Anda di halaman 1dari 8

Apa Saja Yang Termasuk 75

Hukum Perdata Internasional ?

Oleh: Prof.Mr.Dr.S.Gautama
Dalam bidar.g Hukum Perdata Internasional dikenal berbagai konsepsi
ten tang luas bidangnj'a. Seperti diketahui, tiap nc~ara mempunyai sis tim
Hukum Perdata Intcrnasionalnya sendiri. Ada St:orang sarjana yang
mengatakan bahwa demikiar. banyak negara yang berda"lat, demikian
banyak pula sdim·sistim nukum ('erdata Internasional (liP I). Kami
menyttujui pendapat ini karena kami memilih pihak mereka yang
menganut prinsip nasionalistis ten tang HPI. Berlainan adalah pendapat
yang sebaliknya mengatakan bahwa "diatas" negara·negara <lidunia ini
terdapat satu macam sistim HPI yang mengaturnya. Ini adalah pendapatan
"supra nasionalistis" tenta;)g Hukun-.. Perdata Int~ rnasional.Y1.ng waktu
dahulu memang boleh dikatakan banyak penganiJtnya, tetopi klni sudah
ditinggalkan. Ierutama setelah Perang Dunia ke·\1 orang insaf bahwa
secara rill memang sukar untuk diterima hanya satu macam Hukum
Perdata Internasional untuk semua negara <lidunia. Karena pandangan-
pandangan hukum dan orang-orang diberbagai negara berbeda, maka
mereka tidak dapat disatukan, sukar untuk memakai apa yang <linamakan
"uniform i,,,idisch" yang sarna. Ierkenal dalam hubungan ini kutip'lfl
Pascal, bahwa apa yang dianggap repat dan benar disebelall ini dari
Gunung Pyretleen, dianggap sebagai keliru dan salah diseberang sana dari
gtmung tersebul ("verite en deca, des Pyrenees, erreur aux uela".I)

Empat Konsepsi HPI.


Didalam hub~ngan ini juga menarik perhatian apa yang kita saksikan
berkenaan dengan konsepsi luas bidang Hukum Perdata Internasional _Ada
empat macam konsepsi Hukum Perdata Internasional yang berlainan.
Adanya berlainan pendapat ten tang luas bidang HPI inilah yang juga
menjadi salah satu sebab mengapa kami tidak menyetujui istilah "conflict
of laws" (hukum perselihan)2). Disamping lain-lain alasan , antaranya
adanya salah paham tentang kemungkinan conflict, kedaulatan (conflits de
lois, conflits de souverainete), kami juga melihat adanya mated yang
sesungguhnya tidak termasuk dalam bidang persoalan "hukum yang harus
<liperlakukan" hingga istilah "hukum perselisihan" kurang cocok. .
Ada empat macam sistim HPI, yaitu yang paling terbatas sampai yang
terluas, <limana perbedaan tertentu dapat kita saksikan.

(I) Yang paling sempit.


Pendapat ini adalah yang dianut <linegara Jerman dan juga dalam sistim
HPI Belanda) Didalam sistim.tik ini mak. HPI <lianggap hanya terbatas
pada masalah~masalahtentang "conflict of laws" ("conflits de lois") atau
76 tlUKUM DAN rEMBANGUNA~

pcrselisihan hukum . Kami lebih con dong pada istilah "choice of law"4),
karena sehcllorny a tida k ada sua!1I perselisihan dian tara sistim-sistim
hukum yang diperfemukoH, melaiflkan honya sualli piliJwll di all lara sistim
hukul1l illi mallakah yang kira1lYQ sebaiknya dip erlakukoll ". Adanya
pendapat bahw. HI'I hanya be.kenaan dengan persoalan tentang hukum
mana' yang harus dipcrJakukan, dapat kita lihat an tara lain secara tegas
dalam buku-buku pelajaran HPI yang lerdapat dinegora Jerman dan juga
dinegara Relanda . PersoaIan-persoalan yang dibahas datam bHku-buku itu
hanya berkenaan dengan persoalan pemilihan hukum wan lara sistim
hukum yang dipertemukan karena suatu persoalan mempunyai hubungan
dengan unsur-unsur asing atau luar negeri (foreign elemenl). J adi mereka
tidak masukkan lain-lain bidang seperti kompetensi hakim, status orang
asing atau masalah kewa rganegaraan didalam sisti:natik mereka ini_ Padahal
diberbagai ne gara ju stru lain-lain bidang yang disebut tadi , dianggap
lermasuk pula dalam konsepsi Hukum Perdata Internasional.
Sejalan dengan konsepsi yang s empil ini maka kita saksikan bahwa
Hukum Perdala Internasional dinamakan orang dengan istilah "hukum
unluk memperlakukan hukum" alau "rechlsloepassingsrechl"S) Menurut
perumusan dari Hymans maka lnternationaal privaatrecht sebenarnya
bukan merupakan istilah lain daripada untuk mengatur diperlakuk annya
sesuatu hukum yang berlainan dari hukum sendi ri. Dengan lain perkataan
disini hanya dikedepankan "rechtstoepassingsrecht" ini untuk menentukan
apa yang dianggap hukum ("wat rechtens is")G).
Kami sendiri tidak menyetujui pendapat yang sempit ini.

(II) Yang luasan.


Pendapat yang kedua adalah pendap2t yang Iebih Iuas. Menurut
pendapat ini seperti dianut terutama dalam konsepsi HPI dari
negara-negara Anglo-Saxon, Inggris dan Amerika Serikat, HPI bukan saja
terbatas pada masalah-masalah "conmct of laws"7). Disamping ini masih
dianggap sHatu bagian lain merupakan pula persoalan HPI yai tu
masalah-masalah yang termasuk persoalan "connicls of jurisdiction"
(perselisihan ten tang jurisdictie). Segala soal-soal tentang kompetensi
Hakim dalam menghadapi masalah-masalah HPI menurut konsepsi Anglo
Saxon ini dianggap pula termasuk bidang HPI.
Menurut pendapat dari pada sarjana-sarjana Inggris, maka ''lurisdiclie..
justru merupakan suatu persoalan yang harus dijawab terlebih da/lUlu se-
belurn kita tiba pada penelaan daripada masalah hukum yang harus
dipergunakan ".
Mereka katakan tidak akan mungkin untuk mempersoalkan hukum
yang harus dipergunakan ini apabila tidak terlebih dahulu dijawab soal
jurisdictie atau wewenang Hakim. Misalnya suatu masalah diajukan
dihadapan forum hakim Inggris, dan persoalan yang diajukan mengandung
masalah HPI karena terdapat soal-soal hukum asing didalamnya. Sang
Hakim terlebih dahulu harus menjawab pertanyaan: "Apakah saya dapat
Apa Saja Yang Termasuk 77
Hukum Perdata Internasional?

mengadili perkara ini, apakah saya berwenang untuk mengadili perkara


ini?". Baru apabila pertanyaan ini dijawab dengan "ya", maka dapat ia
maju setindak lagi, yaitu barulah tiba persoalan: kalau demikian, hukum
mana yang harus diperiakukan. Jadi dengan lain perkataan, menu rut
pandangan -ini, tidak akan rnungkin kita iiba pada persoalan: "hukum
mana yang harus ciiperlakukan", jika tidak terlebih dahulu dijawab
pertanYlan "apakah kami berwenang untuk mengadUi perkara inC'.
Mereka katakCln bahwa "issue of jurisdiction" adalah "an essential part of
the subject"8). Oleh karer,a itu kata merek., "conflict of law" yang hanya
menuju kepada bagian "choice of law" .dalah terlalu sempit dan tidak
kompliLDisamping choice of l::w juga choict! of jurisdiction termasuk.
dalam bidang HPI.
(III) Yang lebih luas lagi.
Konsep si yang ketiga, adalall konsepsi yang lebih luas yaitu konsepsi
yang berkenaan dengan sistim HPI seperti dikenal dalam negara·negara
Latin yaitu negara-negara !talia, Spanyol, Amerika Selatan. Didalam sistim
dari negara-negara bersangkutan, HPI ini terdiri da,ri tiga bagian yaitu:
"Conflits de lois", "con flits de jurisdiction", ditambah dengan "condition
des etragers" atau status orang asing. Jadi termasuk bidang HPI
Persoalan-persoalan berkenaan dengan masalah hukun: mana yang haru'i
dilakukan, persoalan mengenai \.vewenang hakim untuk mengadili perkora
bersangkutan, ditambah lagi dengan masalah-masalah yang berkenaan
dengan status orang asing. Berarti segala masalah·masalah berkena-
an dengan bidang orang asing, apakah orang asing dapat bekeIja di-
dalam negara bersangkutan dengan le!uasa, apakah ia bisa menan am
modal dengan bebas, apakah ada restriksi-restriksi tertentu berkenaan '
dengan masalah-masalah tanah, apakah aJa restriksi tertentu berkenaan
dengan bidang perdagangan, industri, pertambangan, perkayuar. dan
sebagainya, semua ini termasuk bidang HPI.
Kami anggap bahwa pandangan sedemikian ini ten tang HPI adalah lebih
coeok dan lebih baik untuk diterima bagi Indonesia daripada konsepsi
yang terlampau sempit. Maka melihat segala hal ini kami lebih condong
untuk memilih pendirian yang lebih luas ten tang HP1, yaitu seperti yang
diutarakan dalam bagian keempat dibawah ini.

(IV) Pandangan keempat ten tang HPI yang terIuas.


Ini adalah sistim yang paling luas dan dikenal antaro lain dalam ilmu
HPI di Perancis. Disini pada umumr" " dipandang termasuk pula dalam
bidang HPI masalah-ma~alah tentang nationality atau "Kewarganegaraan".
hdi disamping soal-soal yang dikenal sebagai masalah "eonfiits de lois",
"Conflits d~ jurisdiction" dan "condiCon des etragers", maka di Perancis
dikenal juga bagian keempat dari HPI, yaitu segala masalah-masala:, yang
berkenaan dengan cara-cara mempervieh dan kehilangan nationaIitas
Sistim .yang dikenal di Perancis dan dianut oleh para penulis terbanyak
adalah sistim HPI yang paling luas ini.9)
78

Sebaiknya untuk Indonesia kita menerima sistim yang luas.


Kita saksikan bahwa buku·buku pelajaran HPI oleh penulis Perancis
pada waktu sekarang ini memberi tempat yang luas pada soaI·soal
kewarganegaraan dan status orang asing. disamping mempersoalkan
masalah·masalah hukum yang harus Uiperlakukan dan persoalan·persoalan
perselisihan jurisdiksi. Kita di Indonesia menurut pandangan kami
sebaiknya juga mcmbuka pintu untuk pandangan yang luas ini. Jadi
dengan lain perkataan. kami condong kepada pendirian yang menganggap
juga soal·soal kewarganegaraa;j sebagai termasuk dalam bidang HP!. Hal ini
tela!l cukup kifanya dibuktikan pula dalam buku kami "Hukum Perdata
Internasional". y2ng terdiri dari delapan buku. Dalam buku keduanya GUid
kedua blgian pertama) telah di bahas pula masalah kewarganegaraan
Indonesia. cara memperoleh dan kehilangan. disamping diberi tempat
pula bagai pemandangan dari pada kedudukan orang asing di Indonesia.

Penguasa b.nyak mengadak.n peraturan-peraturan mengenai status orang


asing.
Justru disinilah kami melihat perkembangan dari HPI secara pesat.
dibandingkan dilain-lain bidang. Kita saksikan bahwa pemerintah kita
diwaktu akltir-akhir ini telah mengadakan berbagai peralUran yang khusus
. J..itujukan kearah Giang-orang asing.
Seperti telah kami katakan sewaktu Undang·Undang Kewarganegaraan
mulai diterbitkan dalam tahum 1958,1 0) moka pengertian Kewarganegara-
an Indonesia harus diberi "isi': Pemberian isi ini tidak terdapat didalam
Undang'Undang Kewarganegaraan kit a hanya melihat adanya ketentuan·
ketentuan ten tang siapa saja berstatus warganegara. cara-cara memperoleh
dan kehilangan kewarganegaraan R.t
- Dalam per.turan·peraturan lain yang dikeluarkan Pemerintah kita
s3ksiken pemberian "isi" pada pengertian status warganegara Indonesia.
Antaranya bandingkan akh.ir-akltir ini peraturan Menteri Perdagangan yang
menyebut bahwa distribusi daripad~ produksi Perusahaan·Perusah.an
ASing yang beroperasi di Indonesia. harus disalurkan melalui Perusahaan-
Perusahaan Nasional. Kita juga teringat pada rangka peraturan-peraturan

.
tentang penanaman modal. yang telah mengalami p.sang surutnya dinegara
kita ini. Dijaman Orla temyata Undang-Undang Penan.man Modal Asing
dianggap kurang cocok lagi dan kemudian kit. saksikan telah mati sarna
sekali. Setelah itu dalarn tahun 1967 dengan Undailg-Undang no. 1
ternyata telah dihidupkan kembali dan diberi berbagai fasilitas serta
prioritasyang maksudnya untuk menaril< sedapat '1lurfgkih modal asing ini.
Alcan tetapi diwaktu akh!r-akltir ini. kita soksikan keadaannya mulai
"surut" lagi. Sekarang modal .sing sucl.h tidlk demikian "",eleome" togi.
seti~ak·tidaknya kalau dilihat daripada berbagai peraturan·peraturan yang
eliadakan untuk mengadakan restriksi tertentu dan membatasi usaha serta
kegiatan ilarl .pihlik asing ~an modal asing didalam dunia business di
ilndonesia. ·5egala ~pasang surut" ini memang dapat kita $aksikan
Apa Saja Yang Termasuk 79
Hukum Perdata Internasional?

susul·menyusul, seperti lonceng sejarah yang bandulannya selalu kekanan


dan kekiri. Seperti dalam bidang HPI lainnya, an tara lain berkenaan
dengan prinsip nasi onalitas dan domisili, maka juga disini kita melihat
bahwa "deslinger der geschiedenis" ini selalu hilir mudik antara disatu
pihak meluaskan (buka pintu selebar·lebarnya" untuk usaha asing),
terhadap sebaliknya justru memperketat dan menutup pintu untuk
usaha·usaha ini. lalan serupa ini dilihat dimana·mana, juga dUain·lain
negara yang sedang berkembang. Semua ini adalah sejalan dengao u$Oha
dan iklim untuk memberi isi kepada pengertian "kewarganegaraan".

Dihentikannya aktivitas perdagangan asing.


Waktu akhir·akhir ini kita saksikan lagi adanya pengumuman dari pihak
pemerintah, dalam hal ini Departemen Perdagangan, yang menjelaskan
bahwa jangka waklU untuk masih diperkenankannya transaksi serta·
aktivitas perdagangan rerusahaan·Perusahaan Asing di Indo nesia akan
bcrakhir pada bulan Desember 1977 dan tidak akan diperpanjang. ll )
Sesuai pula dengan ketentuan yang telah dicantumkan didalam
Undang·Undang Pcnanaman Modal Dalam Negeri dari tahun 1968, kita
saksikan bahwa jangka waktu sampai dengan tahun 1977 ini, akan
dipertahankan terus.
Memang usaha asing diperkecil kembali, sctelah beberapa waktu
berselang dengan diterimanya Undang·Undang Penanaman Modal Asing
tahun 1967 no. I , telah dibuka pintu sclebar·lebarnya. Untuk bidang
industri modal asing masih mungkin, tetapi untukperdagangan, diWajibkan
untuk mengadakan penyaluran melalui Perusahaan Nasional. Dengan
demikian juga perusahaall·perusahaan yang menanamkan NlOdal dengan
mempergtlnakan [asiliras Undan/tUndang Penanaman Modal Asing rahun
1967 no: I. hanya dapal dibellarkan melakukan produksi dari pada
barallg·barang, sedangkan pcnyah"annya kepada konsumen alau per·
dagangan dan dislribusi harus disalllrkan melalui PenlSahaan·Perusahaan
Nasional. "

Distribusi barang oleh pengusaha·pengusaha nasional .


Derdasarkan ketentuan inilah maka kita saksikan pada waktu
belakangan ini perusahaan·perusahaan asing telah giat mengadakan
pe"iapan'persiapan untuk melakukan penyaluran melalui saluran·saluran
distribusi perusahaan·perusahaan nasional. Disiarkan an tara lain dalam.pers
bahwa ada perusahaan·perusahaan aSing yang antara lain menganjurkan
kepada pegawai·pegawai seniornya yang dipercaya dan berstatus nasional
(pribumil untuk minta pensiun secara lebih dahulu dari pada masanya,
untuk kemudian diangkat sebagai distributor nasional dari pada
Perusahaar. asing ini.
Lain·lain perusahaan·perusahaan juga mengadakan tindakan·tindakan
kearah itu dan mengadakan reorganisasi dari sistim distribusi mereka agar
supaya dapa! memenuhi apa yang dikehendaki oleh Pemerintah.
80 IIl 'KUM DAN I'EMBANGUNAN

Pembalasan dibidang eksploitasi hulan.


Seperti telah dikatakan maka dalam Undang·Undang tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri, yaitu Undang·Undang no. 6, (ahun 1968
june to Undang·Undang no. 12, lahun 1970, maka diadakan pembatasan
mengenai perusahaan asing dan juga perusahaan yang berstatus
joiljt·venture (p.tungan). Telah dikemukakan pula bahwa berkenaan
·dengar. ek'pbitasi hutan, pemegang HPH (Ha" Pengusahaan Hutan) yang
berstatus aSing atau perusahaan p2tungan ini diwajibkan untu);
r.1emindahkan pemilikan sahamnya kepaua pengusaha nasior.al, selambat·
lambatnya dalam waktu 10 tahun lerhitung sejak diberikannya HPH ito dan
dinyatakan pula bahwa mayoritas dari pada sallam sebanyak 51 % akan
harus jatuh ketangan pihak warganegara Indonesia alau pada pcrusahaan
negara (pasal 6 dari pada Kepulusan Presiden no. 20 lahun 1975) lenlang
kebijaksanaan baru dibida~g pemberi'n HPH. Di;naksudkan agar supaya
sipemegang HPH pada prinsipnya inimengerjakan sendiri hutannya. Telapi
dapal juga dilakukan perjanjian secara kontrak alau pemungulan hasil
hutan ("logging", yailu hanya penebangan dari hulan·hulan ini), yang
dapat dilakukan anlara pemegang HPH dan perusahaan nasional. Tetapi
pemegang HPH juga dapal bebrja sarna dengan perusahaan nasional alau
asing dalam bidang pengolahan hasil hutan dalam benluk perusahaan
campuran atau suatu joint-enterprise .
Dinyatakan pula bahwa benluk kerja sama dalam sual'J perusahaan
patungan alau joint enterprise ini lidak boleh mengakibatkan bahwa HPH
kepada perusahaan eampuran itu menjadi beralin.
Apa yang kila ,aksikan ialah bahwa menurut kenyalaan pemegang HPH
seringkaJi tidak dapal melakukan sendiri eksploitasi daripada HPH·nya.
Maka dapal diadakan kerja sarna dengan perusahaan nasional mengenai
soal logging atas dasar kontrak. Disamping ilu dapal juga dilakukan kerja
sarna secara lebih eral dalam bidang pemungulan·pemungutan dan
pengolahan hasil. Pihak asingpun dapal turul serla dalam hal ini dengan
mengadakan perusahan patungan atau joinl·venlure. Tetapi lidak boleh
sebagai akibat kerja sarna dalam benluk patungan ini menjadi berubah
statusnya hir.gga HPH·nya sesungguhnya telah beralih kepada perusahaan
campuran itu. Dengan lain perkalaan, diisyaratkan bahwa HPH harus tetap
dilangan pemegang HPH nya yailu perusahaan swasta nasional alau
perusahaan negara. Usaha joinl-venlure dengan pihak asing lerutama ...
dilujukan kepada pengolahan dari pada hasil hulan, seperli misalnya dalam
benluk . mendirikan sualu Saw Mill alau induSlri plywood. Hal ini akan
membuka bidang pekerjaan baru bagi buruh di Indonesia dan dengan
demikian usaha kerja serla kesempalan unluk kerja didalam industri kayu
ini akan berlambah (pasal 1).
Seperti diterangkan dalam Peraturan Pem.,inlah no~ 18, tahun I975,jo
P.P. no. 21, tahun 1970, maka orang asing dan modal asing tidak dapat
seeara langsung memperoleh HPH alas namanya sendiri. Hanya perusahaan
nasional yang dibolehkan memperoleh HPH dan ini harus berbentuk P.T.
serta seluruh sahamnya berada dalam pemilikan warganegara Indonesia.
Apa Saja YBng Termasuk 81
Hukum Perdata Internasiona)?

Ditandaskan bahwa peranan modal asing dalam bidang kehutanan ini


hanya sebagai pelengkap dan penunjang pembangunan yang diharapkan
akan menimbulkan kegiatan-kegiatan baru dibidang itu _ Pada suatu ketika
-nanti -diharapk"1lA -modal n..iOllal dapat melaksanakannya sendiri. Yang
masih terbuka bagi modal asing ialah bidang-bidang dimana pada waktu
sokarang ini modal nasion;,] dipandang masih belum cukup berkemampuan
atau berkeinginan untuk mengadakan usaha (misalnya industri plywood
dsb)_
Peraturan Pemerintah no. 18 1975, tanggal 12 Mei 1975 mengubah
pasal 9 dari P_P_ no. 21, tahun 1970 :;eh;nua seluruh pasal menjadi sobagzi
berikut:
Hak pengusaha hutan dapat diberikan kepada:
a. Perusah.an milik negara.
h. Perusahaan swa~ ta nasional yang berbentuk perseroan terbatas .

Dan dij elaskan pula apa yang dimaksudkan dengan perusahaan milik
negara yaitu adalah Badan Usaha Negara, baik dalam bentuk Perusahaan
Jawatan (Perjanj , Perusahaan Umum (Perumj atau Perusahaan Perseroan
(Persero) dan Perusahaan Daerah. .
Sebagai pelaksanaan dari Un dang-Un dang no. 5, tahu~ 1967 tentang
Ketentuan Pokok Kehutanan, Undang-Undang no. 1.. tahun 1967 ten tang
PMA dan Undang-Undang no. 6 tahun 1968 ten tang PMDN (Penanaman .
Modal Dalam Negeril maka telah dituangkan kebijaksanaan policy disektor
perhutanan dalam suatu Peraturan !'emerintah no . 21/1970 mengenai Hak
Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil HU!:in (P.P. no. 21/1970,
tanggal 23 Mei 1970). Karena telah diundangka!' kembali penan.man
medal asing secara b,sar-besarnya dan · Jl<'rlu dipupuk iklim ur.!uk
mengadakan kegairahan sebesar-besarnya untuk penanaman m0dal dalam
negeri, maka dibuka kesempatan sebesar-besarnya untuk memperoleh hak
pengusahaan hutan. Pada semula memang di tentukan dalam P.P. no. 21,
1970 bahwa HPH dapat diberikan kepada:
a. Perusahaan miIik negara,
b. Perusahaan swasta,
c. Perusahaan campuran, sedangkan hak pemungutan hasil hutan hanya
dapat diberikan kepada warganegara Indonesia dan badan-badan hukum
Indonesia yang seluruh modalnya dimiIiki oleh WNI (pasal 9 dan pasal
11 ).

Tapi kemudian temyata bahwa harus dladakan perubahan karena


adanya iklim untuie kembali memberikan letih bonyak l'erlindungan
kepadapihak 'Iasional . Yang tadinya seco," selebar-Iebaroya dibuka uJltuk
usaha asing dengan dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal
Asing tahun 1967 no. 61 , sekarang ini telah mengalami perubahan lagi dan
pintu diperkecil, hingga dengan P.P. no. 18, tahun 1975 telah diadakan
perubahan HPH diberikan hanya kepada:
a. Perusahaan miIik negara,
IIUKUM DAN PE~BANGUNAN

" ,ahaan swasta nasional yang berbentuk perseroan terbatas. Jadi


,an g asing dan modal asing tidak dapal secara langsung memperoleh
r iPH atas namanya sendiri.

Penutup
Dengan demikian telah kita saksikan bahwa sesungguhnya ada
peruba han·perubahan antara "pasang surutnya", diperbolehkannya usaha
osing diberbagai bidang usaha llinegeri kita yang tel all diillustrir dongan
dua cCilloh dari bidang perdogangan. distribusi barang serla dibidang
kehutanan (oksp\oitosi kehutanan). "Semua ini lermasuk juga masalalz
Hukur.l Perdata Internasional. karena ilJi adalah sesuai dengan konsepsi
Perancis yang luas, yang menurut hemal komi sebaikllya dianut pula untuk
Indonesia. ..

rOOTNOTES

APA SMA YANG TERMASUK IIt:KUM PER DATA INTERNASIONAL?

1. 9dgk. Van Brakel. S . . Grondslagcn en beginselen van Nederlands~h internasi onaal


;Jrivaatre,:h t. eet. ke-3. Zwolle (195 J ,. Voarwoord, dan pad a hI. 21.
Bdgk. Schnitzer, Adolf F"J HandbUl.:h des internationalen Privatn:t:hts. 2 jilid,
jilid I eel. ke-4 (195 7),jilid II , eet. kc4 (1958), pad:ljilid I, h. 50.
1. Bdgk. buku kami, Hukum Antargolongan. Suatu Pengantar, Jakarta, ceL ke·)
(1975), blb I.
3. Hijmans. Henri, Inleiding tot het Nederl'lOdsch intl!rnationaal privaatrecht. eet.
ke·2. Arnhem (1947) h. 25 dst.
4.• ,Gdgk. Kuhn, Arthur K., yailg bicara ten tang: "a dwit.;t; between two or ffiore
systems of law", Comparative Commentaries on private international law or
''<.1 ...
" .~ conflict of laws, New York (1937) 1 .
. ~"2:
5. Van Zen!nbergen. Encyclopaedic der ..echtswetcnsc hap, h. 255 ost. llJgk.
':- keeaman Lemaire. \V.L.C., Het rel.:ht in indonesie. l1ukum Indonesia, 's
Gravenhage - Bandung (l955) 183 n. I.
6. HOmans. c.c.h. 151.
7. Bdgk. Rabel, E., The conOictoflaws.a co mparative stud)'. 4jilid , jilid I h. 3 dst.
8. Dicey, A.V., Connkt of laws, diolah oleh Morris, J.H.C., Lipstcin, K .. Mann, M.,
Parry. G., Treizel, G.H., London eet. ke-7. h. 7.
9. Bdgk. lerebours - Pigeonnicre, P.. Droit international prive. eel. ke-7. Paris
(1957), diolah oleh Lo ussouarn. Y., h. 4 ds·t-:";"iianifol. H:; Traitc..elcmentaire de
.
droit international prive, eeL ke-3, Paris (959) h.) ds:.;juga Hijmans.o.c.h. 25
dst.
10. Undang·Undang 1959 no. 62. Ten :ang komentar 1--'a5a1 demi p:l sa i ..Itas V.U. ir.i.
Iiha! buku kami ''Tafsiran Undang-Undang Kewarganegaraan R.I.", Jakarta
(1959) . eet ulan;;an "Alumni" Bandung (1975).
It. 8dgk:. Keputusan Menteri Keuang:ln no. I07/Kp/V1 / 1976 tentang Pembelltukan
Team InteIdepartcmental untuk peralihan aktivitas perdagangan asing kcpada
pihak nasiona l.

Anda mungkin juga menyukai