Analisis Transportasi UNTAR 2019
Analisis Transportasi UNTAR 2019
Disusun oleh :
GAMA-UMANDI
2019
LEMBAR PENGESAHAN
CIVIL NATIONAL EXPO 2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah analisis transportasi tentang
“Skema Creative Financing sebagai Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Jalan Rel ”.
Makalah ini disusun berdasarkan data-data sekunder yang diperoleh dari berita
maupun jurnal. Penulis telah menelaah berbagai potensi maupun permasalahan yang
berkaitan dengan potensi pembiayaan kreatif dalam proyek infrastruktur. yHal-hal tersebut
penulis sajikan dalam makalah ini secara singkat dan jelas.
Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari berbagai hambatan dan rintangan
yang dapat penulis lalui karena bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua penulis atas doa, dan kasih sayang sehingga penulis mampu
menyelesaikan makalah ini,
2. Ir. Djoko Murwono, M.Sc, atas saran dan bimbingannya dalam menulis makalah
ini,
3. Rekan-rekan yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.
Akhir kata, penulis ingin menyampaikan permohonan maaf apabila terdapat
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat. Terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Nyatanya, minimnya anggaran disebabkan karena belum banyak investor yang berminat
untuk ikut bergabung dalam proyek kereta api. Kurang diminatinya proyek kereta api oleh
pihak swasta sebagai investor adalah karena modal yang cukup tinggi akibat pembebasan
lahan yang besar dan investasi di sektor kereta api saat ini kurang menguntungkan karena
sulit untuk balik modal.
Hal ini berarti bahwa pendanaan investasi di sektor perkeretaapian membutuhkan
skema pembiayaan yang inovatif dan kreatif. Nantinya, skema pembiayaan ini dapat
menarik para investor untuk menanam modalnya dalam proyek perkeretaapian di
Indonesia. Oleh karena itu, pada karya tulis ini akan dipaparkan analisis pembiayaan
pembangunan insfrastruktur transportasi berbasis rel sebagai solusi untuk menjawab
permasalahan tersebut dengan studi kasus kereta cepat Jakarta-Bandung.
1.3 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah yang telah disusun diatas, maka dapat ditentukan
arah penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis potensi skema pembiayaan kreatif dalam menunjang terlaksananya
proyek perkeretaapian Indonesia.
2. Menganalisis cara agar skema pembiayaan kreatif dapat dilaksanakan dan berhasil
menarik investor.
1.4 Manfaat
Penelitian ini membahas mengenai analisis potensi skema pembiayaan kreatif
sebagai usaha untuk mengoptimalisasi pembangunan infrastruktur jalan rel tanpa
bergantung terhadap APBN, diharapkan dapat bermanfaat bagi:
2
1) Akademisi dan peneliti, diharapkan dapat mengetahui skema pembiayaan
kreatif sebagai solusi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.
2) Pemerintah, diharapkan dapat menggencarkan kerjasama dengan pihak swasta
dengan menawarkan skema pembiayaan kreatif.
3) Investor swasta, diharapkan dapat mengetahui keuntungan dari skema
pembiayaan kreatif.
3
BAB II
ISI
4
Menurut Sri Mulyani (2018), dana dari APBN hanya mencukupi 40 persen untuk
memenuhi kebutuhan infrastruktur di Indonesia. Dibutuhkan waktu hingga 20 tahun
untuk membiayai seluruh proyek yang ada. Hanya dengan APBN saja dinilai tidak
mencukupi untuk membiayai proyek infrastruktur, sehingga dibutuhkan dukungan
pendanaan infrastruktur terutama dari pihak swasta.
5
pembiayaan yang dipakai akan disesuaikan dengan kondisi kelayakan ekonomi dan
finansial.
6
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, tujuan
dilakukan KPBU untuk:
a. Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam penyediaan
infrastruktur melalui pengerahan dana swasta;
b. Mewujudkan penyediaan infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat
sasaran, dan tepat waktu;
c. Menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan badan usaha dalam
penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat;
d. Mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima,
atau dalam hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna;
dan/atau
e. Memberikan kepastian pengembalian investasi badan usaha dalam penyediaan
infrastruktur melalui mekanisme pembayaran secara berkalaoleh pemerintah
kepada badan usaha.
7
a. Kemitraan yakni kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha dilakukan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan persyaratan yang
mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak.
b. Kemanfaatan yakni penyediaan infrastruktur yang dilakukan olej pemerintah
dengan badan usaha untuk memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi
masyarakat.
c. Bersaing yakni pengadaan mitra kerjasama badan usaha dilakukan melalui
tahapan pemilihan yang adil, terbuka, dan transparan, serta memperhatikan
prinsip persaingan usaha yang sehat.
d. Pengendalian dan pengelolaan risiko adalah kerja sama penyediaan infrastruktur
dilakukan dengan penilaian risiko, pengembangan strategi pengelolaan, dan
mitigasi terhadap risiko.
e. Efektif yakni kerja sama penyediaan infrastruktur mampu mempercepat
pembangunan sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan pengelolaan dan
pemeliharaan infrastruktur.
f. Efisien adalah kerja sama penyediaan infrastruktur mencukupi kebutuhan
pendanaan secara berkelanjutan dalam penyediaan infrastruktur melalui
dukungan dana swasta.
Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan adalah infrastruktur ekonomi dan infrastruktur
social. Jenis infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial dapat dilihat di Gambar…
Pembangunan infrastruktur transportasi berbasis rel dapat dikategorikan dalam
infrastruktur transportasi, infrastruktur jalan, dan infrastruktur perkotaan. Sehingga dalam
pembangunan infrastruktur transportasi berbasis rel dapat digunakan skema KPBU.
Pembiayaan infrastruktur dengan skema KPBU bukan berarti pengalihan
kewajiban pemerintah dalam penyediaan layanan kepada masyarakat, namun skema ini
merupakan pembiayaan untuk merancang, membangun, dan mengoperasikan proyek
infrastruktur kepada swasta. Investasi swasta disini bukan sumbangan gratis kepada
pemerintah dalam penyediaan pelayanan public dan bukan merupakan privatisasi barang
publik. Skema KPBU juga bukan merupakan sumber pendapatan pemerintah yang akan
membebani masyarakat dalam pemberian pelayanan umum dan bukan merupakan
pinjaman (utang) pemerintah kepada swasta.
8
Proyek dengan menggunakan skema KPBU bisa diprakarsai oleh pihak
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direktur BUMN/BUMD yang kemudian
disebut sebagai solicited project atau oleh pihak swasta/badan usaha yang disebut sebagai
unsolicited project. Prakarsa pemerintah (Solicited) merupakan proyek infrastruktur yang
diinisiasi oleh pemerintah dan ditawarkan kepada badan usaha untuk dikerjasamakan.
Sedangkan prakarsa badan usaha (unsolicited) merupakan proyek infrastruktur yang
diinisiasi oleh badan usaha dimana proposal yang diajukan oleh badan usaha harus
memenuhi persyaratan kesesuaian dengan rencana induk sector, kelayakan secara
ekonomi dan finansial, serta badan usaha memiliki kemampuan keuangan yang memadai
untuk membiayai pelaksanaan proyek yang diprakarsai.
9
Gambar 2. 5 Jenis infrastruktur KPBU
10
2.1.3 Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA)
Menurut Bappenas (2018), skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran
Pemerintah (PINA) merupakan skema pembiayaan yang bertujuan untuk mempercepat
investasi dari pihak swasta maupun BUMN terhadap proyek infrastruktur strategis
nasional tanpa menggunakan APBN.
Skema PINA ini mendorong partisipasi swasta untuk berperan sebagai mitra
pemerintah yang dapat menciptakan nilai tambah dan lapangan pekerjaan secara
berkelanjutan. Proyek infrastruktur yang didanai dengan skema ini memiliki nilai
komersial yang tinggi dengan Internal Rate of Return (IRR) diatas 13% (Brodjonegoro ,
2017).
Skema PINA menawarkan tiga opsi bagi investor untuk menawarkan modalnya.
Namun bagi para investor baru baik dari dalam maupun luar negeri dapat memilih proyek
Brownfield dikarenakan proyek sudah berjalan dan sudah ada penerimaan dibandingkan
dengan proyek Greenfield yang memiliki risiko tinggi.
Namun, menurut Menteri Bambang (2018), apabila proyek Greenfield berhasil
akan mendapat return yang luar biasa. Yang terakhir pada tahap operasional dimana
proyek sudah beroperasi tetapi ingin mencari tambahan modal baru. Pada tahap ini
kepastian revenuenya sudah sangat tinggi sehingga memiliki risiko yang rendah untuk
investasi.
11
Pembangunan infrastruktur melibatkan banyak stakeholder sehingga diperlukan
mekanisme yang jelas untuk mendorong para pihak terkait, baik untuk aspek pendanaan
maupun nonpendanaan. Menurut Bappenas, proyek yang akan didanai dengan skema
PINA harus memenuhi 4 kriteria, yaitu:
1. Proyek memberikan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan.
2. Proyek memiliki dokumen-dokumen legal dan memenuhi kriteria kelayakan
(readiness criteria).
3. Proyek memiliki nilai komersial dengan return minimal sebesar 13%.
4. Proyek termasuk di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN).
2.2 Pembahasan
Berdasarkan konsep pembiayaan infrastruktur, untuk proyek kereta cepat Jakarta-
Bandung perlu diketahui terlebih dahulu kelayakan ekonomi dan finansial untuk memilih
skema pembiayaan kreatif (KPBU dan PINA) yang sesuai. Analisis kelayakan ekonomi
didefinisikan sebagai kelayakan bagi semua pihak yang memanfaatkan, baik langsung
maupun tidak langsung dari suatu pembangunan atau pengembangan infrastruktur.
Sedangkan analisis kelayakan finansial diperlukan perhitungan yang jelas terkait biaya
dan pendapatan.
Aspek-aspek finansial meliputi aspek pembiayaan, penganggaran, pendapatan
dan biaya, serta penilaian. Berdasarkan perencanaan pekerjaan dilakukan perhitungan
estimasi biaya proyek dan dilakukan evaluasi/analisis ekonomi. Analisis tersebut meliputi
analisis BCR (benefit cost ratio), analisis EIRR (economic internal rate of return),
analisis NPV (net present value) dan analisis kepekaan (sensitivity analysis).
a. Analisis benefit cost ratio
Benefit cost ratio (BCR) adalah perbandingan antara nilai dari manfaat (benefit)
dengan nilai dari biaya (cost) pada waktu yang sama. Apabila BCR > 1, maka
proyek layak untuk dilaksanakan, sedangkan apabila BCR < 1 proyek tidak layak
untuk dilaksanakan sehingga diperlukan evaluasi untuk mendapatkan kelayakan
yang sesuai kriteria.
b. Analisis economic internal rate of return
12
Economic internal rate return adalah tingkat bunga dimana nilai sekarang dari
manfaat kotor sama dengan nilai sekarang biaya proyek atau nilai neto sekarang
(NPV) menjadi nol. Apabila hasil EIRR > suku bunga yang ditetapkan bank
donor, maka proyek layak dilaksanakan, sedangkan jika IRR < suku bunga yang
berlaku, konstruksi tidak layak dilakukan sehingga perlu dievaluasi untuk
mendapatkan kelayakan yang sesuai analisis.
c. Analisis net present value
Net present value (NPV) adalah jumlah dari keseluruhan manfaat (benefit)
dikurangi dengan keseluruhan biaya (cost) pada waktu yang sama. Apabila hasil
NPV > 0, maka proyek layak dilaksanakan, sedangkan jika NPV < 0, maka proyek
tidak layak dilaksanakan sehingga perlu dievaluasi untuk mendapatkan kelayakan
yang sesuai analisis.
d. Cash flow
Cash flow (aliran kas) merupakan sejumlah dana yang keluar dan masuk sebagai
akibat dari aktivitas Lembaga pengelolaan atau aliran dana yang terdiri dari aliran
masuk dalam Lembaga pengelolaan dan aliran dana keluar dengan selisih saldo
pada setiap periode.
2.2.1 Kelayakan Ekonomi dan Kelayakan Finansial Proyek Kereta Cepat Jakarta-
Bandung
Berdasarkan dari data sekunder proyek kereta cepat Jakarta – Bandung, jika hanya
memperhitungkan manfaat finansial diperoleh nilai NPV = 8.677.268.827,83 > 0, BCR =
1,01 > 1, IRR = 5,50% > r, PI = 0,79 < 1, PP = 34,47 < 38 tahun. Jika memperhitungkan
manfaat ekonomi dan finansial diperoleh nilai NPV = 1.543.396.683.112,40 > 0, BCR =
1,56 > 1, IRR = 105,46% > r, PI dan PP tidak dapat dihitung karena nilai NPV positif
pada tahun pertama (2020). (Giantra, Purba, dkk, 2018, p.323)
Dari data tersebut, proyek kereta cepat Jakarta – Bandung dapat disimpulkan
layak secara ekonomi dan finansial marginal (IRR 5,50%), sehingga skema pembiayaan
KPBU dapat menjadi alternatif. Namun untuk meningkatkan kelayakan finansial
(IRR>13%) agar dapat menuju skema PINA, maka proyek kereta api cepat Jakarta-
Bandung perlu dicarikan item kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan (revenue).
13
Berdasarkan beberapa referensi untuk meningkatan pendapatan dapat dikembangkan
konsep TOD di kawasan stasiun-stasiun dalam lintas kereta api cepat.
14
Dalam pengembangan kawasan TOD tersebut akan dibangun kawasan bisnis,
pusat riset dan pengembangan, kawasan pendidikan, dan lain-lain. Salah satu proyek
pembangunan yang sedang digagas adalah di Walini yang akan menjadi kota baru sebagai
pusat riset dan pengembangan kesehatan dan obat-obatan, education center, serta
teknologi pertanaian dan bioteknologi. Di kawasan Tegalluar juga akan dibangun
kawasan industri kreatif berbasis IT. Menurut Hanggoro, kota-kota tersebut akan menjadi
model dari kota masa depan yang mengedepankan prinsip kawasan layak huni dan ramah
lingkungan.
Menurut Sahala Lumban Gaol (2016) selaku Komisaris PT Pilar Sinergi BUMN
Indonesia, TOD dapat membantu mengembalikan modal yang terserap dalam
15
pembangunan kereta cepat. Sahala memperkirakan bahwa dengan pengembangan
kawasan TOD dapat menyumbang sebesar 25% untuk pendapatan selain dari penjualan
tiket.
16
Gambar 2. 9 Zona komersial stasiun kereta api
2.2.4 Evaluasi
Lahirnya skema creative financing tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan
Indonesia dalam membangun infrastruktur. Pembangunan infrastruktur di Indonesia
kerap terkendala karena sumber pendanaan APBN saja dinilai tidak cukup untuk
membiayai proyek-proyek infrastruktur yang begitu besar. Dari paparan diatas,
pemerintah berada pada jalur yang benar dalam menjalankan terobosan skema
pembiayaan dengan melibatkan swasta sebagai pelaku pembiayaan. Skema KPBU dan
Skema PINA muncul sebagai creative financing yang diusulkan oleh pemerintah.
Kereta cepat Jakarta-Bandung sebagai salah satu proyek prestisius dalam
menggenjot peningkatan infrastruktur di Indonesia ternyata sudah pernah diusulkan
menggunakan skema KPBU. Namun, usulan pembiayaan yang diusulkan oleh Japan
International Corporation Agency (JICA) dinilai terlalu berat karena skema KPBU yang
diajukan terdiri dari 10% pembiayaan ditanggung oleh swasta, 74% ditanggung oleh
BUMN khusus dan 16% ditanggung oleh pemerintah.
17
Alasannya karena proyek tersebut tidak tercantum dalam RPJMN (New Initiative)
sehingga tidak ada alokasi APBN sama sekali dan juga hasil kelayakan finansional yang
marginal membuat proyek tersebut menjadi kurang menarik. Melalui beberapa teori dan
studi banding kasus, bisa didapatkan kriteria yang dibutuhkan dalam skema pembiayaan
kreatif. Namun tidak semua proyek dapat sesuai dengan skema pembiayaan yang tersedia
sehingga perlu kajian lebih lanjut yang akan dibahas pada rekomendasi di bawah ini.
2.2.5 Rekomendasi
Untuk merealisasikan proyek infrastruktur jalan rel yang membutuhkan dana yang
besar diperlukan skema pembiayaan yang beragam. Pada proyek kereta cepat Jakarta-
Bandung menggunakan skema Business to Business (B2B) tanpa menggunakan APBN.
Hal tersebut tentunya selaras dengan skema PINA yang dapat menjadi opsi lain dalam
membiayai proyek tersebut.
Penulis merekomendasikan skema PINA sebagai alternatif pembiayaan
berdasarkan catatan-catatan sebagai berikut:
a. Proyek kereta cepat akan menerapkan konsep TOD yang dapat mempercepat
pengembalian modal selain dari penjualan tiket.
b. Pembangunan stasiun yang akan menjadi area bisnis, komersialisasi serta
pusat kegiatan ekonomi.
c. Skema PINA dapat mendukung skema B2B karena keduanya tidak
menggunakan dana APBN. Skema PINA dapat mendukung pembangunan
ketika telah mencapai tahap Brownfield.
18
Selain itu skema pembiayaan infrastruktur jalan rel juga dapat menggunakan skema
pembiayaan lainnya. Skema yang digunakan akan disesuaikan dengan kelayakan
ekonomi dan finansial yang akan ditampilkan pada Gambar 2.9.
Untuk proyek jalan rel existing yang telah beroperasional dapat menggunakan
APBN, sebagai contoh proyek pembangunan double track di Jawa Selatan. Sedangkan
dalam proyek membangun jalan rel baru dapat digunakan skema pembiayaan berupa
PINA maupun KPBU. APBN juga dapat digunakan pada proyek pembangunan jalur
kereta api perintis yang tidak layak secara ekonomi dan finansial namun memberikan
manfaat bagi masyarakat. Pembangunan jalur kereta api Trans Papua merupakan salah
satu contoh proyek yang menggunakan APBN.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Skema pembiayaan kreatif seperti PINA dan KPBU merupakan sumber
pembiayaan alternatif sehingga pembangunan infrastruktur tidak hanya
bergantung kepada APBN.
2. Skema pembiayaan infrastruktur jalan rel dipilih berdasarkan hasil analisis
kelayakan ekonomi dan finansial.
3. Proyek infrastruktur jalan rel membutuhkan dana pembangunan yang besar
sehingga tidak cukup apabila hanya mengandalkan APBN. Dengan adanya
skema pembiayaan kreatif (KPBU dan PINA), APBN dapat difokuskan dalam
mengembangkan infrastruktur jalan rel perintis yang dapat membawakan
manfaat bagi masyarakat Indonesia.
3.2 Penutup
Skema pembiayaan kreatif memiliki potensi yang besar dalam pembiayaan proyek
infrastruktur karena tidak tergantung dengan APBN, sehingga APBN dapat dialokasikan
ke sektor lain seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Skema pembiayaan kreatif
seperti PINA dan KPBU dapat digunakan dalam membiayai proyek yang layak secara
ekonomi dan finansial
Dalam studi kasus kereta cepat Jakarta-Bandung dapat direkomendasikan
menggunakan skema KPBU karena layak secara ekonomi dan finansial marginal, namun
bisa ditujukan menggunakan konsep PINA dengan menerapkan konsep TOD untuk
meningkatkan manfaat (pendapatan) sehingga kelayakan finansial akan lebih besar (IRR>
13%).
Skema pembiayaan kreatif (PINA dan KPBU) ini diperlukan kajian lebih lanjut
agar dapat menjawab kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur yang tepat
sasaran. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak..
20
DAFTAR PUSTAKA
Advertorial. Ini Skema Pembiayaan Kreatif untuk Pembangunan Infrastruktur. Desember
5, 2017. https://news.detik.com/adv-nhl-detikcom/d-3756313/ini-skema-
pembiayaan-kreatif-untuk-pembangunan-infrastruktur (accessed Maret 22,
2019).
Anonim. Infrastruktur di Indonesia. Juni 23, 2017. https://www.indonesia-
investments.com/id/bisnis/risiko/infrastruktur/item381 (accessed Maret 20,
2019).
—. Kementerian PPN / Bappenas. 2016.
http://www.ppptoolkit.or.id/transportasi/transportasi_home.html (diakses Maret
28, 2019).
Arief, Irvin Avriano. Negara Kurang Uang Bangun Infrastruktur, Ini Cara Jokowi.
Oktober 22, 2018. https://www.cnbcindonesia.com/news/20181022160441-4-
38483/negara-kurang-uang-bangun-infrastruktur-ini-cara-jokowi (accessed
Maret 22, 2019).
Damanik, Kurniawan, dkk. Pedoman Studi Kelayakan Ekonomi/Finansial. Jakarta:
Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2009.
Giantara, Purba, dkk. "Analisis Ekonomi dan Finansial Kereta Cepat Jakarta - Bandung."
JRSDD, 2018: 323-334.
Kusuma, Hendra. Kerja Sama Proyek Infrastruktur Non APBN Diteken, Ini Rinciannya.
Oktober 8, 2018. https://finance.detik.com/infrastruktur/d-4247898/kerja-sama-
proyek-infrastruktur-non-apbn-diteken-ini-rinciannya (accessed Maret 22, 2019).
Online, Redaksi WE. Ini Perbedaan Skema Pembiayaan antara PINA dan KPBU.
Februari 17, 2017. https://www.wartaekonomi.co.id/read131104/ini-perbedaan-
skema-pembiayaan-antara-pina-dan-kpbu.html (accessed Maret 22, 2019).
Siregar, Boyke P. Pemerintah Tawarkan Skema Alternatif Pembiayaan Infrastruktur.
April 12, 2018. https://www.wartaekonomi.co.id/read177285/pemerintah-
tawarkan-skema-alternatif-pembiayaan-infrastruktur.html (accessed Maret 22,
2019).
Wirayani, Prima. 6 Proyek Infrastruktur Dapat Pendanaan PINA Rp 47 T. Oktober 13,
2018. https://www.cnbcindonesia.com/news/20181013183246-4-37279/6-
proyek-infrastruktur-dapat-pendanaan-pina-rp-47-t (accessed Maret 22, 2019).
21