Anda di halaman 1dari 14

RANCANGAN PELAKSANAAN LAYANAN

BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK MODELING UNTUK


MENINGKATKAN KEMANDIRIAN PADA ANAK TUNAGRAHITA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi
Dosen Pengampu : Deasy Yunika Khairun, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Abdurrahman Hakim (2285160001)


2. Farina Meisyarah (2285180018)
3. Melin Fitriani (2285180019)
4. Mutia Saputri (2285180013)
5. Hani Nur Afifah (2285180017)
6. Husnul Chotimah (2285180046)
7. Tunjung Lintang Utami (2285180032)
8. Nurul Fathia (2285180039)
9. Ucha Sekar Rumalda (2285180036)
10. Matahari Citra P.N.A (2285180033)

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA


2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap manusia yang terlahir ke dunia ini pastilah memiliki kondisi yang berbeda-
beda. Ada anak yang lahir dengan kondisi yang normal dan ada anak yang lahir dengan
membawa kelainan-kelainan baik secara fisik maupun mental. Salah satunya yang terjadi
pada anak tunagrahita. Ketunagrahitaan tidak hanya berdasarkan satu aspek misalnya
hanya dari segi kecerdasan saja yang rendah tetapi harus melihat hal-hal lain seperti
adanya ketidak mampuan dalam tingkah laku penyesuain dan lain sebagainya. Lalu,
untuk menumbuhkan kemandirian pada individu sejak usia dini sangatlah penting karena
dengan memiliki kemandirian sejak dini, anak akan terbiasa mengerjakan kebutuhannya
sendiri. Menurut Yusuf (2002), secara naluriah, anak mempunyai dorongan untuk
berkembang dari posisi dependent (ketergantungan) ke posisi independent (mandiri).
Anak yang mandiri akan bertindak dengan penuh rasa percaya diri dan tidak selalu
mengandalkan bantuan orang dewasa dalam bertindak. Anak tunagrahita diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk belajar, bermain, berkerja dan bergaul di masyarakat
pada umumnya sesuai dengan keadaan dan kemampuannya. Hal ini tentu menuntut
kemampuan anak tunagrahita agar dapat menyatakan dan menyesuaikan diri sesuai
dengan potensi yang dimilikinya. Sebagaimana diketahui bahwa anak tunagrahita
mengalami hambatan dalam kercerdasan maka target kemandiriannya tentu harus
dirumuskan sesuai dengan potensi yang mereka miliki, sehingga dapat dikatakan bahwa
mandiri bagi anak tunagrahita adanya kesesuain antara kemampuan yang aktual dengan
potensi yang mereka miliki. Jadi pencapaian kemandirian bagi anak tunagrahita tidak
dapat diartikan sama dengan pencapaian kemandirian anak normal pada umumnya. Maka
dari itu perlunya pendidikan dan bimbingan berupa penerapan layanan bimbingan
kelompok dengan teknik modeling untuk meningkatkan kemandirian bagi anak
tunagrahita.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Anak Tunagrahita


Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang memiliki kondisi
kecerdasannya dibawah rata-rata, dalam bahasa Indonesia pernah digunakan misalnya :
lemah otak, lemah ingatan, lemah psikis. Istilah ini digunakan ketika pendidikan PLB
belum digalakkan sesuai dengan perkembangan pendidikan sehingga penyebutannya
diperhalus menjadi tuna mental yang sekarang dikenal dengan sebutan tunagrahita.
Tunagrahita dapat diartikan kurang daya pikir. Apapun istilah yang digunakan yang
penting tentang siapa dan bagaimana anak tunagrahita mendapatkan layanan pendidikan
dan pengajaran yang tepat bagi mereka dalam pengembangan diri mereka. Jadi seseorang
dianggap cacat mental jika ditandai dengan beberapa tanda sebagai berikut :
a. Tidak berkemampuan secara sosial dan tidak mampu mengelola dirinya sendiri sampai
tingkat dewasa
b. Mental dibawah normal
c. Terlambat kecerdasannya sejak lahir
d. Terlambat tingkat kematangannya
e. Cacat mental disebabkan pembawaan dari keturunan atau penyakit
f. Tidak dapat disembuhkan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita adalah kelainan yang meliputi
fungsi intelektual umum di bawah rata-rata, yaitu IQ 84 kebawah berdasarkan tes dan muncul
sebelum usia 16 tahun dan dipertegas bahwasanya anak penyandang tunagrahita merupakan
kondisi yang tidak bisa disembuhkan oleh obat apapun.

Klasifikasi Anak Tunagrahita


Menurut AAMD (Moh Amin, 1995) klasifikasi anak tunagrahita dapat dibagi menjadi
tiga macam antara lain :
1. Tunagrahita Ringan (Mampu didik)
Tingkat kecerdasan IQ mereka berkisar 50-70 mempunyai kemampuan untuk
berkembang dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan
bekerja, mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang lebih luas, dapat mandiri
dalam masyarakat, mampu melakukan pekerjaan seni terampil dan pekerjaan
sederhana.
2. Tunagrahita Sedang (Mampu Latih)
Tingkat kecerdasan IQ mereka berkisar 30-50 dapat belajar keterampilan
sekolah untuk tujuan fungsional, mampu melakukan keterampilan mengurus dirinya
sendiri (self help), mampu mengadakan adaptasi sosial di lingkungan terdekat, mampu
mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu pengawasan.
3. Tunagrahita Berat ( Mampu Rawat)
Tingkat kecerdasan IQ mereka kurang dari 30 hampir tidak memiliki
kemampuan untuk dilatih mengurus diri sendiri. Ada yang masih mampu mampu
dilatih mengurus diri sendiri, berkomunikasi secara sederhana dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan tetapi sangat terbatas.

Karakteristik Anak Tunagrahita


a. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan (Mampu Didik)
Moh Amin (1995) mengemukakan bahwa karakteristik anak tunagrahita ringan
sebagai berikut :
1. Lancar dalam berbicara tetapi kurang dalam pembendaharaan kata-katanya
2. Sulit berfikir abstrak
3. Pada usia 16 tahun untuk mencapai kecerdasan setara dengan anak normal
umur 12 tahun
4. Masih dapat mengikuti pekerjaan, baik di sekolah khusus maupun di sekolah
umum.
b. Karakteristik Anak Tunagrahita Sedang (Mampu Latih)
Moh Amin (1995) mengemukakan bahwa karakteristik anak tunagrahita sedang
antara lain :
1. Mereka hampir tidak bisa mempelajari pelajaran akademik namun dapat di
latih untuk melaksanakan pekerjaan rutin atau sehari-hari
2. Kemampuan maksimalnya sama dengan anak normal usia 7-10 tahun
3. Mereka selalu bergantung pada orang lain tetapi masih dapat membedakan
bahaya dan bukan bahaya
4. Masih mempunyai potensi untuk memelihara diri dan menyesuaikan diri
terhadap lingkungan.
c. Karakteristik Anak Tunagrahita (Moh Amin, 1995) pada umumnya :
1. Kecerdasan
a. Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang kongkrit
b. Dalam belajar tidak banyak berbicara banyak
c. Mengalami kesulitan menangkap rangsangan atau lamban
d. Memerlukan waktu lama untuk menyelesaikan tugas
e. Memiliki kesanggupan yang rendah dalam mengingat serta memerlukan
jangka waktu yang lama.
2. Sosial
a. Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan
memimpin diri sendiri
b. Waktu masih anak-anak setiap aktivitasnya harus selalu dibantu
c. Mereka bermain dengan teman yang lebih muda usianya
d. Setelah dewasa kepentingan ekonominya sangat bergantung pada bantuan
orang lain
e. Mudah terjerumus ke dalam pergaulan yang negatif seperti mencuri,
merusak, pelanggaran seksual dan sebagainya.
3. Fungsi Mental Lainnya
a. Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya
b. Mudah lupa
4. Kepribadian
a. Tidak percaya terhadap kemampuannya sendiri
b. Tidak mampu mengontrol dan menyerahkan diri
c. Selalu bergantung pada pihak luar
d. Terlalu percaya diri.

Faktor Penyebab Anak Tunagrahita


Pengetahuan tentang penyebab retradasi mental atau tunagrahita dapat digunakan
sebagai landasan dalam melakukan usaha-usaha preventif berbagai penelitian menunjukkan
bahwa tunagrahita dapat disebabkan oleh berbagai faktor (Suranto dan Soedarini, 2002)
antara lain :
a. Genetik seperti terjadinya kerusakan atau kelainan bio kimiawi serta terjadinya
abnormal dalam kromosom
b. Sebab-sebab pada manusia pre natal seperti infeksi Rubella, dan faktor Rhesus
c. Penyebab natal seperti luka pada saat kelahiran, sesak nafas, dan prematuritas
d. Penyebab post natal seperti infeksi, enceoholitis, mol nutrisi atau kekurangan
nutrisi
e. Penyebab sosial kultur.

2.2 Kemandirian pada Anak


Menurut Bathi (Sa’diyah, 2017) kemandirian merupakan perilaku yang
aktivitasnya diarahkan kepada diri sendiri, tidak banyak mengharapkan bantuan dari
orang lain, dan bahkan mencoba memecahkan masalahnya sendiri. Sedangkan mandiri
merupakan sikap yang mampu mengurus kehidupannya sendiri dan tidak menjadi beban
orang lain. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa kemandirian merupakan
kemampuan penting dalm hidup seseorang yang perlu dilatih sejak dini. Seseorang
dikatakan mandiri jika dalam menjalani kehidupan dengan tidak bergantung kepada
orang lain khususnya dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Kemandirian juga
ditunjukkan dengan adanya kemampuan mengambil keputusan serta mengatasi masalah.
Dengan demikian setiap anak perlu dilatih untuk mengembangkan kemandirian sesuai
kapasitas dan tahapan perkembangannya.
Sedangkan kemandirian pada anak adalah kemampuan anak untuk melakukan
kegiatan dan tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan
tahap perkembangan dan kemampuan anak. Kemandirian berarti bahwa anak telah
mampu bukan hanya mengenal mana yang benar dan mana yang salah, tetapi juga
mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk. Pada fase kemandirian ini anak
telah mampu menerapkan terhadap hal-hal yang menjadi larangan atau yang dilarang
serta sekaligus memahami konsekuensi jika melanggar aturan.

2.3 Kemandirian pada Anak Tunagrahita


Kemandirian diartikan sebagai suatu sikap yang ditandai dengan adanya
kepercayaan diri dan terlepas dari ketergantungan (Chaplin, 1995), selanjutnya Benson
dan Grove (2000) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kemandirian adalah
kemampuan individu untuk memutuskan sendiri dan tidak terus menerus berada di bawah
kontrol orang lain.
Demikan pula dengan definisi mengenai tunagrahita ada bermacam-macam, dan
salah satu definisi yang dikenal adalah : definisi dari AAMD (Moh Amin, 1995) : Mental
retardation reters to significantly subaverage general inrtellectual functioning existing
concurently with deficits in adaptive behavior and manifested during the developmental
periode, definisi tersebut menandakan bahwa dalam memandang ketunagrahitaan tidak
hanya berdasarkan satu aspek misalnya hanya segi kecerdasan saja yang rendah tetapi
harus melihat hal-hal lain seperti adanya ketidak mampuan dalam tingkah laku
penyesuaian. Kedua hal yang ternyata dimiliki oleh seorang anak tersebut barulah ia
dikatakan tunagrahita.
Sebagaimana diketahui bahwa anak tunagrahita mengalami hambatan dalam
kercerdasan maka target kemandiriannya tentu harus dirumuskan sesuai dengan potensi
yang mereka miliki, sehingga dapat dikatakan bahwa mandiri bagi anak tunagrahita
adanya kesesuaian antara kemampuan yang aktual dengan potensi yang mereka miliki.
Jadi pencapaian kemandirian bagi anak tunagrahita tidak dapat diartikan sama dengan
pencapaian kemandirian anak normal pada umumnya.
Berikut beberapa upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemandirian pada
anak tunagrahita antara lain :
1. Menanamkan kemandirian sejak dini
2. Menanamkan rasa tanggung jawab pada diri anak
3. Menanamkan rasa percaya diri pada anak.
Ketiga hal tersebut adalah kunci dari beberapa upaya yang dapat meningkatkan
kemandirian pada anak khususnya anak penyandang tunagahita dengan segala
keterbatasan dalam dirinya bukan jadi penghalang anak tunagrahita mandiri dan
menjalankan aktivitas sehari-hari seperti anak regular lainnya.
BAB III
RANCANGAN

3.1 Pemberian Layanan Bimbingan bagi Anak Tunagrahita


Bimbingan Kelompok
Adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada individu atau peserta
didik guna untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya secara optimal dengan
memanfaatkan dinamika kelompok sebagai kekuatan dalam pemberian layanan
bimbingan kelompok. Pengaruh dan manfaat bimbingan kelompok terhadap anak
tunagrahita itu sendiri khususnya dalam aspek kemandiriannya adalah untuk membantu
anak tunagrahita agar dapat hidup secara mandiri sehingga diperlukan program yang
mampu membantu anak dan bisa melakukan segala aktivitas terkait diri pribadinya
sendiri dengan baik. Keberhasilan penerapan kemandirian diri pada anak tunagrahita
dapat dilihat dan diamati melalui kemampuan anak tunagrahita melaksanakan
kegiatannya dengan optimal sesuai dengan kondisi dan kemampuannya. Hal ini akan
tergantung pada kegiatan bimbingan yang teratur dan terus menerus tentunya dengan
penggunaan metode yang tepat. Penggunaan teknik bimbingan kelompok akan
memudahkan anak tunagrahita dalam melakukan segala aktivitasnya sendiri tanpa
bantuan orang lain tapi perlu adanya pengawasan. Dan perlunya penanaman kemandirian
lewat bimbingan kelompok pada anak tunagrahita untuk memudahkan dan membantu
dalam kehidupannya mendatang sehingga tidak membebani lingkungan sekitar dan
mengurangi ketergantungannya pada orang lain.

Teknik Modeling
Teori modeling merupakan teori yang dikemukakan oleh Albert Bandura yang
mempunyai anggapan bahwa perubahan tingkah laku manusia tidak semata-mata
dipengaruhi oleh lingkungan saja, tetapi tingkah laku, lingkungan dan pribadi saling
mempengaruhi. Banyak perilaku manusia dibentuk dan dipelajari melalui model yaitu
dengan mengamati dan meniru perilaku orang lain untuk membentuk perilaku baru
dalam dirinya. Secara sederhana prosedur dasar modeling adalah menunjukkan perilaku
seseorang atau perilaku beberapa orang kepada subjek yang ditiru.
Adapun tujuan dari teknik modeling itu sendiri adalah :
b. Untuk perolehan tingkah laku yang lebih adaptif
c. Membantu konseli untuk merespon hal-hal baru
d. Mengurangi respon-respon yang tidak layak
e. Menghilangkan perilaku tertentu
f. Membentuk perilaku baru
g. Agar konseli bisa belajar sendiri menunjukkan perbuatan yang dikehendaki tanpa
harus belajar lewat trail and error.
Sedangkan untuk jenis-jenis dalam pemberian teknik modeling itu sendiri dibagi
menjadi tiga yaitu :
1. Live modeling with partisipan, yaitu dengan menghadirkan model secara langsung.
2. Symbolic model, yaitu penokohan dengan menggunakan simbol seperti film, dan
audio visual.
3. Multiple model, yaitu terjadi dalam kelompok seorang anggota dengan mengubah
sikap dan mempelajari sikap baru setelah mengamati anggota lain bagaimana
anggota-anggota lain bersikap.
Menurut Alwisol (2009) mengatakan teknik modeling bukan sekedar
menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan seorang model (orang lain), tetapi
modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku yang teramati,
menganalisir berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif. Dan untuk
karakteristik anak tunagrahita khususnya yang ringan adalah mereka yang mengalami
kesukaran dalam berfikir secara abstrak, tapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran
akademik baik di sekolah biasa maupun sekolah khusus, jadi dengan menggunakan
teknik modeling anak tunagrahita dapat melihat dan mengamati secara langsung serta
anak bisa menirukan kembali apa yang diperintahkan dari model atau contoh yang
telah diperlihatkan.
3.2 Rancangan Pelaksanaan Layanan

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN


BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK MODELING
SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2019/2020

A Komponen layanan Layanan dasar


B Bidang layanan Pribadi-Sosial
C Topik layanan Meningkatkan kemandirian bagi anak tunagrahita
D Fungsi layanan Pemberian Informasi, pemahaman dan pengembangan
E Tujuan umum Dapat meningkatkan kemampuan kemandirian
F Tujuan khusus Siswa mampu melatih rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri
G Sasaran Anak tunagrahita
H Materi layanan Meningkatkan kemampuan kemandirian bagi anak tunagrahita
I Waktu 1 x 45 menit
J Sumber Internet
K Metode / teknik Modeling
L Media / alat Pakaian (baju dan rok)
M Pelaksanaan
1.Tahap awal /
Pendahuluan
a. Pernyataan tujuan 1) Guru BK menyapa peserta didik sehingga membuat siswa
bersemangat
2) Guru BK mengucapkan terimakasih kepada siswa atas kedatangannya
3) Guru BK mengecek kehadiran siswa
4) Guru BK memimpin doa
5) Guru BK memberikan ice breaking/game sederhana
b. Penjelasan tentang Guru BK menjelaskan :
langkah-langkah 1) Pengertian dan tujuan khusus
kegiatan 2) Langkah-langkah kegiatan
3) Tugas dan tanggung jawab siswa dalam kegiatan layanan bimbingan
kelompok melalui teknik Modeling
4) Serta bagaimana agar layanan itu bisa efektif ketika dilaksanakan
c. Mengarahkan kegiatan Guru BK atau konselor memberikan penjelasan secara singkat tentang
(konsolidasi) bagaimana meningkatkan kemandirian pada anak tunagrahita dengan
mensimulasikannya secara langsung
2. Tahap peralihan Guru BK menanyakan kesiapan siswa melaksanakan kegiatan dengan
(transisi) teknik modeling dan memulai ke tahap inti.
3. Tahap inti (kegiatan) Mempraktekkan atau mensimulasikan tentang bagaimana cara anak
meningkatkan kemandiriannya , salah satunya yaitu mengajarkan cara
berpakaian dengan menggunakan media model dari teman sekelas ini
contoh teknik modeling yang bisa diterapkan pada anak tunagrahita
ringan, simulasinya sebagai berikut :
a) Guru meminta salah satu siswa untuk maju ke depan kelas sebagai
contoh untuk temannya.
b) Guru menjelaskan sekaligus mencontohkan bagaimana cara
memakai baju yang benar yaitu dari memasukkan tangan kanan
terlebih dahulu baru kemudian tangan kiri.
c) Sebelum mengancingkan baju guru meminta anak merapikan
bajunya terlebih dahulu baru kemudian satu-persatu memasukan
kancing pada lubangnya.
d) Guru memakaikan rok pada siswa yang menjadi model
percontohan
e) Guru mencontohkan pada siswa bagaimana cara mengaitkan
pengait rok yang benar
4. Tahap penutup Guru BK menanyakan pemahaman, perasaan, dan rencana tindak
lanjut siswa
2) Guru BK memberikan penguatan kepada siswa
3) Guru BK merencanakan tindak lanjut
Salam penutup
N Evaluasi
1. Evaluasi proses Guru bimbingan dan konseling atau konselor melakukan evaluasi
dengan memperhatikan segala proses pemberian layanan dasar
dengan strategi bimbingan kelompok teknik modeling yang telah
berlangsung.
2. Evaluasi hasil Guru BK menanyakan pada siswa terkait simulasi yang dilaksanakan
tujuannya untuk mengetahui suasana selama bimbingan kelompok
berlangsung, pemahaman baru siswa, perasaan siswa ketika
mengikuti kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik modeling dan
tindakan apa yang akan dilakukan siswa setelah kegiatan dilakukan.

Teknik Modeling untuk Meningkatkan Kemandirian Anak Tunagrahita


Melalui teknik modeling dalam kegiatan pembelajaran, Martin (Arisandi dkk, 2015)
menjelaskan bahwa, “ Diberikan prosedur atau sebuah contoh perilaku yang akan
diperlihatkan kepada individu, kemudian individu melakukan atau mencontoh perilaku
tersebut.” Pembelajaran ini dapat dicontohkan secara langsung oleh guru kepada siswa
maupun oleh siswa lainnya di depan kelas. Banduran (Hadi, 2005) Pembentukan perilaku
yang diperankan melalui model atau contoh yakni guru dengan mengamati kemudian dapat
dipelajari dan ditiru, adapun fase-fase dalam teknik modeling yakni fase perhatian, fase
retensi, fase reproduksi, dan fase motivasi.
Salah satu contoh dari teknik modeling untuk meningkatkan kemandirian anak
tuagrahita adalah mengajarkan cara berpakaian dengan menggunakan media model dari
teman sekelas. Teknik modeling ini perlu dilakukan secara berulang-ulang, dan guru meminta
siswa untuk kembali melakukan apa yang telah dicontohkan sebelumnya. Media model
sebagai metode meningkatkan keterampila kemandirian berpakaian anak tunagrahita ringan
dapat mendorong dalam pembelajaran keterampilan. Metode ini mudah dalam
pelaksanaannya dan sesuai untuk diterapkan pada siswa tunagrahita ringan karena siswa
dapat terlibat langsung dalam kegiatan sehingga siswa tunagrahita lebih mudah untuk
memahaminya.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kemandirian pada anak adalah kemampuan anak untuk melakukan kegiatan dan
tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahap
perkembangan dan kemampuan anak. Sebagaimana diketahui bahwa anak tunagrahita
mengalami hambatan dalam kercerdasan maka target kemandiriannya tentu harus
dirumuskan sesuai dengan potensi yang mereka miliki, sehingga dapat dikatakan bahwa
mandiri bagi anak tunagrahita adanya kesesuaian antara kemampuan yang aktual dengan
potensi yang mereka miliki. Jadi pencapaian kemandirian bagi anak tunagrahita tidak
dapat diartikan sama dengan pencapaian kemandirian anak normal pada umumnya.
Keberhasilan penerapan kemandirian diri pada anak tunagrahita dapat dilihat dan
diamati melalui kemampuan anak tunagrahita melaksanakan kegiatannya dengan optimal
sesuai dengan kondisi dan kemampuannya. Hal ini akan tergantung pada kegiatan
bimbingan yang teratur dan terus menerus tentunya dengan penggunaan metode yang
tepat. Salah satunya dengan pemberian layanan bimbingan kelompok yakni teknik
modeling. Teknik modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang
dilakukan seorang model (orang lain), tetapi teknik modeling melibatkan penambahan
dan atau pengurangan tingkah laku yang teramati, menganalisir berbagai pengamatan
sekaligus melibatkan proses kognitif. Dan untuk karakteristik anak tunagrahita
khususnya yang ringan adalah mereka yang mengalami kesukaran dalam berfikir secara
abstrak, tapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa
maupun sekolah khusus, jadi dengan menggunakan teknik modeling anak tunagrahita
dapat melihat dan mengamati secara langsung bagaimana perkembangannya serta anak
dapat menirukan kembali apa yang diperintahkan dari model atau contoh yang telah
diperlihatkan sehingga efek dari pemberian layanan bimbingan kelompok teknik
modeling dapat berpengaruh pada peningkatan kemandirian anak tuna grahita tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Arisandi., Devi., Imas., & Neni. 2015. Penggunaan Teknik Modeling Dalam
Peningkatan Keterampilan Interaksi Sosial Anak Tunarungu di SLB B
Cirebon Kota Bandung. JASSI anakku. 18 (2), 20-26.

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press.

Benson, N. C & Simon, G. 2000. Mengenal Psikologi for Beginners. Bandung :


Mizan.

Chaplin, C. P. 1995. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Hadi, P. 2005. Modifikasi Perilaku. Jakarta : Depdiknas.

Moh, A. 1995. Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Bandung : Depdikbud.

Sa’diyah, R. 2017. Pentingnya Melatih Kemandirian Anak. Jurnal KORDINAT.


21(1), 31-46.

Suranto & Soedarini. 2002. Kemampuan Merawat Diri. Jakarta : Depdikbud.

Yusuf, S. 2002. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai