Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH
KELOMPOK 5:
MUFEBRINA (1811311010)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Konsep dasar
Komunikasi Pada Pasien Lansia
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu
kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manafaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
4. Bagaimana komunikasi terapeutik pada pasien lansia?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memahami apa saja konsep dasar komunikasi pada pasien lansia?
2. Memahami bagaimana teknik berkomunikasi yang tepat pada pasien
lansia?
3. Memahami apa saja hambatan yang terjadi dalam komunikasi pada pasien
lansia?
4. Memahami bagaimana komunikasi terapeutik pada pasien lansia?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3. Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan
usia lanjut menjadi empat macam meliputi:
a) Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun
b) Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
c) Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
d) Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun
perubahan-perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya
3
perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologi dan sensorik, perubahan
visual, perubahan pendengaran. Perubahan- perubahan tersebut dapat menghambat
proses penerimaan dan interprestasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini
juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum
lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada tingkat intelegensi, kemampuan
belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap
kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a) Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang
di berikan petugas kesehatan
b) Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima
keliru
c) Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
d) Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan
yang mengikut sertakan dirinya
e) Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur,
terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.
4
c) Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi
dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau
mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun
dengan petugas kesehatan.
d) Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.
5
dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan
tenang bagi klien.
3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi
komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-
pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya
mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena
umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan
untuk kepentingan petugas kesehatan.
4. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis
secara bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini
perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan
mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan
perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini
dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi
beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk
menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan
baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui
atau mangajari klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada
perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi
motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau
mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk
itu bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat
membantu’.
5. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan
pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh
perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama
6
oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta
tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
6. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-
perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila
tidak di sikapai dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi
perawat sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat
berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan
hubungan antara klien dengan petugas kesehatan
7
4. Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan, mengingat
dan respon pada pertanyaan seseorang.
5. Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut
membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
6. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
7. Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling percaya.
8. Gangguan sensoris dalam pendengarannya
9. Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-pesan non-verbal.
10. “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak
orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
11. Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya focus
pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan
lain-lain.
12. Hambatan pada pribadi
Penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek pengobatan dan kondisi patologi,
gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau dimensia, gangguan kontak dengan
realita.
13. Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara
Ribut/berisik, terlalu banyak informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak
orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan
strereotipes
14. Mendominasi pembicaraan
Karakter lansia yang terkadang merasa lebih tua dan mengerti banyak hal
menimbulkan perasaan bahwa ia mengetahui segalanya. Kondisi seperti ini akan
menyebabkan seorang lansia jadi lebih mendominasi pembicaraan atau komunikasi.
Selanjutnya adalah ia tidak akan merasa senang jika lawan bicaranya memotong
pembicaraan yang sedang ia lakukan. Hal ini akan sangat menyulitkan pembicaraan
yang terjadi.
15. Mempertahankan hak dengan menyerang
Kebanyakan lansia memang bersifat agresif. Beberapa dari mereka berusaha
untuk mempertahankan haknya dengan menyerang lawan bicaranya. Komunikasi
8
yang efektif tentunya tidak akan tercapai jika lansia berada dalam kondisi yang
seperti ini. Bahkan meskipun lawan bicara sudah berusaha keras untuk memberikan
pemahaman bahwa ia mendapatkan haknya, namun lansia terkadang tetap merasa
tidak aman sehingga terus melakukan penyerangan pada lawan bicaranya.
16. Cuek
Cuek oleh lansia ditandai dengan sikap menarik diri saat akan diajak berbicara
atau berkomunikasi. Sikap seperti ini biasanya diikuti dengan perasaan menyepelekan
orang lain. Banyak para lansia yang merasa bahwa komunikasi dengan orang yang
lebih muda dibandingkan dengan dirinya adalah satu kegiatan yang sia-sia dan tidak
bermanfaat sehingga ia akan dengan mudah menarik diri dari pembicaraan.
17. Kondisi fisik
Para lansia yang akan diajak berkomunikasi tentunya memiliki keterbatasan fisik
yang membuatnya menjadi kesulitan dalam berkomunikasi.
Banyak masalah yang timbul akibat kondisi fisik yang tidak baik pada lansia.
Misalnya saja jika ia memiliki masalah pada pendengaran, tentunya akan menjadi
masalah juga dalam komunikasi. Lansia tersebut akan membutuhkan alat bantu
dengar agar ia dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar. Jika ia tidak
menggunakan alat bantu dengar, maka lawan bicaranya harus menggunakan suara
keras untuk bisa berbicara dengan lansia tersebut.
Sayangnya hal seperti ini sering disalahartikan oleh lansia sebagai bentuk
penghinaan dengan membentak. Disinilah berbagai masalah baru muncul, maka dari
itu sangat dibutuhkan pengertian dan pemahaman yang baik oleh lawan bicara
terhadap kondisi lansia agar komunikasi yang efektif dapat berjalan dengan baik dan
lancar.
18. Stress
Hal lain yang menjadi hambatan dalam komunikasi dengan lansia adalah depresi
atau tingkat stres yang dialami oleh lansia.
Lansia sangat mudah diserang oleh stres, baik akibat kondisi fisik yang ia alami,
maupun faktor lainnya.
9
Jika seorang lansia sudah menderita stres, maka ia akan selalu mudah marah dan
tidak mau mendengar apapun yang dikatakan oleh orang lain. Kondisi ini hanya bisa
diperbaiki jika sumber dari beban pikirannya telah diatasi.
19. Mempermalukan orang lain di depan umum
Faktor penghambat komunikasi dengan lansia yang satu ini merupakan salah satu
hal yang banyak dihadapi oleh orang yang berkomunikasi dengan lansia. Lansia yang
selalu merasa benar dan tahu segalanya biasanya juga akan mempermalukan orang
lain di depan umum.
Hal ini sering dilakukan untuk menutupi kekurangan yang terdapat dalam diri
mereka sendiri. Jika sudah terjadi, maka biasanya komunikasi akan langsung berhenti
dan tidak lagi dilanjutkan karena lawan bicara sudah merasa tidak nyaman. Meskipun
begitu, kebanyakan lansia menyadari perbuatan mereka ini dan tidak merasa
melakukan kesalahan dalam komunikasi yang dilakukan.
20. Tertidur
Beberapa lansia mengalami masalah dengan sistem saraf mereka sehingga
banyak dari mereka yang mungkin akan tertidur ketika diajak berbicara.
Kelelahan yang amat sangat akan membuat mereka yang tadinya begitu bersemangat
dalam berbicara, tiba-tiba tertidur dan tidak mengetahui apapun ketika bangun. Hal
ini lebih banyak terjadi pada lansia yang memiliki riwayat penyakit demensia atau
Alzheimer. Lansia dengan riwayat penyakit tersebut biasanya lebih mudah tertidur,
bahkan ketika sedang makan sekalipun.
21. Lupa
Lupa adalah salah satu ciri dari seorang lansia. Kebanyakan lansia akan berkali-
kali menanyakan hal yang sama meskipun sudah dijawab berulang kali.
Jika lawan bicaranya tidak sabar, maka komunikasi yang terjadi pun menjadi tidak
lancar. Menjadi sebuah kewajaran dimana lansia menjadi sangat pelupa, sehingga
sangat dibutuhkan pengertian dan kesabaran dari lawan bicara dalam menghadapi
lansia.
10
22. Gangguan penglihatan
Komunikasi pada lansia juga sering terkendala akibat adanya gangguan
penglihatan pada lansia. Gangguan penglihatan yang terjadi bisa berupa rabun jauh,
dekat, atau bahkan sulit melihat.
Beberapa bahasa yang menggunakan bahasa tubuh mungkin tidak akan terlalu
dimengerti jika lansia dalam kondisi seperti ini, maka dari itu diperlukan pengetahuan
yang cukup mengenai kondisi lansia yang diajak berkomunikasi sehingga lawan
bicara mengerti apa yang dibutuhkan lansia agar komunikasi berjalan lancar.
Gangguan penglihatan yang dialami lansia dapat diatasi dengan memberikan
kacamata yang sesuai dengan kondisi matanya. Dengan bantuan alat, maka lansia
akan lebih memahami bahasa tubuh atau komunikasi non verbal yang digunakan oleh
lawan bicaranya.
23. Lebih banyak diam
Lansia yang diajak melakukan komunikasi namun lebih banyak diam biasanya
merupakan jenis lansia yang pasif. Lansia dengan kondisi seperti ini akan
menyerahkan setiap topik dan keputusan dalam sebuah komunikasi pada lawan
bicaranya.
Mereka juga akan sulit untuk dimintai pendapat karena lebih banyak mengiyakan
dan mengikuti apa yang dipikirkan oleh lawan bicara.
24. Cerewet
Bagi kebanyakan orang, lansia adalah pribadi yang cerewet yang dihindari untuk
diajak bicara. Beberapa lansia memang terkesan sangat cerewet.
Hal ini tidak terlepas dari pemikiran mereka untuk selalu menasehati orang yang
lebih muda. Keinginan untuk selalu berbicara juga tidak terlepas dari rasa kesepian
dan kebosanan yang mereka rasakan.
Salah satu cara mengatasi sifat cerewet yang banyak dihindari lawan bicara ini
adalah dengan berusaha menjadi pendengar yang baik. Dengan melihat sikap lawan
bicaranya yang menghargai apa yang ia katakan, maka ia pun akan ikut memberikan
kesempatan pada lawan bicaranya untuk berbicara.
11
25. Mudah marah
Lansia identik dengan berbagai macam penyakit dan komplikasi. Rasa sakit yang
dirasakan tentu saja akan membuatnya tidak nyaman dan menjadi mudah marah,
bahkan meskipun tidak ada penyebabnya.
Rasa mudah marah ini membuat banyak orang menjadi malas untuk melakukan
cara berkomunikasi dengan baik dengan lansia karena akan selalu disalahkan atas
segala sesuatu yang ada.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal yang wajar seiring
dengan menurunnya fungsi fisik dan psikologis klien. Namun sebagai tenaga
profesional kesehatan, perawat dituntut mampu mengatasi keadaan tersebut, untuk itu
perlu adanya tehnik atai tips-tips tertentu yang perlu diperhatikan agar komunikasi
dapat berlangsung efektif, antara lain :
1. Selalu mulai komunikasi dengan mengecek fungsi pendengaran klien
2. Keraskan suara anda jika perlu
3. Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia sehingga dia dapat
melihat mulut anda
4. Atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi
gangguan visual dan auditori. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
5. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya.
Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak
kooperatif.
6. Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang
tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang
tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan
pemahamannya.
7. Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya, gunakan kalimat pendek
dengan bahasa yang sederhana.
8. Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual
9. Serasikan bahasa tubuh anda dengan pembicaraan anda, misalnya ketika
melaporkan hasil tes yang diingingkan, pesan yang menyatakan bahwa berita
12
tersebut adalah bagus seharusnya dibuktikan dengan ekspresi, postur dan nada
suara anda yang menggembirakan ( misalnya dengan senyum, ceria atau tertawa
secukupnya )
10. Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut
11. Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
12. Biarkan dia membuat kesalahan, jangan menegurnya secara langsung, tahan
keinginan anda untuk menyelesaikan kalimat
13. Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkannya
14. Arahkan kesuatu topik pada suatu saat
15. Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam ruangan bersama anda.
Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat
membantu proses komunikasi.
13
e) Kesulitan dalam berkomunikasi pada lanjut usia disebabkan oleh berkurangnya
fungsi organ komunikasi dan perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat
intelegensia, kemampuan belajar, daya memori, dan motivasi klien.
a) Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadiankejadian yang dialami pasien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan
fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan
dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau ditekan progresivitasnya.
Perawatan fisik secara umum bagi pasien lanjut usia dapat dibagi atas dua
bagian, yakni pasien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhan sehari-hari
masih mampu melakukan sendiri; pasien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat
bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat
harus mengetahui dasar perawatan pasien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal
yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan
kesehatannya. Kebersihan perorangan (personal hygiene) sangat penting dalam
usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul
bila keberihan kurang mendapat perhatian.
b) Pendekatan Psikis
Perawat harus mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing, dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan
dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar
para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip “Triple S”,
yaitu sabar, simpatik, dan service. Bila perawat ingin mengubah tingkah laku
14
dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara
perlahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah
pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar dimasa lanjut usia ini mereka
dapat merasa puas dan bahagia.
c) Pendekatan Sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu
upaya perawat dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul
bersama dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka.
Pendekatan sosial ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang
yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam
pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial antara lanjut usia
dan lanjut usia maupun lanjut usia dan perawat sendiri. Para lanjut usia perlu
dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti menonton tv, mendengar radio,
atau membaca majalah dan surat kabar. Dapat disadari bahwa pendekatan
komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan
medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan para pasien lanjut usia.
d) Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya, terutama bila pasien
lanjut usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian. Sehubungan dengan
pendekatan spiritual bagi pasien lanjut usia yang menghadapi kematian, Dr.
Tony Setyabudhi mengemukakan bahwa maut seringkali menggugah rasa takut.
Rasa takut semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti
tidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit atau penderitaan
yang sering menyertainya, kegelisahan untuk tidak kumpul lagi dengan keluarga
atau lingkungan sekitarnya.
Adapun 4 (empat) keharusan yang harus dimiliki oleh seorang perawat,
yaitu pengetahuan, ketulusan, semangat dan praktik. Dalam usaha
berkomunikasi dengan baik, seorang perawat harus mempunyai pengetahuan
yang cukup, sehingga memudahkan dalam melaksanakan tugasnya setiap hari.
15
Untuk ketulusan, jika seseorang telah memutuskan sebagai perawat harus dapat
dipastikan mempunyai ketulusan yang mendalam bagi para pasiennya siapa pun
itu. Semangat serta pantang menyerah harus selalu dikobarkan setiap harinya
agar para pasiennya selalu ikut bersemangat pada akhirnya terutama bagi para
pasien lansia yang terkadang suka merasa dirinya “terbuang” dan “sakit karena
tua”. Sedangkan untuk praktiknya, seorang perawat harus dapat berbicara
komunikatif dengan para pasiennya, sehingga tidak saja hanya jago dalam teori
namun praktiknya pun harus bisa melakukan dengan baik dan benar.
16
Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
Salam terapeutik:
Perawat : “Selamat pagi. Saya Ibu Tri. Apa benar saya dengan Ibu Sofi?”
(mendekat ke arah pasien dan mengulurkan tangan untuk berjabatan tangan).
Pasien menjabat tangan perawat dan menjawab “selamat pagi”.
Evaluasi dan Validasi :
Perawat : “Apa kabar Ibu? Bagaimana perasaan hari ini? Ibu sepertinya tampak
lelah?”
Pasien : “Saya sehat-sehat saja, tidak perlu ada yang dikhawatirkan terhadap diri
saya”.
Perawat : Tersenyum sambil memegang tangan pasien.
Kontrak:
Perawat : “Ibu, saya ingin mendiskusikan masalah kesehatan ibu supaya kondisi
ibu lebih baik dari sekarang”.
Pasien : “Iya, tapi benarkan saya tidak sakit? Saya selalu sehat”.
Perawat : (Tersenyum)...”Nanti kita diskusikan. Waktunya 15 menit saja ya”. “Ibu
mau tempatnya yang nyaman di mana? Baik di sini saja ya”.88
2. Fase Kerja:
(Tuliskan kata-kata sesuai Tujuan dan Rencana yang Akan Dicapai/ Dilakukan)
Perawat : “Saya berharap sementara ini, ibu mau istirahat dulu untuk beberapa
hari di rumah sakit. Batasi aktivitas dan tidak boleh terlalu lelah”.
Pasien : “Saya kan tidak apa-apa... kenapa harus istirahat? Saya tidak bisa hanya
diam/duduk saja seperti ini. Saya sudah biasa beraktivitas dan melakukan tugas-
tugas soasial di masyarakat”.
Perawat : “Saya sangat memahami aktivitas ibu dan saya sangat bangga dengan
kegiatan ibu yang selalu semangat”.
Pasien : (mendengarkan) Perawat : “Ibu juga harus memahami bahwa setiap
manusia mempunyai keterbatasan kemampuan dan kekuatan (menunggu respons
pasien)”.
17
Perawat : “Saya ingin tahu, apa alasan keluarga membawa ibu ke rumah sakit
ini?”
Pasien : “Badan saya panas, mual, muntah dan perut sering kembung. Tapi itu
sudah biasa, tidak perlu ke rumah sakit sudah sembuh”.
Perawat : “Terus, apa yang membuat keluarga khawatir sehingga ibu diantar ke
rumah sakit?” Pasien : “Saya muntah muntah dan badan saya lemas kemudian
pingsan sebentar”.
Perawat : “Menurut pendapat ibu kalau sampai pingsan, berarti tubuh ibu masih
kuat atau sudah menurun kekuatannya?”
Pasien : “Iya, berarti tubuh saya sudah tidak mampu ya, berarti saya harus
istirahat?” Perawat : “Menurut ibu, perlu istirahat apa tidak?”
Pasien : “Berapa lama saya harus istirahat? Kalau di rumah sakit ini jangan
lamalama ya?”
Perawat : “Lama dan tidaknya perawatan, tergantung dari ibu sendiri”. “Kalau ibu
kooperatif selama perawatan, mengikuti anjuran dan menjalani terapi sesuai
program, semoga tidak akan lama ibu di rumah sakit”.
Pasien : “Baiklah saya bersedia mengikuti anjuran perawat dan dokter, dan akan
mengikuti proses terapi dengan baik”.
Perawat : “Terima kasih, ibu telah mengambil keputusan terbaik untuk ibu
sendiri. Semoga cepat sembuh ya”.
3. Fase Terminasi:
Evaluasi subjektif/objektif : “Bagaimana perasaan ibu sekarang?” “Sekarang
Jelaskan kenapa ibu harus istirahat dulu untuk sementara ini!”
Rencana tindak lanjut : “Saya berharap ibu bisa kooperatif selama di rawat. Ibu
harus istirahat dan tidak boleh banyak aktivitas, makan sesuai dengan diet yang
disediakan, dan minum obat secara teratur”.
Kontrak yang akan datang : “Satu jam lagi saya akan kembali untuk memastikan
bahwa Ibu telah menghabiskan makan ibu dan minum obat sesuai program.
Sampai jumpa nanti, ya. Selamat siang”.
18
4. Model Komunikasi Pada Lansia
a. Model Komunikasi Shannon Weaver
Tujuan komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakaan adalah adanya
perubahan perilaku lansia dari penolakaan menjadi kooperatif. Kelebihan :
dalam komunikasi ini melibatkan anggota keluarga atau orang lain yang
berpengaruh. Kekurangan : memerlukan waktu yang cukup lama karena klien
dalam reaksi penolakan.
b. Model SMCR
kelebihan : proses komunikasi yang terjadi pada model ini relatif simpel.
Model ini ini akan efektif bila kondisi lansia masih sehat, belum banyak
mengalami penurunan baik aspek fisik maupun psikis.
kekurangan : klien tidak memenuhi syarat yang tidak ditetapkan mempunyai
ketrampilan, pengetahuan, sikap, sistim sosial, dan kultur karena
penolakannya.
c. Model Leary
model ini antara individu saling mempengaruhi dan di pengaruhi dimana
respon seseorang dipengaruhi oleh bagaimana orang tersebut diperlakukan.
Kelebihan : terjadi interaksi atau hubungan relationship hubungan perawat
klien lebih dekat sehingga masalah lebih dapat terselesai kan. Kekurangan :
perawat lebih dominan dan klien lansia patuh.
d. Model Terapeutik
model ini membantu mendorong melaksanakan komunikasi dengan empati
menghargai dengan harmonis. Kelebihan : dengan tehnik komunikasi yang
baik lansia akan lebih paham apa yang kita bicarakan. Kekurangan : kondisi
empati kurang cocok diterap kan oleh perawat untuk perawat lansia dengan
reaksi penolakan.
e. Model Keyakinan Kesehatan
Menekan kan pada persepsi klien untuk mencari sehat , menjauhi sakit,
merasakan adanya ancaman / manfaat untuk mempertahankan kesehatan.
Kelebihan : lansia yang mengetahui adanya ancaman kesehatan akan dapat
bermanfaat dan sebagai barier dalam melaksanakan tindakan pencegahan
19
penyakit. Kekurangan : tidak semua lansia merasakan adanya ancaman
kesehatan.
f. Model Komunikasi Kesehatan
Komunikasi yang berfokus pada transaksi antara profesional kesehatan klien
yang sesuai dengan permasalahan kesehatan klien. Kelebihan : dapat
menyelesaikan masalah klien klien lansia dengan tuntas klien lansia merasa
sangat sangat dengan perawat dan merasa sangat diperhatikan. kekurangan :
membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan permasalahan fasilitas
dalam memberikan pelayanan harus lengkap.
g. Model Iteraksi King
Pada model ini intinya adalah kesepakatan sebelum mengadakan interaksi
dengan klien lansia. Kelebihan : komunikasi dapat sesuai dengan tujuan jika
lansia sudah kooperatif. Kelemahan : klien lansia dengan reaksi penolakan
akan mengalami kesulitan untuk dilakukan komunikasi model ini karena tidak
kooperatif.
20
7) Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara
pengkajian. 8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan
mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
8) Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi
pasien.
9) Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin.
10) Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif
terhadap, suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
11) Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien
atau orang lain yang sangat mengenal pasien.
12) Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.
b. Prinsip Gerontologis untuk komunikasi
1) Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
2) Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
3) Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik.
4) Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
5) Jangan berbicara dengan keras/berteriak, bicara langsung dengan telinga yang
dapat mendengar dengan lebih baik.
6) Berdiri di depan klien.
7) Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana
8) Beri kesempatan bagi klien untuk berfikir.
9) Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua,
kegiatan rohani.
10) Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
11) Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau
keahlian.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia
dan caregiver-nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk
orang tuatidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga
tergantung pada hubungan perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif.
Dengan komunikasi yang efektif antara dokter – pasien lanjut usia :
1. Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akan
memungkinkan dokter untuk membuat diagnosis yang lebih akurat.
3. Kemungkinkan untuk melewatkan dosis atau menghentikan obat karena efek samping,
merasakan non efikasi, atau biaya obat dapat diminimalisir.
4. Lebih memungkinkan untuk edukasi dalam memanajemen diri sendiri seperti pada
pasien diabetes dengan diet, olah raga, monitoring gula darah, dan perawatan kaki.
5. Penurunan biaya tes diagnostik juga dihubungkan dengan komunikasi yang lebih baik
antara dokter dan pasien lanjut usia.
3.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
23