Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AhlusSunnah Wal Jama’ah An-Nahdliah Dan AhlusSunnah Wal Jama’ah Non


An-Nahdliah

Makalah Di Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Aswaja 1

Dosen Pengampu : Drs. Ikhwanudin, M.Kom.I

Disusun Oleh :Yessy Anytha Dahlia hari (183130108)

PEROGRAM STUDY PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU (IAIMNU) METRO


LAMPUNG

T.A 2018/2019

1
A.PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Islam sebagai agama terakhir yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW
dalam sejarah perkembangannya pada zaman Rosulullah SAW. Relatif tidak
mengalami goncangan dan pertentangan, hal ini disebabkan segala persoalan,
perbedaan pandangan terhadap suatu masalah, dapat langsung dinyatakan kepada
nabi dan para sahabat pun dengan rela menerima keputusan nabi. Setelah
Rosulullah SAW wafat, bibit-bibit perbedaan pendapat itu mulai nampak, terjadi
tarik menarik yang cukup kuat antara kaum muhajirin dan ansor tentang siapa
yang sebenarnya berhak menjadi pengganti beliau selaku kepala negara (bukan
pengganti nabi atau rosul) sehingga pemakaman nabi menjadi persoalan kedua
bagi mereka.

Akan tetapi sejarah meriwayatkan bahwa Abu Bakar ‘Assyidiq yang


disetujui masyarakat muslim menjadi kholifah menyusul kemudian Umar bin
Khottob, Usman bin Affan ndan Ali bin Abi Tholib. Pada masa pemerintahan Abu
Bakar dan Umar bin Khottob perbedaan faham yang menjurus pada sparatisme
(penolakan kepada pemerintah yang sah) relative dapat diminimalisir. Dan agak
aneh kiranya bahwa persoalan yang pertama-tama timbul munculnya perbedaan
faham itu justru permasalahan politik.

Ahli sejarah menggambarkan bahwa kholifah ketiga Usman bin Affan


sebagai seorang yang lemah dan tak sanggup menentang ambisi keluarganya
(kroninya) yang kaya dan berpengaruh. Ia mengangkatnya menjadi gubenur-
gubenur di daerah menggantikan gubenur-gubenur yang diangkat oleh Umar bin
Khottob yang terkenal sebagai orang yang kuat dan tidak memikirkan
keluarga.Perasaan tidak puas bermunculan dan menangguk di air keruh untuk
menggoyang pemerintahan Usman.

2
Perkembangan selanjutnya membawa pada pembunuhan Usman oleh
pemuka-pemuka pemberontak.Setelah Usman lengser, Ali bin Abi Tholib sebagai
calon kuat menjadi kholifah keempat tetapi ia segera mendapat tantangan dan
goyangan dari pesaing-pesaing beratnya yang ingin pula menjadi kholifah,
terutama Tholhah Zubair yang mendapat sokongan dari Aisyah.

2. Rumusan Masalah

a. Apa yang melatar belakangi terbentuknya Ahlus Sunnah Wal jama’ah?

b. Apa peerbedaan antara Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Nahdliah dan Non- An-
Nahdliah?

3. Tujuan

a. Untuk mengetahui latar belakang terbentuknya Ahlus Sunnah Wal jama’ah

b. Untuk mengetahui peerbedaan antara Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Nahdliah dan
Non- An-Nahdliah.

B. PEMBAHASAN

1. Latar Belakang Terbentuknya Ahlus Sunnah Waljama’ah

Setelah Usman lengser, Ali bin Abi Tholib sebagai calon kuat menjadi
kholifah keempat tetapi ia segera mendapat tantangan dan goyangan dari pesaing-
pesaing beratnya yang ingin pula menjadi kholifah, terutama Tholhah Zubair yang
mendapat sokongan dari Aisyah. Tantangan dari Tholhah dan Aisyah dapat
dipatahkan oleh Ali bin Abi Tholib dalam pertempuran yang terjadi di irak 656 M.
Tantangan kedua dari Muawiyah gubenur damaskus (keluarga Usman) ia
mengajukan tuntutan kepada Ali agar mengusut dan menghukum pembunuh
Usman bahkan ia menuduh Ali turut campur dalam pembunuhan itu.

3
Peperangan diantara keduanya tidak dapat dihindarkan, terjadi di Syifin
(perang syiffin). Tentara Ali dapat mendesak tentara Muawiyah dan hamper dapat
mengalahkannya. Amr bin Ash (tangan kanan Muawiyah) dengan mengangkat Al
Qur’an di atas pedang meminta berdamai (jeda kemanusiaan) untuk melakukan
serangkaian dialog dan perundingan bertemulah dua delegasi dalam satu meja
perundingan, pihak Ali diwakili oleh Musa Al Asy’ari dan pihak Muawiyah
diwakili oleh Amr bin Ash.

Disinilah kelicikan Amr bin Ash mengalahkan perasaan taqwa Abu Musa
Al Asy’ari. Sejarah mencatat keduanya terjadi pemufakatan penjatuhan kedua
pemuka yang bertentangan setelah Abu Musa mengemukakan kejatuhan Ali di
forum, Amr bin Ash belok ara dan hanya menyetujui penjatuhan Ali dan menolak
penjatuhan Muawiyah.

Berawal dari persoalan politik inilah muncul perbedaan faham yang amat
tajam:

1. Timbul persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir, siapa yang
keluar dari islam dan siapa yang tetap dalam islam, dan bagaimana status
islam yang berdosa.
2. Muncul faham syi’ah (golongan pro Ali), khowarij (golongan yang memusuhi
Ali, murji’ah (golongan penengah yang tidak mau terlibat politik) selanjutnya
muncul Kodariyah, jabariyah, Mu’tazilah, Ahmadiyah, dan Ahlussunah Wal
Jama’ah.
3. Sedangkan Ahlussunah Waljama’ah baru popular pada abad ketiga hijriyah.
Hal yang menjadi pemicu lahirnya Ahlussunah Wal Jama’ahsebagai gerakan
dalam komunitas islam adalah terjadi pertengkaran, penyelewengan atau
penyimpangan yang serius dikalangan umat islam dalam bidang Aqidah,
Syari’ah maupun politik dan filsafat.
Gambaran yang dipaparkan diatas sebenarnya sudah diprediksi
(diperkirakan) Oleh nabi Muhammad SAW bahwa pada suatu saat umatku
akan terpecah menjadi 73 golongan dan yang selamat dari kesesatan adalah
Ahlussunah Wal Jama’ah tersebut dalam kitab Thobroni bahwa nabi
Muhammad SAW bersabda :

4
Artinya : Dan akan berfirqoh umatku sebanyak 73 firqoh, semuanya
masuk neraka kecuali satu, sahabat-sahabat yang mendengar ucapan ini lalu
bertanya “siapakah yang satu itu ya Rosulalloh” nabi menjawab “yang satu
ialah orang yang berpegang (berjihat) sebagai peganganku (I’tiqotku) dan
pegangan sahabat-sahabatku.(H.R. Imam Turmudzi)

2. Faham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah An-nahdliah Dan Non-An-Nahdliah

Dimasa sekarang banyak sekali faham-faham atau fiqoh-firqoh yang


mengatas namakan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Seperti faham khawarij,
murji’ah, jabariyah, qodariyah, muktazilah, syi’ah,dan ahlussunnah wal
jama’ah. Dari setiap faham tersebut mereka meggunakan ajaran dan
pemahaman tentang aswaja yang berbeda-beda.

a. Faham Khawarij
Pemikiran Kelompok Khawarij Pemikiran atau doktrin yang
dikembangkan Khawarij dapat dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu :
1. Politik:
a. Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam,
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian
setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi
syarat.
c. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap
adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh
kalau melakukan kezaliman.
d. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar dan Utsman) adalah sah, tetapi
setelah tahun ke tujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap
telah menyeleweng.
e. Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia
dianggap telah menyeleweng,
f. Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga
dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir,
g. Pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir.

5
2. Teologi :
a. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus
dibunuh. Yang sangat anarkis lagi, mereka menganggap bahwa seorang
muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain
yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban ia harus
dilenyapkan pula.
b. Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga
sedangkan orang yang jahat harus masuk ke dalam neraka).
Perkembangan selanjutnya, sebagaimana dijelaskan di depan,
Khawarij yang mengusung imamah-khilafah (politik) sebagai doktrin
sentral memicu timbulnya doktrin-doktrin teologis lainnya.
Khawarij pecah menjadi beberapa sekte baik di dalam Khawarij
sendiri maupun dari luar Khawarij dengan kelompok Islam lainnya
dikarenakan sikap radikal selalu melekat pada mereka.
b. Faham Murji’ah
Pemikiran Kelompok Murji’ah Menurut kaum Murji’ah,untuk
mendapatkan pengampunan, manusia hanya cukup dengan menjauhkan
diri syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid. Dengan kata lain,
kelompok murji’ah memandang bahwa perbuatan atau amal tidaklah
sepenting iman, yang kemudian menngkat pada pengertian bahwa,
hanyalah imanlah yang penting dan yang menentukan mukmin atau tidak
mukminnya seseorang; perbuatan-perbuatan tidak memiliki pengaruh
dalam hal ini. Iman letaknya dalam hati seseorang dan tidak diketahui
manusia lain; selanjutnya perbuatan-perbuatan manusia tidak
menggambarkan apa yang ada dalam hatinya.
Oleh karena itu ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan seseorang
tidak mesti mengandung arti bahwa ia tidak memiliki iman. Yang penting
ialah iman yang ada dalam hati. Dengan demikian ucapan dan perbuatan-
perbuatan tidak merusak iman seseorang.

6
Sedangkan Harun Nasution menyebutkan ada empat ajaran pokok
dalam doktrin teologi Murji’ah yaitu:
1. Menunda hukuman atas Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Amr bn Ash,
dan Abu Musa Al-Asy’ ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya
kepada Allah di hari kiamat kelak.
2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa
besar.

3. Menyerahkan meletakkan iman dari pada amal.

4. Memberikan pengaharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk


memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sedangkan doktrin pemikiran Murji’ah yang lain, seperti batasan
kufur, para pengikut Murji’ah terpecah menjadi beberapa golongan. Secara
garis besar pemikiran dapat dijelaskan menurut kelompok Jahamiyah:
bahwa kufur merupakan sesuatu hal yang berkenaan dengan hati ataupun,
dimana hati tidak mengenal (jahl) terhadap Allah SWT. Pada golongan
yang lainnya, menyatakan bahwa kufur itu merupakan banyak hal yang
berkenaan dengan hati ataupun selainnya, misalnya tidak mengenal (jahl)
terhadap Allah SWT, membenci dan sombong kepadanya, mendustakan
Allah dan rasul-Nya sepenuh hati dan secara lisan, begitu pula
membangkang terhadap-Nya, mengingkari-Nya, melawan-Nya,
menyepelekan Allah dan dan rasulnya, tidak mengakui Allah itu Esa dan
menganggap-Nya lebih dari satu.
c. Faham Jabbariyah
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang
menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari
semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap
perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia,
tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia
tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki
kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah aliran
manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.

7
Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah
dan al-Qasimi adalah Jahm bin Safwan, yang bersamaan dengan
munculnya aliran Qadariayah.
Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam
yang melepaskan diri dari seluruh tanggung jawab. Maka Manusia itu
disamakan dengan makluk lain yang sepi dan bebas dari tindakan yang
dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan
benda mati yang hanya bergerak dan digerakkan oleh Allah Pencipta,
sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya.
d. Faham Qodariyah
Pemikiran kalam Kelompok Qodariyah Faham Qadariyah,
bukanlah faham yang semata-mata disandarkan kepada akal fikiran saja.
Terbukti, mereka banyak menjadikan ayat-ayat al-Qur’an sebagai pijakan
dan penafsiran faham mereka, antara lain :

a. QS. Ali Imran: 165!

Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud),


padahal kamu Telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-
musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana
datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu
sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

b. QS. Ar-Ra’d : 11

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran,


di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang
dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia.

8
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin
Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatanya. Manusia
sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri
dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-
perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pemikiran Qadariyah
pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan
atas kehendakya sendiri.
e. Faham Mu’tazilah
Pemikiran Kelompok Muktazilah
Ada beberapa ajaran yang di ajarkan oleh golongan Mu’tazilah
yaitu misalnya: Al – ‘adl (Keadilan). Yang mereka maksud dengan
keadilan adalah keyakinan bahwasanya kebaikan itu datang dari Allah,
sedangkan. Dalilnya kejelekan datang dari makhluk dan di luar kehendak
(masyi’ah) Allah adalah firman Allah : “Dan Allah tidak suka terhadap
kerusakan.” (Al-Baqarah: 205) “Dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi
hamba-Nya”. (Az-Zumar:7) Menurut mereka kesukaan dan keinginan
merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sehingga mustahil bila
Allah tidak suka terhadap kejelekan, kemudian menghendaki atau
menginginkan untuk terjadi (mentaqdirkannya) oleh karena itu merekan
menamakan diri mereka dengan nama Ahlul ‘Adl atau Al – ‘Adliyyah. Al-
Wa’du Wal-Wa’id. Yang mereka maksud dengan landasan ini adalah
bahwa wajib bagi Allah untuk memenuhi janji-Nya (al-wa’d) bagi pelaku
kebaikan agar dimasukkan ke dalam Al-Jannah, dan melaksanakan
ancaman-Nya (al-wa’id) bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah
syirik) agar dimasukkan ke dalam An-Naar, kekal abadi di dalamnya, dan
tidak boleh bagi Allah untuk menyelisihinya.Karena inilah mereka disebut
dengan Wa’idiyyah.

9
f. Faham Syi’ah
Pemikiran Islam Syi’ah yang paling mendominasi adalah tentang
imamah-khilafah (politik). Kaum Syi’ah berpendapat bahwa kekhalifahan
imamahnya berdasarkan pengangkatan, baik secara terbuka maupun
tersembunyi.
Mereka juga berpendapat, bahwa imamah, sepeninggal Ali,
hanyalah berada di tangan keluarga Ali, kalaulah imamah itu jatuh ke
tangan selain keluarganya, itu mungkin karena kesalahan yang dilakukan
oleh sebagian mereka atau karena adanya penggelapan hak keimanan yang
sah. Bagi mereka, imamah bukanlah perkara sipil yang disahkan melalui
kehendak rakyat, tetapi merupakan perkara yang fundamental dan
merupakan suatu unsur agama yang pokok.
Pada intinya, pemikiran-pemikiran Syi’ah, setidaknya ada tiga
poin:
a. Yang berhak menjadi imam, yakni pemimpin masyarakat Islam baik
dalam urusan keagamaan maupun urusan kenegaraan, harus menjadi hak
waris bagi keluarga Nabi yakni Ali bin Abi Thalib dan anak cucunya.
b. Imam itu hanya sah apabila mendapat nash atau diangkat oleh Nabi
sendiri dan kemudian oleh imam-imam sesudahnya secara berurutan.
c. Setiap imam yang diangkat itu adalah ma’shum, akan terpelihara dari
dosa serta menerima anugerah keistimewaan-keistimewaan.
Di samping orang-orang yang berpandangan bahwa keturunan Ali
bin Abi Thalib dan Fatimah saja yang berhak untuk menjadi imam kaum
muslimin, terdapat pula pandangan yang menyebutkan bahwa yang berhak
menjadi imam bukan hanya keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-
Zahra (w. 12 H/633 M), tetapi asalkan dia keturunan Ali bin Abi Thalib ia
berhak menjadi Imam. Oleh sebab itu, kelompok ini memandang bahwa
anak keturunan Ali bin Abi Thalib yang lahir dari perkawinan dengan
siapapun berhak menjadi imam. Kelompok pertama disebut dengan Syiah
Imamiah dan kelompok yang kedua disebut Syiah Kaisaniah.

10
g. Faham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Penggunaan istilah ahlussunnah waljamaah semakin popular
setelah munculnya Abu Hasan Al-Asy’ari (260-324H/873-935M) dan Abu
Manshur Al-Maturidi (w. 944 M), yang melahirkan aliran “Al-Asy’aryah
dan Al-Maturidyah” di bidang teologi. Sebagai ‘perlawanan’ terhadap
aliran muktazilah yang menjadi aliran resmi pemerintah waktu itu. Teori
Asy’ariyah lebih mendahulukan naql ( teks qu’an hadits) daripada aql (
penalaran rasional). Dengan demikian bila dikatakan ahlussunnah
waljamaah pada waktu itu, maka yang dimaksudkan adalah penganut
paham asy’ariyah atau al-Maturidyah dibidang teologi. Dalam hubungan
ini ahlussunnah waljamaah dibedakan dari Muktazilah, Qadariyah, Syiah,
Khawarij, dan aliran-aliran lain.
Dari aliran ahlussunnah waljamaah atau disebut aliran sunni
dibidang teologi kemudian juga berkembang dalam bidang lain yang
menjadi cirri khas aliran ini, baik dibidang fiqh dan tasawuf. sehingga
menjadi istilah, jika disebut akidah sunni (ahlussunnah waljamaah) yang
dimaksud adalah pengikut Asy’aryah dan Maturidyah. Atau Fiqh Sunni,
yaitu pengikut madzhab yang empat ( Hanafi, Maliki, Syafi’I dan
Hanbali). Yang menggunakan rujukan alqur’an, al-hadits, ijma’ dan qiyas.
Atau juga Tasawuf Sunni, yang dimaksud adalah pengikut metode tasawuf
Abu Qashim Abdul Karim al-Qusyairi, Imam Al-Hawi, Imam Al-Ghazali
dan Imam Junaid al-Baghdadi. Yang memadukan antara syari’at, hakikat
dan makrifaat.

Pemikiran KelompokAhlussunnah

Secara global inti dari pemikiran ahlussunnah adalah sama,baik


asy-ariyah maupun maturidiyah yakni:
a. Menempatkan Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber inspirasi akidah
dan sebagai bahan argumentasi atas segala macam bantahan yang datang.
Maka dapat diartikan, bahwa AL-Qur’an maupun Hadits sebagai dasar
metodologi berhujjah Ahlus Sunnah wal Jama’ah .

11
b. Meletakkan tekstual nash (Dhawahur An Nushus) yang masih mungkin
membutuhkan interpretasi dan masuk dalam kategori tasybih, tanpa harus
dipaksakan masuk dalam tasybih secara murni.
c. Memperbolehkan berhujjah dalam hal akidah, meskipun bersumber dari
hadits-hadits ahad. Sebagai bukti, bahwa sebenarnya hadits ahad pun sah-
sah saja sebagai pedoman.
Jadi Asy’ariyah dan Maturidiyah, keduanya sama-sama kembali ke
manhaj Salafus Saleh, mendasarkan pada nash Al-Qur’an dan Hadits,
beriman kepada semua ayat-ayat mutasyabih dan sifat khabariyah tanpa
terlalu jauh menta’wilkannya.

Memahami penjelasan diatas dapat disimpulkan, untuk


melestarikan, mempertahankan, mengamalkan dan mengembangkan
aswaja, Nahdlotul ‘Ulama’ berpegang teguh pada system bermadzab :

a. Dalam bidang aqidah mengikuti madzab yang dipelopori imam abu


hasan al asy’ari dan abu mansur al mnaturidzi.

b. Dalam bidang fiqih mengikuti salah satu madzab empat (Syafi’I,


Maliki, Hanafi, Hambali).

c. Dalam bidang akhlak / tasawuf mengikuti madzab imam junaidi al


baghdawi dan imam ghozali.

C. PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari Pembahasan di atas dapat disimpulkan Bahwa Ahlussunah


Wal Jama’ah adalah golongan pengikut ajaran islam yang selalu
berpegang teguh pada :
1. Al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
2. Sunnah para sahabat khususnya khulafaurrosyidin.
3. ijma’ (kesepakatan para ‘ulama’ terutama masalah khilafiyah memilah
pendapat asawadul ‘adhom) dan mengikuti madzab imam mujtahidin,
terutama madzab empat (Hanafi, Maliki, Hambali, Syafi’i).

12
Pada zaman sekarang ini banyak sekali aliran dalam islam. Aliran
tersebuta adalah khawarij, Murji’ah, Jabbariyah, Qodariyah, Mu’tazilah,
Syi’ah, dan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Pada setiap aliran banyak sekali
perbedaannya, mulai dari cara mengetahui tuhan, tentang pengkafiran,
akidah dan lain sebainya.
Akan tetapi, dari ajaran tersebut menurut pemateri hanyalah
aswaja yang bisa dijadikan pedoman didalam hidup ini, karena mereka
bukan hanya menggunakan Al-qura’an dan Hadits, tetapi juga
menggunakan ahsil dari Ijtihad Sahabat. Sebagaimana yang telah di
sabdakan Rosulullah:
Artinya : Dan akan berfirqoh umatku sebanyak 73 firqoh,
semuanya masuk neraka kecuali satu, sahabat-sahabat yang mendengar
ucapan ini lalu bertanya “siapakah yang satu itu ya Rosulalloh” nabi
menjawab “yang satu ialah orang yang berpegang (berjihat) sebagai
peganganku (I’tiqotku) dan pegangan sahabat-sahabatku.(H.R. Imam
Turmudzi)

2. Kitik Dan Saran


Dalam pembuatan makalah ini pastilah terdapat banyak sekali
kekurangannya. Apa bila dari sahabat semua menemukan kesalahan
tersebut, pemateri berharap bisa memberikan keritik dan sarannya yang
bersifat membangun. Terimakasih.

13
Daftar Pustaka

Massyhudi Muchtar, Aswaja An-Nahdliyah, Khalista, Surabaya, 2007

Ustad Zainul Hakim, SEI, Karakteristik Aswaja,


http://www.darussholah.com Diakses pada tanggal 18 Oktober 2018 12.50
pm

Seputar Ilmu Fiqih, Pokok-Pokok Ajaran Aswaja,


http://nafasfiqih.blogspot.com/2012/02/pokok-pokok-ajaran-aswaj Diakses
Pada Tanggal 18 Oktober 2018 12.50 pm

14

Anda mungkin juga menyukai