Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULIAN

A. Latar Belakang

Ketimpangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah-tengah


masyarakat dunia ini, dan juga selalu menjadi isu penting untuk ditinjau. Dinegara
berkembang masalah ketimpangan telah menjadi pembahasan utama dalam
menetapkan kebijakan sejak tahun tujuh puluhan yang lalu. Perhatian ini timbul karena
adanya kecenderungan bahwa kebijakan pembangunan yang mengutamakan
pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan semakin tingginya tingkat kesenjangan
yang terjadi. Pembangunan ekonomi masyarakat pada hakekat nya merupakan usaha
yang dapat ditempuh untuk meningkatkan pendapatan masyarakatnya. Menurut Meier
(Gemmel; 1994) pembanguanan adalah proses yang dapat menciptakan pendapatan riil
perkapita sbuah negara dapat meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat,
sejumlah orang hidup dibawah garis kemiskinan mutlak tidak naik dan distribusi
pendapatan semakin tidak timpang.

Ketimpangan pembangunan pada prinsipnya merupakan kjetimpangan ekonomi


yang mengandung makna kemiskinan dan kesenjangan. Agar ketimpangan dan
perkembangan suatu daerah dengan daerah lain tidak menciptakan jurang yang
semakin besar, maka implijakasi kebijaksanan terhadap daur perkembangan dari
pembangunan haruslah dirum uskan secara cepat (Suryana ; 2000)

Permasalahan ketimpangan pendapatan tidak dapat dipisahkan dari permasalahan


kemiskinan, biasanya terjadi pada negara miskin dan berkembang. Menurut Lincolin
Arsyad (1997), banyak negara sedang berkembang yang mengalami tingkat
pertumbuhan ekonomi tinggi pada tahun 1960-an mulai menyadari bahwa
pertumbuhan yang semacam itu hanya sedikit manfaatnya dalam memecahkan masalah
kemiskinan. Di negara-negara miskin yang menjadi perhatian utama adalah masalah
pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Banyak orang merasakan bahwa

1
pertumbuhan ekonomi yang tinggi gagal untuk mengurangi bahkan menghilangkan
besarnya kemiskinan absolut di Negara Sedang Berkembang (NSB). Dengan kata lain,
pertumbuhan GNP (Gross National Product) per kapita yang cepat tidak secara
otomatis meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bahkan, pertumbuhan GNP per
kapita di beberapa negara yang sedang berkembang (seperti India, Pakistan, Kenya)
telah menimbulkan penurunan absolut dalam tingkat hidup penduduk miskin baik di
perkotaan maupun pedesaan. Apa yang disebut dengan proses “trickle down effect”
dari manfaat pertumbuhan ekonomi bagi penduduk miskin tidak terjadi. Sebagian besar
NSB yang mengalami laju pertumbuhan relatif tinggi tidak membawa manfaat yang
berarti bagi penduduk miskinnya. Kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu :
pertama, kemiskinan absolut, di mana dengan pendekatan ini diidentifikasi jumlah
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tertentu. Kedua, kemiskinan relatif,
yaitu pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing golongan
pendapatan. Kemiskinan relatif amat erat kaitannya dengan masalah distribusi
pendapatan (Mudrajad Kuncoro, 2004).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ketimpangan pendapatan dan ketimpangan pembangunan?
2. Bagaimana ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah?
3. Bagaimana konsep indeks Williamson?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana ketimpangan pendapatan dan ketimpangan
pembangunan
2. Untuk mengetahui ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah
3. Untuk mengetahui konsep indeks Williamson

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ketimpangan Pendapatan dan Ketimpangan Pembangunan

Indonesia sebagai Negara sedang berkembang sedang giat melakukan


pembangunan secara berencana dan bertahap. Pembangunan ekonomi pada
umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per
kapita penduduk sesuatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Tujuannya
tidak lain adalah untuk mengejar ketertinggalan kita sebagai Negara sedang
berkembang dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Ketimpangan atau disparitas adalah perbedaan antar suatu wilayah dengan


wilayah lainnya secara vertikal dan horizontal yang menyebabkan disparitas atau
ketidak pemerataan pembangunan.

Berikut beberapa definisi ketimpangan menurut teori para ahli :


1. Menurut Andrinof A. Chaniago
Ketimpangan adalah buah dari pembangunan yang hanya berfokus pada aspek
ekonomi dan melupakan aspek sosial.
2. Menurut Budi Winarno
Ketimpangan merupakan akibat dari kegagalan pembangunan di era globalisasi
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikis warga masyarakat.
3. Menurut Jonathan Haughton & Shahidur R. Khandker
Ketimpangan sosial adalah bentuk-bentuk ketidak-adilan yang terjadi dalam
proses pembangunan.
4. Roichatul Aswidah
Ketimpangan sosial sering dipandang sebagai dampak residual dari proses
pertumbuhan ekonomi.
Ketimpangan Menurut Hipotesis Neo Klasik

3
Secara teoritis permasalahan ketimpangan pembangunan antar wilayah mula
mula dimunculkan oleh Douglas C North dalam analisanya tentang Teori
Pertumbuhan Neo-Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi
tentang hubungan antar tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu Negara
dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hipotesa ini kemudian lazim
dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasikyang menarik perhatian para ekonom dan
perencana pembangunan daerah.

Menurut Hipotesa Neo-Klasik pada permulaan proses pembangunan suatu


negara, ketimpangan pembangunan antar daerah cenderung meningkat. Proses ini
akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila
proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur -angsur ketimpangan
pembangunan antar daerah tersebut akan menurun. Berdasarkan hipotesa ini, dapat
ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa pada Negara- negara sedang
berkembang umumnya ketimpangan pembangunan antar daerah cenderung lebih
tinggi, sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut akan menjadi lebih
rendah. Dengan kata lain, kurva ketimpangan pembangunan antar daerah adalah
berbentuk huruf U terbalik (Reserve U-shape Curve).1

Pertanyaan yang menarik adalah mengapa pada waktu proses pembangunan


dilaksanakan di negara sedang berkembang, justru ketimpangan meningkat?
Jawabannya adalah karena pada waktu proses pembangunan baru dimulai di negara
sedang berkembang. Kesempatan dan peluang pembangunan yang ada umumnya
dimanfaatkan oleh daerah- daerah yang kondisi pembangunan sudah lebih baik.
Sedangkan daerah-daerah yang masih sangat terbelakang tidak mampu
memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan prasarana dan sarana serta
rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Hambatan ini tidak saja disebabkan oleh

1
Sjafrizal. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. (Jakarta:Rajawali Pers,2014).hal.108

4
factor ekonomi, tetapi juga oleh factor social-budaya sehingga akibatnya
ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung lebih cepat di daerah dengan
kondisinya lebih baik, sedangkan daerah yang terbelakang tidak banyak mengalami
kemajuan.

Keadaan yang berbeda terjadi di Negara yang sudah maju dimana kondisi
daerahnya ummnya telah dalam kondisi yang lebih baik dari segi prasarana dan
sarana serta kualitas sumberdaya manusia. Disamping itu, hambatan-hambatan
social dan budaya dalam proses pembangunan hampir tidak ada sama sekali. Dalam
kondisi yang demikian, setiap kesempatan peluang pembangunan dapat
dimanfaatkan secara lebih merata antar daerah. Akibatnya, proses pembangunan
pada Negara maju akan cenderung mengurangi ketimpangan pembangunan antar
daerah.

Kebenaran Hipotesa Neo-Klasik ini kemudian diuji kebenarannya oleh Jefrey


G. Willamson pada tahun 1996 melalui suatu studi tentang ketimpangan
pembnagunan antar daerah pada negara maju dan Negara sedang berkembang
dengan menggunakan data time series dan cross-section. Hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa Hipotesa Neo-Klasik yang diformulasikan secara teoritis
ternyata terbukti benar secara empiric. Ini berarti bahwa proses pembangunan suatu
Negara tidak otomatis dapat menurunkan ketimpangan pembangunan antar daerah,
tetapi pada tahap permulaan justru terjadi hal sebaliknya.

Fakta empiric ini menunjukan bahwa peningkatan ketimpangan pembangunan


yang terjadi di Negara-negara sedang berkembang sebenarnya bukanlah karena
kesalahan pemerintah atau masyarakatnya, tetapi hal tersebut terjadi secara natural
diseluruh Negara. Bahkan ketika Amerika Serikat mulai melaksanakan proses
pembangunan pada abad kedelapan belas dulu, peningkatan ketimpangan
pembangunan antar daerah juga meningkat tajam. Peningkatan ketimpangan ini
bahkan sampai memicu terjadinya perang saudara antar Negara bagian di Selatan

5
yang masih relative tertinggal dengan Negara bagian di Utara yang sudah lebih
maju. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia dengan adanya pemberontakan
PRRI-Persemesta di Sumatera Barat tahun 1957, Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Faktor Penyebab Ketimpangan Antar Wilayah

Selanjutnya, pada bagian ini, perlu pula dibahas beberapa faktor utama yang
menyebabkan atau memicu terjadinya ketimpangan pembangunan wilayah
tersebut.2 Dengan adanya analisa ini, akan dapat dijelaskan secara empirik unsur
penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan wilayah tersebut. Disamping itu,
analisa ini juga sangat penting artinya karena hasilnya dapat memberikan informasi
penting untuk pengambilan keputusan dalam melakukan perumusan kebijakan
untuk menanggulangi atau mengurangi ketimpangan pembangunan wilayah
tersebut.

1. Perbedaan Kandungan Sumber Daya Aalam


Penyebab utama yang mendorong timbulnya ketimpangan
pembangunan antar daerah adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam
kandungan sumberdaya alam pada masing-masing daerah. Sebagiamana
diketahui bahwa perbedaan kandungan sumberdaya alam ini di Indonesia
ternyata cukup besar. Ada daerah yang mempunyai minyak dan gas alam, tetapi
daerah lain tidak mempunyai. Ada daerah yang mempunyai deposit batubara
yang cukup besar, tapi daerah lain tidak ada. Demikian pula halnya dengan
tingkat kesuburan lahan yang juga sangat bervariasi sehingga mempengaruhi
upaya untuk mendorong pembangunan pertanian pada masing-masing daerah.
Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan mempengaruhi kegiatan
produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya

2
Sjafrizal. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. (Jakarta:Rajawali Pers,2014).hal.119

6
alam cukup banyak akan dapat memproduksi barang dan jasa tertentu dengan
biaya relative murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai
kandungan sumber daya alam lebih sedikit. Kondisi ini mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan
daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil hanya
akan dapat memproduksi barang dan jasa dengan biaya produksi lebih tinggi
sehingga daya saingnya menjadi lebih lemah. Kondisi tersebut selanjutnya
menyebabkan pula daerah bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan
ekonomi yang lebih lambat. Dengan demikian terlihat bahwa perbedaan
kandungan sumber daya alam ini dapat mendorong terjadinya ketimpangan
ekonomi antar wilayah yang lebi tinggi pada suatu negara.
2. Perbedaan Kondisi Demografis
Faktor utama lainnya yang juga dapat mendorong terjadinya
ketimpangan pembangunan antar wilayahadalah bilamana terdapat perbedaan
kondisi demografis yang cukup besar antar daerah. Kondisi demografis yang
dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur
kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi
ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos
kerja yang dimliki masyarakat daerah bersangkutan.
Kondisi demografis ini kemudian akan dapat pula mempengarui
ketimpangan ekonomi antar wilayah antar wilayah, karena hal ini akan
berpengaruh terhadap produktifitas kerja masyarakat pada daerah
bersangkutan. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung
mempunyai tingkat produktivitas kerja yang lebih tinggi. kondisi ini
selanjutnya akan mendorong pula peningkatan investasi yang ke daerah
bersangkutan sehingga akan cenderung pula meningkatkan penyediaan
lapangan kerja dan pertmbuhan ekonomi daerah bersangkutan. Sebaliknya bila
pada suatu daerah tertentu ondisi demografisnya kurang baik maka hal ini akan
menyebabkan relative rendahnya tingkat produktivitas kerja masyarakat

7
setempat yang cenderung menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi para
penananam modal (investor) sehingga pertumbuhan ekonomi daerah
bersangkutan akan cenderung menjadi lebih rendah.
3. Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa
Kurang lancanya mobilits barang dan jasa dapat pula mendorong
terjadinya peningkatan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Mobilitas
barang dan jasa ini meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi
baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrsi spontan. Alasannya
adalah karena bila mobillitas tersebut kurang lancar maka kelebihan produksi
atau daerah tidak dapat dijual kedaerah lainyang membutuhkan. Demikian pula
halnya dengan migrsi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga kerja
suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang sangat
membutuhkan. Akibatnya, ketimpangan pembangunan antar wilayah akan
cenderung tinggi karena kelibahan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh
daerah lian yang membutuhkan, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong
proses pembangunannya. Karena itu tidaklah mengherankan bilamana,
ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi pada negara
sedang berkembang dimana mobilitas barang dan jasa kurang lancar dan masih
terdapatnya beberapa daerah yang terisolir.
4. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Daerah
Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi yag cukup tinggi pada
wilayah tertentu jelas akan mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar
wilayah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada
daeerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar.
Kondisi tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah
melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan
masyarakat. Demikian pula sebaliknya bilamana, konsentrasi kegiatan ekonomi
pada suatu daerah relatif rendah yang selanjutnya juga mendorong terjadi
pengangguran dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat setempat.

8
Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal:
a. Karena terdapatnya sumber daya alam yang lebih banyak pada daerah
tertentu misalnya terdapatnya minyak bumi, gas, batu bara, dan bahan
mineral lainnya. Disampng itu terdapatnya lahan yang subur juga turut
mempengaruhi kegiatan ekonomi, khususnya menyangkut dengan kegiatan
pertanian.
b. Lebih meratanya fasilitas transportasi, baik darat, laut, dan udara, juga ikut
mempengaruhi konsentrasi kegiatan ekonomi antar daerah.
c. Kondisi demografis juga ikut mempengaruhi karena kegiatan ekonomi akan
cenderung terkonsentrasi dimana sumber daya manusia tersedia dalam
jumlah cukup dan kualitas yang lebih baik.
5. Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah
Tidak dapat disangka bahwa investasi merupakan salah satu yang sangat
menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karena itu, daerah yang dapat
alokasi investasi yang lebih besar dari pemetintah, atau dapat menarik lebih
banyak investasi swasta akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan
ekonomi daerah yang lebih cepat. Kondisi ini tentunya akan dapat pula
mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja
yang lebih banyak dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi.
Demikian pula sebaliknya terjadi bilamana investasi pemerintah dan swasta
yang masuk kesuatu daerah ternyarta lebih rendah.

Ketimpangan Pendapatan

Kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan dalam distribusi


pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah. Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi
merupakan 2 masalah besar dinegara-negara terbelakang.

Penyebab Ketimpangan Pendapatan

9
Pada aspek makro, Dumairy (1996), mengatakan bahwa terdapat dua factor
yang layak dikemaukakan untuk menerangkan mengapa ketimpangan pendapatan
dan hasil-hasilnya dapat terjadi:

Factor pertama, ialah karena ketidaksetaraan anugrah awal (initial endowmwnt)


diantara pelaku-pelaku ekonomi. Ketidaksetaraan awal yang dimaksud ialah
adanya kesenjangan bekal “resources” yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi
yang meliputi sumberdaya alam, capital, keahlian ketrampilan, bakat potensi, atau
sarana dan prasarana.

Sedangkan factor kedua, karena strategi pembangunan yang tidak tepat


cenderung berorientasi pada pertumbuhan (growth).

Penanggulangan Ketimpangan Pendapatan

Untuk mengatasi adanya ketimpangan pendapatan, diperlukan upaya-upaya


seperti halnya dalam mengatasi kemiskinan, yaitu antara lain:

a. Subsidi modal terhadap kelompok miskin


b. Peningkatan pendidikan (ketrampilan) tenaga kerja
c. Menciptakan strategi pembangunan, yaitu modernisasi pertanian dengan
melibatkan sector industry sebagai unit pengolahnya
d. Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan membuat suatu
jaringan pengaman social untuk penduduk miskin yang sama sekali tidak
mampu untuk mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan
perkembangan SDM akibat ketidakmampuan fisik dan mental, bencana
alam, konflik social, dan terisolasi secara fisik.
B. Ukuran Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah
Melihat ketimpangan pembangunan antar wilayah dalam suatu Negara
atas suatu daerah ternyata bukanlah hal yang sederhana dan mudah, karna hal
ini dapat menimbulkan debat yang berkepanjangan. Adakalanya masyarakat
berpendapat bahwa ketimpangan suatu daerah cukup tinggi setelah melihat

10
banyak kelompok miskin pada daerah bersangkutan. Akan tetapi, ada pula
masyarakat merasakan adanya ketimpangan yang cukup tinggi setelah melihat
adanya segelintir kelompok kaya ditengah tengah masyarakat yang umumunya
masih miskin. Perlu di ingat di sini bahwa, berbeda dengan analisis distribusi
pendapatan yang melihat ketimpangan antar kelompok masyarakat, sedengakan
ketimpamgan pembangunan antar wilayah melihat perbedaan tempat
pembangunan antar wilayah. Hal yang di persoalkan di sini bukanlah perbedaan
antara kempok kaya dan kelompok miskin, tetapi adalah antara daerah maju
dan daerah terbelakang.3
Ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah yang mula mula
dilakukan adalah Wiliamson Index yang digumakan dalam studi Jeffrey G.
Williamson pada tahun 1966. Secara ilmu statistik, indeks ini sebenarnya
adalah coefficient of variation yang lazim di gunakan unruk mengukur suatu
perbedaan. Istilah Williamson index muncul sebagai penghargaan kepada
pengguna awal indeks tersebut dalam mengukur ketimpangan pembangunan
antar wilayah. Walaupun indeks ini mempunyai beberapa kelemahan, yaitu
antara lain sensitive terhadap definisi wilayah yang digunakan dalam
perhitungan, namum demikian indeks ini lazim digunakan dalam mengukur
ketimpangan pembangunan antar wilyah. Berbeda dengan Gini Rasio yang
lazim digunakan dalam mengukur distribusi pendapatan antar golongan
masyarakat, Williamson Indeks menggunaskan Produk Domestic Regional
Bruto (PDRB) perkapita sebagai data dasar. Alasannya jelas karena yang
diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat
distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat. Dengan demikian, formulasi

3
Miyasto, Lintantia Fajar Apriesa. Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Daerah dan Ketimpangan Pendapatan (Studi Kasus: Kabupaten/Kota di Jawa Tengah). Dalam
Diponegoro Journal of Economics Volume 2, Nomor 1, 2013, Hal. 1-12.

11
indeks Williamson ini secara statistic dapat ditampilkan dengan formula
sebagai berikut4:
𝑓𝑖
∑𝑛𝑖=1(𝑦𝑖 − 𝑦)2 ( )
𝑉𝑤 = 𝑛 0 < 𝑉𝑤 < 1
𝑦
Dimana: yi = PDRB perkapita daerah i
Y = PDRB perkapita rata rata seluruh daerah
Fi = jumlah penduduk daerah i
N = jumlah penduduk seluruh daerah

Subskrip w digunakan karena formulasi yang digunakan adalah secara


tertimbang sehingga indeks tersebut dapat dibansingkan dengan Negara atau daerah
aslinya. Sedangkan pengertian indeks ini adalah sebagai berikut : bila Vw mendekati 1
berarti sangat timpang dan bila V w mendekati nol berarti sangat merata.
Indeks lainnya yang juga lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan
pembangunan antar wilayah adalah Theil Index sebagaimana digunakan oleh Akita dan
Alisyahbana (2002) dalam studinya yang dilakukan di Indonesia. Sedangkan data yang
diperlukan untuk mengukur indeks ini adalah sama dengan yang dipetlukan untuk
menghitung Williamson Index yaitu PDRB perkapita untuk setiap wilayah dan jumlah
penduduk. Demikian pula halnya dengan penafsirannya yang juga sama yaitu bila
indeks mendekati 1 artinya sangat timpang dan sebaliknya bila indeks mendekati 0
yang berarti sangat merata. Sedangkan formulasi Theil Index (Td) adalah sebagai
berikut5 :
𝑛 𝑛 𝑦𝑖𝑗
𝑦𝑖𝑗 { }
𝑇𝑑 = ∑ ∑{ }log[ 𝑌 ]
𝑌 𝑛𝑖𝑗
𝑖=𝑗 𝑗=1 { }
𝑁
Dimana : yij = PDRB perkapita kabupaten i di provinsi j

4
Sjafrizal. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. (Jakarta:Rajawali Pers,2014).hal.108
5
Sjafrizal. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. (Jakarta:Rajawali Pers,2014).hal.112

12
Y = Jumlah PDRB perkapita seluruh privinsi j

n = Jumlah penduduk kabupaten i di provinsi j

N = Jumlah penduduk seluruh kabupaten


Namun demikian, pengguna Theil Index sebagai ukuran ketimpangan
mempunyai kelebihan tertentu. Pertama, indeks ini dapat menghitung ketimpangan
dalam daerah dan antar daerah secara sekaligus, sehingga cakupan analisa menjadi
lebih luas. Dalam kasus Indonesia, dengan menggunakan metode ini dapat dihtung
ketimpangan dalam provinsi dan kabupaten/kota serta antar provinsi, kabupaten dan
kota. Kedua, dengan menggunakan indeks ini dapat pula dihitung kontribusi (dalam
persentase) masing – masing daerah terhadap ketimpangan pembangunan wilayah
secara keseluruhan sehingga dapat memberikan implikasi kebijakan yang cukup
penting.
Bilamana pembahasan dilanjutkan dengan analisa tentang factor – factor utama
yang menyebabkan terjadinya ketimpangan wilayah tersebut, maka dapat dilakukan
analisa regresi terhadap hasil perhitungan indeks yang telah dilakukan. Dalam hal ini,
hasil perhitungan indeks sebagai dependent variable (factor yang diterangkan) dan
beberapa variable tertentu sebagai independent variable (factor yang menerangkan).
Mengikuti Hipotesa Neo-Klasik, variable yang dapat digunakan sebagai independent
variable adalah pendapatan perkapita yang menunjukan tingkat pembangunan suatu
Negara. Sedangkan persamaan yang digunakan adalah dalam bentuk kuadratik karena
hubungan antara ketimpangan pembangunan antar wilayah dengan tingkat
pembangunan suatu Negara adalah bersifat Non Linear. Dengan demikian fungsi
regresi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
𝑉𝑤 = 𝜑𝑌𝑐5 𝑌𝑐2

Dimana Vw adalah Indeks Williamson, Yc PDRB perkapita, sedangkan φ dan δ


adalah koefisien refresi. Persamaan ini dapat diregresi melalui persamaan logaritma
berganda berikut ini :

13
𝑙𝑜𝑔𝑉𝑐 = 𝑙𝑜𝑔 𝜑 + 𝛿𝑙𝑜𝑔𝑌𝑐 + 2 log 𝑌𝑐 + 𝜀

Dimana ε adalah factor kesalahan (disturbance term). Keuntungan penggunaan


persamaan bersifat kuadratik adalah dapat diketahui apakah ketimpangan pada
Negara bersangkutan masih berada pada kondisi meningkat (divergence) atau sudah
berada kondisi yang menurun (convergence).
Tidak dapat disangkal bahwa ada beberapa factor lain yang juga menentukan
ketimpangan pembangunan antar wilayah. Berdasarkan analisa Teori Pertumbuhan
Ekonomi Regional dijelaskan bab 4 terdahulu, variable-variabel tersebut antara lain:
konsentrasi kegiatan ekonomi antar daerah, mobilitas barang (perdagangan) dan factor
produksi antar daerah serta alokasi investasi (pemerintah dan swasta) antar wilayah dan
lain-lainnya. Bahkan kebijakan yang salah dilakukan oleh suatu daerah dapat pula
mempengaruhi ketimpangan pembangunan regional.

Konsentrasi kegiatan ekonomi antar daerah yang cukup tinggi akan cenderung
mendorong meningkatnya ketimpangan pembangunan antar wilayah karena proses
pembangunan daerah akan lebih cepat pada daerah dengan konsentrasi kegiatan
ekonomi yang lebih tinggi. Demikian pula sebaliknya terjadi pada daerah dengan
konsentrasi kegiatan ekonomi yang lebih rendah. Sedangkan konsentrasi kegiatan
daerah ekonomi tersebut dapat diukur dengan menggunakan indek Location Quotient
(LQ) atau Industrial Concentration Index (ICI). Index LQ dan ICI ini dapat dihitung
dengan menggunakan data nilai tambah masing – masing kegiatan ekonomi
sebagaimana terdapat pada PDRB masing-masing daerah atau dengan menggunakan
data jumlah pekerja (employment) untuk masing-masing sector.
Mobilitas barang (perdagangan) antar daerah jelas akan mempengaruhi
ketimpangan pembangunan antar wilayah karena, sebagaiman telah ditunjukan oleh
Teori Heckers-Ohlin dalam Ilmu Ekonomi Internasional bahwa bila kegiatan
perdagangan internasional dan antar wilyah kurang lancar maka proses penyaman
harga factor produksi (Factor Price Equalization) akan terganggu. Akibatnya
penyebaran proses pembangunan akan terhambat dan ketimpangan pembangunan antar

14
wilayah akan cenderung menjadi tinggi. Sedangkan alokasi investasi antar wilayah
jelas akan mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah karena investasi
merupakan salah satu factor utama yang menentukan proses pembangunan.
Karena hubungan antar ketimpangan regional dengan tingkat pembangunan
ekonomi tidaklah linear, maka persaman regresi dapat pula dilakukan dalam bentuk
fungsi Non Linear. Dengan demikian, persaman yang dapat digunakan untuk
mengetahui factor penentu ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah sebagai
berikut:

𝑉𝑤 = 𝜑𝑌𝛽 (𝐿𝑄)𝜎 𝑀𝛿 𝐼 𝜋

Karena hubungan antar ketimpangan regional dengan tingkat pembangunan


ekonomi tidaklah linear, maka persaman regresi dapat pula dilakukan dalam bentuk
fungsi Non Linear. Dengan demikian, persaman yang dapat digunakan untuk
mengetahui factor penentu ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah sebagai
berikut:

𝑙𝑜𝑔𝑉𝑤 = 𝑙𝑜𝑔𝜑 + 𝛽 log 𝑌𝑐 + 𝜎 log(𝐿𝑄)

Dimana Vw adalah Williamson Index, LQ adalah Location Quotiont, M adalah


migrasi (dalam persentase), I adalah alokasi investasi (dalam persentase) dan θ, β, σ, δ,
dan y adalah koefisien regresi dan ε adalah factor kesalahan (disturbance term).
C. Konsep Indeks Williamson
Indeks Williamson berbicara tentang ukuran ketimpangan pendapatan yang lebih
penting lagi untuk menganalisis seberapa besarnya kesenjangan antarwilayah/daerah
adalah dengan melalui perhitungan indeks Williamson. Dasar perhitungannya adalah
dengan menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya dengan jumlah penduduk per
daerah. 6 Secara luas, Apabila angka indeks kesenjangan Williamson semakin

6
Tarigan,Robinson. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. (Jakarta:PT.Bumi Aksara,2005).hal.154

15
mendekati nol, maka menunjukkan kesenjangan yang semakin kecil dan bila angka
indeks menunjukkan semakin mendekati satu maka menunjukkan kesenjangan yang
makin melebar. Matolla dalam Puspandika (2007) menetapkan sebuah kriteria yang
digunakan untuk menentukan apakah kesenjangan ada pada kesenjangan level rendah,
sedang, atau tinggi. Dari angka tersebut, akan tercirikan seberapa berhasilnya
pembangunan daerah di suatu wilayah, sehingga nantinya dievaluasi dalam
perencanaan pembangunan selanjutnya. Berikut ini adalah kriterianya: 7
a. kesenjangan rendah IW < 0,35
b. kesenjangan sedang 0,35 ≤ IW ≤ 0,5
c. kesenjangan tinggi IW > 0,5
Rumus Williamson mengaitkan beberapa variabel, yakni jumlah penduduk pada
suatu kota, tingkat PDRB, semuanya diasumsikan secara hierarkis. Artinya, jika yang
dihitung adalah kabupaten, maka perbandingannya adalah dengan provinsi yang
menaungi kabupaten tersebut. Jika yang dihitung adalah provinsi, maka
perbandingannya adalah dengan angka nasional.
𝑓𝑖
∑𝑛𝑖=1(𝑦𝑖 − 𝑦)2 ( )
𝑉𝑤 = 𝑛 0 < 𝑉𝑤 < 1
𝑦
Dimana: yi = PDRB perkapita daerah i
Y = PDRB perkapita rata rata seluruh daerah
Fi = jumlah penduduk daerah i
N = jumlah penduduk seluruh daerah

Variabel dalam Indeks Williamson


1. PDRBi

7
Sultan dan Jamzani Sodik. Analisis Ketimpangan Pendapatan Regional Di DIY-Jawa Tengah Serta
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Periode (20002004). Buletin Ekonomi Vol. 8, No. 1, 2010 hal 1-70

16
PDRB per kapita kabupaten/kota yang hendak dicari pada tahun tertentu. PDRB
ini berperan sebagai variabel independen, yang nantinya akan dikomparasikan
dengan PDRB di tingkat atas secara hierarki kepemerintahan.
2. PDRB
PDRB per kapita rata-rata Provinsi atau satu tingkat hierarkis dari daerah yang
sedang dicari Indeks Williamsons-nya.
3. Penduduk
Penduduk menjadi variabel penting dalam Indeks Williamsons, karenanya ia
akan menentukan seberapa besar kesenjangan dari daerah tersebut. Sama
seperti PDRB, banyaknya penduduk juga akan dibandingkan.
4. Indeks
Dari variabel-variabel tersebut, akan ditemukan Indeks Williamsons-nya.
Kesenjangan level rendah, jika IW < 0,35; Kesenjangan level sedang, jika 0,35
≤ IW ≤ 0,5; Kesenjangan level tinggi, jika IW > 0,5.

17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Permasalahan ketimpangan merupakan permasalahan yang lebih kompleks
dibanding dengan kemiskinan. Ketimpangan yang tinggi akan mereduksi
pertumbuhan, dan menghambat suatu negara untuk untuk keluar dari Middle Income
Trap. Ketimpangan atau disparitas adalah perbedaan antar suatu wilayah dengan
wilayah lainnya secara vertikal dan horizontal yang menyebabkan disparitas atau
ketidak pemerataan pembangunan.

Ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah yang mula mula dilakukan


adalah Wiliamson Index yang digumakan dalam studi Jeffrey G. Williamson pada
tahun 1966. Indeks Williamson berbicara tentang ukuran ketimpangan pendapatan
yang lebih penting lagi untuk menganalisis seberapa besarnya kesenjangan
antarwilayah/daerah adalah dengan melalui perhitungan indeks Williamson. Dasar
perhitungannya adalah dengan menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya
dengan jumlah penduduk per daerah.

18
Daftar Pustaka
Jhingan, M.L. 2007. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Rajagrafindo
Persada.
Sjafrizal. 2014. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta:Rajawali Pers
Tarigan,Robinson. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta:PT.Bumi
Aksara
Miyasto, Lintantia Fajar Apriesa. 2013. Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Ketimpangan Pendapatan (Studi Kasus:
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah). Dalam Diponegoro Journal of Economics Volume
2, Nomor 1, Hal. 1-12.
Nurhuda, Rama., Muluk, MR.,Prasetyo, Wima Yudo. 2012, Analisis Ketimpangan
Pembangunan (Studi di Provinsi Jawa Timur Tahun 20052011), Jurnal Administrasi
Publik (JAP), Vol. 1, Nomor 4, Hal. 110-119.
Sultan dan Jamzani Sodik. 2010. Analisis Ketimpangan Pendapatan Regional Di DIY-
Jawa Tengah Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Periode (20002004). Buletin
Ekonomi Vol. 8, No. 1, April 2010 hal 1-70. Yogyakarta: FE Universitas Pembangunan
Nasional.

19

Anda mungkin juga menyukai