Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH ANATOMI DAN FISIOLOGI

SISTEM ENDOKRIN DAN SISTEM IMUN


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah IDK I
Dosen Pembimbing : Susan Irawan, S.Kep., Ners., MAN

Disusun Oleh :

Bioseffa Oktavia 191FK03127


Dini Oktaviani 191FK03126
Inda Wulandari 191FK03117
Nisa Rahmawati 191FK03123
Salma Mua’limatul Zahra 191FK03101
Kelompok 1 Kelas Kecil I

Kelas C Tingkat I

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah IDK I yang
berjudul ‘’Makalah Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin dan Sistem Imun”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya dosen
pembimbing kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bandung, 25 November 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................1


DAFTAR ISI ............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................3
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................4
1.3 Tujuan ................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................5
2.1 Pengertian Sistem Endokrin ...............................................................................5
2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin (Kelenjar)...........................................6
2.3 Mekanisme Aksi Hormon ...............................................................................23
2.4 Penggolongan Hormon ....................................................................................28
2.5 Karakteristik Hormon.......................................................................................28
2.6 Macam-Macam Pertahanan Tubuh ..................................................................29
2.7 Imunitas ............................................................................................................32
2.8 Jenis Kekebalan Tubuh ....................................................................................37
BAB III PENUTUP ...............................................................................................39
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................39
3.2 Saran .................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................40

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (duictless)
yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk
memengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan
dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan
menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan.
Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar
ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin.
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar
sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan
hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah.
Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan
kegiatan berbagai organ tubuh. Berbagai makhluk hidup mempunyai hormon
untuk mengkoordinasikan kegiatan dalam tubuhnya, seperti pada insecta,
Echinodermata, dan mamalia. Sistem endokrin merupakan system kelenjar yang
memproduksi substans untuk digunanakn di dalam tubuh. Kelenjar endokrin
mengeluarkan substansi yang tetap beredar dan bekerja didalam tubuh.
Hormon merupakan senyawa kimia khusus diproduksi oleh kelenjar
endokrin tertentu. terdapat hormon setempat dan hormon umum. contoh dari
hormon setempat adalah: Asetilkolin yang dilepaskan oleh bagian ujung-ujung
syaraf parasimpatis dan syaraf rangka. Sekretin yang dilepaskan oleh dinding
duedenum dan diangkut dalam darah menuju penkreas untuk menimbulkan
sekresi pankreas dan kolesistokinin yang dilepaskan diusus halus, diangkut
kekandung empedu sehingga timbul kontraksi kandung empedu dan pankreas
sehingga timbul sekresi enzim.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem endokrin?
2. Bagaimana penggolongan hormon?
3. Bagaimana karakteristik hormone?
4. Apa macam-macam pertahanan tubuh?
5. Apa itu imunitas?
6 Apa saja jenis kekebalan tubuh?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui anatomi dan fisiologi sistem endokrin.
2. Dapat mengetahui penggolongan hormone.
3. Dapat mengetahui karakteristik hormone.
4. Dapat mengetahui macam-macam pertahanan tubuh.
5. Dapat mengetahui imunitas.
6 Dapat mengetahui jenis kekebalan tubuh.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Endokrin
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk
mempengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan"
dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan
menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak
memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan
kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin.
Endokrinologi merupakan cabang ilmu biologi yang membahas tentang
hormon dan aktivitasnya. Hormon merupakan satu dari sistem komunikasi utama
dalam tubuh meskipun kadarnya hanya dalam jumlah yang sangat kecil namun
dapat menjalankan atau menghentikan proses-proses metabolik. Hormon
disekresikan langsung oleh khusus yaitu yang ada pada kelenjar endokrin,
hormon berupa senyawa kimia, ada dalam darah dengan kadar yang sangat
rendah, fungsinya pengatur metabolism jaringan.
Sistem endokrin bekerja sama secara kooperatif dengan sistem saraf dan
disebut dengan sistem neuroendokrin yang memiliki fungsi kendali dan
koordinasi pada hewan. Perbedaan cara kerja antara sistem endokrin dan sistem
saraf yaitu pada sistem endokrin cara kerjanya dengan menggunakan transmisi
kimia dan waktu respons lambat. Sedangkan pada sistem saraf cara kerjanya yaitu
dengan menggunakan transmisi elektrik dan waktu respons yang cepat.
Efek hormon pada tubuh hewan yaitu, kelenjar endokrin mensekresikan
hormon dan hormon tersebut akan ditangkap/diterima oleh organ sasaran melalui
reseptor khusus, dan apabila ikatannya sudah tepat, maka akan mengaktivasi
enzim di sel dan diperantai oleh duta kedua, maka metabolisme dan fungsi sel
sasaran akan aktif dan memberikan efek biologis untuk menunjang aktivitas

5
kehidupan yaitu berupa perkembangan, pertumbuhan, peredaran darah, denyut
jantung, osmoregulasi, komposisi darah, regenerasi, pengeluaran, reproduksi, dan
pergantian kulit.
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin
Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai
susunan mikroskopis sangat sederhana. Kelompok ini terdiri dari deretan sel-sel,
lempengan atau gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat halus yang banyak
mengandung pembuluh kapiler.

Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan


memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling
berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya,
medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf
(neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua
kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf.
Kelenjar endokrin tidak memiliki saluran, hasil sekresi dihantarkan tidak
melaui saluran, tapi dari sel-sel endokrin langsung masuk ke pmbuluh darah.
Selanjutnya hormon tersebut dibawa ke sel-sel target (responsive cells) tempat
terjadinya efek hormon. Sedangkan ekresi kelenjar eksokrin keluar dari tubuh
kita melalui saluran khusus, seperti uretra dan saluran kelenjar ludah.
Tubuh kita memiliki beberapa kelenjar endokrin. Diantara kelenjar-kelenjar
tersebut, ada yang berfungsi sebagai organ endokrin murni artinya hormon
tersebut hanya menghasilkan hormon misalnya kelenjar pineal, kelenjar hipofisis
/ pituitary, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal suprarenalis, dan
kelenjar timus.
a. Kelenjar pinealis
Kelenjar pienalis atau kelenjar epifise terdapat di dalam ventrikel otak.
Kelenjar ini menonjol dari mesensefalon ke atas dan ke belakang kolikus

6
superior. Kelenjar ini berukuran kecil dan berwarna merah seperti cemara
(Syaiffudin, H., 2006).

Gambar 1.1 Kelenjar Pineal


Dari segi struktur, kelenjar pienalis dibungkus jaringan ikat piamater. Elemen-
elemen jaringan ikat membentuk septasi dan lobulasi. Komponen seluler
utama dari kelenjar ini adalah astrosit dan pienalisosit (sel epiteloid). Sel-sel
jaringan ikat (sel plasma, fibroblas, sel mast, makrofag) juga sering ditemukan
(Universitas Gadjah Mada., n.d). Fungsi dari kelenjar pienalis ini belum
diketahui secara jelas. Kelenjar ini menghasilkan sekresi interna yang
berfungsi untuk membantu pankreas serta kelenjar kelamin yang penting
untuk mengatur aktivitas seksual serta reproduksi manusia. Dalam
menjalankan fungsinya, kelenjar pienalis diatur oleh syarat syaraf yang
ditimbulkan cahaya oleh mata. Kelenjar ini menyekresikan melatonin
(Syaiffudin, H., 2006).
 Hormon melatonin : Pada remaja hormon ini dihasilkan lebih banyak bila
dibandingkan dengan orang dewasa. Melatonin merupakan hormon yang
berfungsi untuk mengatur irama sirkandian manusia. Hormon ini berperan
untuk mengatur rasa kantuk pada diri seseorang (Syaiffudin, H., 2006).

7
b. Kelenjar hipofisis/pituitary/master of glands

Gambar 1.2. Kelenjar Hipofisis/Pituitary


Kelenjar hipofisis atau kelenjar pituitari merupakan kelenjar yang terletak di
sela tursika, pada konvavitas berbentuk sadel dari tulang sfenoid (Jayapardi,
I., 2002). Kelenjar hipofisis memiliki ukuran kira-kira 10x13x6 mm serta
memiliki berat sekitar 0,5 sampai 1 gram. Bagian superior dari kelenjar
hipofisis ini terdapat diafragma sella. Diafragma sella merupakan suatu
perluasaan transversal dari duramater. Bagian ini juga merupakan suatu
bagian yang ditembus oleh tungkai hipofisis (Jayapardi, I., 2002). Secara
fisiologis, kelenjar hipofisis dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
hipofisis anterior (adenohipofisis) serta hipofisis posterior (neurohipofisis).
Antara hipofisis anterior dan hipofisis posterior, terdapat suatu daerah kecil
yang disebut sebagai pars intermedia.

8
Gambar 1.4. Kelenjar Hipofisis dan fungsinya

Lobus Anterior/Adenohypophysis : Secara embirologis, hipofisis anterior


merupakan bagian hipofisis yang berasal dari kantong rathke. Kantung
ranthke merupakan suatu invaginasi epitel faring sewaktu pembentukan
embrio. Hal ini berbeda dengan hipofisis posterior (Guyton, A. C., & Hall, J.
E., 2012).

9
Gambar 1.3. kelenjar Hipofisis Anterior

Sel yang
No. Hormon Fungsi
Menghasilkan
1. Sel orangeophil GH (Growth Hormon yang berfungsi merangsang
(alpha Hormone) pertumbuhan tulang, jaringan lemak,
acidophil/sel serta visera penting pada individu
somatotrope) yang masih muda. Selain itu, hormon
ini berfungsi mengatur metabolisme
protein, elektrolit, karbohidrat dan
lemak
2. Sel carminophil Hormon Merangsang pertumbuhan payudara
(epsilon prolaktin wanita dan memproduksi air susu
acidophil/sel (luteotropic
mammotrope) hormone/ LTH).
3. Sel beta thyrotropic Menstimulasi sintesis dan sekresi
basophil (sel hormon/thyroid hormon tiroid (tiroksin dan

10
thyrotropic) stimulating triiodotironin)
hormone/TSH
4. Sel FSH (Folicle Menimbulkan pertumbuhan folikel
gonadothropic stimulating di ovarium dan membentuk sperma
tipe 1 hormone) pada testis
5. Sel LH (Luteinizing Menstimulasi sintesis testosteron di
gonadothropic Hormone) sel Leydig testis, merangsang
tipe 2 ovulasi, pembentukan korpus
luteum, dan sintesis estrogen dan
progesteron di ovarium
6. Sel ACTH Menstimulasi sintesis dan sekresi
corticotrophic (Adenocorticotr hormon adenokortikal (kortisol,
opic Hormone). androgen dan aldosterone).
7. Sel pada pars Melanocyte- Mempengaruhi kondisi kulit,
intermedia stimulating membantu proses pigmentasi
hormone
(MSH).
Sumber: (Pratiwi, H., 2013) (Guyton, A. C., & Hall, J. E., 2012) (Syaiffudin,
H., 2006).
Lobus Posterior/Neurohipophyisis
Hipofisis posterior merupakan bagian hipofisis yang berasal dari evagianasi
atau penonjolan jaringan saraf dari hipotalamus (Syaiffudin, H., 2006).
No. Hormon Fungsi
1. Antidiuretic hormone Meningkatkan reabsorbsi air oleh ginjal
(ADH/vasopressin) dan menimbulkan vasokontriksi serta
meningkatkan tekanan darah
2. Oksitosin Merangsang ejeksi air susu dari payudara
dan merangsang kontraksi uterus

11
Sumber: (Guyton, A. C., & Hall, J. E., 2012) (Syaiffudin, H., 2006).

c. Kelenjar thyroid
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar endokrin terbesar di dalam tubuh. Secara
normal, kelenjar ini memiliki berat 15-20 gram pada manusia dewasa
(Guyton, A. C., & Hall, J. E., 2012). Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah
laring pada kedua sisi dan sebelah anterior trakea, serta terdiri dari dua lobus,
yaitu lobus dekstra dan sinistra. Kedua lobus ini saling berhubungan. Masing-
masing lobus memiliki tebal 2 cm, panjang 4 cm, dan lebar 2,5 cm
(Syaiffudin, H., 2006). Secara mikroskopis, struktur kelenjar tiroid ini terdiri
dari banyak folikel-folikel tertutup yang dipenuhi oleh bahan sekretorik yang
disebut koloid. Koloid ini dibatasi oleh sel-sel epitel kuboid yang berperan
mengeluarkan hormonnya ke bagian folikel. Unsur utama dari koloid adalah
glikoprotein trigobulin besar, yang mengandung hormon tiroid dalam
molekul-molekulnya. (Guyton, A. C., & Hall, J. E., 2012).

Gambar 1.3. Kelenjar Tiroid dan kelenjar Paratiroid

12
Secara fisiologis, kelenjar tiroid ini berfungsi untuk menyesekresikan dua
hormon utama, yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).
 Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3). Sekeresi hormon tiroid ini
memerlukan bantuan TSH untuk endosistosis koloid pada mikrovili,
enzim proteolitik untuk memecahkan tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)
dari trigobulin. Selanjutnya tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) akan
dilepaskan ke dalam darah. Kedua hormon berfungsi untuk meningkatkan
kecepatan metabolisme tubuh dengan meningkatkan kecepatan reaksi
kimia di sebagian besar sel. (Guyton, A. C., & Hall, J. E., 2012).
 Kalsitonin. Selain tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3), kelenjar ini juga
menyesekresikan kalsitonin. Hormon kalsitonin merupakan hormon yang
berfungsi untuk menambah deposit kalsium di tulang. Selain itu, hormon
ini berfungsi untuk mengurangi konsentrasi kalsium di cairan ekstrasel
(Guyton, A. C., & Hall, J. E., 2012).
d. Kelenjar paratiroid
Kelenjar paratiroid merupakan kelenjar yang terletak di atas selaput yang
membungkus kelenjar tiroid. Kelenjar ini terdiri dari 4 buah. Setiap dua
pasang kelenjar ini terletak pada dibelakang tiap lobus dari kelenjar tiroid.
Setiap kelenjar paratiroid berukuran kira-kira 5x5x3 mm, dengan berat sekitar
25-30 mg (Syaiffudin, H., 2006).

13
Gambar 1.5. Kelenjar Parathiroid
Sel utama dari kelenjar ini terdiri dari sel prinsipal dan sel oksifil. Sel
prinsipal ada 2 macam, yaitu sel prinsipal terang dan sel prinsipal gelap.
Jumlah sel prinsipal lebih banyak dibanding sel oksifil. Hormone yang
dihasilkan oleh kelenjar paratiroid adalah hormone Paratiroksin.
 Paratiroksin merupakan polipeptida produk sekretorik sel-sel prinsipal
kelenjar paratiroid (Universitas Gadjah Mada., n.d). Hormon ini berfungsi
untuk mengatur konsentrasi ion kalsium serum. Produksi hormon
paratiroksin akan meningkat apabila kadar kalsium dalam plasma
menurun. Hormon ini meningkatkan kadar kalsium dalam darah dengan
meningkatkan absorbsi kalsium pada usus dan ginjal, serta melepaskan
kalsium dari tulang (Guyton, A. C., & Hall, J. E., 2012).
e. Kelenjar suprarenalis/adrenal
Kelenjar adrenal merupakan kelenjar berbentuk ceper yang terdapat di bagian
atas ginjal. Kelenjar adrenal berjumlah dua buah, terdapat satu pada masing-
masing ginjal. Kelenjar ini memiliki berat kira-kira 5-9 gram (Syaiffudin, H.,
2006). Kelenjar ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) serta

14
bagian dalam (medula). Bagian korteks merupakan bagian kelenjar yang
berasal dari sel-sel mesodermal, sedangkan bagian medula merupakan bagian
yang berasal dari sel-sel ectodermal (Universitas Gadjah Mada., n.d).
Perbatasan korteks-medula interdigitasi atau dapat terlihat jelas.

Gambar 1.6. Kelenjar Adrenal


Bagian Kortex
Bagian korteks adrenal merupakan bagian yang tersusun dari sel-sel sekretorik
berbentuk polihedral tersusun dalam bentuk tali-tali, biasanya setebal 2 sel.
Tali-tali tersebut terorientasi secara radial dari daerah medula. Bagian ini
terbagi menjadi beberapa zona, yaitu zona gromerulosa (lapisan luar), zona
fasikulata (lapisan tengah yang paling besar), zona retikularis (lapisan dalam
langsung yang mengelilingi medula) (Universitas Gadjah Mada., n.d).
No. Hormon Fungsi
1. Aldosteron (salah satu Meningkatkan reabsorbsi natrium ginjal,

15
jenis hormon dari sekresi kalium, dan sekresi ion hidrogen
golongan
mineralkortikoid)
2. Glukokortikoid (jenis  Meningkatkan glikogenesis dan
hormon yang terutama glukogenesis di dalam sel hati
dilepaskan adalah  Meningkatkan metabolisme protein
kortisol) terutama di otot dan tulang
 Meningkatkan sintesis DNA dan RNA
dalam sel hati
 Menahan ion Na dan ion Cl, meningkatkan
sekresi ion K di dalam ginjal
 Menurunkan ambang rangsangan susunan
saraf pusat
 Menggiatkan sekresi asam lambung
 Menguatkan efek noreadrenalin terhadap
pembuluh darah dan merendahkan
permeabilitas dinding pembuluh darah
 Mempunyai efek antiinflamasi. Hormon
ini menstabilkan membran lisosom,
menurunkan sintesis kolagen,
meninggikan degradasi kolagen, dan
menghambat prolifuasi fibroblas.
 Menurunkan daya tahan terhadap infeksi
dan menghambat pembentukan antibodi
 Menghambat pelepasan histamin dan
reaksi alergi
3. Androgen (terutama Hormon yang terkait dengan maskulinisasi
ketosteroid yang memacu anabolisme protein dan

16
dehidroepialdosteron) merangsang pertumbuhan.
4. Estrogen Memacu pertumbuhan dan perkembangan
sistem reproduksi wanita, payudara wanita
dan ciri seksual sekunder wanita.
Sumber: (Guyton, A. C., & Hall, J. E., 2012) (Syaiffudin, H., 2006).

Gambar 1.6. Kelenjar Adrenal bagian korteks dan medulla

Bagian Medulla
Medula adrenal memiliki beberapa komponen utama medula, yaitu sel
kelenjar, sel ganglion, venula, dan kapiler. Sel kelenjar dari medula adrenal
berukuran besar, berbentuk kolumner atau polihedral, nukleusnya besar dan
vesikuler. Sel kelenjar ini terpolarisasi, satu kutub menghadap venula, kutub
yang lain menghadap kapiler. Sitoplasmanya basofil serta memiliki granula
yang tercat kromafin yang sering disebut adrenokron. Sel-selnya disebut sel
kromafin atau feokrom (Universitas Gadjah Mada., n.d). Kelenjar ini ini

17
berkaitan dengan sistem saraf simpatis yang menyekresikan epinefrin dan
norepinefrin sebagai respon terhadap rangsang simpatis. Sel kelenjar dapat
memproduksi efinefrin disamping norefrinefrin yang diubah oleh enzim yang
dirangsang oleh kortisol (Syaiffudin, H., 2006).
No. Hormon Fungsi
1. Norefinefrin Pada sistem kardiovaskuler, hormon ini
menyebabkan vasokonstriksi sehingga hormon ini
berperan dalam meningkatkan tekanan darah.
Tekanan darah yang meningkat berperan untuk
memperbaiki keadaan syok yang bukan disebabkan
oleh pendarahan.
2. Efinefrin 1. Pada sistem kardiovaskuler, hormon ini
berfungsi untuk memvasodilatasi arteriole dari
otot tulang serta memvasokontriksi arteriole
pada kulit. Pada jantung, efinefrin berfungsi
menambah atau meningkatkan kontraksi otot
jantung, serta memperbesar curah jantung.
2. Hormon ini juga dapat berdampak terhadap
metabolisme. Terkait dengan metabolisme
tubuh, hormon ini berfungsi untuk:
 Mestimulasi pemecahan glikogen oleh hepar
dan otot. Aksi iniberfungsi untuk menaikkan
tekanan darah melalui penambahan AMP
(Adenosin monofosfat).
 Menyebabkan efek lipolisis dalam jaringan
lemak. Efek lipolisis menyebabkan pelepasan
amino dan gliserol dalam darah. Asam lemak
sebagai pemicu dalam otot dan hati untuk proses

18
glukoneogenesis.
 Menghalangi pelepasan insulin dalam pankreas
 Dalam keadaan darurat, efinefrin digunakan
untuk melepas asam lemak dari jaringan untuk
pembakar dalam otot, meningkatkan mobilisasi
glukosa dengan menambah glukoneogenolisis
serta glukogenesis, mengurangi uptake glukosa
dalam otot, mengurangi pelepasan insulin,
sehingga glukosa digunakan oleh sistem saraf
sentral.
3. Hormon ini juga berdampak terhadap otot polos
dari vicera. Efinefrin dapat menyebabkan
relaksasi otot polos gaster, usus, vesica urinaria
serta otot polos bronkus.
Sumber: (Syaiffudin, H., 2006).

f. Kelenjar Thymus
Kelenjar thymus terletak di rongga dada. Kelenjar ini menghasilkan hormone
somatotrof. Adapun fungsi hormone ini adalah untuk :
- Mengatur proses pertumbuhan.
- Kekebalan tubuh/imunitas setelah kelahiran.
- Memacu pertumbuhan dan pematangan sel Limfosit yang menghasilkan
Lymphocyte cell/T Cell

19
Gambar 1.7. Kelenjar Thymus
g. Kelenjar pancreas/langerhans
Letaknya : di rongga perut
 Hormon Insulin Bersifat antagonis dengan hormon adrenalin.
Hormon ini berfungsi :
 Mengatur kadar glukosa dalam darah.
 Membantu pengubahan glukosa menjadi glikogen dalam hepar
dan otot.
 Hormon Glukagon Hormon ini mempunyai sifat kerja yang sinergis
dengan hormon adrenalin. Hormon ini berfungsi meningkatkan kadar
gula dalam darah dan mengubah glikogen menjadi glukosa dalam
peristiwa glikolisis.

20
Gambar 1.8. Kelenjar Pankreas

h. Kelenjar kelamin/gonad
Kelenjar kelamin/gonad pada wanita terletak di ovarium di rongga perut dan
pada pria letaknya di testis di rongga perut bawah.
Menghasilkan hormon dan sel kelamin. Macamnya ada 2 sel kelamin :
 Sel Testis
Menghasilkan Hormon Androgen, Ex : Hormon Testosteron, merupakan
satu hormon yang terpenting dalam pembentukan sel spermatozoa. Fungsi
Hormon Testosteron : a. Mengatur ciri kelamin sekunder. b.
Mempertahankan proses spermatogenesis.

21
Gambar 1.9. Sistem reproduksi pria
 Sel Ovarium

Gambar 2.1. Sel ovarium


Menghasilkan 3 hormon penting dalam seorang wanita :
 Hormon Estrogen, hormon ini berfungsi untuk memperlihatkan ciri-
ciri kelamin sekunder wanita.
 Hormon Progesteron, hormon ini berfungsi mempersiapkan masa
kehamilan dengan menebalkan dinding uterus dan enjaga kelenjar
susu dalam menghasilkan air susu.

22
 Hormon Relaksin, hormon ini berfungsi untuk membantu proses
persalinan dalam kontraksi otot.
2.3 Mekanisme Aksi Hormon
Reseptor Hormon
Hormon bekerja melalui pengikatan dengan reseptor spesifik
.Pengikatan dari hormon ke reseptor ini pada umumnya memicu suatu
perubahan penyesuaian pada reseptor sedemikian rupa sehingga
menyampaikan informasi kepada unsur spesifik lain dari sel. Reseptor ini
terletak pada permukaan sel atau intraselular. Interaksi permukaan hormon
reseptor memberikan sinyal pembentukan dari "mesenger kedua"
Interaksi hormon-reseptor ini menimbulkan pengaruh pada ekspresi gen
(3,7) Distribusi dari reseptor hormon memperlihatkan variabilitas yang besar
sekali. Reseptor untuk beberapa hormon, seperti insulin dan glukokortikoid,
terdistribusi secara luas, sementara reseptor untuk sebagian besar hormon
mempunyai distribusi yang lebih terbatas. Adanya reseptor merupakan
determinan (penentu) pertama apakah jaringan akan memberikan respon
terhadap hormon. Namun, molekul yang berpartisipasi dalam peristiwa
pasca-reseptor juga penting; hal ini tidak saja menentukan apakah jaringan
akan memberikan respon terhadap hormon itu tetapi juga kekhasan dari
respon itu. Hal yang terakhir ini memungkinkan hormon yang sama
memiliki respon yang berbeda dalam jaringan yang berbeda.
Interaksi Hormon-Reseptor
Hormon menemukan permukaan dari sel melalui kelarutannya serta
disosiasi mereka dari protein pengikat plasma. Hormon yang berikatan dengan
permukaan sel kemudian berikatan dengan reseptor. Hormon steroid
tampaknya mempenetrasi membrana plasma sel secara bebas dan berikatan
dengan reseptor sitoplasmik. Pada beberapa kasus (contohnya, estrogen),
hormon juga perlu untuk mempenetrasi int i sel (kemungkinan melalui pori-

23
pori dalam membrana inti) untuk berikatan dengan reseptor inti-setempat.
Kasus pada hormon tiroid tidak jelas. Bukti-bukti mendukung pendapat
bahwa hormon-hormon ini memasuki sel melalui mekanisme transpor; masih
belum jelas bagaimana mereka mempenetrasi membrana inti (3,6).

Gambaran 4 .

Lintasan yang mungkin untuk transmis sinyal hormon. Masing-masing


hormon dapat bekerja melalui satu atau lebih reseptor; masing-masing
kompleks hormon-reseptor dapat bekerja melalui satu atau lebih mediator
protein (baik protein G atau mekanisme pensinyalan lainnya), dan masing-
masing protein perantara atau enzin yang diaktivasi oleh kompleks-
kompleks hormon reseptor dapat mempengaruhi satu atau lebih fungsi
efektor.

Umumnya hormon berikatan secara reversibel dan non-kovalen dengan


reseptornya. Ikatan ini disebabkan tiga jenis kekuatan. Pertama, terdapat
pengaruh hidrofobik pada hormon dan reseptor berinteraksi satu sama lain
dengan pilihan air. Kedua, gugusan bermuatan komplementer pada hormon
dan reseptor mempermudah interaksi. Pengaruh ini penting untuk mencocokkan
hormon ke dalam reseptor. Dan ketiga, daya van der Waals, yang sangat
tergantung pada jarak, dapat menyumbang efek daya tarik terhadap ikatan. Pada
beberapa kasus, interaksi hormon-reseptor lebih kompleks. Hal ini sebagian
besar terjadi jika hormon yang berinteraksi dengan suatu kompleks reseptor

24
dengan subunit yang majemuk dan di mana pengikatan dari hormon dengan
subunit pertama mengubah afinitas dari subunit lain untuk hormon. Hal ini
dapat meningkat (kerjasama positif) atau menurun (kerjasama negatif)
afinitas dari hormon untuk reseptor itu. Kerjasama positif menghasilkan suatu
plot Scatchard yang konveks dan kerjasama negatif menghasilkan suatu plot
yang konkaf . Artifak eksperimental dan adanya dua kelas independen dari
tempat juga dapat menghasilkan plot Scatchard non-linier. Yang merupakan
kejutan, ikatan kerjasama jarang diamati pada interaksi hormon-reseptor;
interaksi reseptor-insulin pada beberapa keadaan dapat merupakan suatu
pengecualian.
Hormon Agonis, Antagonis dan Agonis Parsial
Zat-zat yang berinteraksi dengan tempat pengikatan-hormon dari reseptor
dapat memiliki aktivitas agonis, antagonis, atau agonis parsial (juga disebut
antagonis parsial). Suatu agonis sepenuhnya menginduksi reseptor untuk memicu
peristiwa pas-careseptor. Suatu antagonis mampu untuk berikatan dengan
reseptor dan memblokir pengikatan dari agonis, tetapi tidak memicu respon
pascareseptor. Dengan cara ini, ia tidak menimbulkan suatu respons tetapi
memblokir respons terhadap agonis, asalkan ia ditemukan dalam konsentrasi
yang cukup untuk memblokir pengikatan agonis. Pada umumnya, antagonis
berikatan dengan tempat yang sama pada reseptor seperti agonis , namun
pada beberapa keadaan, antagonis dapat berikatan dengan reseptor pada
tempat yang berbeda dan memblokir pengikatan agonis melalui perubahan
alosterik dalam reseptor. Suatu agonis parsial (antagonis parsial) merupakan
suatu perantara; ia berikatan dengan reseptor tetapi hanya menimbulkan
suatu perubahan parsial , sehingga walaupun reseptor diduduki secara penuh
oleh agonis parsial, respon hormon akan tidak sepenuhnya. (2,5)
Pengikatan Hormon Non-Reseptor
Reseptor bukan merupakan satu-satunya protein yang mengikat hormon-
banyak protein lain juga mengikatnya. Dalam hal ini termasuk protein

25
pengikat plasma dan molekul seperti alat transpor lainnya yang lazim
ditemukan dalam jaringan perifer, enzim yang terlibat dalam metabolisme
atau sintesis dari steroid, dan protein lain yang belum diidentifikasi hingga
sekarang. Protein ini dapat mengikat hormon seketat atau tebih ketat
ketimbang reseptor; namun, mereka berbeda dari reseptor di mana mereka
tidak mentransmisikan informasi dari pengikatan ke dalam peristiwa
pascareseptor.
Satu kelas molekul khusus mengikat hormon atau kompleks hormon
pada permukaan sel dan berpartisipasi dalam internalisasinya. Yang paling
diteliti secara luas adalah "reseptor" lipoprotein berdensitas-rendah (LDL)
yang mengikat partikel LDL pembawa-kolesterol dan menginternalisasinya .
Reseptor ini penting untuk pengambilan kolesterol, contohnya, dalam sel-sel
dari adrenal untuk biosintesis steroid dan dalam hati untuk membersihkan
plasma dari kotesterol. Cacat genetik reseptor ini menimbulkan
hiperkolesterolemia. Partikel LDL yang diinternalisasi dapat memberikan
kolesterol untuk sintesis steroid atau penyisipan ke dalam membran sel. Di
samping itu, kolesterol yang dilepaskan dari partikel menghambat umpan
balik sistesis kolesterol. Dengan demikian, reseptor IDL, secara tepat, bukan
reseptor tetapi LDL yang mengambil protein. Molekul reseptor dan non-
reseptor pengikat hormon biasanya dibedakan melalui sifat-sifat
pengikatannya serta kemampuan untuk memperantarai respon pascareseptor.
Reseptor akan mampu untuk mentransfer responsivitas hormon dengan
eksperimen transfer gen.
Hubungan antara Respon dan Pengikatan Reseptor Hormon
Pengertian akan hubungan antara pengikatan hormon-reseptor dan
respons selanjutnya yang ditimbulkan oleh hormon kadang-kadang membantu
dalam mempertimbangkan terapi hormon dan keadaan klinik. Pertimbangan
seperti ini akan memungkinkan klinisi untuk menghargai secara lebih baik
makna dari pengukuran hormon dan pemberian farmakologis dari hormon.

26
Reseptor inti ditemukan dalam jumlah yang kecil-beberapa ribu per sel-dan
biasanya membatasi besarnya respons hormon. Hal ini berarti bahwa jika
terdapat lebih banyak reseptor, respons hormon pada konsentrasi hormon
yang menjenuhkan reseptor akan lebih besar. Penjenuhan relatif dari reseptor
sejajar dengan respon hormon . Sebaliknya, reseptor permukaan sel seringkali
bukan tidak terbatas, sehingga penjenuhan dari hanya suatu fraksi reseptor
menghasilkan suatu respons hormon yang maksimal.
Pada reseptor sel permukaan, dihasilkannya messenger kedua dan
kemampuan dari setiap reseptor untuk berinteraksi dengan lebih dari satu
molekul efektor memberikan suatu amplifikasi dari respons. Contohnya,
setiap kompleks hormon-reseptor dapat mengaktivasi beberapa molekul
protein G yang mengatur adenilil siklase, dan setiap molekul enzim dapat
menghasilkan beberapa molekul cAMP yang dihasilkan secara berlebihan,
sedemikian rupa sehingga langkah berikutnya dari respon hormon, cAMP-
dependent protein kinase A, dapat menjadi terbatas.

Gambar 5

Gambaran berbagai jenis reseptor membran dengan satu contoh masing-masing


jenis

27
2.4 Penggolongan Hormon
Hormon dapat diklasifikasikan melalui berbagai cara yaitu menurut komposisi
kimia, sifat kelarutan, lokasi reseptor dan sifat sinyal yang mengantarai kerja
hormon di dalam sel
1. Klasifikasi hormon berdasarkan senyawa kimia pembentuknya
a. Golongan Steroid : Turunan dari kolestrerol yaitu androgen ,estrogen dan
adrenokortikoi
b. Golongan Eikosanoid yaitu dari asam arachidonat
c. Golongan derivat Asam Amino dengan molekul yang kecil : tiroid,
Katekolamin, epinefrin dan tiroksin
d. Golongan Polipeptida atau protein : Insulin, Glukagon, GH, TSH, oksitosin
vaso perin, hormon yang dikeluarkan oleh mukosa usus dan lain-lainnya.
2. Berdasarkan sifat kelarutan molekul hormon
a. Lipofilik : kelompok hormon yang dapat larut dalam lemak
b. Hidrofilik : kelompok hormon yang dapat larut dalam air
3. Berdasarkan lokasi reseptor hormon
a.Hormon yang berikatan dengan hormon dengan reseptor intraseluler
b.Hormon yang berikatan dengan reseptor permukaan sel (plasma membran).
4. Berdasarkan sifat sinyal yang mengantarai kerja hormon di dalam sel
Kelompok Hormon yang menggunakan kelompok second messenger senyawa
cAMP,cGMP,Ca2+, fosfoinositol, lintasan kinase sebagai mediator
intraseluler.
2.5 Karakteristik Hormon
Meskipun setiap hormon adalah unik dan mempunyai fungsi dan struktur
tersendiri, namun semua hormon mempunyai karakteristik berikut. Hormon
disekresi dalam salah satu dari tiga pola berikut:
1. sekresi diurnal adalah pola yang naik dan turun dalam periode 24 jam. Kortisol
adalah contoh hormon diurnal. Kadar kortisol meningkat pada pagi hari dan
menurun pada malam hari.

28
2. Pola sekresi hormonal pulsatif dan siklik naik turun sepanjang waktu tertentu,
seperti bulanan. Estrogen adalah non siklik dengan puncak dan lembahnya
menyebabkan siklus menstruasi.
3. Tipe sekresi hormonal yang ketiga adalah variabel dan tergantung pada kadar
subtrat lainnya. Hormon paratiroid disekresi dalam berespons terhadap kadar
kalsium serum.
Hormon bekerja dalam sistem umpan balik, yang memungkinkan tubuh untuk
dipertahankan dalam situasi lingkungan optimal. Hormon mengontrol laju
aktivitas selular. Hormon tidak mengawali perubahan biokimia, hormon hanya
mempengaruhi sel-sel yang mengandung reseptor yang sesuai, yang melakukan
fungsi spesifik.
Hormon mempunyai fungsi dependen dan interdependen. Pelepasan hormon
dari satu kelenjar sering merangsang pelepasan hormon dari kelenjar lainnya.
Hormon secara konstan di reactivated oleh hepar atau mekanisme lain dan
diekskresi oleh ginjal.
2.6 Macam-macan Pertahanan Tubuh
Sistem kekebalan tubuh manusia dibagi 2 yaitu:
 Sistem kekebalan tubuh non spesifik
Disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas alamiah, artinya
mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen.
Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi lahir dan terdiri atas berbagai macam
elemen non spesifik. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen
tertentu.
a. Proses pertahanan tubuh no spesifik tahap pertama
Proses pertahanan tahap pertama ini juga disebut kekebalan tubuh alami.
Tubuh memberikan perlawanan atau penghalang bagi masuknya pathogen
karena lapisan luar kulit mengandung keratin dan sedikit air sehimgga
pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Air mata memberikan perlawanan

29
terhadap senyawa asing dengan cara mencuci dan melarutkan mikroorganisme
tersebut.
Minyak yang dihasilkan oleh Glandula Sebaceae mempunyai aksi
antimicrobial. Mucus atau lender digunakan untuk memerangkap pathogen yang
masuk ke dalam hidung atau bronkus dan akan dikeluarkan oleh paru-paru.
Rambut hidung juga memiliki pengaruh karena bertugas menyaring udara dari
partikel-partikel berbahaya. Semua zat cair yang dihasilkan oleh tubuh (air
mata, mucus, saliva) mengandung enzim yang disebut lisozim. Lisozim adalah
enzim yang dapat menghidrolisis membrane dinding sel bakteri atau pathogen
lainnya sehingga sel kemudian pecah dan mati. Bila pathogen berhasil melewati
perahanan tahap pertama, maka pertahanan kedua akan aktif.
b. proses pertahanan tubuh non spesifik tahap ke dua
inflamasi merupakan salah satu proses pertahanan non spesifik, dimana jika
ada pathogen atau antigen yang masuk ke dalam tubuh dan menyerang suatu
sel, maka sel yang rusak itu akan melepaskan signal kimiawi yaitu histamine.
Signal kimiawi berdampak pada dilatasi (pelebaran) pembuluh darah dan
akhirnya pecah. Sel darah outih jenis neutrophil, acidofil dan monosit keluar
dari pembuluh darah akibat gerak yang dipicu oleh senyawa kimia (kemokinesis
dan kemotaksis). Karena sifatnya fagosit, sel-sel darah putih ini akan langsung
memakan sel-sel asing tersebut. Peristiwa ini disebut fagositosis karena
memakan benda padat, jika yang dimakan adalah benda cair, maka disebut
pinositosis.
Makrofag atau monosit bekerja membunuh pathogen dengan cara
menyelubungi pathogen tersebut dengan pseudopodianya dan membunuh
pathogen dengan bantuan lisosom. Pembunuh dengan bantuan lisosom bisa
melalui 2 cara yaitu lisosom menghasilkan senyawa racun bagi si pathogen atau
lisosom menghasilkan enzim lisosomal yang mencerna bagian tubuh mikroba.
Pada bagian tubuh tertentu terdapat makrofag yang berpindah-pindah ke bagian
tubuh lain, antara lain : pari-paru (alveolar macrophage), hati (sel-sel Kupffer),

30
ginjal (sel-sel mesangial), otak (sel-sel microgial), jaringan penghubung
(histiocyte) dan pada nodus dan spleen. Acidofil/Eosinofil berperan dalam
menghadapi parasite-parasit besar. Sel ini akan menempatkan diri pada dinding
luar parasite dan melepaskan enzim penghancur dari granul-granul sitoplasma
yang dimiliki.
Selain leukosit, protein antimikroba juga berperan dalam menghancurkan
pathogen. Protein antimikroba yang paling penting dalam darah dan jaringan
adalah protein dari sistem komplemen yang berperan penting dalam proses
pertahanan non spesifik dan spesifik serta interferon. Interferon dihasilkan oleh
sel-sel yang terinfeksi oleh virus yang berfungsi menghambat produksi virus
pada sel-sel tetangga. Bila pathogen berhasil melewati seluruh pertahanan non
spesifik, maka pathogen tersebut akan segera berhadapan dengan pertahanan
spesifik yang diperantarai oleh limfosit.
 Sistem kekebalan tubuh spesifik
Pertahanan spesifik : imunitas diperantarai antibpdi untuk respon imun yang
diperantarai antibody, limfosit B berperan dalam proses ini, dimana limfosit B
akan melalui 2 proses yaitu respon imun primer dan respon imun sekunder. Jika
sel limfosit B bertemu dengan antigen dan cocok, maka linfosit B membelah
secara mitosis dan menghasilkan beberapa sel limfosit B. Semua limfosit B
segera melepas antibody yang mereka punya dan merangsang sel Mast untuk
menghancurkan antigen atau sel yang sudah terserang antigen untuk
mengeluarkan histamine. Satu sel limfosit B dibiarkan tetap hidup untuk
menyimpan antibody yang sama sebelum penyerang terjadi. Limfosit B yang
tersisa ini disebut limfosit B memori. Inilah proses respon imun primer. Jika
suatu saat, antigen yang sama menyerang kembali, limfosit B dengan cepat
menghasilkan lebih banyak sel limfosit B daripada sebelumnya. Semuanya
melepaskan antibody dan merangsang sel Mast mengeluarkan histamine untuk
membunuh antigen tersebut.

31
Kemudian, satu limfosit B dibiarkan hidup untuk menyimpan antibody yang
ada dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan kenapa respon imun sekunder jauh
lebih cepat daripada respon imun primer. Suatu saat, jika suatu individu lama
tidak terkena antigen yang sama dengan yang menyerang sebelumnya, maka
bisa saja ia akan sakit yang disebabkan oleh antigen yang sama karena limfosit
B yang mengingat antigen tersebut sudah mati. Linfosit B memori biasnya
berumur panjang dan tidak memproduksi antibody kecuali dikenai antigen
spesifik. Jika tidak ada antigen yang sama yang menyerang dalam waktu yang
sangat lama, maka limfosit B bisa saja mati, dan individu yang seharusnya bisa
resisten terhadap antigen tersebut bisa sakit lagi jika antigen itu menyerang,
maka seluruh proses respon imun harus diulang dari awal.
2.7 Imunitas
2.7.1 Antigen
Pengertian
Antigen adalah suatu zat asing terhadap inang yang mula-mula
dihadapi oleh faktor-faktor alamiah diikuti oleh pengaktifan HI atau CMI. Zat
ini terikat pada reseptor permukaan antigen spesifik koloni sel-sel-T atau sel-
sel-B. (Julius, 2011)
Antigen adalah bahan, yang asing untuk badan, yang di dalam manusia
atau organisme multiseluler lain dapat menimbulkan pembentukan antibodi
terhadapnya dan dengan antibodi itu antigen dapat bereaksi secara khas. (FK
UI).
Antigen adalah suatu substansi yang mampu merangsang terbentuknya
respon imun yang dapat dideteksi, baik respon imun seluler, respon imun
humoral atau kedua-duanya. Karena sifatnya itu antigen disebut juga sebagai
imunogen. Imunogen yang paling poten umumnya merupakan
makromolekul protein, polisakarida atau polimer sintetik yang lain seperti
polivinilpirolidon (PVP).

32
Antigen ditemukan dipermukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan
normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap sel-selnya sendiri.
Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang
menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi.
Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul
lainnya. Permukaan bakteri mengandung banyak protein dan polisakarida yang
bersifat antigen, sehingga antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein,
karbohidrat, sel-sel kanker, dan racun.
Secara fungsional antigen terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Imunogen
2. Hapten
3. Superantigen (supermitogen)
Klasifikasi Antigen
1. Pembagian antigen menurut epitope :
a. Unideterminan, Univalen : hanya satu jenis determinan/epitope pada satu
molekul.
b. Unideterminan, multivalent : hanya satu jenis determinan tetapi dua atau
lebih determinan tersebut pada satu molekul.
c. Multideterminan, Univalen : banyak epitop yang bermacam-macam tetapi
hanya satu dari setiap macamnya (kebanyakan protein).
d. Multideterminan, multivalent : banyak macam determinan dan banyak
dari setiap macam molekul.
2. Pembagian antigen menurut spetisitas :
a. H e t e r o a n t i n o g e n , yang dimiliki oleh banyak spesies .
b. X e n o a n t i n o g e n , yang hanya dimiliki oleh banyak spesies tertentu.
c.A l o a n t i n o g e n , yang spesifik untuk individu dalam satu spesies
d.A n t i g e n o r g a n s p e s i f i k , yang hanya dimiliki organ tertentu.
e. A u t o a n t i g e n , yang dimiliki alat tubuh sendiri.

33
Contoh Antigen
1. Bakteri
Bakteri merupakan organisme yang paling banyak jumlahnya dan
lebih tersebar luas dibandingkan makhluk hidup yang lain. Bakteri
memiliki ratusan ribu spesies yang hidup di darat hingga lautan dan pada
tempat-tempat yang ekstrim. Bakteri ada yang menguntungkan tetapi ada
juga yang meerugikan. Bakteri adalah organisme uniseluler dan prokariot
serta umumnya tidak memiliki klorofil dan berukuran renik.
2. Virus
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel
organisme biologis. Istilah virus biasanya merujuk pada partikel- partikel
yang menginfeksi sel-sel eukariota. Virus bersifat parasit obligat, hal
tersebut disebabkan karena virus hanya dapat bereproduksi di dalam
material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup
karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi
sendiri.
3. Sel darah yang asing
Sel darah yang asing dapat diperoleh dari pendonoran darah.
Transfusi darah merupakan jenis transplantasi yang paling sering
dilakukan. Dan apabila darah yang masuk ke dalam tubuh resipien tidak
kompatibel maka tubuh akan mengenalinya sebagai antigen.
4. Sel-sel dari transplantasi organ
Transplantasi adalah pemindahan sel, jaringan maupun organ hidup
dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan mengembalikan fungsi
yang telah hilang. Namun sel-sel tersebut dapat menjadi antigen ketika sel
tidak cocok dengan tubuh resipien.
5. Toksin

34
Toksin adalah segala bentuk zat yang memiliki efek destruktif bagi
fungsi sel dan struktur sel tubuh. Beberapa jenis toksin bersifat fatal, dan
beberapa jenis lain bersifat lebih ringan.
2.7.2 Antibodi
Antibodi (bahasa Inggris: antibody, gamma globulin) adalah
glikoprotein dengan struktur tertentu yang disekresi dari pencerap[1] limfosit-
B yang telah teraktivasi menjadi sel plasma,[2] sebagai respon dari antigen
tertentu dan reaktif terhadap antigen tersebut.[3] Sistem imunitas manusia
ditentukan oleh kemampuan tubuh untuk memproduksi antibodi untuk
melawan antigen. Antibodi dapat ditemukan pada darah atau kelenjar tubuh
vertebrata lainnya, dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk
mengidentifikasikan dan menetralisasikan benda asing seperti bakteri dan
virus. Molekul antibodi beredar di dalam pembuluh darah dan memasuki
jaringan tubuh melalui proses peradangan.[3] Mereka terbuat dari sedikit
struktur dasar yang disebut rantai. Tiap antibodi memiliki dua rantai berat
besar dan dua rantai ringan.[4]
Terdapat beberapa tipe berbeda dari rantai berat antibodi, dan
beberapa tipe antibodi yang berbeda, yang dimasukan ke dalam kelas
(en:isotype) yang berbeda berdasarkan pada tiap rantai berat. Lima isotype
antibodi yang berbeda diketahui berada pada tubuh mamalia dan memainkan
peran yang berbeda dan menolong mengarahkan respon imun yang tepat
untuk tiap tipe benda asing berlainan yang masuk ke dalam tubuh,[5] yaitu:
IgG, IgM, IgA, IgD dan IgE, yang mempunyai perbedaan area C.
Antibodi merupakan protein-protein yang terbentuk sebagai respon
terhadap antigen yang masuk ke tubuh, yang bereaksi secara spesifik dengan
antigen tersebut. Konfigurasi molekul antigen-antibodi sedemikian rupa
sehingga hanya antibodi yang timbul sebagai respon terhadap suatu antigen
tertentu saja yang cocok dengan permukaan antigen itu sekaligus bereaksi
dengannya.

35
Sel-sel kunci dalam respon antigen-antibodi adalah sel limfosit.
Terdapat dua jenis limfosit yang berperan, yaitu limfosit B dan T. Keduanya
berasal dari sel tiang yang sama dalam sumsum tulang. Pendewasaan limfosit
B terjadi di Bursa Fabricius pada unggas, sedangkan pada mamalia terjadi di
hati fetus, tonsil, usus buntu dan jaringan limfoid dalam dinding usus.
Pendewasaan limfosit T terjadi di organ timus.
Sistim kebal atau imun terdiri dari dua macam, yaitu sistim kebal
humoral dan seluler. Limfosit B bertanggung jawab terhadap sistim kebal
humoral. Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh, maka limfosit B
berubah menjadi sel plasma dan menghasilkan antibodi humoral. Antibodi
humoral yang terbentuk di lepas ke darah sebagai bagian dari fraksi g-
globulin. Antibodi humoral ini memerangi bakteri dan virus di dalam darah.
Sistim humoral merupakan sekelompok protein yang dikenal sebagai
imunoglobulin (Ig) atau antibodi (Ab). Limfosit T bertanggung jawab
terhadap kekebalan seluler. Apabila ada antigen di dalam tubuh, misalnya sel
kanker atau jaringan asing, maka limfosit T akan berubah menjadi limfoblast
yang menghasilkan limphokin (semacam antibodi), namun tidak dilepaskan
ke dalam darah melainkan langsung bereaksi dengan antigen di jaringan.
Sistim kekebalan seluler disebut juga “respon yang diperantarai sel”.
Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh ternak maka tubuh akan
terangsang dan memunculkan suatu respon awal yang disebut sebagai respon
imun primer. Respon ini memerlukan waktu lebih lama untuk memperbanyak
limfosit dan membentuk ingatan imunologik berupa sel-sel limfosit yang lebih
peka terhadap antigen. Kalau antigen yang sama memasuki tubuh kembali
maka respon yang muncul dari tubuh berupa respon imun sekunder. Respon
ini muncul lebih cepat , lebih kuat dan berlangsung lebih lama daripada
respon imun primer.

36
2.8 Jenis Kekebalan Tubuh
1. Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif merupakan kekebalan yang dihasilkan oleh tubuh itu sendiri.
Kekebalan aktif dapat diperoleh secara alami maupun buatan.
a. Kekebalan Aktif Alami
Kekebalan aktif alami diperoleh seseorang setelah mengalami sakit akibat
infeksi suatu kuman penyakit. Setelah sembuh, orang tersebut akan menjadi
kebal terhadap penyakit itu. Misalnya, seseorang yang pernah sakit campak
tidak akan terkena penyakit tersebut untuk kedua kalinya.
b. Kekebalan Aktif Buatan
Kekebalan aktif buatan diperoleh melalui vaksinasi atau imunisasi.
Vaksinasi adalah proses pemberian vaksin ke dalam tubuh. Vaksin merupakan
siapan antigen yang dierikan secara oral (melalui mulut) atau melalui suntikan
untuk merangsang mekanisme pertahanan tubuh terhadap patogen. Vaksin
dapat berupa suspensi mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dimatikan.
Vaksin juga dapat berupa toksoid atau ekstrak antigen dari suatu patogen yang
telah dilemahkan. Vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh akan
menstimulasi pembentukan antibodi untuk melawan antigen sehingga tubuh
menjadi kebal terhadap penyakit yang menyerangnya.
Kekebalan karena vaksinasi biasanya memiliki jangka waktu tertentu,
sehingga permberian vaksin harus diulang lagi setelah beberapa lama. Hal ini
dilakukan karena jumlah antibodi dalam tubuh semakin berkurang sehingga
imunitas tubuh juga menurun. Beberapa jenis penyakit yang dapat dicegah
dengan vaksinasi antara lain cacar, tuberkulosis, dipteri, hepatitis B, pertusis,
tetanus, polio, tifus, campak, dan demam kuning. Vaksin untuk penyakit
tersebut biasanya diproduksi dalam skala besar sehingga harganya dapat
terjangkau oleh masyarakat. Secara garis besar, vaksin dikelompokkan
menjadi 4 jenis yaitu:

37
1. Vaksin Bacille Calmette-Guerin (BCG), polio jenis sabin, dan campak.
Vaksin ini terbuat dari mikroorganisme yang telah dilemahkan.
2.Vaksin pertusis dan polio jenis salk. Vaksin ini berasal dari mikroorganisme
yang telah dimatikan.
3.Vaksin tetanus toksoid dan difteri. Vaksin ini berasal dari toksin (racun)
mikrooganisme yang telah dilemahkan/diencerkan konsentrasinya.
4.Vaksin hepatitis B. Vaksin ini terbuat dari protein mikroorganisme.
2. Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif merupakan kebalikan dari kekebalan aktif. Kekebalan pasif
diperoleh setelah menerima antibodi dari luar tubuh, baik secara alami maupun
buatan.
a. Kekebalan Pasif Alami
Kekebalan pasif alami dapat ditemukan pada bayi setelah menerima
antibodi dari ibunya melalui plasenta saat masih berada di dalam kandungan.
Kekebalan ini juga dapat diperoleh dengan pemberian ASI pertama
(kolostrum) yang mengandung banyak antibodi.
b. Kekebalan Pasif Buatan
Kekebalan pasif buatan diperoleh dengan cara menyuntikkan antibodi
yang diekstrak dari suatu individu ke tubuh orang lain sebagai serum.
Kekebalan ini berlangsung singkat, tetapi mampu menyembuhkan dengan
cepat. Contohnya adalah pemberian serum antibisa ular kepada orang yang
dipatuk ular berbisa.

38
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kelenjar-kelenjar di dalam tubuh manusia terdiri atas dua kelompok
kelenjar, yaitu kelenjar bersaluran dan kelenjar tanpa saluran. Kelenjar bersaluran
(kelenjar eksokrin) memiliki saluran tempat cairan kelenjar mengalir keluar,
misalnya glandulae salivariae, glandulae mammaria, dan pancreas Kelenjar tanpa
saluran (kelenjar endokrin) tidak memiliki saluran. Kelenjar ini menghasilkan
bahan-bahan kimi yang disebut hormone. Hormone ini masuk kedalam darah dan
divawah oleh sistem peredaran darah ke seluruh bagian tubuh. Kelenjar endokrin
yang terdapat di dalam tubuh yaitu : Hyphophisis, Glandula Thyreoidia, glandula
parathyreoidia, thymus, glandula pinealis, glandula suprarenalis, pulau-pulau
Langerhans di pancreas, dan organ reproduksi yang terbagi atas dua yaitu
ovarium dan testis .
3.2 Saran
Supaya makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembaca,
maka penulis menyarankan :
Jagalah pola hidup yang sehat agar tidak mudah terserang penyakit
Perhatikanlah setiap makanan yang akan dikonsumsi
Jagalah kebersihan lingkungan sekitar.

39
DAFTAR PUSTAKA
Ainina, Nurul. HORMON. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.
Diakses melalui : https://www.academia.edu/22534834/HORMON
Fadli, Alif. Sistem Imunitas pada Tubuh Manusia. Diakses melalui
https://www.academia.edu/7537645/MAKALAH_BIOLOGI_SISTEM_IMUNITAS_PAD
A_TUBUH_MANUSIA
Dewi, Juliana. 2016. Makalah Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin Dan Imun.
Bali : Universitas Udaya. Diakses melalui :
https://www.scribd.com/doc/303511451/Makalah-Anatomi-Fisiologi-Sistem-
Endokrin-Dan-Imun
Sarampang, Irma Jayanti. Antigen. Timika : Universitar Indonesia Timur
Makassar. Diakses melalui :
https://www.academia.edu/8741424/Antigen
Rahmatulloh, Maizun. 2010. Dokumen Makalah Antibodi. Diakses melalui :
https://www.scribd.com/doc/31436091/Document-Makalah-Antibodi

40

Anda mungkin juga menyukai