Bab Ii
Bab Ii
A. Tindak Pidana
Secara bahasa tindak pidana terdiri dari dua kata, yakni tindak dan
Tindak pidana atau Delik merupakan terjemahan dari strafbaar feit atau
1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. III,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 1195.
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997), hlm. 360.
21
22
a. Peristiwa pidana
b. Perbuatan pidana
tersebut.5
3
M. Sudrajat Bassar, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, (Bandung: Remadja Karta, 1984), hlm. 1.
4
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. II
(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989), hlm. 219.
5
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 2004), hlm. 54.
6
Wirjono Prodjodjokro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Jakarta: Eresco, 1981), hlm.
50.
23
undang.
dilakukan.8
7
Lamitang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Citra Aditya Bhakti, 1997),
hlm. 33.
8
Amir Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana, hlm. 53.
24
sebagai berikut:
a. Kejahatan
b. Pelanggaran
berikut:9
daripada pelanggaran.
pidana tetapi karena suatu hal tidak terlaksana. Dalam hal ini
pada pelanggaran.
9
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 151.
25
berbeda. Dalam hal kejahatan pidana itu satu saja, yaitu yang
pelanggaran.
B. Teori Pemidanaan
tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata “pidana” pada umumnya
penghukuman.10
diperlukan karena manusia harus mengetahui sifat dari pidana (straffen) dan
10
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),
hlm. 2.
11
Jan Remmelink, Hukum Pidana, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 595-
596.
26
pemidanaan yaitu menetapkan suatu pidana tidak terlepas dari tujuan politik
tujuan serta fungsi pemidanaan, maka tidak terlepas dari teori-teori tentang
12
Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung: Alumni, 2008), hlm.149
13
Samosir, Djisman. Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia.
(Bandung: Bina Cipta,1992)
27
moral)
hukum dan keadilan. Oleh karena itu menurut penganut teori ini
14
Apong Herlina, “Restorative Justica”, Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 3, No. III
(September 2004), hlm. 22-23.
28
diberikan penderitaan.
Dalam teori ini yang dianggap sebagai dasar hukum dari pemidanaan
bukan untuk pembalasan, akan tetapi tujuan dari pidana itu. Jadi teori
artinya teori ini mencari manfaat dari pada pemidanaan. Teori ini
dikenal juga dengan nama teori nisbi yang menjadikan dasar penjatuhan
a. Pencegahan
15
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari Retribusi ke Reformasi,
(Pradnya Paramita, 1986), hlm. 34.
16
Apong Herlina, “Restorative Justica”, hlm. 23.
30
terjadinya kejahatan.
3. Teori gabungan
Menurut ajaran teori ini dasar hukum dari pemidanaan terletak pada
samping itu diakuinya pula sebagai dasar pemidanaan itu adalah tujuan
Teori ini sebagai reaksi dari teori sebelumnya yang kurang dapat
memuaskan menjawab mengenai hakikat dari tujuan pemidanaan.
Menurut ajaran teori ini dasar hukum dari pemidanaan adalah
17
Samidjo, Pengantar Hukum Indonesia, (Bandung: Armico, 1985), hlm. 15
18
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Satu, (Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa,
1998), hlm. 56.
31
C. Maqāşid as-Syarī’ah
Secara bahasa Maqāşid as-Syarī’ah terdiri dari dua kata, yakni Maqāşid
merupakan bentuk jama’ dari Maqşud yang berasal dari suku kata
19
Ibnu Manzur, Lisan Al-‘Arab Jilid I, (Kairo: Darul Ma’arif, t.t.), hlm. 3642
20
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, cet. 14, (Surabaya:
Penerbit Pustaka Progressif, 1997), hal. 712.
21
Fazlurrahman, Islam, alih bahasa Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka, 1984), hlm.
140.
32
dan sasaran syara’ yang tersirat dalam segenap atau bagian terbesar dari
sebagai tujuan dan rahasia syariah yang ditetapkan oleh as-syar’i dalam
22
Abu Ishaq as-Syatibi, Al-Muwafaqat fi usul al-Syari’ah, Kairo: Mustafa Muhammad,
t.t.), hlm. 3.
23
Wahbah Az–Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1986), hlm.
1017.
24
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm.
123.
25
Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari’ah menurut al-Syatibi, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996), hlm. 64.
26
Ibid., hlm. 65.
33
ayat 18:
27
يعلمون
Dalam QS. Al-Syura (42), ayat 13 juga ditegaskan:
28
من يشاء ويهدي إليه من ينيب
Ayat di atas menjelaskan tentang sebuah makna syari’ah yang
27
Al-Jasiyah (45): 18.
28
As-Syura (42): 13.
29
Yayan Sopyan, Tarikh Tasryi Pemebentukan Hukum Islam, (Depok: Gramata
Publishing, 2010), hlm.3.
34
tujuan. Hukum yang tidak mempunyai tujuan sama juga dengan Taklīf
maka para ulama ushul fiqh merumuskan tujuan hukum Islam tersebut
dalam lima misi, semua misi ini wajib dipelihara untuk melastarikan dan
32
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
30
Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqasid Syari’ah Menurut al- Syatibi, hlm. 71.
31
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Jakarta: Logos Publishing House, 1996), hlm.114.
32
Dahlan Tamrin, Kaidah-kaidah Hukum Islam, (Malang: UIN Malik Press, 2010), hlm.
76.
35
kepastian.
33
Wahbah az-Zuhaili. Ushul al-Fiqh al-Islami, hlm. 1019.
36
hukum.
baik di dunia maupun di akhirat kelak. Tujuan ini akan terwujud bila
ada taklif hukum, dan taklif hukum itu baru dapat dilaksanakan apabila
selalu ada di jalur hukum dan tidak berbuat sesuatu menurut hawa
nafsunya sendiri.
34
Ghofar Shidiq, “Teori Maqashid al-Syari’ah dalam Hukum Islam”, Majalah Ilmiah
Sultang Agung, Vol.44, No.118, Th. 2009, hlm. 123
37
35
Asafri Jaya Bakrie, Konsep Maqasid Syariah menurut Imam Al-Syahibi, hlm. 61-62
38
peringkat, yaitu:
keturunan)
diri manusia.
lagi.
kehidupannya.
42
Cara untuk menjaga yang lima tadi dapat ditempuh dengan dua cara
yaitu:36
1) Dari segi adanya (Min Nahiyyati al-Wujud) yaitu dengan cara manjaga
2) Dari segi tidak ada (Min Nahiyyati al- ‘Adam) yaitu dengan cara
tayamum bagi orang yang tidak mendapatkan air atau tidak dapat
36
Abdurrahman Kasdi, “Maqasyid Syari’ah Perspektif Pemikiran Imam Syatibi dalam
Kitab al-Muwafaqat,” Yudisia, Vol. 5, No. 1, (Juni, 2004), hlm. 57.
43
c. Maqāşid at- Taḥsīniyyah yaitu tindakan dan sifat yang harus dijahui
oleh akal yang sehat, dipegangi oleh adat kebiasaan yang bagus dan
manusia.37
37
Ghofar Shidiq, “Teori Maqashid al-Syari’ah dalam Hukum Islam”, hlm. 124.