Anda di halaman 1dari 5

Sebagian besar kematian anak di indonesia saat ini sebagian besar terjadi pada masa baru lahir (Neonatal)

sekitar 19/1000 kelahiran. Seperti


di negara berkembanglainnya, kematian anak di indonesia karena infeksi dan penyakit anak lainnya telah mengalami penurunan, seiring
dengan peningkatan pendidikan ibu, kebersihan

Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, angka kematian neonatus di Indonesia adalah 19 kematian per 1000 kelahiran hidup.
Hasil riset yang sama menyebutkan bahwa penyebab terbesar kematian bayi baru lahir usia 0-6 hari adalah gangguan pernapasan (37%) dan
prematuritas (34%). Oleh karena itu, resusitasi neonatus oleh tenaga kesehatan yang terampil dapat memberikan hasil yang memuaskan yang
pada akhirnya dapat berkontribusi pada penurunan angka kematian neonatus.
Resusitasi diperlukan oleh neonatus yang dalam beberapa menit pertama kehidupannya tidak dapat mengadakan ventilasi efektif dan
perfusi adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi dan eliminasi karbondioksida, atau bila sistem kardiovaskular tidak cukup dapat
memberi perfusi secara efektif kepada susunan saraf pusat, jantung dan organ vital lain. (Gregory, 1975)

Deteksi dini faktor resiko dan kelainan yang ditemukan pada bayi baru lahir bahkan janin ,sangat membantu agar tidak terjadi kerugian
dikemudian hari. Antisipasi penangganan dini bayi aspeksia dapat menghindarkan bayi tersebut dari kecacatan dan dampak yang
merugikan. Resusitasi yang memadai dapat mengurangi akibat yang merugikan pada BBL yang menderita kegawatan napas, karena
dampak jangka panjang aspeksia neonatorum ataupun hipoksia akibat gawat napas tergantung selain lamanya terjadi aspeksia atau
beratnya hipoksia ,lokalisasi kerusakan gangguan metabolisme juga tergantung kecepatan penangganan .Yang paling penting adalah
mencegah terjadinya aspeksia dengan perinatal care yang baik .Sedangkan apabila sudah terjadi aspeksia atau kegawatan napas yang
lain .semakin cepat ,tepat dan akurat penangganan ,semakin baik . Oleh karena itu ,kita perlu mengetahui dan mempelajari cara-cara
resusitasi yang benar,untuk menolong bayi baru lahir dengan kegawatan napas.

Sebagian besar bayi baru lahir tidak memerlukan bantuan apapun agar dapat bernapas dengan efektif setelah dilahirkan, dan apabila
mereka memerlukannya, sebagian besar hanya membutuhkan bantuan minimal. Beberapa memerlukan intubasi dan ventilasi sementara
kebutuhan untuk menggunakan obat dan kompresi dada jarang diperlukan. Kurang lebih 10% dari semua neonatus memerlukan
bantuan pada waktu dilahirkan, hanya 1% yang memerlukan resusitasi lanjut. Diperkirakan asfiksia perinatal merupakan penyebab
seperlima semua kematian neonatal di seluruh dunia; tindakan resusitasi sederhana dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang
disebabkan asfiksia perinatal.

Terdapat beberapa faktor resiko antepartum dan intrapartum in utero, seperti hipertensi yang disebabkan kehamilan (PIH), gangguan
pertumbuhan intra uterin (IUGR), prematuritas, perdarahan antepartum (APH), ruptur membran prematur (PROM), dan sumbatan
mekonium sehingga bayi memerlukan resusitasi. Pada benyak peristiwa, asfiksia terjadi tanpa diduga, jadi penting untuk memiliki
personel yang cukup terlatih dalam hal resusitasi neonatal dengan piranti yang memadai pada waktu persalinan sedang berlangsung.
Bayi lahir namun kesulitan bernapas dan berat lahir rendah merupakan salah satu faktor penyebab AKB di Indonesia. bayi lahir kesulitan
bernapas menjadi penyebab utama kematian (AKB), namun saat ini telah menjadi urutan kedua. Urutan pertama kini berat lahir bayi
rendah, karena gizi ibu yang berkurang saat mengandung,”

Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan
Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang
kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan
dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis
(Hudak dan Gallo, 1997).

Angka Kematian Bayi (AKB) bisa ditekan melalui pembekalan dan pelatihan resusitasi neonatus kepada paramedis di tanah air. “AKB di
Indonesia akan terus menurun dengan adanya pembekalan melalui pelatihan resusitas neonatus . pembekalan resusitasi neonatus bagi
paramedis itu bertujuan untuk mencegah terjadinya kegagalan saat membantu proses persalinan, baik di rumah sakit maupun klinik
kebidanan. Data yang dikutip dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan AKB di Indonesia saat ini masih pada posisi
31/1.000 kelahiran pada 2009. Tercatat sekitar 7.116 paramedis hingga saat ini telah memperoleh pelatihan dan pembekalan resusitasi
bayi gawat nafas secara nasional. Paramedis itu antara lain terdiri dari dokter spesialis anak, anestesi, umum dan kebidanan. Dalam
kasus persalinan, kesulitan bernapas saat bayi lahir juga berdampak pada gagalnya proses persalinan, misalnya terkait dengan
perjalanan yang jauh dari praktik kebidanan ke rumah sakit. “Terkadang masalah perjalanan yang cukup lama dari klinik bidan ke rumah
sakit, sehingga bayi lahir yang seharusnya mendapat pertologan pernapasan segera jadi terlambat,” Oleh karena itu, AKB akibat faktor
kesulitan bernapas itu mencapai sekitar 24 persen, dan berat lahir rendah 26 persen.

PRAKTEK
BUKA
PRAKTEK
TUTUP

Anda mungkin juga menyukai