TENTANG NARKOTIKA
Disusun Oleh :
KRISTIANTO HARDJOWIDJOJO
NIM : A.131.09.0128
PENDAHULUAN
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan
untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan
tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat
merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini
akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan
nilainilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan
nasional.
1
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung : CV Mandar Maju,
2003.
Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan
Narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam
undang-undang ini diatur juga mengenai precursor Narkotika karena precursor
Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan
dalam pembuatan Narkotika. Dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis
precursor Narkotika. Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi
penyalahgunaan precursor Narkotika. Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan precursor Narkotika, diatur
mengenai pemberatan sanksi pidana, dilakukan dengan mendasarkan pada golongan,
jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika. Hal ini lah yang melatarbelakangi pemilihan
judul “Tindak Pidana Di Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika”.
BAB II
PERMASALAHAN
1.2. Rumusan Masalah
Pasal berapakah dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengatur
mengenai Tindak Pidana?
Apakah perbuatan yang tergolong sebagai Tindak Pidana di dalam UU No. 35 Tahun
2009 tentang Narkotika?
Apakah yang dimaksud dengan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi
pecandu Narkotika?
BAB III
PEMBAHASAN
Pengertian yang paling umum dari Narkotika adalah zat-zat (obat) baik dari
alam maupun sintetis atau semi sintetis yang dapat menimbulkan ketidaksadaran atau
pembiusan. Efek Narkotika disamping membius atau menurunkan kesadaran, adalah
mengakibatan daya khayal/halusinasi , serta menimbulkan daya rangsang/stimulant,
dan ketergantungan.
2
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Lembar Negara
Nomor 143.
UU No. 35 Tahun 2009
Bab I Ketentuan Umum ( Pasal 1)
Bab II Dasar, Asas, Dan Tujuan (Pasal 2 s/d 4)
Bab Ruang Lingkup (Pasal 4 s/d 8)
III
Bab PENGADAAN : · Rencana Kebutuhan
IV · · Tahunan. (Pasal 9, 10) · Produksi (Pasal 11, 12)
·· Bagian Kesatu · Narkotika Untuk Ilmu Pengetahuan Dan
Bagian Kedua Teknologi. (Pasal 13) · Penyimpanan dan
Bagian Ketiga Pelaporan. (Pasal 14)
Bab V Bagian Keempat IMPOR DAN EKSPOR :
· Bagian Kesatu · Izin Khusus dan Surat Persetujuan Impor
· Bagian Kedua (Pasal 15 s/d 17)
· Bagian Ketiga · Izin Khusus dan Surat Persetujuan Ekspor
· Bagian Keempat (Pasal 18 s/d 22)
· Bagian Kelima · Pengangkutan (Pasal 23 s/d 28) · Transito
(Pasal 29 s/d 32) · Pemeriksaan (Pasal 33,34)
Bab VI · Bagian Kesatu · Bagian Kedua · PEREDARAN · Umum (Pasal 35 s/d 38) ·
Bagian Ketiga Penyaluran (Pasal 39 s/d 42) · Penyerahan
(Pasal 43, 44)
Narkotika hanya dapat diproduksi oleh industry farmasi tertentu yang telah
memperoleh ijin khusus dari Menteri Kesehatan. Pengertian Produksi adalah kegiatan
atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan Narkotika secara
langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau nonekstraksi dari sumber alami
atau sintetis kimia atau gabungannya, termasuk mengemas dan/atau mengubah
bentuk Narkotika (Pasal 1 angka 3). Untuk memproduksi Narkotika dimungkinkan
untuk memberikan izin kepada lebih dari satu industry farmasi, tetapi dilakukan
secara selektif dengan maksud agar pengendalian dan pengawasan Narkotika dapat
lebih mudah dilakukan. Ancaman Pidana bagi mereka yang memproduksi Narkotika
secara tanpa hak atau melawan hukum diatur dalam (Pasal 113 ayat (1) dan (2) untuk
Narkotika golongan I, Pasal 118 ayat (1) dan (2) untuk Narkotika golongan II, Pasal
123 ayat (1) dan (2) Untuk Narkotika golongan III).
h) Tindak Pidana pelaporan penyalahguna narkotika (Pasal 128 ayat (1), (2), (3),
dan (4)).
Tindak Pidana Prekursor Narkotika Setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 2-(dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah). Dengan klasifikasi tindak pidana sebagai berikut : a) Memiliki,
menyimpan, menguasai, atau mneyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan
Narkotika; b) Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor
untuk pembuatan Narkotika; c) Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor
Narkotika untuk pembuatan Narotika. d) Membawa, mengirim, mengangkut, atau
mentransito precursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.
2.5. Rehabilitasi
Rehabilitasi Medis
Rehabilitasi Sosial
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan Pembahasan yang telah diuraikan dalam bab 2 tersebut, maka ada
beberapa kesimpulan yang dapat ditarik diantaranya :
1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan, Dalam pasal 6 ayat (1) Undangundang No. 35 Tahun
2009, Narkotika digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, antara lain adalah
sebagai berikut :
Transito Narkotika.
134)
Kewajiban bagi orang tua atau wali dari pecandu Narkotika yang belum
cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit,
dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi social yang ditunjuk oleh
pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi
medis dan rehabilitasi social. Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib
melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi social
yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan
melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
5. Rehabilitasi
• Rehabilitasi Medis
Daftar Pustaka