Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
kelompok 10
1. Iqbal Rozaqi (1805026062)
2. Alvin Naja (1805026096)
3. Lu’luk Salsabila (1805026105)
4. Diana Putri Lestari (1805026106)
5. Olfy Trisna W (1805026124)
6. Nikmatul Ikmawati (1805026134)
S1 EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun nonmateri.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Sehingga untuk kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun menambah
isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 2
A. Pengertian ‘Ariyah ....................................................................................................... 2
B. Rukun dan Syarat ‘Ariyah ........................................................................................... 2
C. Sifat-sifat Akad ‘Ariyah ............................................................................................... 3
D. Ayat dan Hadist tentang ‘Ariyah ................................................................................. 5
E. Jenis-jenis Akad ‘Ariyah.............................................................................................. 6
F. Berakhirnya Akad ‘Ariyah ........................................................................................... 9
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 10
A. Simpulan ...................................................................................................................... 10
B. Saran ............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah tidak asing lagi kata istilah pinjam-meminjam dalam kehidupan sehari-hari kita.
Pada asalnya, manusia adalah makhluk social yang tidak bisa hidup tanpa kemasyarakatan.
Hidup dimuka bumi ini pasti selalu melakukan yang namanya kegiatan ekonomi dalam
kehidupan sehari-hari.
Bertransaksi sana-sini untuk menjalankan kehidupan dan tanpa kita sadari pula kita
melakukan yang namanya ‘Aariyyah (pinjam-meminjam). Pinjam meminjam kita lakukan
baik itu barang, uang ataupun lainnya. Terlebih saat ini banyak kejadian pertikaian ataupun
kerusuhan di masyarakat dikarenakan pinjam meminjam. Dan tidak heran kalau hal ini
menjadi persoalan setiap masyarakat dan membawanya ke meja hijau. Hal ini terjadi
dikarenakan ketidak fahaman akan hak dan kewajiban terhadap yang dipinjamkan.
Berbicara mengenai pinjaman (‘Aariyyah), penulis berminat untuk membahas tuntas
mengenai ‘Aariyyah itu sendiri dari pengertian, hukum, syarat, rukun, macam-macam,
kewajiban dan lainnya mengenai pinjam meminjam (‘Aariyyah) agar tidak ada kesalah
pahaman mengenai pinjam meminjam ini.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep dasar tentang pinjaman (‘ariyah)?
b. Apa saja ayat dan hadist tentang pinjaman (‘ariyah)?
c. Jenis-jenis akad ‘ariyah dan berakhirnya akad ‘ariyah?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk menjelaskan tentang konsep dasar pinjaman (‘ariyah).
b. Untuk menjelaskan tentang ayat dan hadist pinjaman (‘ariyah).
c. Untuk menjelaskan tentang jenis-jenis dan berakhirnya akad ‘ariyah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ariyah
Menurut etimologis, al-‘ariyah berarti sesuatu yang dipinjam, pergi, dan kembali atau
beredar. Adapun menurut terminologis fiqh ada beberapa pengertian yang didefinisikan
oleh para ulama’:1
Menurut Hanafiyah, ‘ariyah ialah: kepemilikan atas manfaat secara cuma-cuma,
menurut malikiyah, Ariyah ialah:Memiliki manfaat dalam waktu tertentu dengan tanpa
imbalan, Menurut syafi’iyah, ‘Ariyah adalah: “Kebolehan mengambil manfaat dari
sesorang yang membebaskannya,apa yang mungkin untuk dimanfaatkan, serta tetap zat
barangnya supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.”, menurut Hanbaliyah, Ariyah
ialah: “kebolehan memanfaatkan suatu zat barang tanpa imbalan dari peminjam atau yang
lainnya.”
Dari definisi yang diungkapkan oleh para ulama mazhab tersebut dapat disimpulkan
bahwa, ‘ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat barang-barang yang diberikan oleh
pemiliknya kepada orang lain dengan tanpa di ganti atau secara Cuma-Cuma (gratis). Bila
diganti dengan sesuatu atau ada imbalannya, hal itu tidak dapat disebut ariyah.
B. Rukun dan Syarat ‘Ariyah
Rukun-rukun ‘ariyah :
1. Pemberi pinjaman (mu’ir)
2. Penerima pinjaman (musta’ir)
3. Objek atau barang pinjaman (al-‘ariyah\al-musta’ar)
4. Pernyataan akad pinjam-meminjam barang (shighat ‘aqad al-I’arah)
Syarat-syarat ‘ariyah :
1. Pemberi pinjaman
Sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-muhtaj, harus orang yang berakal (cakap
hukum). Akad I’arah tidak sah jika dilakukan oleh orang gila atau bayi yang belum
cakap hukum (ulama hanafiyah tidak mensyaratkan dewasa {al-bulugh} bagi pemberi
pinjaman. Ulama lain mensyaratkan bahwa pemebri pinjaman harus pihak yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan tabarru’ (kebajikan) tanpa paksaan karena
1
Mardiani,Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta:2013)Prenadamedia Group, Hlm 32
2
akad al-‘iarah merupakan bagian dari kebajikan yang akadnya tidak sah jika dilakukan
oleh pihak yang belum cakap hokum (anak kecil, orang dungu,orang bangkrut (muflisi),
dan orang yang sedang berada dibawah pengampunan.
2. Penguasaan (al-qabdh) objek pinjaman, akad al ‘iarah
Sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-bada’i al-shana’i, merupakan bagian dari
akad yang bersifat kebajikan (al tabarru’). Akad yang termasuk domain akad tabarru’
tidak empunyai kekuatan hokum (al-tsubut), kecuali setelah adnya penguasaan objek
akad oleh penerima. Dalam hal ini, akad ‘iarah akan mempunyai kekuatan hokum jika
al-musta’ar sudah dikuaai oleh penerima pinjaman (al-musta’ir).
3. Objek pinjaman (al-musta’ar)
Sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-bada’I al-shani’i, harus termasuk benda
atau barang isti’mali (bukan barang konsuymtif [istihlaki]). Oleh karena itu, barang
pinjaman haruslah benda yang dapat diambil manfaatnya tanpa merusak zatnya
(sebagaimana syarat objek wakaf [mauquf bih]) dalam akad wakaf). Dalam kitab
mughni al-muhtaj dijelaskan tentang keputusan ulama menegnai syarat sahnya akad
‘iarah atas setiap barang yang dapat dimanfaatkan serta kekal zatnya, seperti
meminjamkan rumah, tanah, pakaian, kendaraan, dan perkakas. Akan tetapi, hukum
akad ‘iarah dapat berubah karena kondisi sehingga diharamkan meminjamkan senjata
dan kuda kepada musuh(kafir harbi), diharamkan pula meminjamkan mushaf Al-
Qur’an kepada orang kafir serta meminjamkan binatang buruan kepada orang yang
sedang ihram.2
C. Sifat-sifat Akad ‘Ariyah
Akad ‘ariyah merupakan akad yang bersifat tabarru’ karena dalam akad ini pemilik
barang yang dipinjamkan tidak memperoleh imablan atas manfaat barang pinjaman yang
diterima pihak peminjam. Karenanya, ulama berbeda pendapat, diantaranya :3
1. Ulama’ Hanafiyah dan Syafi’iah sepakat bahwa akad ‘iarah boleh dilakukan tanpa
batas jangka waktu penggunaan barang pinjaman. Konsekuensinya adalah bahwa pihak
yang meminjamkan boleh meminta kembali barang pinjaman kepada peminjam kapan
saja, baik akad ‘iarah nya bersifat mutlak maupun bersifat terbatas, baik peminjam
2
Ibid, hlm 36.
3
Ibid, hlm 47.
3
sudah mengambil manfaat barang pinjaman maupun belum. Dalil yang digunakan
adalah hadist riwayat Imam Abu Dawud Al Tirmidzi Dari Umamah Dan Ibn Abbas.
Rasulullah S.A.W Bersabda :
العامله مودة والميحة مردودة والدين مقدى ورعيم غاريم
“pinjaman harus dikembalikan (kepada pemiliknya) manihah harus dikembalikan
kepada pemberinya, utang harus dilunasi, dan penjamin merupakan pihak yang
berhutang”.
2. Ulama’ Malikiyah berpendapat bahwa pemberi pinjaman tidak boleh meminta kembali
barang pinjaman, kecuali setelah peminjam mengambil manfaat barang pinjaman.
Apabila pinjaman bersifat terbatas (waktu), pihak yang meminjamkan tidak boleh
mengambil barang pinjaman sebelum jangka waktunya selesai. Jika tidak berbatas
waktu, pemberi pinjaman harus mengikuti jangka waktu yang bersifat umum. Al-
dardir, dalam kitab al-syahr al-kabir, sebagaimana dijelaskan pula dalam kitab bidayat
al-mujtahid, berpendapat bahwa pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang
mengatakan bahwa pemberi pinjaman boleh meminta kembali barng pinjaman kapan
saja.
3. Ualam’ Hanafiyah menganalisis pinjaman tanah dari segi sifat akad ‘iarah : terikat
(muqayyad) atau tidak terikat (muthlaq). Apabila tanah yang dipinjamkan bersifat tidak
terikat(muthlaq/muthlaqah), pemberi pinjaman dapat mengambil kembali pinjaman
kapan saja dan peminjam wajib mencabut pohon yang ditanamnyadan/meruntuhkan
bangunan yang didirikannya. Pemebri pinjaman tidak harus membayar ganti rugi atas
pencabutan pohon dan atau rusaknya bangunan peminjam. Sebaliknya apabila
pinjaman tanah bersifat terbatas (misalnya berbatas waktu atau panen), pemebri
pinjaman tetap boleh meminta kembali barang pinjaman sebelum waktu yang
disepakati berakhir. Akan tetap, perbuatan tersebut tercela(makruh) karena termasuk
pelanggaran terhadap janji. Dalam pinjaman terbatas, pemberi pinjaman tidak boleh
memaksa peminjam untuk menghancurkan bangunan dan atau mencabut pohon yang
ditanam diatas tanah pinjaman.
Apabila peminjam ingin mengambil kembali tanah yang dipinjamkannya secara
terbatas sebelum waktu yang disepakati berakhir, berlaku ketentuan berikut:
4
a. Peminjam boleh meminta ganti rugi kepada pemberi pinjaman atas bangunan
yang didirikannya dan atau pohon yang ditanamnya karena pemberi pinjaman
dianggap telah menyalahi janji atau penipuan atas kesepakatan jangka maupun
pinjaman.
b. Peminjam boleh mencabut pohon yang ditanamnya atau memindahkan
(termasuk mengahncurkan) bangunan yang dibuatnya jika pencabutan atau
penghancuran bangunan tersebut tidak merusak tanah pinjaman, pemberi
pinjaman punya hak pilih (khiyar). Pemberi pinjaman boleh membeli pohon
atau bangunan tersebut atau mebiarkannya dicabut serta
dipindahkan/dihancurkan. Sedangkan Al-Qudri berpendapat bahwa pemebri
pinjaman harus membayar ganti rugi kepada peminjam karena pemberi
pinjaman telah melakukan penipuan (Maghrur) kepada peminjam.
Diskusi mengenai peminjaman tanah untuk bercocok tanam dianalisis dari
segi jenis tanamannya, antara lain:
1. Apabila tanah digunakan bercocok tanam di sektor pertanian (padi, cabe,
bawang, atau kacang), ulama hanafiyah, sebagaimana dijelaskan dalam
Kitab Al-Mabsuth Dan Hasyiyah Ibn Abidin, berpendapat bahwa pemberi
pinjaman tidak boleh mengambil kembali tanah pinjaman sebelum panen
(baik pinjaman bersifat terikat maupun mutlak).
2. Apabila tanah pinjaman digunakan untuk bercocok tanam tanaman keras,
pemberi pinjaman boleh meminta tanah pinjaman kapan saja dan boleh
memaksa peminjam untuk mecabut / menebang pohon yang ditanamnya.
D. Ayat dan Hadist tentang ‘Ariyah
Hukum ‘Ariyah
Hukumnya mustahabbah (dianjurkan), sebagaimana firman-Nya Ta’ala:
َ ون ا ْل َماع
ُون َ ُون َويَ ْمنَع َ ون الَّذ
َ ِين ُه ْم يُ َرا ُء َ ص ََلتِ ِه ْم
َ سا ُه َ الَّذ
َ ِين ُه ْم عَن
“(Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya. Dan enggan
(menolong dengan) barang berguna.” [Al-Maa’uun: 5-7]
4
Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6577), (IV/38, no. 2074)], Ahmad (II/407), Sunan at-
Tirmidzi (V/28, no. 2646), Sunan Ibni Majah (I/82, no. 225).
5
Mardani, Fikih Mu’amalah akad Tabarru’(Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2017) hlm.38.
6
Yang dimaksud adalah akad pinjaman yang disertai kejelasan ataukerpastian
mengenai apakah pemin jam akan menggunakan barang pinjaman oleh dan untuk
dirinya sendiri atau untuk pihak lain. Adanya kesepakatan mengenai cara pemanfaatan
barang pinjaman atau adanya pembatasan waktu dan tempat penggunaan barang
pinjaman.
Perincian pinjaman terbatas antara lain :
1. Jika disepakati bahwa barag pinjaman hanya boleh digunakan oleh peminjam,
peminjam hanya boleh menggunakan barang pinjaman untuk dirinya sendiri
(peminjam tidak boleh meminjamkan kepada pihak lain).
2. Jika pemilik barang (yang meminjam ) menentukan waktu atau tempat penggunaan
barang pinjaman. Kemudian peminjam melanggarnya, peminjam wajib
bertanggungjawab dan melakukan ganti rugi apabila terjadi kerusakan barang
pinjaman.
3. Jika pihak yang meminjamkan menentukan batas maksimum atas barang yang boleh
diangkut oleh barang pinjaman (misalnya barang pinjaman berupa kendaraamn atau
kuda) kemudian peminjam melanggarnya, peminjam wajib bertanggung jawab dan
melakukan ganti rugi apabila terjadi kerusakan barang pinjaman.
4. Jika pihak yang meminjamkan menentukan batas mengenai kondisi daerah
(tempat)yang boleh dilewati atau tempat penyimpanannya. Jika peminjam
melanggarnya, maka peminjambertanggung jawab atas kerusakan barang tersebut.
6
Jamaludin, Konsekuensi akad Al-ariyah dalah Fiqih Mu’amalah Maliyah Perspektif Ulama
Madzhab Al-Arba’ah.Vol.2.No.2.hlm 9.
7
peminjam tidak harus bertanggung jawab atas rusak/hilangnya barang karena disewakan
atau dipinjamkan (ulang) yang dilakukan atas izin dari pemiliknya.
2. ‘Ariyah Amanah.
Barang pinjaman yang bersifat amanah bagi peminjam. Oleh karena itu peminjam
tidak wajib mengganti barang pinjaman yang rusak atau hilang karena kelalaian. Dalam
kitab al-Bada'i al-Shama'i dijelaskan tentang wajibnya peminjam mengganti atau
membayar harga karena rusak atau hilangnya barang pinjaman dalam kondisi berikut :
a. Peminjam secara sengaja menghilangkan barang pinjaman.
b. Lalai dalam menjaga barang pinjaman pada saat dimanfaatkan atau
disewakan.
c. Menggunakanya untuk sesuatu yang tidak disepakati (mukhalafat al-syuruth)
atau untuk suatu penggunaan yang tidak umum untuk barang pinjaman
tersebut.
7
Jamaludin, Konsekuensi akad Al-ariyah dalah Fiqih Mu’amalah Maliyah Perspektif Ulama
Madzhab Al-Arba’ah.Vol.2.No.2.hlm 12.
8
terikat, maka pemberi pinjaman dapat mengambil kembali kapan saja dan
peminjam wajib mencbut pohin yang ditanamnya, dan atau meruntuhkan bangunan
yang didirikan diatasnya.
F. Berakhirnya Akad ‘Ariyah
‘Ariyah berakhir disebabkan oleh sebagai berikut:
1. Salah satu pihak menjadi tidak lagi cakap hukum untuk melakukan akad ‘ariyah.
2. Diketahui bahwa salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak tasharruf.
3. Adanya penipuan terhadap keadaan barang.
4. Barang dikendalikan oleh yang meminjam.
5. Biaya perawatan dan pengembalian barang pinjaman.8
Apabila barang pinjaman membutuhkan biaya perawatan atas nafkah seperti rumah,
motor, mobil, dll., maka tanggung jawab biaya dibebankan kepada pemilik barang
pinjaman, baik mu’ir sendiri atau pemilik barang yang menyewakan kepada mu’ir. Sebab,
biaya tersebut secara hukum menjadi tanggung jawab pemilik barang, dan tidak boleh
dibebankan kepada musta’ir, sebab akad ‘ariyah adalah akad yang bersifat non-komersial
(tabarru).
8
Osmala Dewi, Aspek-aspek Hukum...., Loc, cit,. Hlm, 28-29.
9
BAB III
PENUTUPAN
A. Simpulan
B. Saran
Menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan teliti dalam penulisan makalah. Untuk itu penulis sangat
mengharap kritik dan saran sehingga di harapkan dalam penyusunan makalah selanjutnya
akan menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah¸ Edisi Pertama, (Jakarta: PT. Fajar Interpratama Mandiri),
2012.
Mubarok, Jaih, Fikih Mu’amalah Maliyyah Akad tabarru’, (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media), 2017.
Jamaludin, Konsekuensi akad Al-ariyah dalah Fiqih Mu’amalah Maliyah Perspektif
Ulama Madzhab Al-Arba’ah.Vol.2.No.2
10