Anda di halaman 1dari 3

1.

1 Latar Belakang
Sesuai dengan Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan bab I pasal 1
ayat (1) “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. Pada bab VI
pasal 71 ayat (1) ”Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan
sistem, fungsi,dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan” dan pada bab X ayat (1)
“Pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yangditimbulkannya.
World Health Organitation (WHO) menyatakan pada tahun 2015, diperkirakan ada 9 juta
orang meninggal kerena kanker dan tahun 2030 diperkirankan ada 11,4 juta orang karena kanker
(infopasutri.wordpress.com, 2011).

Menurut Yayasan Kanker Indonesia, saat ini penyakit Kanker serviks menyebabkan
korban meninggal sedikitnya 200.000 wanita per tahun atau diperkirakan setiap harinya terjadi
41 kasus baru kanker serviks dan 20 perempuan meningal dunia karena penyakit tersebut.
Kanker leher rahim atau karsinoma leher rahim uterus merupakan kanker pembunuh wanita
nomor dua didunia dengan frekuensi relatif tertinggi (25,6%). Setiap tahunnya terdapat kurang
lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim sebanyak 80% terjadi pada wanita yang hidup
dinegara berkembang. Sedikitnya 231.000 ribu wanita diseluruh dunia meninggal akibat kanker
leher rahim. Dari jumlah itu, 50 % kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu terjadi
karena pasien mengatahui setelah stadium lanjut (Depkes, 2008).
Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI
sebesar 228/100.000 Kelahiran Hidup (KH). Pemerintah memerlukan upaya yang sinergis dan
terpadu untuk mempercepat penurunan AKIyang merupakan tujuan kelimatarget Millenium
Development Goals(MDGs) yaitu Meningkatkan Kesehatan Ibu pada tahun 2015dengan
target AKI sebesar 102/100.000 kelahiran hidup. Tentunya hal ini merupakan tantangan yang
cukup berat bagi Pemerintah Indonesia. AKI di Indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan
AKI di negara Asia lainnya. Penurunan AKI hanya mencapai 52% dari keadaan tahun 1990 dari
target 75%. Berdasarkan kecenderungan angka-angka tersebut, akan sulit dicapai target
MDGs tahun 2015 (Depkes RI, 2007).
Kepala Dinas Kesehatan Aceh M. Yani (2013) Dinas Kesehatan Aceh bertekad untuk
menurunkan angka kematian ibu dan anak di Aceh, dengan koordinasi terus menerus dengan
kabupaten dan semua pihak yang terkait. Angka kematian ibu dan anak masih tinggi di
Aceh. Angka kematian ibu dan anak mencapai 153/100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian
Ibu (AKI) di Aceh menurun hingga 26 % pada tahun 2010. Diprediksikan, tahun ini AKI di Aceh
akan terus menurun karena peran tenaga medis termasuk bidan sudah
meningkat (Gampong/Desa Geuceu Kayee Jato, ATJEHPOST.com, Jumat 11 Januari 2013).
Kurangnya pengetahuan masyarakat, terutama kaum Hawa, mengenai kanker serviks dan
keengganan untuk melakukan deteksi dini dengan pap smear, menyebabkan sebagian besar
(>70%) pasien berobat kedokter dalam kondisi yang sudah parah dan sulit di sembuhkan. Hanya
sekitar 2%dari wanita di Indonesia yang memiliki pengetahuan tentang kanker serviks (Aulia,
2012).
Usia wanita usia subur (WUS) sangat berpengaruh pada insidensi terkena kanker
serviks, insidensi yang sering terjadi terdapat yaitu pada usia antara 30-60 tahun, terbanyak
antara 45-50 tahun. Wanita berusia <35 tahun menunjukan kanker serviks yang invasif dan
Karsinoma In Situ (KIS). Setelah melewati usia >30 tahun harus menyediakan sarana
penanganan untuk berhenti sampai di usia 60 tahun (Sarwono,2008).
Pengetahuan dan pendidikan wanita usia subur tentang kanker servik akan membentuk
sikap positif terhadap rendahnya deteksi dini kanker servik. Hal ini juga merupakan faktor
dominan dalam pemeriksaan deteksi dini kanker serviks. Pengetahuan dan pendidikan yang
dimiliki wanita usia subur tersebut akan menimbulkan kepercayaan ibu tentang deteksi dini
kanker serviks (Aziz, 2007).
Wanita dengan tingkat ekonomi rendah mempunyai resiko tinggi untuk menderita
daripada perempuan yang ekonominya menengah atau tinggi hal ini berkaitan dengan gizi, status
imunitas dan pelayanan kesehatan(Samadi, 2010).
WHO menganjurkan penggunaan tes Papanicolauo (Pap Smear) sebagai skrining awal
yang efektif untuk mendeteksi lesi pada serviks atau vagina. Hasil sediaan Pap Smear yang
representatif untuk skrining adalah yang mengandung sel yang mewakili squamocolumnair
junction (WHO, 2008).
Test pap dapat mendeteksi perubahan awal sel di leher rahim (displasia) sebelum berubah
menjadi kanker. Pap Smear juga dapat mendeteksi sebagian besar kanker serviks pada tahap
awal (Ova, 2010).
Pemerintahan Kota Banda Aceh melalui Dinas Kesehatan menggelar pemeriksaan dan
deteksi kanker rahim (papsmear) gratis bagi warga Kota Banda Aceh yang terdiri dari 90 desa.
Pemeriksaan ini berlangsung di Rumah Sakit Umum (RSU) Meuraxa (Gampong/Desa Geuceu
Kayee Jato, ATJEHPOST.com, Jumat 11 Januari 2013).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk malakukan penelitian
mengenai “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur
(WUS) Tentang Pap Smear Dalam Deteksi Dini Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum
abdul moeluk Bandar lampung.

Anda mungkin juga menyukai