Anda di halaman 1dari 21

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA SEBELUM DAN SESUDAH

KEMERDEKAAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


Oleh : Khalid Hasan Minabari,S.Ag, MA.

A. Pendahuluan
Berbicara tentang eksistensi pendidikan Islam di Indonesia tentunya tidak dapat
dilepas pisahkan dengan masa kedatangan Islam di Indonesia. Sebab antara sejarah
eksistensi pendidikan Islam di Indonesia dengan sejarah Agama Islam di Indonesia
tersebut merupakan sebuah persenyawaan yang didak mungkin dapat pisahkan karena
dalam kehadirannya di Indonesia, kedua hal tersebut memiliki kurun waktu yang
bersamaan.
Praf .H. Mahmud yunus dalam bukunya “Sejarah pendidikan Islam di Indonesia”
Menyatakan bahwa :
Sejarah pendidikan Islam dimulai sejak agama Islam masuk ke Indonesia, yaitu
kira-kira abad kedua belas masehi. Selanjudnya beliau menandaskan pula bahwa
sejumlah ahli sejarah berpendapat daerah pulau Sumatra bagian utara yakni aceh yang
merupakan temapat pertama Islam masuk ke Indonesia sementara yang menyiarkan
Islam tersebut adalah para pedagang, baik yang berasal dari India maupun dari Arab.1
Meninjau dan mengamati suatu peristiwa yang telah terjadi pada masa yang lalu,
tentunya hal tersebut, dapat ditelusuri secara seksama, bila mengfungsikan pendekatan
histories atau sejarah sebagai suatu alternatif bagi penyelesaaian masalah dimaksud.
Dalam proses menelusuri eksistensi pendidikan Islam di Indonesia sebelum dan
sesudah kemerdekaan, yang merupakan topik bahasan tulisan ini, penulis juga
memanfaatkan pendekatan tersebut sebagai suatu cara bagi penyelesaian pembahasan
tulisan ini.
Disadari bahwa tulisan ini, tidak mungkin dapat diuraikan eksistensi pendidikan
Islam di Indonesia sebelum dan sesudah masa kemerdekaan secara rinci, utuh dan
tuntas, sebgaimana lajimnya kajian sebuah sejarah yang utuh dan sempurnah.hal ini
disebabkan karena terbatasnya waktu dan kesempatan bagi penyelesaian tulisan ini.

1
Mahmud Yunus, 1992, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Mutiara Sumber Widya, h. 10

1
B. Pembahasan
1. Pendidikan Islam Sebelum Masa Kemerdekaan Indonesia
Pembahasan bagian tulisan ini, dibatasi pada hal-hal sebagai berikut; faktor-faktor
yang mendukung bagi eksistensi pendidikan Islam sebelum masa kemerdekaan
Indonesia, dan tanggapan kolonialisme Belanda dan Japang terhadap eksistensi
pendidikan Islam sebelum masa kemerdekaan. Indonesia.
a.Faktor-faktor pendukung eksistensi pendidikan Islam sebelum kemerdekaan
Indonesia.
Dalam sebuah ringkasan hasil penilitian IAIN di Jakarta tahun 1983/1984
tentang pendidikan Islam di Indonesia menyebutkan bahwa “ Penyebaran Islam
berkaitan erat dengan pendidikan Islam.2
Sejarah pendidikan Islam dimulai sejak agama Islam masuk ke Indonesia, yaitu
kira-kira abad ke dua belas masehi.3
Menurut hemat penulis sebagaimana yang telah penulis kemukakan dalam bagian
pendahuluan tulisan ini bahwa ketika berbicara masalah eksistensi pendidikan Islam
diindonesia, maka sebenarnya hal itu tidak dapat di pisahkan dengan proses kedatangan
agama Islam itu sendiri ke Indonesia. Sebab para penyiar agama Islam tersebut
sebenarnya secara tidak langsung paling tidak telah turut menanamkan nilai-nilai
pendidikan itu sendiri.
Karena kereta Islamisasi yang tengah berjalan di Indonesia sampai saat ini paling
tidak pendidikan Islam juga turut serta dalam proses perjalan tersebut. Pendidikan
Islam dalam proses eksistensinya di Indonesia tidak mungkin dapat dipisahkan sendiri-
sendiri dari pada proses kedatangan agama Islam tersebut ke Indonesia.
Identifikasi kedua masalah tersebut terpaut erat sampai kemasalah yang menjadi
foktor-foktor pendukung dari kedua masalah itu. Dijelaskan oleh Zuhairini dalam
bukunya sejarah pendidikan Islam bahwa ada dua foktor pendukung bagi ketertarikan
agama Islam masuk ke Indonesia including pendidikan Islam tersebut, yaitu :
Pertama, foktor letak geografisnya yang strategis. Indonesia berada di
persimpangan jalan raya Internsional dari jurusan timur tengah menuju Tiongkok.
Melalui lautan dan jalan menuju Benua Amerika dan Australia.
2
Dirjen Binbagais Depag. RI., Laporan Hasil Penelitian IAIN Jakarta 1983/1984
3
Mahmud Yunus, Luc.Cit..

2
Kedua, factor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan keperluan hidup yang
dibutuhkan oleh bangsa lain misalnya rempah-rempah. 4
Seminar tentang masuknya agama Islam di Indonesia including pendidikan Islam
di Indonesia pada tahun 1963, menyimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Menurut sumber bukti yang terbaru, Islam pertama kali datang ke Indonesia pada abad
ke 7 M/1 H. yang dibawa oleh pedagang dan mubaligh dari negeri Arab.
Daerah yang pertma di masuki ialah pantai barat pulau sumatera yaitu di daerah Baros,
tempat kelahiran ulama besar bernama Hamza Fansyuri. Adapun kerajaan Islam yang
pertama ialah di pase.
Dalam proses pengislaman selanjudnya, orang-orang Islam bangsa Indoneseia ikut aktif
mengambil bagian yang berperan,dan prose situ bejalan secara damai.
Kedatangan Islam ke Indonesia ikut mencerdaskan rakyat dan membina karakter
bangsa. karakter tesebut dapat dibuktikan pada perlawanan rakyat melawan penjajahan
bangsa asing dan daya tahannnya mempertahankan tanah air ini selama dalam zaman
penjajahan barat dalam kurun waktu 350 tahun.5
Kesimpulan seminar ini memberikan informasi bahwa Islam pertama kali masuk ke
Indonesia pada abad 7 M. yang dibawa oleh pedagang dan mubaligh dari Arab. Daerah
yang pertama dimasuki adalah pantai barat pulau sumatera. Materi pendidikan Islam
yang pertama diajrakan ialah syahadat. Menurut keterangan dari ibnu Batuta asal
maroko, bahwa di kerajaan pase yang merupakan kerajaan Islam yang pertama itu,
sistem pendidikan Islam yang diterapkan adalah:
Materi pendidikan dan pengajaran Agama bidang syariat ialah Figih Mazhab Syafi’i.
Sistem pendidikan secara informal serupa majlis taklim dan halagah.
Tokopemerintahan merangkap sebagi tokoh ulama.
Biaya pendidikan bersumber dari Negara.6
Di antara kedua faktor pendudung eksistesi pendidikan Islam di Indonesia sebelum
masa kemerdekaan sebagaimana yang telah dikemukakan di atas itulah yang menjadi
cikal bakal Indonesia cukup dikenal dan sanggup memberikan ketertarikan bagi

4
Dirjen Binbagais Depag. RI. Jakarta, 1986, Laporan Hasil Penelitian IAIN , tentang Pendidikan Islam di
Indonesia.
5
Mahmud Yunus, Luc.Cit..
6
Zuhaerini, 1986. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, h.130

3
kedatangan para pedagang khususnya yang berasal dari India maupun dari Arab untuk
datang berdagang sekaligus membawa misi pendidikan Islam ke Indonesia.
b. Tanggapan kaum kolonialisme, Belanda dan Jepang terhadap eksistensi pendidikan
Islam di Indonesia sebelum masa kemerdekaan.
a). Sikap kolonialisme Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia.
Tidak dapat disangkal, bahwa baik Belanda maupun Jepang yang datang ke Indonesia
di satu sisi telah membawa kemajuan hasil teknologi kepada Indonesia yang walaupun
pada sisi yang lain mereka menjajah bangsa Indonesia.
Motif yang dikembangkan dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah sekedar
mencetak tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka. Tidak berbeda dengan
penjajah lainnya, Belanda juga menggunakan dan meralisasikan stetamen pembaharuan
pendidikan yang isi adalah westernisasi dan krestenisasi yang pada intinya hanyalah
untuk kepentingan meraka semata yakni Barat dan Nasrani.
Dua hal inilah yang turut mewarnai segala bentuk sikon dan kebijakan penjajah
Belanda di Indonesia terhadap bidang pendidikan baik secara umum maupun secara
khusus terhadap pendidikan Islam. Demi kepentingan westernisasi dan kristenisasi
sehinga bangsa-bangsa barat termasuk Belanda rela mati dalam perjuangan
penjajahannya. Hal ini dapat dibuktikan dalam sebuah pertemuan bukti sejarah yang
antara lain menandaskan bahwa: Pada waktu terjadi perang antara Jepang dan rusia
pada tahun 1904-1905 M, Raja jerman mengirim pesan kepada raja rusia yang isinya “
Melawan Jepang adalah panggilan suci demi melindungi salib dan kebudayaan Kristen
Eropa.” 7
Pada tahun 1882 M, pemerintah Belanda membentuk sebuah badan khususnya
bertugas mengawasi keberagamaan dan pendidikan Islam. Dari badan inilah pemerintah
Belanda mengeluarkan peraturan yang berbunyi bahwa: orang yang akan memberikan
pengajian harus terlebih dahulu mendapat izin dari pemerintah Belanda.8
Pada tahun 1925 pemerintah Belanda mengeluarkan sebuah peraturan yang lebih
mengikat pendidikan agama Islam, yakni tidak semua kiyai boleh memberikan
pelajaran mengaji. Peratutan tersebut dikeluarkan adalah karena adanya gerakan

7
Ibid. h. 133
8
Ibid

4
organisasi pendidikan Islam yang telah nampak pertumbuhan misalnya:
Muhammadiyah, Partai syarikat Islam, Al-Irsyad, Nahdlatul Wathan dan lain-lain. 9
Sementara pada tahun 1932 M, dikeluarkan pula peraturan yang dapat
memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izin. Atau sekolah
madrasah yang memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah Belanda.10
Di antara beberapa sikap/kebijakan pemerintah Belanda yang pada inti selalu
menyulitkan dan merugikan pendidikan Islam di Indonesia menurut penulis hal tersebut
terjadi antara lain karena pmerintah Belanda sangat menyadari bahwa sebenarnya
pendidikan Islam mengajarkan agar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara selalu menghargai atau mengedepankan hak-hak asasi manusia yang di
antaranya hak kebebasan/kemerdekaan untuk hidup. Itulah sebabnya setia gerak langka
pendidikan Islam selalu dibuntuti oleh kaum penjajah Belanda agar eksistensinya dalam
menjalankan misi kolonialisme dibumi nusantara ini tidak tergagalkan.
b). Sikap kolonialisme Jepang terhadap pendidikan Islam di Indonesia.
keberadaan Jepang di Indonesia kurang lebih 3. ½ Tahun yang awal
kehadirannya di Indonesia pada tahun 1942 dengan mengumandangkan semboyan: Asia
Timur Raya untuk asia dan semboyan Asia Baru.
Siasat jajahan yang diterapkan Jepang pada awal kehadirannya di Indonesia, yakni
selalu menampakkan sikapnya yang terkesan membela kepentingan Islam.
Dalam mendekati umat Islam Indonesia, pemerintah Jepang melalui kebijakannya
yang natara lain:
Kantor urusan Agama yang pada jaman Belanda, yang dipinpin oleh orang-orang
orientalis Belanda, diroba oleh Jepang menjadi kantor Sumubi yang dipimpin oleh
ulama Islam sendiri yaitu, K.H.Hasyim Asy’ari dari jombang dan di daerah-daerah
dibentuk Sumuka.
Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya sekolah Tinggi Islam di Jarkarta yang
dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta.11
Tujuan pemerintah Jepang adalah agar umat Islam yang merupakan kekuatan
terbesar di Indonesia tersebut, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan perang Asia

9
Ibid
10
Ibid. h.134
11
Ibid,

5
Timur Raya yang dipimpin oleh Jepang. Akan tetapi setelah perang dunia II terjadi,
Jepang menampakkan dirinya sewenang-sewenang sebagai penjajah yang bengis dan
kejam lebih dari penjajah Belanda sebelumnya. Akibat hal tersebut, secara umum
pendidikan Islam terbengkalai karena para peserta didiknya banyak yang setiap hari
kerja bakti dan baris berbaris yang ujung-ujungnya untuk kepentingan pemerintah
Jepang.
2. Pendidikan Islam Setelah Masa Kemerdekaan Indonesia
Dalam kajian masalah pendidikan Islam di Indonesia setelah kemerdekaan
penulis sengaja akan mengemukakan dua tema pokok sebagai berikut: Pertama ,
Pengaruh kondisi sosial politik terhadap pendidikan Islam di Indonesia setelah
kemerdekaan, dan kedua; bentuk-bentuk kebijakan pemerintah terhadap pendidikan
Islam di Indonesia setelah kemerdekaaan. Kedua hal tersebut menurut penulis paling
tidak akan dapat memberi gambaran informasi tentang pendidikan Islam di Indonesia
setelah kemerdekaan.
a. Pengaruh kondisi sosial politik terhadap pendidikan Islam di Indonesia
setelah kemerdekaan
Setelah proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia mengalarni banyak perubahan
politik dan belum mapannya sistem serta undang-undang pendidikan. Hal ini dapat
dianalisis, terutama dengan memahami beberapa aspek sosial-politik yang antara lain adalah
adanya upaya Belanda untuk menjajah kembali bangsa Indonesia sehingga timbul Agresi
Belanda I pada 21 Juli 1947 dan Agresi Belanda II pada 19 Desember 1948. Sebagian bestir
guru dan pelajar terlibat dalam perjuangan ini. Sekolah dan tempat tempat pendidikan
lainnya dijadikan sebagai perlindungan. Praktis, kegiatan belajar-mengajar terhenti untuk
sementara. Setelah gagal dengan upayanya tersebut Belanda mencoba menerapkan sistem
negara federal atau Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan Belanda sebagai sentral
pemerintahan.'-' Periode 1945-1949, yang sering dikenal sebagai era revolusi Indonesia,
ditandai tidak hanya oleh perjuangan bersenjata melawan Belanda dan konflik keras
antar kelompok yang berbeda, tapi juga konflik di tubuh parlemen dalam hal gagasan
diplomatik, negosiasi dan politik.12

12
Assegaf Abd. Rahman, 2005, Politik Pendidikan Nasional, Cet. Pertama, Solo,Kurnia Kalam.h.54-55

6
Secara internal, di beberapa daerah muncul beberapa gerakan yang menimbulkan ketegangan
sosial, seperti gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun pada 1948 gerakan Darul
Islam (DI, 1948-1962) di Jawa Barat pimpinan Kartosuwiryo, pergolakan Darul Islam di
Aceh (1953-1959) pimpinan Dazed Beureueh, pemberontakan Darul Islam Sulawesi
Selatan (1950-1959) pimpinan Kahar Muzakkar, pemberontakan PRRI di Sumatera Barat
(1958) juga gejolak di Sumatera Timor. 13
Terjadinya peralihan dari UUD 1945 ke UUD RIS 1949 mengakibatkan belum mapannya
perangkat hukum, politik, dan pendidikan nasional. Itulah sebabnya, Undang-undang
Pendidikan dan Pengajaran baru dapat muncul kemudian setelah terjadi kemapanan politik
dan meredanya gejolak sosial. Mmunculnya multipartai dengan ideologinya masing masing.
Masuknya komunis sebagai partai yang diakui oleh pemerintah, tidak lagi, mendapat reaksi
keras terutama dari Masyumi, sehingga pertikaian segitiga antara pemerintah, kelompok
komunis dengan Masyumi serta lainnya, tak terelakkan. Konflik ini berkepanjangan, dan diakhiri
dengan bubarnya PKI pada 1966 dibarengi dengan munculnya Orde Baru. Kelompok
agama pun menguat kembali.
Kondisi sosial-politik demikian mempengaruhi iklim pendidikan nasional saat itu,
antara lain berupa: pertama, masa jabatan Menteri Pengajaran yang relatif singkat akibat sering
terjadi pergantian menteri sebagaimana disebut di atas. Kedua, minimnya jumlah guru,
terutama guru Sekolah Dasar, akibat keikutsertaan mereka dalam perang kemerdekaan,
demikian pula halnya dengan para pelajar yang merangkap fungsi sebagai tentara,
menimbulkan terpecahnya konsentrasi pendidikan ke arah perjuangan nasional. Ketiga,
fasilitas sekolah banyak yang hancur akibat perang atau karena dipakai sebagai barak militer,
mengakibatkan terhentinya proses belajar-mengajar di kelas.167 Keempat, belum terbentuknya
undang-undang tentang pendidikan nasional.
Mencermati fenomena tersebut di atas, maka dapatlah dikemukakan bahwa pendidikan
Islam saat tersebut mengalami banyak kendalah kea rah perkembangannya.14
b. Bentuk-bentuk kebijakan pemerintah terhadap pendidikan di Indonesia setelah
kemerdekaaan
Pada 1950-1959, ketika era demokrasi parlementer dilaksanakan oleh Orde Lama,
dimana berlaku sistem multipartai, aspirasi umat Islam tersalurkan melalui partai politik
13
Ibid
14
Ibid. h.65

7
bercorak Islam, seperti partai Masyumi, atau Partai Persatuan Pembanguan(PPP).
Ketika Orde Baru (1966-1998), terbentuk Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), juga berdirinya Lembaga Peradilan Agama
dengan dilengkapi Kompilasi Hukum Islam (KHI), semua itu mengindikasikambahwa
kegiatan, kelembagaan maupun aspirasi (pemikiran) umat Islam diakui secara politis
melalui kebijakan pemerintah saat itu. Meskipun dalam realisasinya kebijakan tadi
diselaraskan untuk mendukung program pemerintah, tetapi dampak sosio-politisnya
menjangkau masyarakat akar rumput. 15
Meskipun faktor sosial-politik di atas menyebabkan beberapa hambatan atas kelancaran
pelaksanaan pendidikan, bukan berarti bahwa proses pendidikan tidak berjalan sama sekali
atau tidak ada upaya untuk mengatasi hambatan tersebut. Tindakan pertarna yang diambil oleh
pemerintah Indonesia ialah menyesuaikan pendidikan dengan tuntutan dan aspirasi
rakyat, sebagaimana terwujud dalam UUD 1945 Bab XIII pasal 31, menyatakan bahwa:
Ayat 1 : Tiap-tiap Warga Negara berhak mendapat pengajaran. Ayat 2 : Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan
undang-undang.
Pada masa ini tujuan pendidikan mengalami perubahan siknifikan. Dari pendidikan
pada masa Belanda untuk membentuk kelas elite dan tenaga terdidik yang murah, lalu
pada masa Jepang pendidikan bertujuan untuk menciptakan tenaga buruh dan mobilisasi
militer, maka pasca kemerdekaan, tahun 1946, melalui SK Menteri PP dan Kebijakan,
pendidikan dinyatakan untuk menanamkan semangat dan jiwa patriotisme, yang di-
operasionalkan melalui'instruksi umum oleh Menteri Pengajaran pertama, Ki Hajar Dewantara,
ditujukan kepada semua kepada sekolah dan guru agar:
Mengibarkan 'Sang Merah Putih' setiap hari di halaman sekolah.
Melagukan lagu. kebangsaan 'Indonesia Raya'.
Menghentikan pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian 'Kimigayo'.
Menghapuskan pelajaran bahasa Jepang beserta segala upacara yang berasal dari
Balatentara Jepang, dan
Memberi semangat kebangsaan kepada semua murid.

15
Ibid.

8
Tindakan berikutnya, untuk mengatasi masalah kuantitas dan kualitas guru, diadakan
penerimaan tenaga pengajar baru di samping peningkatan Sekolah Guru (Tipe C selama 2
tahun, Tipe B selama 4 tahun dan Tipe A selama 6 tahun) jugadiadakan kursus-kursus,
menambah jumlah Sekolah Rakyat (SR), mengubah Sekolah Rendah 3 tahun menjadi 6
tahun, Berta memperbaiki tingkat dan mutu pendidikan. Mengenai masalah murid atau pelajar
pejuang, baik sebagai tentara, anggota Palang Merah Indonesia maupun pelajar yang tinggal
di daerah pendudukan, yang karena kondisinya tersebut, tidak memungkinkan untuk aktif
sekolah, maka oleh Kementerian Pendidikan dan Pengajaran, pada maret 1948, diadakan
sekolah peralihan baik untuk SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menengah
Atas) atau SGL (Sekolah Guru Laki-laki).173 Upaya mengatasi lokal sekolah yang rusak
akibat perang atau dipakai sebagai barak militer, dilakukan beberapa alternatif:
membangun gedung sekolah baru, menyewa rumah penduduk untuk sekolah, atau
memfungsikan gedung sekolah dalam dua tahap, pagi dan siang hari. Di samping itu persatuan
Orangtua Murid dan Guru (POMG) berhasil mengkoordinasi kekuatan untuk kemajuan
pendidikan, sehingga mampu mendirikan gedung sekolah bahkan lebih banyak dari yang
telah dibangun oleh pemerintah. Adapun sistem persekolahan pada kurun waktu ini adalah
sebagaimana diuraikan dalam Tabel II berikut.
SISTEM PERSEKOLAHAN 1945-1950
Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi
Rendah 6 Tahun Menengah Pertama Akademi
Sekolah Rayat (SR) SMP Perguruan Tinggi
STP Dagang

Paham pendidikan (individualisms) yang sat itu berlaku haruslah diganti dengan paham
kesusilaan dan perikemanusiaan yang tinggi. Pendidikan dan pengajaran harus membimbing
murid-murid menjadi warga negara yang mempunyai rasa tanggungjawab.
Untuk memperkuat persatuan rakyat kita hendaknya diadakan satu macarn sekolah untuk
segala lapisan masyarakat. Perlu diingat pula, bahwa sesuai dengan dasar keadilan sosial
semua sekolah harus terbuka untuk tiaptiap penduduk negara baik laki-laki maupun
perempuan.

9
Metodik yang berlaku di sekolah-sekolah hendaknya berdasar pada sistem sekolah kerja
agar aktivitas rakyat kita kepada pekerjaan bisa berkembang seluas-luasnya.
Pengajaran agama hendaknya mendapat tempat yang teratur dan seksama, hingga cukup
mendapat perhatian yang sernestinya dengan tidak mengurangi kemerdekaan golongan-
golongan yang berkehendak mengikuti kepercayaan yang dipeluknya. Tentang cars
melakukan ini baiklah Kernenterian mengadakan perundingan dengan Badan Pekerja.
Madrasah dan pesantren-pesantren (dan sejenisnya, pen) yang pada hakikatnya adalah
suatu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata, yang sudah berurat berakar
dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan yang
nyata berupa tuntunan dan bantuan materiil dari pemerintah.
Pengajaran tinggi hendaknya diadakan seluas-luasnya, dan
Pengajaran teknik dan ekonomi terutama pengajaran per tanian, industri,
pelayaran dan perikanan, hendaklah mendapat perhatian istimewa.
Pengajaran kesehatan dan olah raga hendaklah teratur sebaik-baiknya hingga terdapat
kemudian hasil kecerdasan rakyat yang harmonis.
Di Sekolah Rendah tidak dipungut uang sekolah. Ontuk Sekolah
Menengah dan Perguruan Tinggi hendaklah diadakan aturan pembayaran
dan tunjangan yang lugs, sehingga soal keuangan jangan menjadi halangan bagi
pelajar-pelajar yang kurang mampu.
Pemberian bantuan material dari Pemerintah kepada madrasah dan
pesantren (dan sejenisnya) merupakan bukti besarnya perhatian pemerintah
bagi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia. Atas bantuan Departemen
Agama, berbagai jenis sekolah agama baru didirikan, seperti PGA (Pendidikan
Guru Agama) dart belakangan madrasah tingkat menengah negeri (seperti
MTsN dan MAN). Madrasah lokal menerima subsidi Rp.10,-/murid, tetapi untuk
madrasah yang berafiliasi dengan organisasi berskala nasional ("bergabung
dengan induk") subsidi dinaikkan menjadi tidak kurang dari Rp.30,-/ murid.
Kebijakan ini mempunyai dampak yang dapat diramal kan, dan memang diinginkan,
berupa pertambahan cepat jun-dah pesantren dan madrasah yang menyatakan diri
berafiliasi dengan NU -atau organisasi besar lainnya. 1 7 6 Memang pada awal
kemerdekaan, pejabat teras kementrian agama banyak diisi oleh pars pejabat dengan

10
Tatar belakang NU yang memiliki perhatian besar bagi perkembangan madrasah dan
pesantren.16
Perdebatan tentang masalah pendidikan agama mulai diperdebatkan secara resmi
adalah ditandai dengan dikeluarkannya rekomendasi dari badan pekerja komite nasional
Indonesia pusat (BPKNIP) yang isi rekomendasi tersebut antara lain :Pelajaran agama
pada semua sekolah diberikan pada jam pelajaran sekolah.
Para guru dibayar oleh pemerintah
Pada Sekolah Dasar pendidikan agama diberikan mulai kelas IV
Pendidikan agama diberikan seminggu sekali pada jam tertentu
Para guru agama diangkat oleh departemen agama
Para guru agama diharuskan juga cakap dalam pendidikan umum
Pemerintah menyediakan buku untuk pendidikan agama
Diadakan latihan bagi para guru agama
Kualitas pesantren dan madrasah harus diperbaiki
Pengajaran bahasa Aeab tidak dibutuhkan
Untuk menyempurnakan rekomendasi tersebut maka diterbinkan UU Nomor 4
tahun 1950 jo. UU Nomor 12 tahun 1954 tentang dasar-dasar pendidikan dan
pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia. Dalam pasal 2 UU tersebut ditegaskan
bahwa UU ini tidak berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah agama
dan pendidikan masyarakat. Sampai tahun 1980 pelaksanaan pendidikan secara
nasional masih mengacu pada UU Nomor 4 tahun 1950. pemberlakuan UU ini yang
tidak untuk sekolah-sekolah agama, mengandung pengertian bahwa memang secara
hukum pemerintah tidak mengakui eksistensi sekolah-sekolah agama sebagai sebuah
institusi formal di Negara ini.17
Pada masa orde baru penyelenggaraan pendidikan agama barulah mendapat
perhatian dari pemerintah. Hal tersebut ditandai dengan bentuk kebijakan pemerintah
lewat SKB tiga mentri di tahun 1974.tentang peningkatan mutu pendidikan madrasah.
Langkah kebijakan pemerintah di masa orde baru ini adalah semakian dipertegas
dengan diterbitkannya UU Nomor 2 tahun 1989 tentang sistim pendidikan nasional
yang menggantikan UU sebelumnya. Dalam konteks ini penegasan definitiv tentang
16
Ibid. h.68
17
Soegarda Poerbakawatja, 1970, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta, h. 41

11
madrasah ditetapkan melalui keputusan operasional dan dikategorikan sebagai
pendidikan sekolah tanpa menghilangkan karakter keagamaannya.
Dikotomi antara madrasah dan sekolah berlangsung cukup lama, sekarang
perlahan namun pasti, dikotomi tersebut mulai pudar fenomena ini terlihat ketika
ditetapkannya UU Nomor 2 tahun 1989 tentang sistim pendidikan nasional, peraturan
pemerintah nomor 28 dan 29 tahun 1990 tentang pendidikan Dasar dan Menengah,
serta diberlakukannya kurikulum 1994, dimana madrasah berubah statusnya menjadi
sekolah berciri khas Islam. Dengan demikian madrasah telah memiliki posisi yang
sama dengan sekolah-sekolah umum lainnya dalam kerangka sistem pendidikan
nasional. Perkembangan tersebut membawah implikasi cukup mendasar bagi
keberadaan madrasah, yang sebelumnya dipandang sebagai institusi pendidikan
keagamaan, telah mengalami pengayaan peran dan fungsi sebagai sekolah umum plus
agama.18
Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional pasal 1 ayat
1 dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
mengendalikan diri, kepribadian , kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara..19 Sementara dalam konsep
pendidikan Islam dikemukakan bahwa, pendidikan Islam adalah usaha sadar yang
dilakasanakan oleh orang dewasa yang beriman dan bertakwa untuk membimbing
peserta didk kea rah pengembangan kepribadian menurut fitrahnya secara maksimal
sesuai dengan cita-cita Islam agar memiliki kemampuan memimpin hidupnya di dunia
dan akhirat.20 Dalam perspektif pendidikan Islam konsep pendidikan sebagaimana
dalam sistem pendidikan nasional tersebut di atas , menurut penulis secara eksplisit
memiliki kesamaan dalam hal pengembangan kepribadian.. untuk mewujudan hasil
usaha tersebut di atas tentunya institusi yang tepat adalah madrasah./Pesantren modern

18
Bid. h.42
19
Undang-Undang RI. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Cet. II, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2006, h. 28
20
Arifin HM., 1994, Ilmu Pendidikan Islam, Cet,III, Jakarta: Bumi Akasara, h. 47

12
karma memiliki dua titik pilar utama yakni mengarahkan peserta didik lewat proses
pembelajaran kepada pemerolehan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat..
C. Kesimpulan
1. Berbicara tentang eksistensi pendidikan Islam di Indonesia tentunya tidak
dapat dilepas pisahkan dengan masa kedatangan Islam di Indonesia. Sebab antara
sejarah eksistensi pendidikan Islam di Indonesia dengan sejarah Agama Islam di
Indonesia tersebut merupakan sebuah persenyawaan yang didak mungkin dapat
pisahkan karena dalam kehadirannya di Indonesia, kedua hal tersebut memiliki kurun
waktu yang bersamaan.
2.Dua foktor pendukung bagi ketertarikan agama Islam masuk ke Indonesia
including pendidikan Islam sebelum kemerdekaan Indonesia, yaitu :
Pertama, foktor letak geografisnya yang strategis. Indonesia berada di
persimpangan jalan raya Internsional dari jurusan timur tengah menuju Tiongkok.
Melalui lautan dan jalan menuju Benua Amerika dan Australia.
Kedua, factor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan keperluan hidup
yang dibutuhkan oleh bangsa lain misalnya rempah-rempah.
Sikap kolonialisme Belanda dan Jepang terhadap pendidikan Islam di Indonesia adalah
selalu dilatari dengan motivasi untuk sekedar mencetak tenaga yang dapat membantu
kepentingan mereka.. Belanda juga menggunakan dan merealisasikan stetamen
pembaharuan pendidikan yang isinya adalah westernisasi dan krestenisasi yang pada
intinya hanyalah untuk kepentingan meraka semata yakni Barat dan Nasrani.
Dua hal inilah yang turut mewarnai segala bentuk sikon dan kebijakan penjajah
Belanda di Indonesia terhadap bidang pendidikan baik secara
umum maupun secara khusus terhadap pendidikan Islam.
Masalah kependidikan umumnya dan khususnya masalah kependidikan Islam sebelum
kemerdekaan Indonesia adalah diatur oleh penjajah. Salah satu pembuktian akan hal
tersebut adalah bahwa pada tahun 1925 pemerintah Belanda mengeluarkan sebuah
peraturan yang lebih mengikat pendidikan agama Islam, yakni tidak semua kiyai boleh
memberikan pelajaran mengaji. Peratutan tersebut dikeluarkan adalah karena adanya
gerakan organisasi pendidikan Islam yang telah nampak pertumbuhan misalnya:
Muhammadiyah, Partai syarikat Islam, Al-Irsyad, Nahdlatul Wathan dan lain-lain.

13
Kondisi sosial-politik adalah dominan mempengaruhi iklim pendidikan nasional setelah
Indonesia merdeka dalam masa orde lama, antara lain berupa: pertama, masa jabatan Menteri
Pengajaran yang relatif singkat akibat sering terjadi pergantian menteri sebagaimana disebut
di atas membawa implikasi buruk terhadap proses dunia pendidikan di Indonesia. Kedua,
minimnya jumlah guru, terutama guru Sekolah Dasar, akibat keikutsertaan mereka dalam
perang kemerdekaan, demikian pula halnya dengan para pelajar yang merangkap fungsi sebagai
tentara, menimbulkan terpecahnya konsentrasi pendidikan ke arah perjuangan nasional.
Ketiga, fasilitas sekolah banyak yang hancur akibat perang atau karena dipakai sebagai barak
militer, mengakibatkan terhentinya proses belajar-mengajar di kelas. Keempat, belum
terbentuknya undang-undang tentang pendidikan nasional. Mencermati fenomena tersebut
di atas, maka dapatlah dikemukakan bahwa pendidikan Islam saat tersebut mengalami
banyak kendalah ke arah perkembangannya.
6.Pada masa orde baru penyelenggaraan pendidikan agama barulah mendapat
perhatian dari pemerintah. Hal tersebut ditandai dengan bentuk kebijakan pemerintah
lewat SKB tiga mentri di tahun 1974.tentang peningkatan mutu pendidikan madrasah.
Langkah kebijakan pemerintah di masa orde baru ini adalah semakian dipertegas
dengan diterbitkannya UU Nomor 2 tahun 1989 tentang sistim pendidikan nasional
yang menggantikan UU sebelumnya. Dalam konteks ini penegasan definitiv tentang
madrasah ditetapkan melalui keputusan operasional dan dikategorikan sebagai
pendidikan sekolah tanpa menghilangkan karakter keagamaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin HM., 1994, Ilmu Pendidikan Islam, Cet,III, Jakarta: Bumi Akasara, h. 47
Assegaf Abd. Rahman, 2005, Politik Pendidikan Nasional, Cet. Pertama,
Solo,Kurnia Kalam.h.54-55
Dirjen Binbagais Depag. RI., Laporan Hasil Penelitian IAIN Jakarta 1983/1984
Dirjen Binbagais Depag. RI. Jakarta, 1986, Laporan Hasil Penelitian IAIN ,
tentang Pendidikan Islam di Indonesia.

14
Mahmud Yunus, 1992, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Mutiara
Sumber Widya,
Soegarda Poerbakawatja, 1970, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka,
Jakarta, h. 41
Undang-Undang RI. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Cet. II, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006, h. 28
Zuhaerini, 1986. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, h.130

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA SEBELUM DAN


SESUDAH KEMERDEKAAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA

15
Oleh: Khalid Hasan Minabari
NIM. 801 00309083

PROGRAM PASCASARJANA
UIN MAKASSAR
2010

16
17
18
19
20
21

Anda mungkin juga menyukai