukum pada kedisiplinan dengan teorinya yaitu: “Law as a tool of social
engineering” (Bahwa Hukum adalah alat untuk memperbaharui atau
merekayasa masyarakat). Untuk dapat memenuhi peranannya Roscoe Pound
lalu membuat penggolongan atas kepentingan-kepentingan yang harus
dilindungi oleh hukum itu sendiri, yaitu sebagai berikut:
1. Kepentingan Umum (Public Interest)
2. Kepentingan negara sebagai Badan Hukum
3. Kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat.
4. Kepentingan Masyarakat (Social Interest)
5. Kepentingan akan kedamaian dan ketertiban
6. Perlindungan lembaga-lembaga sosial
7. Pencegahan kemerosotan akhlak
8. Pencegahan pelanggaran hak
9. Kesejahteraan sosial.
10. Kepentingan Pribadi (Private Interest)
11. Kepentingan individu
12. Kepentingan keluarga
13. Kepentingan hak milik.
Menurut Roscoe Pound untuk membantu para mahasiswa yang belajar Ilmu
Hukum perlu kiranya dikemukakan tentang Disiplin ilmu Hukum.
Ilmu hukum termasuk kedalam ilmu pengetahuan kemasyarakatan yang khusus
mempelajari mengenai tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan
kaidah-kaidah hidupnya terutama yang berlaku pada masa kini (hukum positif).
Kemudian hal-hal yang termasuk ke dalam ilmu hukum itu adalah :

1. Ilmu Kaidah
2. Ilmu Pengertian
3. Ilmu Kenyataan.
Sedangkan kaidah hukum menurut Pound terdiri dari tiga macam yaitu :

1. Kaidah-kaidah hukum yang berisikan suruhan


2. Kaidah-kaidah hukum yang berisikan larangan
3. kaidah-kaidah hukum yang berisikan kebolehan
KONSEP HUKUM ROSCOE POUND TENTANG LAW AS A TOOL OF
SOCIAL ENGINEERING
Law as a tool of sosial engineering merupakan teori yang dikemukakan oleh
Roscoe Pound, yang berarti hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat,
dalam istilah ini hukum diharapkan dapat berperan merubah nilai-nilai sosial
dalam masyarakat. Dengan disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia,
konsepsi “law as a tool of social engineering” yang merupakan inti pemikiran
dari aliran pragmatic legal realism itu, oleh Mochtar Kusumaatmadja kemudian
dikembangkan di Indonesia. Menurut pendapat Mochtar Kusumaatmadja[1],
konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas
jangkauan dan ruang lingkupnya daripada di Amerika Serikat tempat
kelahirannya, alasannya oleh karena lebih menonjolnya perundang-undangan
dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia (walau yurisprudensi
memegang peranan pula) dan ditolaknya aplikasi mekanisme daripada konsepsi
tersebut yang digambarkan akan mengakibatkan hasil yang sama daripada
penerapan faham legisme yang banyak ditentang di Indonesia. Sifat mekanisme
itu nampak dengan digunakannya istilah “tool” oleh Roscoe Pound. Itulah
sebabnya mengapa Mochtar Kusumaatmadja cenderung menggunakan istilah
“sarana” daripada alat. Disamping disesuaikan dengan situasi dan kondisi di
Indonesia konsepsi tersebut dikaitkan pula dengan filsafat budaya dari
Northrop[2] dan policy-oriented dari Laswell dan Mc Dougal. Hukum yang
digunakan sebagai sarana pembaharuan itu dapat berupa undang-undang atau
yurisprudensi atau kombinasi keduanya, seperti telah dikemukakan dimuka, di
Indonesia yang paling menonjol adalah perundang-undangan, yurisprudensi
juga berperan namun tidak seberapa. Agar supaya dalam pelaksanaan
perundang-undangan yang bertujuan untuk pembaharuan itu dapat berjalan
sebagaimana mestinya, hendaknya perundang-undangan yang dibentuk itu
sesuai dengan apa yang menjadi inti pemikiran aliran sociological
Jurisprudence yaitu hukum yang baik hendaknya sesuai dengan hukum yang
hidup didalam masyarakat[3]. Sebab jika ternyata tidak, akibatnya ketentuan
tersebut akan tidak dapat dilaksanakan dan akan mendapat tantangan-tantangan.
Beberapa contoh perundang-undangan yang berfungsi sebagai sarana
pembaharuan dalam arti merubah sikap mental masyarakat tradisional kearah
modern, misalnya larangan penggunaan koteka di Irian Jaya, keharusan
pembuatan sertifikat tanah dan sebagainya[4].
Dalam hal ini dengan adanya fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan
masyarakat, dapat pula diartikan, bahwa hukum digunakan sebagai alat oleh
agent of change yang merupakan pelopor perubahan yaitu seseorang atau
sekelompok orang yang mendapatkan kepercayaan masyarakat sebagai
pemimpin dari satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pelopor ini
melakukan penekanan untuk mengubah sistem sosial[5], mempengaruhi
masyarakat dengan sistem yang direncanakan terlebih dahulu disebut social
engineering ataupun planning atau sebagai alat rekayasa sosial.
Law as a tool of social engineering dapat pula diartikan sebagai sarana yang
ditujukan untuk mengubah perilaku warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya[6]. Salah satu masalah yang dihadapi
di dalam bidang ini adalah apabila terjadi apa yang dinamakan oleh Gunnar
Myrdal sebagai softdevelopment yaitu dimana hukum-hukum tertentu yang
dibentuk dan diterapkan ternyata tidak efektif[7]. Gejala-gejala semacam itu
akan timbul, apabila ada faktor-faktor tertentu yang menjadi halangan. Faktor-
faktor tersebut dapat berasal dari pembentuk hukum, penegak hukum, para
pencari keadilan, maupun golongan-golongan lain dalam masyarakat. Faktor-
faktor itulah yang harus diidentifikasikan, karena suatu kelemahan yang terjadi
kalau hanya tujuan-tujuan yang dirumuskan tanpa mempertimbangkan sarana-
sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. kalau hukum merupakan sarana
yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut maka prosesnya tidak hanya
berhenti pada pemilihan hukum sebagai sarana saja tetapi pengetahuan yang
mantap tentang sifat-sifat hukum juga perlu diketahui untuk agar tahu batas-
batas di dalam penggunaan hukum sebagai sarana untuk mengubah ataupun
mengatur perilaku warga masyarakat. Sebab sarana yang ada, membatasi
pencapaian tujuan, sedangkan tujuan menentukan sarana-sarana mana yang
tepat untuk dipergunakan.
Hukum di dalam masyarakat modern saat ini mempunyai ciri menonjol yaitu
penggunaannya telah dilakukan secara sadar oleh masyarakatnya. Di sini hukum
tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku
yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkannya kepada
tujuan-tujuan yang dikendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandangnya
tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Inilah
yang disebut sebagai pandangan modern tentang hukum itu yang menjurus
kepada penggunaan hukum sebagai instrument[8] yaitu law as a tool social
engineering.
Penggunaan secara sadar tadi yaitu[9] penggunaan hukum sebagai sarana
mengubah masyarakat atau sarana pembaharuan masyarakat itu dapat pula
disebut sebagai social engineering by the law. Dan langkah yang diambil
dalamsocial engineering itu bersifat sistematis, dimulai dari identifikasi
problem sampai kepada jalan pemecahannya, yaitu :
1. Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya. Termasuk di dalamnya
mengenali dengan seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari
penggarapannya tersebut.
2. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, hal ini penting dalam
halsocial engineering itu hendak diterapkan pada masyarakat dengan sektor-
sektor kehidupan majemuk, seperti tradisional, modern dan perencanaan. Pada
tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sektor mana yang dipilih.
3. Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk bisa
dilaksanakan.
4. Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya.
KONSEP HUKUM ROSCOE POUND TENTANG SOCIOLOGICAL
JURISPRUDENCE
Roscoe Pound adalah salah satu ahli hukum yang beraliran Sociological
Jurisprudence yang lebih mengarahkan perhatiannya pada ”Kenyataan Hukum”
daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum
pada dasarnya adalah kemauan publik, jadi tidak sekedar hukum dalam
pengertian law in books. Sociological Jurisprudence menunjukkan kompromi
yang cermat antara hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi
terciptanya kepastian hukum (positivism law) dan living law sebagai wujud
penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan
hukum dan orientasi hukum[10].
Fungsi Utama Hukum
Fungsi utama hukum adalah untuk melindungi kepentingan yang ada dalam
masyarakat. Menurut Roscoe Pound ada tiga kepentingan yang harus dilindungi
oleh hukum, yaitu public interest; individual interest; dan interest of personality.
Rincian dari setiap kepentingan tersebut bukan merupakan daftar yang mutlak
tetapi berubah-ubah sesuai perkembangan masyarakat. Jadi, sangat dipengaruhi
oleh waktu dan kondisi masyarakat. Apabila kepentingan-kepentingan tersebut
disusun sebagai susunan yang tidak berubah-ubah, maka susunan tersebut bukan
lagi sebagai social engineering tetapi merupakan pernyataan politik (manifesto
politik)[11].
Tugas Utama Hukum

Tugas utama hukum adalah rekayasa sosial (law as a tool of social engineering,
Roscoe Pound). Hukum tidak saja dibentuk berdasarkan kepentingan
masyarakat tetapi juga harus ditegakkan sedemikian rupa oleh para yuris
sebagai upaya sosial kontrol dalam arti luas yang pelaksanaannya diorientasikan
kepada perubahan-perubahan yang dikehendaki[12].
Oleh karena itu, sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen di luar hukum,
maka para penegak hukum dalam mewujudkan tugas utama hukum harus
memahami secara benar logika, sejarah, adat, istiadat, pedoman prilaku yang
benar agar keadilan dapat ditegakkan. Keputusan hukum yang adil dapat
digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan masyarakat. Tugas utama
adalah sarana pembaharuan masyarakat dalam pembangunan.

Peran Strategis Hakim dalam Perspektif Sociological Jurisprudence


Kehidupan hukum sebagai kontrol sosial terletak pada praktek pelaksanaan atau
penerapan hukum tersebut. Tugas hakim dalam menerapkan hukum tidak
melulu dipahami sebagai upaya social control yang bersifat formal dalam
menyelesaikan konflik, tetapi sekaligus mendisain penerapan hukum itu sebagai
upaya social engineering. Tugas yudisial hakim tidak lagi dipahami sekedar
sebagai penerap undang-undang terhadap peristiwa konkrit (berupa berbagai
kasus dan konflik) atau sebagai sekedar corong undang-undang (boncha de la
loi) tetapi juga sebagai penggerak social engineering. Para penyelenggara
hukum harus memperhatikan aspek fungsional dari hukum yakni untuk
mencapai perubahan, dengan melakukan perubahan hukum selalu dengan
menggunakan segala macam teknik penafsiran (teori hukum fungsional).

Teori Hukum Menurut Roscoe Pound

“Law is a tool of social engineering” adalah apa yang dikatakan oleh Roscoe
Pound terhadap hukum itu. Sama seperti apa yang dikatakan oleh Mochtar
Kusumaatmadja, hukum adalah keseluruhan azas-azas dan kaedah-kaedah yang
mengatur masyarakat, termasuk di dalamnya lembaga dan proses untuk
mewujudkan hukum itu ke dalam kenyataan. Kedua ahli hukum ini memiliki
pandangan yang sama terhadap hukum[13].
Kepentingan negara adalah harus yang paling tinggi/atas dikarenakan negara
mempunyai kepentingan nasional. Kepentingan nasional tersebut harus
melindungi kepentingan negara kemauan negara adalah kemauan publik.
Karena hukum itu bukan seperti yang dikatakan oleh teori-teori positivis
menghukum bahwa hukum memiliki sifat tertutup. Hukum sangat dipengaruhi
oleh ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya. Tidak hanya sekedar kemauan
pemerintan. Suatu logika yang terbuka, perkembangan kebutuhan masyarakat
sangat mempengaruhi pertumbuhan hukum di dalam masyarakat. Politik sangat
mempengaruhi pertumbuhan hukum di dalam masyarakat[14].
Fungsi Utama Hukum

Salah satu masalah yang dihadapi adalah menemukan sistem dan pelaksanaan
penegakan hukum yang dapat menjelmakan fungsi hukum dengan baik seperti
fungsi kontrol sosial, fungsi menyelesaikan perselisihan, fungsi memadukan,
fungsi memudahkan, fungsi pembaharuan, fungsi kesejahteraan dan lain-lain.
Pada saat ini, perbedaan-perbedaan fungsi hukum tersebut, sering kali menjadi
unsur yang mendorong timbulnya perbedaan mengenai tujuan menerapkan
hukum. Ada yang lebih menekankan pada fungsi kontrol sosial, atau fungsi
perubahan, dan lain-lain. Kalau masing-masing pihak menuntut menurut
keinginannya sendiri-sendiri maka yang timbul adalah permasalahan hukum
bukan penyelesaian hukum. Bahkan menimbulkan konflik yang berkonotasi
saling menyalahkan, saling menuduh, dan lain-lain. Fungsi utama hukum adalah
untuk melindungi kepentingan yang ada dalam masyarakat. Seperti yang
dibahas pada topik sebelumnya dalam konteks kepentingan menurut Roscoe
Pound. Rincian dari tiap-tiap kepentingan tersebut bukan merupakan daftar yang
mutlak tetapi berubah-ubah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Jadi,
sangat dipengaruhi oleh waktu dan kondisi masyarakat.Apabila susunan
kepentingan-kepentingan tersebut disusun sebagai susunan yang tidak berubah-
ubah, maka susunan tersebut bukan lagi sebagai social engineering tetapi
merupakan pernyataan politik (manifesto politik)

KONSEP ROSCOE POUND TENTANG SOCIOLOGICAL


JURISPRUDENCE DAN RELEVANSINYA
TERHADAP PEMBANGUNAN SISTEM HUKUM INDONESIA
Keadilan adalah kepentingan manusia yang paling luhur di bumi ini.
Bagaimanapun juga keadilan itulah yang dicari orang tiada hentinya,
diperjuangkan oleh setiap orang dengan gigihnya, dinantikan oleh orang dengan
penuh kepercayaan tetapi perkataan keadilan mempunyai lebih dari satu arti. Di
dalam etika, keadilan dapat dianggap sebagai budi pekerti perseorangan atau
sebagai suatu keadaan dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan atau tuntutan-
tuntutan manusia secara adil dan layak. Di dalam ilmu ekonomi dan ilmu politik
berbicara tentang keadilan sosial sebagai suatu sistem yang menjamin
kepentingan-kepentingan atau kehendak manusia yang selaras dengan cita-cita
kemasyarakatan. Di dalam hukum berbicara tentang pelaksanaan keadilan
tersebut yang berarti mengatur hubungan-hubungan dan menerbitkan kelakuan
manusia di dalam dan melalui aturan-aturan tentang tingkah laku.
Gagasan negara berdasar atas hukum muncul dari para pendiri bangsa ini
dengan dilandasi oleh prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial, artinya
hukum dan segala wujud nilai-nilai yang kemudian diimplementasikan kedalam
peraturan perundang-undangan tidak boleh menyimpang, baik secara nyata
maupun tersamar dari prinsip-prinsip demokrasi maupun keadilan sosial.
Hukum dalam gagasan para pendiri tersebut justru seyogyanya menjadi dasar
pertama dan utama bagi nilai-nilai demokrasi dan keadilan sosial. Dalam negara
hukum maka negara berfungsi menegakkan keadilan, melindungi hak-hak sosial
dan politik warga negara dari pelanggaran-pelanggaran, baik yang dilakukan
oleh penguasa maupun warga negara sehingga warga negara yang ada dapat
hidup secara damai dan sejahtera sesuai dengan yang diamanatkan oleh UUD
1945.

Pembangunan merupakan upaya sadar yang dilakukan untuk merubah sutu


kondisi yang dianggap kurang baik tau bahkan buruk ke kondisi atau keadaan
yang baik. Pembnagunan yang ada dilaksanakan tentu saja dengan berpijak pada
hukum yang jelas, dapat dipertanggungjawabkan, terarah, serta proposional
dalam hal fisik maupun non fisik.
Pada dasarnya, semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan
oleh perubahan dan pembangunan. Oleh karena itu, bagaimanapun
pembangunan diartikan atau dimaknai serta apapun ukuran yang digunakan oleh
masayarakat dalam pembangunan pasti didasarkan atas tujuan untuk
kesejahteraan masyarakat dengan menjamin bahwa pembangunan yang ada
berjalan secara damai dan teratur.

Istilah pembaharuan hukum pada dasarnya mengandung makna yang luas,


menurut Friedman, sistem hukum terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1)
struktur kelembagaan hukum, yang terdiri dari sistem dan mekanisme
kelembagaan yang menopang pembentukan dan penyelenggaraan hukum di
Indonesia, termasuk di antaranya adalah lembaga-lembaga peradilan, aparatur
penyelenggara hukum, mekanisme-mekanisme penyelenggaraan hukum, dan
sistem pengawasan pelaksanaan hukum. (2) materi hukum, yaitu meliputi
kaedah-kaedah yang telah dituangkan ke dalam peraturan perundang-undangan
tertulis maupun yang tidak tertulis yang hidup dan berkembang dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta bersifat mengikat bagi
semua lapisan masyarakat dan (3) budaya hukum. Ketiga unsur penopang
sistem hukum tersebut saling berkaitan dalam rangka bekerja menggerakkan
roda hukum suatu negara (Friedman, 1990:5-6).

Dalam prosesnya, ternyata pembangunan membawa konsekuensi terjadinya


perubahan di beberapa aspek sosial termasuk pranata hukum. Artinya perubahan
yang dilakukan dalam perjalannya menuntut adanya perubahan-perubahan
dalam bentuk hukum. Perubahan tersebut memiliki arti positif dalam rangka
menciptakan sistem hukum baru yang sesuai dengan kondisi nilai-nilai yang ada
pada masyarakat.
Pada dasarnya pembangunan hukum merupakan upaya untuk merombaka
struktur hukum lama yang merupakan warisan kolonial dan dianggap
eksploitatif dan diskriminatif sedangkan dilain pihak pembangunan sistem
hukum dilaksanakan dalam rangka untuk memenuhi tuntutan perkembangan
masyarakat yang sangat kompleks serta cenderung untuk berubah kapan saja.

Hukum diakui memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam memacu
percepatan pembangunan suatu negara. Usaha ini tidak semata-mata dalam
rangka memenuhi tuntutan pembangunan jangka pendek tetapi juga jangka
menengah serta jangka panjang walaupun disadari setiap saat hukum dapat
berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Pada negara berkembang seperti Indonesia pembangunan hukum menjadi


prioritas utama, terlebih lagi jika negara yang dimaksud merupakan negara yang
baru merdeka dari penjajahan bangsa lain. Oleh karena itu pembangunan hukum
di negara berkembang senantiasa mengesankan adanya peranan ganda. Pertama,
sebagai upaya untuk melepaskan diri sendiri dari lingkaran struktur kolonial.
Upaya tersebut terdiri dari penghapusan, penggantian dan penyesuaian
ketentuan hukum warisan kolonial guna memenuhi tuntutan masyarakat
nasional. Kedua, pembangunan hukum berperan pula dalam mendorong proses
pembangunan, terutama pembangunan dalam bidang ekonomi yang memang
diperlukan dalam rangka mengejar ketertinggalan dari negara maju, dan demi
kepentingan kesejahteraan masyarakat.

[1] Lihat Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Binacipta,


h.9
[2] Ibid
[3] Lili Rasjidi,Ira Thania Rasjidi, 2002, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar
Maju, Bandung, h. 74
[4] Ibid
[5] AA N Gede Dirksen, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Diktat Untuk
kalangan sendiri Tidak Diperdagangkan,, Fakultas Hukum Universitas Udayana,
h.89.
[6] Soekanto Soerjono, 2009, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta,
Rajawali Pers, h. 135
[7] Ibid
[8] Rahardjo, Satjipto, 2006, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.
206
[9] Ibid
[10] Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum,
PT. Citra AdityaBakti, Bandung, 2007.
[11] Ibid.hal 66
[12] Dewa Gede Wirasatya P. Catatan Perkuliahan Sosiologi Hukum
Prof.Sirtha, 2010
[13] Ibid.hal 66
[14] Dewa Gede Wirasatya P. Catatan Perkuliahan Sosiologi Hukum
Prof.Sirtha,2010

Anda mungkin juga menyukai