Anda di halaman 1dari 4

1.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada penyakit jantung bawaan dapat dilakukan melalui pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologi, elektrokardiografi, dan ekokardiografi.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan enzim jantung dapat dilakukan untuk menilai kondisi klinis pasien yang mengalami kongesti
jantung ataupun gagal jantung. [1]

Pemeriksaan Radiologi

Pada pemeriksaan rontgen toraks dapat terlihat bentuk dan ukuran jantung yang normal pada penyakit
jantung bawaan yang minor dengan lesi yang kecil. Pada kelainan yang lebih mayor gambaran rontgen
toraks dapat bervariasi.

Gambaran rontgen toraks yang dapat ditemukan salah satunya adalah kardiomegali dan peningkatan
corakan arteri pulmonal yang menggambarkan peningkatan aliran darah pulmonal yang lebih tinggi dari
aliran darah sistemik. Bisa juga ditemukan gambaran ventrikel kanan yang membesar dan arteri
pulmonal sentral yang besar namun sempit di perifer (tree in winter apperance), keadaan ini biasa
terlihat pada resistensi pembuluh darah pulmonal yang tinggi ataupun pada VSD. Pada koarktasio aorta
dapat ditemukan gambaran dilatasi pada aorta asendens dan konstriksi pada area yang mengalami
koarktasio (hour glass). Sedangkan pada TOF bisa ditemukan gambaran boot-shape. [1,9]

Elektrokardiografi

Gambaran sadapan elektrokardiografi (EKG) pada penyakit jantung bawaan dapat normal, namun bisa
juga ditemukan deviasi aksis QRS karena kelainan arah listrik jantung akibat struktur jantung yang sendiri
mengalami kelainan.

Ekokardiografi

Pemeriksaan ekokardiografi pada penyakit jantung bawaan berfungsi untuk menilai ruang jantung dan
mengukur ukuran defek yang terjadi. Ekokardiografi dengan Doppler dapat menilai arah aliran darah
maupun adanya refluks. Selain itu ekokardiografi dapat menilai ukuran pangkal aorta dan pembuluh
darah besar lainnya. Pemeriksaan ekokardiografi transesofageal biasanya dilakukan selama prosedur
operasi untuk menilai hasil tindakan operasi.
2. Prinsip penatalaksanaan penyakit jantung bawaan adalah korektif. Koreksi dapat dilakukan dengan
tindakan bedah. Namun pada sebagian kasus minor dapat terjadi koreksi seiring perkembangan usia.
Tatalaksana dengan medikamentosa bertujuan untuk mengurangi beban jantung dan menurunkan
resistensi paru. Pada kasus sianotik seperti Transposition of Great Arteries (TGA) atau Tetralogy of Fallot
(TOF) dibutuhkan agar duktus arteriosus

Berobat Jalan

Pasien dengan penyakit jantung bawaan yang memiliki tanda vital stabil, defek minimal, dan tanpa
komplikasi, bisa berobat jalan. Namun demikian, harus diingat bahwa penatalaksanaan utama dari
penyakit jantung bawaan adalah tatalaksana korektif. [2]

Persiapan Rujukan

Pasien dengan penyakit jantung bawaan harus dirujuk ke ahli kardiologi atau ahli bedah jantung untuk
dilakukan tindakan korektif maupun paliatif. Prinsip penanganan penyakit jantung bawaan adalah sedini
mungkin. [2]

Medikamentosa

Penatalaksanaan medikamentosa pada penyakit jantung bawaan umumnya bersifat sekunder sebagai
akibat komplikasi dari penyakit jantungnya sendiri atau akibat kelainan lain yang menyertai. Dalam hal
ini, medikamentosa diberikan untuk meringankan gejala dan mempersiapkan operasi. Lama dan cara
pemberian obat, bergantung pada penyakit yangdihadapi. Medikamentosa yang dapat diberikan antara
lain adalah oksigen, prostaglandin E1, digoksin, isopretenol, dobutamin, dopamin, dan kaptopril.
Oksigen, diberikan sesuai dengan keperluan dan untuk mempertahankan saturasi. Biasanya diberikan
bila terjadi komplikasi berupa hipoksemia atau syok kardiogenik.

Prostaglandin E1, diberikan untuk mempertahankan agar duktus arteriosus tetap terbuka. Diberikan
dengan dosis 0,1 mcg/kg/menit, kemudian bila sudah terjadi perbaikan dapat diturunkan menjadi 0,05
mcg/kg/menit. Obat ini bekerja 10-30 menit setelah pemberian, dan perbaikan klinis ditandai dengan
kenaikan PaO2 15-20 mmHg dan perbaikan pH.

Diuretik, digunakan untuk menurunkan kongesti pada keadaan seperti gagal jantung, dapat diberikan
dengan dosis 1-2 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis per oral maupun intravena.

Digoksin diberikan bila terdapat tanda gagal jantung dengan dosis 30 mcg/kg. Dosis pertama diberikan
setengah dari dosis digitalisasi, kemudian dosis kedua diberikan 8 jam setelahnya sebanyak seperempat
dari dosis digitalisasi, dan dosis ketiga diberikan 8 jam setelah itu sebanyak seperempat dosis digitalisasi.
Dosis rumatan dapat diberikan 8 – 12 jam setelah dosis terakhir, sebanyak seperempat dosis dogitalisasi.
Digoksin tidak boleh diberikan pada pasien dengan tanda perfusi sistemik yang buruk atau pasien
dengan gangguan ginjal.

Obat inotropik isopreterenol dapat diberikan bila terjadi bradikardia pada komplikasi gagal jantung
dengan dosis 0,05 – 1 mcg/kg/menit. Apabila terdapat takikardia, dapat diberikan dobutamin dengan
dosis 5 – 10 mcg/kg/menit, atau dopamin dengan dosis 2 – 5 mcg/kg/menit.

Vasodilator yang biasa digunakan adalah ACE-inhibitor kaptopril untuk menurunkan resistensi vaskular
sistemik dan pulmonal. Dosis kaptopril yang digunakan pada penyakit jantung bawaan adalah 0,1 – 0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 – 3 dosis per oral. [2,9]

Tindakan Bedah

Prinsip tata laksana bedah adalah korektif sedini mungkin. Namun tak semua pasien bisa dilakukan
operasi korektif sesegera mungkin. Pada beberapa kasus harus dilakukan operasi paliatif sembari
menunggu operasi definitif dilakukan. Walau demikian, hal ini berisiko meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Pilihan lain adalah intervensi kardiologi melalui kateterisasi.

Bedah Jantung

Operasi bedah jantung yang dapat dilakukan pada penyakit jantung bawaan antara lain adalah banding
arteri pulmonalis, shunt sirkulasi sistemik dan pulmonal, serta septosomi atrium.

Banding arteri pulmonalis dilakukan untuk memperkecil diameter arteri pulmonalis pada kasus dengan
aliran pulmonal berlebihan akibat pirau dari kiri ke kanan. Sedangkan shunt sirkulasi sistemik-pulmonal
dilakukan untuk mengatasi kurangnya aliran darah ke paru, misalnya pada prosedur Blalock-Taussig klasik
yang membebaskan arteri subklavia dan menyambungkannya ke arteri pulmonalis kiri atau kanan. Selain
itu, operasi paliatif lain adalah septostomi atrium dengan cara memasukkan kateter balon melalui arteri
femoralis.[2]

Kardiologi Intervensi

Kardiologi intervensi bersifat lebih kurang invasif dibandingkan dengan operasi terbuka. Beberapa
prosedur intervensi yang dapat dilakukan antara lain Ballon atrial septostomy, ballon pulmonal
valvuloplasty, dan penutupan ASD dengan Amplatzer Ductal Occluder (ADO).

Ballon atrial septostomy adalah prosedur rutin yang dilakukan pada pasien yang memerlukan
percampuran darah lebih baik, misalnya pada seperti Transposition of Great Arteries (TGA) dengan
septum ventrikel yang utuh. Prosedur ini dilakukan dengan membuat lubang di septum interatrium, dan
biasanya dilakukan di ruang rawat intensif dengan bimbingan ekokardiografi.

Ballon Pulmonal Valvuloplasty (BPV) kini merupakan prosedur standar untuk melebarkan katup pulmonal
yang menyempit, dengan keluaran yang cukup baik dan biaya yang lebih murah dibandingkan operasi
bedah terbuka. Selain itu, ada juga Balloon Mitral Valvotomy (BMV) yang umumnya dikerjakan pada
kasus stenosis katup mitral akibat demam reumatik, dan Balloon Aortic Valvuloplasty (BAV) yang belum
dilakukan rutin dan kasusnya juga jarang dijumpai. Penyumbatan duktus arteriosus menggunakan coil
Gianturco juga terkadang dilakukan namun belum dianggap rutin karena harga coil dan peralatan untuk
memasukkan coil tersebut cukup mahal.

Penutupan duktus arteriosus persisten bisa dilakukan dengan menggunakan umbrella, coil dan
Amplatzer Ductal Occluder (ADO), sedangkan untuk defek septum atrium ditutup dengan menggunakan
Amplatzer Septal Occluder (ASO).

Penatalaksanaan medis

Anda mungkin juga menyukai