Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SEJARAH ARSITEKTUR TIMUR

PENGARUH AGAMA HINDU-BUDHA TERHADAP


BENTUK ARSITEKTUR

DISUSUN OLEH:
NAMA : WENDY VIRGIAN SAPUTRA
NRP : 142018014
MATA KULIAH : SEJARAH ARSITEKTUR TIMUR
DOSEN : RENY KARTIKA SARY, S.T, M.T

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami


kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya pasti kami tidak akan sanggup
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga
terlimpahuntuk baginda kita Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis tentu sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak kekurangan disana. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik juga saran dari pembaca untuk makalah ini, dan
membuat makalah ini menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen pembimbing Sejarah Arsitektur Timur kami yaitu Ibu
Reny Kartika Sary yang telah membimbing kami dalam menulis
makalah ini.
Demikianlah, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada teman-teman. Terima Kasih.
PENGARUH AGAMA BUDHA & HINDU TERHADAP BENTUK
ARSITEKTUR

Secara umum masuknya suatu kebudayaan luar (asing) ke dalam suatu


kebudayaan tertentu akan memunculkan tiga hal:

1. Salah satu kebudayaan akan hilang atau hancur


2. Kedua kebudayaan itu akanberakulturasi
3. Masing-masing kebudayaan akan berjauhan

Pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha dalam bidang seni bangunan di


Indonesia dapat kita jumpai seperti bangunan candi. Bangunan candi yang
bercorak Hindu dengan Budha memiliki perbedaan fungsi. Sementara candi
bercorak Budha digunakan sebagai tempat pemujaan atau peribadatan.

Bangunan candi memiliki tiga bagian yaitu:

1. Kaki candi berbentuk persegi


2. Tubuh candi terdiri atas bilik-bilik yang berisi arca, tiap sisi memiliki
arca yang berbeda bentuk
3. Bagian ketiga yaitu atap candi, pada puncaknya terdapat lingga atau stupa
(tempat pemujaan).
PENGARUH HINDU TERHADAP ARSITEKTUR

» CANDI PRAMBANAN

Candi Prambanan merupakan candi Hindu terbesar di Indonesia, dengan


tinggi bangunan utama adalah 47 m. Candi ini dibangun dibangun pada sekitar
tahun 850 masehi (abad ke-9) oleh salah seorang dari kedua orang ini, yakni
Rakai Pikatan, raja kedua wangsa Mataram I atau Balitung Maha Sambu,
semasa wangsa Sanjaya.Candi Prambanan ini pernah mengalami renovasi.
Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena batu-
batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi
hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih ada.

Komplek candi ini terdiri dari 7 candi utama, yaitu :

1. Candi Syiwa (tengah)


2. Candi Brahma (selatan)
3. Candi Wisnu (utara)
4. Candi Wahana (kendaraan) sebagai kendaraan Trimurti
5. Candi Angkasa adalah kendaraan Brahma (Dewa Penjaga)
6. Candi Nandi (Kerbau) adalah kendaraan Siwa (Dewa Perusak)
7. Candi Garuda.
Berdasarkan bagian-bagiannya, bangunan candi terdiri atas tiga
bagian penting, antara lain, kaki, tubuh, dan atap:

» Kaki candi merupakan bagian bawah candi. Bagian ini melambangkan dunia
bawah atau bhurloka. Pada konsep Buddha disebut kamadhatu. Yaitu
menggambarkan dunia hewan, alam makhluk halus seperti iblis, raksasa dan
asura, serta tempat manusia biasa yang masih terikat nafsu rendah. Bentuknya
berupa bujur sangkar yang dilengkapi dengan jenjang pada salah satu sisinya.
Dasar candi ini sekaligus membentuk denahnya, dapat berbentuk persegi empat
atau bujur sangkar.

» Bagian – bagian kaki candi:

▪ Tangga masuk candi terletak pada bagian ini, pada candi kecil tangga
masuk hanya terdapat pada bagian depan, pada candi besar tangga masuk
terdapat di empat penjuru mata angin. Biasanya pada kiri-kanan tangga
masuk dihiasi ukiran makara.

▪ Pada dinding kaki candi biasanya dihiasi relief flora dan fauna berupa
sulur-sulur tumbuhan, atau pada candi tertentu dihiasi figur penjaga
seperti dwarapala.
▪ Pada bagian tengah alas candi, tepat di bawah ruang utama biasanya
terdapat sumur yang didasarnya terdapat pripih (peti batu). Sumur ini
biasanya diisi sisa hewan kurban yang dikremasi, lalu diatasnya
diletakkan pripih.

» Tubuh candi adalah bagian tengah candi yang berbentuk kubus yang dianggap
sebagai dunia antara atau bhuwarloka. Pada konsep Buddha disebut rupadhatu.
Yaitu menggambarkan dunia tempat manusia suci yang berupaya mencapai
pencerahan dan kesempurnaan batiniah.

Bagian – bagiantubuhcandi:

▪ Pada bagian depan terdapat gawang pintu menuju ruangan dalam candi.
Gawang pintu candi ini biasanya dihiasi ukiran kepala kala tepat di atas-
tengah pintu dan diapit pola makara di kiri dan kanan pintu.

▪ Garbagriha, yaitu sebuah bilik (kamar) yang ditengahnya berisi arca


utama, misalnya arca dewa-dewi, bodhisatwa, atau Buddha yang dipuja di
candi itu.

▪ Di bagian luar dinding di ketiga penjuru lainnya biasanya diberi relung-


relung yang berukir relief atau diisi arca. Pada candi besar, relung keliling
ini diperluas menjadi ruangan tersendiri selain ruangan utama di tengah.

▪ Terdapat jalan selasar keliling untuk menghubungkan ruang-ruang ini


sekaligus untuk melakukan ritual yang disebut pradakshina. Pada lorong
keliling ini dipasangi pagar langkan, dan pada galeri dinding tubuh candi
maupun dinding pagar langkan biasanya dihiasi relief, baik yang bersifat
naratif (berkisah) atau pun dekoratif (hiasan).
» Atap candi adalah bagian atas candi yang menjadi simbol dunia atas
atau swarloka. Pada konsep Buddha disebut arupadhatu. Yaitu menggambarkan
ranah surgawi tempat para dewa dan jiwa yang telah mencapai kesempurnaan
bersemayam.Terdiri dari tiga tingkatan yang semakin atas semakin kecil
ukurannya. Sedangkan atap langgam Jawa Timur terdiri atas banyak tingkatan
yang membentuk kurva limas yang menimbulkan efek ilusi perspektif yang
mengesankan bangunan terlihat lebih tinggi. Pada puncak atap
dimahkotai stupa, ratna, wajra, atau lingga semu. Pada candi-candi langgam
Jawa Timur, kemuncak atau mastakanya berbentuk kubus atau silinder dagoba.
Pada bagian sudut dan tengah atap biasanya dihiasi ornamen antefiks, yaitu
ornamen dengan tiga bagian runcing penghias sudut. Kebanyakan dinding
bagian atap dibiarkan polos, akan tetapi pada candi-candi besar, atap candi ada
yang dihiasi berbagai ukiran, seperti relung berisi kepala dewa-dewa, relief
dewa atau bodhisatwa, pola hias berbentuk permata atau kala, atau sulur-sulur
untaian roncean bunga.

PENGARUH BUDHA TERHADAP ARSITEKTUR

A. CANDI BOROBUDUR
SEJARAH BANGUNAN

Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu


ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan
wangsa Syailendra di Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi
Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan
waktu 75 - 100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa
pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.Wangsa Sailendra diketahui
sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi
melalui temuan prasasti Sojomertomenunjukkan bahwa mereka mungkin
awalnya beragama Hindu Siwa. Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai
candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada
tahun 732 M, raja Siwa Sanjayamemerintahkan pembangunan bangunan
suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya
10 km (6,2 mi) sebelah timur dari Borobudur. Candi Buddha Borobudur
dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan candi-candi
di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah
rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya
pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.Pembangunan candi-
candi Buddha termasuk Borobudur saat itu dimungkinkan karena pewaris
Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk
membangun candi. Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya,
Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha(komunitas
Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun
untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara.
TAHAPAN PEMBANGUNAN CANDI BOROBUDUR

Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah


stupa tunggal yang sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa
raksasa yang luar biasa besar dan berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi
sehingga arsitek perancang Borobudur memutuskan untuk membongkar stupa
raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil dan satu stupa induk
seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan Borobudur:

1. Tahap pertama: Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti


(diperkirakan kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas bukit
alami, bagian atas bukit diratakan dan pelataran datar diperluas.
Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit,
bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga
menyerupai cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit
ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun tata susun
bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi
kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar.
Dibangun tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida
berundak.
2. Tahap kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu
undak melingkar yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang
sangat besar.

3. Tahap ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran


dengan stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak
lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris melingkar pada
pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di
tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki
tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief
Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula
dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-
batur teras bujur sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat
sehingga mendorong struktur bangunan condong bergeser keluar. Patut
diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan
pada bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga
Borobudur terancam longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk
membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya
dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil
berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding
candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang
membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi
bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan
runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga pada
bagian Kamadhat.

4. Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief,


penambahan pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung
atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.

Borobudur kembali menarik perhatian pada 1885, ketika Yzerman, Ketua


Masyarakat Arkeologi di Yogyakarta, menemukan kaki tersembunyi. Foto-foto
yang menampilkan relief pada kaki tersembunyi dibuat pada kurun 1890–1891.
Penemuan ini mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengambil langkah
menjaga kelestarian monumen ini. Pada 1900, pemerintah membentuk komisi
yang terdiri atas tiga pejabat untuk meneliti monumen ini: Brandes, seorang
sejarawan seni, TheodoorvanErp, seorang insinyur yang juga anggota tentara
Belanda, dan Van deKamer, insinyur ahli konstruksi bangunan dari Departemen
Pekerjaan Umum.Pemugaran kecil-kecilan dilakukan sejak itu, tetapi tidak cukup
untuk memberikan perlindungan yang utuh. Pada akhir 1960-an,Pemerintah
Indonesia telah mengajukan permintaan kepada masyarakat internasional untuk
pemugaran besar-besaran demi melindungi monumen ini. Pada 1973, rencana
induk untuk memulihkan Borobudur dibuat. Pemerintah Indonesia
dan UNESCO mengambil langkah untuk perbaikan menyeluruh monumen ini
dalam suatu proyek besar antara tahun 1975 dan 1982. Pondasi diperkukuh dan
segenap 1.460 panel relief dibersihkan. Pemugaran ini dilakukan dengan
membongkar seluruh lima teras bujur sangkar dan memperbaiki sistem drainase
dengan menanamkan saluran air ke dalam monumen. Lapisan saringan dan
kedap air ditambahkan. Proyek kolosal ini melibatkan 600 orang untuk
memulihkan monumen dan menghabiskan biaya total sebesar 6.901.243 dollar
AS. Setelah renovasi, UNESCO memasukkan Borobudur ke dalam daftar Situs
Warisan Dunia pada tahun 1991. Borobudur masuk dalam kriteria Budaya (i)
"mewakili mahakarya kretivitas manusia yang jenius", (ii) "menampilkan
pertukaran penting dalam nilai-nilai manusiawi dalam rentang waktu tertentu di
dalam suatu wilayah budaya di dunia, dalam pembangunan arsitektur dan
teknologi, seni yang monumental, perencanaan tata kota dan rancangan
lansekap", dan (iii) "secara langsung dan jelas dihubungkan dengan suatu
peristiwa atau tradisi yang hidup, dengan gagasan atau dengan kepercayaan,
dengan karya seni artistik dan karya sastra yang memiliki makna universal yang
luar biasa.
Borobudur merupakan mahakarya seni rupa Buddha Indonesia, sebagai
contoh puncak pencapaian keselarasan teknik arsitektur dan estetika seni rupa
Buddha di Jawa. Bangunan ini diilhami gagasan dharma dari India, antara
lain stupa, dan mandala, tetapi dipercaya juga merupakan kelanjutan unsur
lokal; struktur megalitik punden berundak atau piramida bertingkat yang
ditemukan dari periode prasejarah Indonesia. Sebagai perpaduan antara
pemujaan leluhur asli Indonesia dan perjuangan mencapai Nirwana dalam
ajaran Buddha.Pada hakikatnya Borobudur adalah sebuah stupa yang bila dilihat
dari atas membentuk pola Mandala besar. Mandala adalah pola rumit yang
tersusun atas bujursangkar dan lingkaran konsentris yang
melambangkan kosmos atau alam semesta yang lazim ditemukan dalam Buddha
aliran Wajrayana-Mahayana. Sepuluh pelataran yang dimiliki Borobudur
menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana yang secara bersamaan
menggambarkan kosmologi yaitu konsep alam semesta, sekaligus tingkatan
alam pikiran dalam ajaran Buddha.Bagaikan sebuah kitab, Borobudur
menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk
mencapai kesempurnaan menjadi Buddha. Dasar denah bujur sangkar
berukuran 123 meter (404 ft) pada tiap sisinya. Bangunan ini memiliki sembilan
teras, enam teras terbawah berbentuk bujur sangkar dan tiga teras teratas
berbentuk lingkaran.

Pada tahun 1885, secara tidak disengaja ditemukan struktur tersembunyi di kaki
Borobudur.Kaki tersembunyi ini terdapat relief yang 160 di antaranya adalah
berkisah tentang Karmawibhangga. Pada relief panel ini terdapat ukiran aksara
yang merupakan petunjuk bagi pengukir untuk membuat adegan dalam gambar
relief.Kaki asli ini tertutup oleh penambahan struktur batu yang membentuk
pelataran yang cukup luas, fungsi sesungguhnya masih menjadi misteri. Awalnya
diduga bahwa penambahan kaki ini untuk mencegah kelongsoran
monumen.Teori lain mengajukan bahwa penambahan kaki ini disebabkan
kesalahan perancangan kaki asli, dan tidak sesuai dengan Wastu Sastra, kitab
India mengenai arsitektur dan tata kota.Apapun alasan penambahan kaki ini,
penambahan dan pembuatan kaki tambahan ini dilakukan dengan teliti dengan
mempertimbangkan alasan keagamaan, estetik, dan teknis.

Ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha adalah:

Kamadhatu Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang


masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar
tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi
candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160
panel cerita Karmawibhangga yang kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur
tambahan di sudut tenggara disisihkan sehingga orang masih dapat melihat
beberapa relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan yang
menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000 meter kubik.

Rupadhatu Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada
dindingnya dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya
berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300 gambar
relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif.
Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi
masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam
antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini
patung-patung Buddha terdapat pada ceruk atau relung dinding di atas pagar
langkan atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di dalam relung-relung
terbuka di sepanjang sisi luar di pagar langkan.Pada pagar langkan terdapat
sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan dari ranah
Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling rendah dimahkotai
ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan diatasnya
dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya akan
hiasan dan ukiran relief.

Arupadhatu Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan


relief, mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini
dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah
lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana
manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun
belum mencapai nirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa kecil
berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi satu stupa
besar sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun dalam 3
teras lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72 stupa).
Dua teras terbawah stupanya lebih besar dengan lubang berbentuk belah
ketupat, satu teras teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya berbentuk
kotak bujur sangkar. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang
ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu
masih tampak samar-samar. Rancang bangun ini dengan cerdas menjelaskan
konsep peralihan menuju keadaan tanpa wujud, yakni arca Buddha itu ada
tetapi tak terlihat.

Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud yang


sempurna dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa
digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah
ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga Buddha yang
tidak rampung, yang disalahsangkakan sebagai patung 'Adibuddha', padahal
melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung di dalam stupa utama,
patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman
dahulu. Menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya
memang tidak boleh dirusak.

STRUKTUR BANGUNAN

Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit diangkut dari tambang batu dan
tempat penatahan untuk membangun monumen ini. Batu ini dipotong dalam
ukuran tertentu, diangkut menuju situs dan disatukan tanpa menggunakan
semen. Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan
sistem interlock(saling kunci) yaitu seperti balok-balok lego yang bisa menempel
tanpa perekat. Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan dan lubang yang tepat
dan muat satu sama lain, serta bentuk "ekor merpati" yang mengunci dua blok
batu. Relief dibuat di lokasi setelah struktur bangunan dan dinding rampung.

Monumen ini dilengkapi dengan sistem drainase yang cukup baik untuk wilayah
dengan curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah genangan dan kebanjiran, 100
pancuran dipasang disetiap sudut, masing-masing dengan rancangan yang unik
berbentuk kepala raksasa kala atau makara.Borobudur amat berbeda dengan
rancangan candi lainnya, candi ini tidak dibangun di atas permukaan datar,
tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik pembangunannya serupa dengan
candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan
seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan
jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi
tingkat. Secara umum rancang bangun Borobudur mirip
dengan piramida berundak. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan
melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Borobudur
mungkin pada awalnya berfungsi lebih sebagai sebuah stupa, daripada kuil atau
candi. Stupa memang dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk memuliakan
Buddha. Terkadang stupa dibangun sebagai lambang penghormatan dan
pemuliaan kepada Buddha. Sementara kuil atau candi lebih berfungsi sebagai
rumah ibadah.
Struktur bangunan dapat dibagi atas tiga bagian: dasar (kaki), tubuh, dan
puncak. Dasar berukuran 123×123 m (403.5 × 403.5 ft) dengan tinggi 4 meter
(13 ft). Tubuh candi terdiri atas lima batur teras bujur sangkar yang makin
mengecil di atasnya. Teras pertama mundur 7 meter (23 ft) dari ujung dasar
teras. Tiap teras berikutnya mundur 2 meter (6,6 ft), menyisakan lorong sempit
pada tiap tingkatan. Bagian atas terdiri atas tiga teras melingkar, tiap tingkatan
menopang barisan stupa berterawang yang disusun secara konsentris. Terdapat
stupa utama yang terbesar di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35
meter (115 ft) dari permukaan tanah. Tinggi asli Borobudur termasuk chattra
(payung susun tiga) yang kini dilepas adalah 42 meter (138 ft) .

Tangga terletak pada bagian tengah keempat sisi mata angin yang
membawa pengunjung menuju bagian puncak monumen melalui serangkaian
gerbang pelengkung yang dijaga 32 arca singa. Gawang pintu gerbang dihiasi
ukiran Kala pada puncak tengah lowong pintu dan ukiran makara yang menonjol
di kedua sisinya. Motif Kala-Makara lazim ditemui dalam arsitektur pintu candi
di Jawa. Pintu utama terletak di sisi timur, sekaligus titik awal untuk membaca
kisah relief. Tangga ini lurus terus tersambung dengan tangga pada lereng bukit
yang menghubungkan candi dengan dataran di sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai