Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KIMIA ORGANIK

ALKIL HALIDA

Disusun Oleh:
Gessy Tri Priyanti
F1C118014

Dosen Pengampu:
Dr. Yusnelti, M.Si.

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas nikmat dan
karunia-Nya lah saya dapat menyusun makalah dengan judul “Alkil Halida” ini
hingga selesai. Sholawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan alam
nabi besar Muhammad saw beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Makalah ini saya susun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah kimia
organik yang berjudul alkil halida. Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna untuk itu saya minta kritik dan sarannya guna memperbaiki pembuatan
makalah kedepannya.
Terima kasih atas segala bantuan dan perhatiannya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembacanya. Sekian yang bisa saya sampaikan,
wassalamualaikum wr.wb.

Jambi, 8 November 2019


`
Penyusun,

Gessy Tri Priyanti


F1C118014
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Senyawa organohalogen bersifat racun (toxic) dan harus digunakan
dengan hati-hati. Misalnya, pelarut-pelarut karbon tetraklorida (CCl4) dan
kloroform (CHCl3) mengakibatkan kerusakan hati bila dihirup berlebihan.
Insektisida yang mengandung halogen-halogen (seperti DDT) digunakan
secara meluas dalam pertanian, namun pengguanaan itu merosot akhir-akhir
ini karena efek yang merusak lingkungan. Dipihak lain beberapa senyawa
halogen tampaknya sangat aman dan beberapa digunakan sebagai pematirasa
hirupan. Contoh anestetika ini adalah halotana (CF3CHBrCl) dan metoksi
flurana (CH3OCF2CHCl2).
Senyawa yang mengandung hanya karbon, hydrogen, dan suatu atom
halogen dapat dibagi dalam tiga kategori: alkil halida, aril halida (dalam mana
sebuah halogen terikat pada sebuah karbon dari suatu cincin aromatic), dan
halida vinilik (dalam mana sebuah halogen terikat pada sebuah karbon
berikatan rangkap). Berikut ini beberapa contoh:
Alkil halida (RX): CH3I CH3CH2Cl

Iodometana kloroetana

Aril halida (ArX):

Klorobenzena

Br

Halida vinilik: CH2Cl=CHCl CH3CH=CCH3

Kloroetana 2-bromo-2-butena
R telah didefinisikan sebagai lambang umum untuk sebuah gugus alkil. Atom
halogen (F,Cl, Br atau I) dapat diwakili oleh X. Dengan menggunakan
lambang umum maka alkil halida adalah RX.

Senyawa halogen sangat penting karena berbagai sebab. Alkil dan


aril halida sederhana, terutama klorida dan bromida, adalah cikal bakal sintesis
kimia organik. Melalui reaksi subtitusi, yang akan di paparkan dalam bab ini,
halogen dapat digantikan dengan gugus fungsi lain. Halida-halida organik juga
dapat dirubah menjadi senyawa-senyawa jenuh eliminasi. Akhirnya, banyak
senyawa-senyawa organik mempunyai kegunaan praktis, sebagai ansektisida,
herbisida, pencegah api, cairan pembersih dan refrigeran, dan sebagainya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana rumus struktur alkil halida?
2. Bagaimana penggolongan alkil halida?
3. Bagaimana aturan tata nama alkil halida?
4. Apa saja sifat fisika alkil halida?
5. Bagaimana reaksi substitusi nukleofilik?
6. Bagaimana reaksi eliminasi?
7. Bagaimana metode pembuatan alkil halida?
C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat menjelaskan rumus struktur alkil halida.


2. Dapat menentukan penggolongan alkil halida.
3. Dapat menjelaskan aturan tata nama alkil halida.
4. Dapat menjelaskan sifat fisika alkil halida.
5. Dapat menjelaskan tentang reaksi substitusi nukleofilik.
6. Dapat menjelaskan tentang reaksi eliminasi.
D. MANFAAT
Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah:
1. Pembaca bisa memiliki pemahaman lebih tentang alkil halida
2. Pembaca dapat menentukan tatanama dari alkil halida
3. Pembaca dapat mengetahui sifat-sifat alkil halida
4. Pembaca dapat mengetahui tentang reaksi-reaksi alkil halida.
BAB II

PEMBAHASAN

I. Tinjauan Pustaka
Alkil halida adalah turunan hidrokarbon di mana satu atau lebih
hidrogennya diganti dengan halogen. Tiap-tiap hidrogen dalam hidrokarbon
potensil digantikan dengan halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon yang
semua hidrogennya dapat diganti. Senyawa terfluorinasi sempurna yang
dikenal sebagai fluorokarbon, cukup menarik karena kestabilannya pada suhu
tinggi. Alkil halida juga terjadi di alam, meskpiun lebih banyak terjadi dalam
organisme air laut daripada organisme air tawar. Halometana sederhana
seperti CHCl3, CCl4, CBr4, CH3I, dan CH3Cl adalah unsur pokok alga
Hawai Aspagopsi taxiformis. Bahkan ada senyawa alkil halida yang diisolasi
dari organisme laut yang memperlihatkan aktivitas biologis yang menarik.
Sebagai contoh adalah plocamen B, suatu turunan triklorosikloheksana yang
diisolasi dari alga merah Plocamium violaceum, berpotensi seperti DDT
dalam aktivitas insentisidalnya melawan larva nyamuk (Riawan. 1990:190).
Alkil halida dapat mengalami reaksi substitusi dan eliminasi. Dalam
reaksi substitusi alkil halida, halida disebut gugus pergi(leaving group) suatu
istilah yang berarti gugus apa saja yang dapat digeser dari ikatannya dengan
suatu atom karbon. Spesi yang menyerang suatu alkil halida dalam suatu
reaksi substitusi disebut nukleofil, sering dilambangkan dengan Nu-. Dalam
persamaan reaksi di atas, OH- dan CH3O- adalah nukleofil. Umumnya,
sebuah nukleofil ialah spesi apa saja yang tertarik kepada suatu pusat positif;
jadi sebuah nukleofil ialah suatu basa lewis. Kebanyakan nukleofil adalah
anion; namun beberapa molekul polar yang netral, seperti H2O, CH3OH dan
CH3NH2 dapat juga bertindak sebagai nukleofil. Molekul netral ini memiliki
pasangan electron menyendiri yang dapat digunakan untuk membentuk
ikatan sigma. Substitusi oleh nukleofil disebut substitusi nukleofil atau
pergantian nukleofil (Fessenden dan Fessenden. 1982: 170)

A. Struktur Alkil Halida


Senyawa alkil halida merupakan senyawa hidrokarbon baik jenuh
maupun tak jenuh yang satu unsur H-nya atau lebih digantikan oleh unsur
halogen (X = Br, Cl. I).
Struktur Alkil Halida : R-X
Keterangan :
R = senyawa hidrokarbon
X = Br (bromo), Cl (kloro) dan I (Iodo)
Ikatan sigma karbon-halogen terbentuk oleh saling menindihnya
suatu orbital atom halogen dan suatu orbital hibrida atom karbon. Tak dapat
dipastikan mengenai ada tidaknya hibridisasi atom halogen dalam suatu
halida organic, karena sebuah halogen hanya membentuk satu ikatan kovalen
dank arena itu tak terdapat sudut ikatan di sekitar atom ini. Namun, karbon
mengguanakan orbital hibrida yang sama tipenya untuk mengikat halogen,
hydrogen maupun atom karbon lain.
H H sp3
H C C Cl
H H
Sebuah atom F, Cl, atau Br bersifat elektonegatif relative terhadap
karbon. Meskipun keelektronegatifan iod dekat dengan keelektronegatifan
karbon, ion iod mudah dipolarisasi. Oleh karena itu alkil halida bersifat polar.
Suatu atom halogen dalam sebuah senyawa organic adalah suatu gugus
fungsional dan ikatan C-X merupakan letak reaktivitas kimia.

B. Penggolongan alkil halida


Dalam reaksi kimia, struktur bagian alkil dari suatu alkil halida
berperanan. Oleh karena itu perlu diperbedakan empat tipe alkil halida: metal
halida, primer, sekunder, dan tersier.
Suatu metil halida ialah suatu struktur dalam mana satu hydrogen
dari metana telah digantikan oleh sebuah halogen.

Metil Halida:
CH3F CH3Cl CH3Br CH3I
Fluorometana klorometana bromometana
iodometana
Karbon ujung sebuah alkil halida ialah atom karbon yang terikat
pada halogen. Suatu alkil halida primer (1°) (RCH2X) mempunyai satu gugus
alkil terikat pada karbon ujung. Contohnya:
CH3-CH2-CH2-CH2-Cl
Primer
Suatu alkil halida sekunder (2°) (R2CHX) mempunyai dua gugus
alkil yang terikat pada karbon ujung, dan suatu alkil halida tersier (3°)
(R3CX) mempunyai tiga gugu alkil yang terikat pada karbon ujung.
Contohnya:
Alkil halida sekunder (2°):
alkil halida tersier (3°):

C. Tata nama alkil Halida


Dalam system IUPAC, suatu alkil halida diberi nama dengan
suatu awalan halo-. Banyak alkil halida yang lazim, mempunyai nama gugus-
fungsional trivial. Dalam nama-nama gugus alkil disebut lebih dahulu, diikuti
nama halidanya.
Nama IUPAC Nama Trivial Rumus
Klorometana Metal klorida CH3Cl
Diklorometana Metilena klorida CH2Cl2
Triklorometana Kloroform CHCl3
Tetraklorometana Karbon tetraklorida CCl4
Bromometana Metal bromide CH3Br
Iodometana Metal iodide CH3I

D. Sifat Fisika Alkil Halida

1. Titik didih

Titik didih alkil halida lebih tinggi ( dengan jumlah atom C yang sama )
karena berat atom C lebih besar dari berat atom C ataupun H. Pada jumlah
atom C yang sama, titik didih alkil halida meningkat dengan kenaikan
berat molekul. Dengan bertambah panjangnya gugus alkil, maka titik didih
alkil halida semakin tinggi pula. Titik didih alkil halida ( R-X )
Gugus alkil Klorida Bromida Iodida

BM = 35.5 BM = 79.9 BM = 126,9


Metil -24° C 5° C 42° C
Etil 13° C 38° C 72° C
n-propil 46° C 71° C 102° C

Grafik berikut menunjukkan titik didih dari beberapa alkil halida


sederhana.

Perhatikan bahwa ada tiga dari alkil halida pada gambar yang memiliki titik
didih di bawah suhu kamar (sekitar 20°C). Ketiga alkil halida tersebut akan
berwujud gas pada suhu kamar. Semua alkil halida yang lain kemungkinan
ditemukan dalam wujud cair.

Perlu diingat bahwa:

 satu-satunya metil halida yang berwujud cair adalah iodometana;


 kloroetana merupakan sebuah gas.

Pola-pola titik didih mencerminkan pola-pola gaya tarik antar-molekul.

Gaya-gaya dispersi van der Waals

Gaya tarik ini menjadi lebih kuat apabila molekul lebih panjang dan
memiliki lebih banyak elektron. Ini dapat meningkatkan besarnya dipol-dipol
sementara yang terbentuk. Inilah sebabnya mengapa titik didih meningkat
apabila jumlah atom karbon dalam rantai meningkat. Mari kita ambil contoh
untuk tipe halida tertentu, misalnya klorida. Gaya-gaya dispersi akan menjadi
semakin kuat apabila jumlah atom karbon semakin bertambah dalam rantai
(misalnya dari 1 menjadi 2, 3 dan seterusnya). Dibutuhkan lebih banyak energi
untuk mengatasi gaya dispersi tersebut, sehingga titik didih meningkat.

Semakin meningkatnya titik didih dari klorida ke bromida sampai


ke iodida (utuk jumlah atom karbon tertentu) juga disebabkan oleh semakin
meningkatnya jumlah elektron yang menimbulkan gaya dispersi yang lebih
besar. Sebagai contoh, terdapat lebih banyak elektron dalam iodometana
dibanding yang terdapat dalam klorometana.

Gaya tarik dipol-dipol van der Waals


Ikatan karbon-halogen (selain ikatan karbon-iodin) bersifat polar,
karena pasangan elektron tertarik lebih dekat ke atom halogen dibandng ke
atom karbon. Ini disebabkan karena halogen (kecuali iodin) lebih
elektronegatif dibanding karbon. Ini berarti bahwa selain gaya-gaya dispersi,
ada juga gaya-gaya lain yang ditimbulkan oleh gaya tarik antara dipol-dipol
permanen (kecuali pada iodin).
Besarnya gaya-tarik dipol-dipol akan berkurang apabila ikatan
menjadi semakin tidak polar (misalnya semakin ke bawah mulai dari klorida
sampai bromida terus ke iodida). Meski demikian, titik didih tetap meningkat!
Ini menujukkan bahwa efek gaya tarik dipol-dipol permanen jauh lebih tidak
penting dibanding efek dipol-dipol temporer yang menimbulkan gaya-gaya
dispersi. Besarnya peningkatan jumlah elektron pada iodin melebihi
kehilangan dipol-dipol permanen dalam molekul.

2. Kelarutan Alkil halida


Kelarutan dalam air
Agar alkil halida bisa larut dalam air, maka gaya tarik antara molekul-
molekul alkil halida harus diputus (gaya dispersi van der Waals dan gaya-
tarik dipol-dipol) demikian juga dengan ikatan hidrogen antara molekul-
molekul air. Pemutusan kedua gaya tarik ini memerlukan energi. Energi
akan dilepaskan apabila gaya tarik terbentuk antara alkil halida dengan
molekul-molekul air. Gaya-gaya tarik yang terbentuk ini hanya gaya dispersi
dan gaya tarik dipol-dipol. Kedua gaya ikatan ini tidak sama kuatnya dengan
ikatan hidrogen sebelumnya terdapat dalam air, sehingga energi yang
dilepaskan lebih kecil dibanding yang digunakan untuk memisahkan
molekul-molekul air. Energi yang terlibat tidak cukup banyak sehingga
halogenalkana hanya sedikit larut dalam air.

Kelarutan dalam pelarut-pelarut organik


Alkil halida cenderung larut dalam pelarut organik karena gaya tarik
antar-molekul yang baru terbentuk memiliki kekuatan yang sama dengan
kekuatan ikatan yang diputus dalam halogenalkana dan pelarut.

E. Reaksi Substitusi Nukleofiik


Atom karbon ujung suatu alkil halida mempunyai muatan positif
parsial. Karbon ini rentan terhadap serangan oleh anion dan spesi lain apa saja
yang mempunyai sepasang electron menyendiri dalam kulit luarnya.
Dihasilkan reaksi substitusi yaitu suati reaksi dalam mana satu atom, ion atau
gugus disubstitusikan untuk menggantikan atom, ion atau gugus lain.

Dalam reaksi substitusi alkil halida, halida itu disebut gugus pergi
(leaving group) suatu istilah yang berarti gugus apa saja yang dapat digeser
dari ikatannya dengan suatu atom karbon. Ion halida merupakan gugus pergi
yang baik, karena ion-ion ini merupakan basa yang sangat lemah. Basa kuat
seperti misalnya OH-, bukan gugus pergi yang baik.
Dalam reaksi substitusi alkil halida, ion iodide adalah halida yang
paling mudah digantikan, baru ion bromide dan kemudian klorida. Karena F-
merupakan basa yang lebih kuat daripada ion halida lain dank arena ikatan C-
F lebih kuat daripada ikatan C-X lain. Fluorida bukan gugus pergi yang baik.
Dari segi praktis hanya Cl, Br, dan I merupakan gugus pergi yang cukup baik,
sehingga bermanfaat dalam reaksi-reaksi substitusi. Dengan alasan ini, bila
disebut RX, maka biasanya berarti alkil klorida, bromide dan iodide.
Contoh reaksi substitusi nukleofilik yang terjadi pada gugus karbonil pada
sebuah keton melalui substitusi dengan senyawa bergugus hidroksida. Pada
contoh ini, terbentuk senyawa hemiasetal yang tak stabil. Pada kimia organik
maupun anorganik, substitusi nukleofilik adalah suatu kelompok dasar reaksi
substitusi, dimana sebuah nukleofil yang "kaya" elektron, secara selektif
berikatan dan elektron dengan atau menyerang muatan positif dari sebuah
gugus kimia atau atom yang disebut gugus lepas (leaving group).

Bentuk umum reaksi ini adalah

Nu: + R-X → R-Nu + X:

Dengan Nu menandakan nukleofil, : menandakan pasanga, serta R-X


menandakan substrat dengan gugus pergi X. Pada reaksi tersebut, pasangan
elektron dari nukleofil menyerang substrat membentuk ikatan baru, sementara
gugus pergi melepaskan diri bersama dengan sepasang elektron. Produk
utamanya adalah R-Nu. Nukleofil dapat memiliki muatan listrik negatif
ataupun netral, sedangkan substrat biasanya netral atau bermuatan positif.

Contoh substitusi nukleofilik adalah hidrolisis alkil bromida, R-Br, pada


kondisi basa, dimana nukleofilnya adalah OH− dan gugus perginya adalah Br-.

R-Br + OH− → R-OH + Br−

Reaksi substitusi nukleofilik sangat umum dijumpai pada kimia organik, dan
reaksi-reaksi ini dapat dikelompokkan sebagai reaksi yang terjadi pada karbon
alifatik, atau pada karbon aromatik atau karbon tak jenuh lainnya (lebih
jarang).

Menurut kinetikanya, reaksi substitusi nukleofilik dapat dikelompokkan


menjadi reaksi SN1 dan SN2
Ini adalah contoh dari substitusi nukleofilik.
Karena mekanisme ini melibatkan tubrukan antara kedua spesies dalam
tahapan yang lambat (dalam hal ini, satu-satunya tahapan yang ada) dari
reaksi, maka reaksi ini disebut sebagai reaksi SN2.Jika diminta menunjukkan
keadaan transisi, anda bisa menggambarkan mekanismenya seperti berikut:
Mekanisme ini melibatkan sebuah tahapan ionisasi awal alkil halida:

diikuti dengan serangan yang sangat cepat oleh ion hidroksida terhadap ion
karbonium yang terbentuk:

Ini juga merupakan contoh dari substitusi nukleofilik.

Kali ini, tahapan lambat dari reaksi hanya melibatkan satu spesies, yakni
alkil halida Reaksi ini disebut reaksi SN1.

Mekanisme SN1

Pada tahap pertama, beberapa alkil halida terionisasi menghasilkan sebuah


ion karbonium dan sebuah ion bromida.

Reaksi ini mungkin karena ion karbonium tersier relatif stabil dibandingkan
dengan yang sekunder atau primer. Bahkan demikian, reaksi tetap lambat.
Akan tetapi, ketika ion karbonium terbentuk, dia akan bereaksi segera
ketika bersentuhan dengan molekul air. Salah satu pasangan elektron bebas
pada air tertarik kuat ke arah atom karbon positif, dan bergerak kerahnya
untuk membentuk sebuah ikatan baru.

Kecepatan reaksi akan ditentukan oleh seberapa cepat alkil halida


terionisasi. Karena tahapan awal yang lambat ini hanya melibatkan satu
spesies, maka mekanisme ini disebut sebagai SN1 – substitusi, nukleofilik,
dan satu spesies yang terlibat dalam tahap awal yang lambat.

Air turut ambil bagian pada tehapan cepat dari reaksi, dan karena air adalah
sebuah nukleofil lemah maka tidak berpengaruh signifikan untuk
memperlambat reaksi secara keseluruhan. Laju reaksi ditentukan oleh
ionisasi alkil halida yang lambat. Seperti halnya dengan alkil halida primer,
terdapat sebuah tahapan akhir pada reaksi ini dimana sebuah ion hidrogen
ditransfer dari ion organik ke sebuah molekul air dalam larutan. Apa yag
terjadi persis sama seperti yang terjadi pada alkil halida primer yang
dijelaskan di atas.

F. Reaksi Eliminasi

Pada reaksi eliminasi, molekul senyawa berikatan tunggal berubah


menjadi senyawa berikatan rangkap dengan melepas molekul kecil. Jadi,
eliminasi merupakan kebalikan dari adisi. Contoh: Eliminasi air (dehidrasi)
dari alkohol. Apabila dipanaskan dengan asam sulfat pekat pada suhu sekitar
1800C, alkohol dapat mengalami dehidrasi membentuk alkena.
Reaksi eliminasi kebalikan dari reaksi adisi. Pada reaksi ini
molekul senyawa yang berikatan tunggal (ikatan jenuh) berubah menjadi
senyawa berikatan rangkap (ikatan tak jenuh) dengan melepaskan molekul
yang kecil.

Mekanismenya :

Bila suatu alkil halida diolah dengan suatu basa kuat,dapat terjadi
suatu reaksi eliminasi. Dalam reaksi ini sebuah molekul kehilangan atom-atom
atau ion-ion dari dalam strukturnya. Produk organik suatu reaksi eliminasi
suatu alkil halida adalah suatu alkena. Dalam tipe reaksi eliminasi ini, unsur H
dan X keluar dari dalam alkil halida;oleh karena itu reaksi ini juga disebut
reaksi dehidrohalogenasi.( Awalan de- berarti “minus” atau “hilangnya”).

Adisi dan pasangannya eliminasi merupakan reaksi yang


mengubah jumlah substituen dalam atom karbon, dan membentuk ikatan
kovalen. Ikatan ganda dan tiga dapat dihasilkan dengan mengeliminasi gugus
lepas yang cocok. Seperti substitusi nukleofilik, ada beberapa mekanisme
reaksi yang mungkin terjadi. Dalam mekanisme E1, gugus lepas terlebih
dahulu melepas dan membentuk karbokation. Selanjutnya, pembentukan
ikatan ganda terjadi melalui eliminasi proton (deprotonasi). Dalam mekanisme
E1cb, urutan pelepasan terbalik: proton dieliminasi terlebih dahulu. Dalam
mekanisme ini keterlibatan suatu basa harus ada. Reaksi dalam eliminasi E1
maupun E1cb selalu bersaing dengan substitusi SN1 karena memiliki kondisi
reaksi kondisi yang sama.

Eliminasi E1 Eliminasi E1cb

Eliminasi E2

Mekanisme E2 juga memerlukan basa. Akan tetapi, pergantian


posisi basa dan eliminasi gugus lepas berlangsung secara serentak dan tidak
menghasilkan zat antara ionik. Berbeda dengan eliminasi E1, konfigurasi
stereokimia yang berbeda dapat dihasilkan dalam reaksi yang memiliki
mekanisme E2 karena basa akan lebih memfavoritkan eleminasi proton yang
berada pada posisi-anti terhadap gugus lepas. Oleh karena kondisi dan reagen
reaksi yang mirip, eliminasi E2 selalu bersaing dengan substitusi SN2.
Adisi elektrofilik hidrogen bromide

Kebalikan dari reaksi eliminasi adalah reaksi adisi. Pada reaksi


adisi, ikatan rangkap dua atau rangkap tiga diubah menjadi ikatan rangkap
tunggal. Mirip dengan reaksi substitusi, ada beberapa tipe dari adisi yang
dibedakan dari partikel yang mengadisi. Contohnya, pada adisi elektrofilik
hidrogen bromida, sebuah elektrofil (proton) akan mengganti ikatan rangkap
ganda dan membentuk karbokation, lalu kemudian bereaksi dengan
nukleofil (bromin). Karbokation dapat terbentuk di salah satu ikatan rangkap
tergantung dari gugus yang melekat di akhir. Konfigurasi yang lebih tepat
dapat diprediksikan dengan aturan Markovnikov. Aturan Markovnikov
mengatakan: "Pada adisi heterolitik dari sebuuah molekul polar pada alkena
atau alkuna, atom yang mempunyai keelektronegatifan yang besar, maka
akan terikat pada atom karbon yang mengikat atom hidrogen yang lebih
sedikit."

G. Metode pembuatan haloalkana

Halogenalkana bisa dibuat dari reaksi antara alkena dengan hidrogen halida, akan
tetapi halogenalkana lebih umum dibuat dengan cara mengganti gugus -OH pada
sebuah alkohol dengan atom halogen. Metode inilah yang akan menjadi fokus kita

1. Pembuatan halogenalkana dari alkohol dengan menggunakan hidrogen


halida

Reaksi umum yang terjadi pada proses ini bisa dituliskan sebagai berikut:

a. Pembuatan kloroalkana

Kita bisa membuat kloroalkana tersier dari alkohol yang sesuai dan asam
hidroklorat pekat, tapi untuk membuat kloroalkana primer atau sekunder anda
perlu menggunakan metode yang berbeda karena laju reaksi cukup lambat.

Sebuah kloroalkana tersier bisa dibuat dengan mereaksikan alkohol yang sesuai
dengan asam hidroklorat pekat pada suhu kamar.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Senyawa alkil halida merupakan senyawa hidrokarbon baik jenuh maupun
tak jenuh yang satu unsur H-nya atau lebih digantikan oleh unsur halogen
(X = Br, Cl. I).
Struktur Alkil Halida : R-X
2. Ada 4 penggolongan alkil halida, yaitu metil halida, alkil halida primer,
sekunder dan tersier. Suatu metil halida ialah suatu struktur dalam mana
satu hydrogen dari metana telah digantikan oleh sebuah halogen. Suatu
alkil halida primer (1°) (RCH2X) mempunyai satu gugus alkil terikat pada
karbon ujung. Suatu alkil halida sekunder (2°) (R2CHX) mempunyai dua
gugus alkil yang terikat pada karbon ujung, dan suatu alkil halida tersier
(3°) (R3CX) mempunyai tiga gugu alkil yang terikat pada karbon ujung.
3. Dalam system IUPAC, suatu alkil halida diberi nama dengan suatu awalan
halo-. Banyak alkil halida yang lazim, mempunyai nama gugus-fungsional
trivial. Dalam nama-nama gugus alkil disebut lebih dahulu, diikuti nama
halidanya.
4. Titik didih alkil halida lebih tinggi ( dengan jumlah atom C yang sama )
karena berat atom C lebih besar dari berat atom C ataupun H. Pada jumlah
atom C yang sama, titik didih alkil halida meningkat dengan kenaikan
berat molekul. Dengan bertambah panjangnya gugus alkil, maka titik didih
alkil halida semakin tinggi pula.
5. Spesi yang menyerang suatu alkil halida dalam suatu reaksi substitusi
disebut nukleofil, sering dilambangkan dengan Nu-. Substitusi oleh
nukleofil disebut substitusi nukleofil atau pergantian nukleofil. Menurut
kinetikanya, reaksi substitusi nukleofilik dapat dikelompokkan menjadi
reaksi SN1 dan SN2.
6. Mekanisme reaksi SN2 melibatkan tubrukan antara kedua spesies dalam
tahapan yang lambat (dalam hal ini, satu-satunya tahapan yang ada) dari
reaksi. Reaksi SN1
tahapannya lambat dari reaksi dan hanya melibatkan satu spesies, yakni
alkil halida.

7. Pada reaksi eliminasi, molekul senyawa berikatan tunggal berubah


menjadi senyawa berikatan rangkap dengan melepas molekul kecil.
Eliminasi merupakan reaksi yang mengubah jumlah substituen dalam atom
karbon, dan membentuk ikatan kovalen. Dalam mekanisme E1, gugus
lepas terlebih dahulu melepas dan membentuk karbokation. Selanjutnya,
pembentukan ikatan ganda terjadi melalui eliminasi proton (deprotonasi).
Dalam mekanisme E1cb, urutan pelepasan terbalik: proton dieliminasi
terlebih dahulu. Dalam mekanisme ini keterlibatan suatu basa harus ada.
Mekanisme E2 juga memerlukan basa. Akan tetapi, pergantian posisi basa
dan eliminasi gugus lepas berlangsung secara serentak dan tidak
menghasilkan zat antara ionik.
B. SARAN
Saran untuk makalah ini adalah karena masih kurangnya sumber
untuk pembuatan makalah maka diperlukan buku-buku maupun jurnal yang
dapat menambah teori untuk makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, Ralp J.,Fessenden, Joan S. 1982. Kimia Organik 1 Edisi Ketiga.


Jakarta:Erlangga.

Petrucci, Ralph H. 1999. Kimia Dasar II. Jakarta : Erlangga.

Riawan, S. 1990. Kimia Organik Edisi 1. Jakarta:/ Binarupa Aksara.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
C. Tujuan ............................................................................................................... 4
D. Manfaat ............................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
I. Tinjauan Pustaka........................................................................................................ 5
II. Isi
A. Struktur Alkil Halida............................................................................................. 5
B. Penggolongan alkil halida ..................................................................................... 6
C. Tata nama alkil halida ........................................................................................... 7
D. Sifat fisika alkil halida .......................................................................................... 7
E. Reaksi substitsi nukleofil ...................................................................................... 10
F. Reaksi Eliminasi ................................................................................................... 13
G. Metode Pembuatan Alkil Halida ........................................................................... 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 17
B. Saran ........................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 19

Anda mungkin juga menyukai