Anda di halaman 1dari 10

FUNGSI HADITS TERHADAP Al-QURAN1

Oleh: Danu Aris Setiyanto2

A. Pendahuluan
Al Qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan
ajaran agama Islam, antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Al-Quran merupakan sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-
ajaran yang bersifat umum dan global. Oleh karena itu kehadiran hadits,
sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan keumuman isi al
Qu’ran tersebut.3 Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam surat an
Nahl(16): 44:4

∩⊆⊆∪ šχρ㍩3x tGtƒ öΝßγ‾=yès9uρ öΝÍκöŽs9Î) tΑÌh“çΡ $tΒ Ä¨$¨Ζ=Ï9 tÎit7çFÏ9 tò2Ïe%!$# y7ø‹s9Î) !$uΖø9t“Ρr&uρ

“ Dan Kami turunkan kepadamu al Quran agar kamu menerangkan


kepada umat manusia apa yang diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
berfikir.”
Ayat lain yang menetapkan bahwa tugas Rasulullah Saw untuk
menjelaskan al-Qur’an itu adalah al Hasyr (59): 7 dan an Nisa (4): 80 dan lain-
lain.5
Allah Ta’ala menurunkan al-Quran bagi umat manusia, agar al-Quran
ini dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk
menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka
melalui hadits-haditsnya.
Hal-hal yang bersifat global dan umum di dalam al-Qur’an, sudah
barang tentu membutuhkan penjelasan-penjelasan. Hal-hal yang bersifat global

1
Kajian Studi Qur’an dan Hadist tentang Hukum Keluarga, ditulis tanggal 16
November 2014
2
Mahasiswa Progam Studi Hukum Islam, Konsentrasi Hukum Keluarga, Progam
Pascasarjana Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta, NIM: 1420311011
3
Munzier Suparta, Ilmu Hadist, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 57
4
Ibid...hlm. 58
5
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadist, (Bandung: Angkasa, 1987), hlm. 55

1
dan umum, tentunnya membutuhkan penjelasan-penjelasan yang kebih jelas
dalam penerapannya sebagai petunjuk dan kaidah hidup manusia.6
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai
berikut: (1) Apa fungsi hadits terhadap al-Quran menurut ulama; (2) Apa
fungsi hadits terhadap al-Qur’an.
B. Fungsi Hadits Terhadap Al Qur’an
Imam Malik bin Anas menyebutkan lima fungsi hadits, yaitu bayan al-
taqrir, bayan al Tafsir, bayan al tafsil, bayan al ba’ts, bayan al tasyri’. Imam
Syafi’i menyebutkan bayan al-tafsil, bayan at takhshih, bayan al ta’yin, bayan
al tasyri’, bayan al nasakh. Dalam ar risalah ia menambahkan dengan bayan al
Isyarah. Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan empat fungsi hadits yaitu:
bayan al ta’kid, bayan al tafsir, bayan al tasyri’ dan bayan al takhshish.7
Dr. Muthafa As Siba’iy menjelaskan, bahwa fungsi hadits terhadap al
Qur’an, ada 3(tiga) macam, yakni: (1) Memperkuat hukum yang terkandung
dalam al Qur’an, baik yang global maupun yang detail; (2) Menjelaskan
hukum-hukum yang terkandung dalam al Qur’an yakni mentaqyidkan yang
mutlak quran, mentafsilkan yang mujmal dan mentakhsishkan yang ‘am; (3)
Menetapkan hukum yang tidak disebutkan oleh al Qur’an.8
Adapun fungsi hadist terhadap al Qur’an yang dikemukaan berfungsi
sebagai dikemukakan Muhammad Abu Zahw antara lain: (1) hadist sebagai
bayan at Tafsil; (2) hadist berfungsi sebagai bayan at ta’kid; (3) hadist
berfungsi sebagai bayan al muthlaq atau bayan at taqyid; (5) Hadist berfungsi
sebagai bayan at takhsis; hadist berfungsi sebagai bayan at tasyri; (6) hadist
berfungsi sebagai bayan an nasakh.9
Fungsi hadist terhadap al-Qur’an secara umum adalah menjelaskan
makna kandungan al Al-Qur’an atau lil bayan (menjelaskan). Hanya saja

6
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu …, hlm. 55
7
Munzier Suparta, Ilmu Hadist …, hlm. 58;Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Al-
Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 223-224
8
Ibid
9
Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), hlm.
26-32

2
penjelasan tersebut diperinci oleh para ulama ke berbagai bentuk penjelasan.10
Secara garis besar ada empat makna fungsi penjelasan (bayan) hadist terhadap
al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
1. Bayan at-Taqrir
Bayan at Taqrir disebut dengan bayan at-ta’kid dan bayan al-
itsbat, yang dimaksud dengan bayan ini ialah menetapkan dan memperkuat
apa yang telah diterangkan di dalam al Qur’an.11 Fungsi hadits dalam hal ini
hanya memperkokoh isi kandungan al Qur’an.12 Sehingga dalam hal ini,
hadist hanya seperti mengulangi apa yang disebutkan dalam al-Qur’an.13
Sebagai contoh adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu
Umar, sebagai berikut:14

(‫ رواﻩ اﻟِﻤﺴﻠﻢ‬,‫ َوإِذَا َرأَﻳْـﺘُ ُﻤﻮﻩُ ﻓَﺄَﻓْ ِﻄ ُﺮوا‬,‫ﻮﻣﻮا‬


ُ‫ﺼ‬
ِ
ُ َ‫ﻓَِﺈذَا َرأَﻳْـﺘُ ُﻢ اﳍ َﻼ َل ﻓ‬
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila
melihat (ru’yah) itu maka berbukalah”.(H.R Muslim)
Hadist ini men-taqrir Q.S al Baqarah (2): 185:

( çµôϑÝÁuŠù=sù töꤶ9$# ãΝä3ΨÏΒ y‰Íκy− yϑsù

“Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan


itu, maka hendaknya ia berpuasa pada bulan itu.”
Contoh lain, hadits riwayat al Bukhari dari Abu Hurairah:15

(‫ﻳﺘﻮﺿﺄ )رواﻩ اﳌﺴﻠﻢ‬


ّ ‫ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻻﺗﻘﺒﻞ ﺻﻼة ﻣﻦ أﺣﺪث ﺣﱴ‬
“Rasulullah SAW bersabda: “Tidak diterima shalat seseorang yang
berhadas sebelum berwudhu”. (H.R al Bukhari)

10
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis… hlm. 16
11
Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 58;
12
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu…hlm. 55
13
Umi Sumbulah, Kajian Kritis… hlm. 27
14
Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 59; Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu…hlm.
55-56
15
Ibid… hlm. 59-60

3
Hadist ini men-taqrir Q.S al Maidah (5): 6 mengenai keharusan
berwudhu ketika hendak mendirikan shalat. Ayat tersebut adalah:

È,Ïù#tyϑø9$# ’n<Î) öΝä3tƒÏ‰÷ƒr&uρ öΝä3yδθã_ãρ (#θè=Å¡øî$$sù Íο4θn=¢Á9$# ’n<Î) óΟçFôϑè% #sŒÎ) (#þθãΨtΒ#u šÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ

È÷t6÷ès3ø9$# ’n<Î) öΝà6n=ã_ö‘r&uρ öΝä3Å™ρâãÎ/ (#θßs|¡øΒ$#uρ


“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu samapi degan siku, sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”
Juga hadits tentang dasar-dasar Islam yang diriwayatkan oleh al
Bukhari dari Ibn Umar:

ً‫ﻤﺪا‬ َ‫ن ُﳏ‬ َ‫ اﷲُ َوأ‬‫ َﺷ َﻬ َﺎدةُ أَ ْن ﻻَ إِﻟَ َﻪ إِﻻ‬: ‫ﺲ‬ ٍ َْ‫ﺎل َر ُﺳ ْﻮ َل اﷲِ ﺻﻠﻰ اﷲ ﺑُِﲏ اْ ِﻹ ْﺳﻼَ ُم َﻋﻠَﻰ ﲬ‬ َ َ‫ﻗ‬
َ
ِ ِ  ‫رﺳﻮ ُل اﷲِ وإِﻗَﺎم اﻟ‬
(‫ﻀﺎ َن )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى‬ َ ‫ﺞ َو‬ ‫ﺰَﻛﺎة َو َﺣ‬‫ﺼﻼَة َوإِﻳْـﺘَﺎءُ اﻟ‬
َ ‫ﺻ ْﻮُم َرَﻣ‬ ُ َ ُْ َ
“Rasulullah SAW bersabda,”Islam dibangun atas lima dasar, yaitu
mengucapkan kalimat syahadat, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,
menunaikan ibadah haji, dan berpuasa dalam bulan Ramadhan.”
Hadist tersebut men-taqrir Q.S al Hujurat: 15, Q.S an Nur: 56; al
Baqarah (2):185 dan Q.S Ali Imran: 97.
Menurut sebagian ulama, bayan ta’kid16 atau bayan taqrir ini disebut
juga dengan bayan al muwafiq li an-nashl al Kitab. Hal ini dikarenakan
munculnnya hadits-hadits itu sesuai dengan nash al-Quran.
2. Bayan At-Tafsir
Bayan al Tafsir adalah bahwa kehadiran hadits berfungsi untuk
memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al Qur’an yang masih
bersifat global(mujmal), memberikan persyaratan/batasan(taqyid) ayat-ayat
al Qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhsish) terhadap al
Qur’an yang masih bersifat umum17.18 Diantara contoh tentang ayat-ayat al

16
Hadist memiliki fungsi memperkuat hukum-hukum yang ditetapkan al-Quran dan
hadist seperti mengulang apa yang dikatakan dalam al-Quran. Umi Sumbulah, Kajian Kritis…
hlm. 27
17
Menurut Muhammad Abu Zahw hadits berfungsi juga sebagai bayan at takhsis
yaitu mengkhususkan lafadz-lafadz yang umum seperti firman Allah dalam surat an-Nisa(4):
24 yang menjelaskan tentang keharaman menikahi wanita-wanita yang bersuami kecuali
budak-budak yang dimiliki dan kehalalan pernikahan dari selain yang tertera dalam Q.S an-
Nisa(4): 24 tersebut, yang artinya “Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari
isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina”. Ayat tersebut menjelaskan
bahwa Allah menghalalkan selain yang tersebut dalam surat an-Nisa(4):23 dan awal ayat 24.

4
Qur’an yang masih mujmal, baik adalah perintah mengerjakan shalat, puasa,
zakat, disyariatkan jual beli, nikah, qhisas, hudud, dan sebagainya. Ayat-
ayat al Qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai
cara mengerjakan, sebab-sebabnya, syarat-syaratnya, atau halangan-
halangannya. Oleh karena itu, Rasulullah Saw, melalui hadistnya
menafsirkan dan menjelaskan seperti disebutkan dalam hadist-hadist
berikut:19

َ ُ‫ﺻﻠّﻮا َﻛ َﻤﺎ َرأَﻳْـﺘُ ُﻤ ْﻮِﱏ أ‬


(‫ﺻﻠَﻲ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى‬ َ
“Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku melakukan shalat.” (H.R al-
Bukhari)
Hadits ini menerangkan tata cara menjalankan shalat, sebagaimana
Q.S al Baqarah (2): 43:

∩⊆⊂∪ tÏèÏ.≡§9$# yìtΒ (#θãèx.ö‘$#uρ nο4θx.¨“9$# (#θè?#uuρ nο4θn=¢Á9$# (#θßϑŠÏ%r&uρ

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-


orang yang ruku’.”
Contoh hadits yang lain yang men-taqyid kan ayat-ayat al Qur’an
yang bersifat mutlaq, adalah sabda Rasulullah SAW yang artinya berikut
ini:
“Rasulullah didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau
memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.”
Hadist ini men-taqyid kan Q.S al-Maidah: 38:

ª!$#uρ 3 «!$# zÏiΒ Wξ≈s3tΡ $t7|¡x. $yϑÎ/ L!#t“y_ $yϑßγtƒÏ‰÷ƒr& (#þθãèsÜø%$$sù èπs%Í‘$¡¡9$#uρ ä−Í‘$¡¡9$#uρ

∩⊂∇∪ ÒΟŠÅ3ym ͕tã

Akan tetapi di takhsis oleh Nabi, dimana beliau mengharamkan memadu istri dengan bibi, baik
dari garis ibu maupun ayah dengan sabdanya:
‫ال يجمع بين المراة وعمتھا وال بين المرأة وخالتھا‬
Tidak boleh seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita dengan ‘ammah
(saudara bapak)nya, dan seorang wanita dengan khalah (saudara ibu)nya. (H.R al-Bukhari
dan Muslim). Lihat dalam Umi Sumbulah, Kajian Kritis… hlm. 29
18
Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 61
19
Ibid

5
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Contoh hadits yang berfungsi men-takhsis keumumman ayat-ayat al
Qur’an,20 seperti sabda Rasulullah SAW:
ِ ِ ِ ‫َْﳓﻦ ﻣﻌ‬
ُ ‫ﺎﺷَﺮ اﻷَ ﻧْﺒِﻴَﺎء ﻻَ ﻧـَُﺮ‬
ُ‫اث اﳌُ ْﺴﻠ َﻢ َﻣﺎ ﺗَـَﺮْﻛﻨَﺎﻩ‬ ََ ُ
Kami para Nabi tidak meninggalkan harta warisan. (H.R Bukhari)
Dan sabda Nabi Rasulullah:

(‫ﻟﻴﺲ ﻟﻠﻘﺎﺗﻞ ﻣﻦ ﻟﻠﻤﻘﺘﻮل ﺷﻴﺊ )رواﻩ اﻟﻨﺴﺎئ‬


Seorang pembunuh tidak berhak dapat mewarisi harta orang yang dibunuh
sedikitpun.(H.R an-Nasa’i)

Kedua hadits tersebut men-takhsis keumuman firman Allah Q.S an


Nisa’(4): 11:

È÷u‹sVΡW{$# Åeáym ã≅÷VÏΒ Ìx.©%#Ï9 ( öΝà2ω≈s9÷ρr& þ’Îû ª!$# ÞΟä3ŠÏ¹θãƒ

Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-


anakmu, yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dari dua
orang anak perempuan.

3. Bayan at Tasyri’
Bayan at tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran
yang dapat tidak didapati dalam al-Qur’an atau dalam al-Qur’an hanya
terdapat pokok-pokonya saja.21 Dalam hal ini seolah-olah Nabi menetapkan
hukum sendiri. Namun sebenarnya bila diperhatikan apa yang ditetapka oleh
Nabi hakikatnya adalah penjelasan apa yang ditetapkan atau disinggung

20
Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 61; Umi Sumbulah, Kajian Kritis… hlm. 27
21
Abbas Mutawalli Hammadah juga menyebut bayan ini dengan “za’id ala al kitab al
karim”. Hadist Rasul SAW dalam segala bentuknya (baik yang qauli, fi’li, maupun taqriri)
berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul, yang
tidak diketahuinya, dengan menunjukkan bimbimngan dan menjelaskan duduk persoalannya.
Lihat dalam Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 64

6
dalam al-Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan Allah secara
terbatas.22
Dalam hal ini sebagai contoh adalah sebuah hadits yang menyatakan
melarang seorang suami memadu istrinya dengan dua wanita bersaudara.
Hadist ini secara dhahir berbeda dengan Q.S an-Nisa’ (4): 24, maka pada
hakikatnya hadist tersebut adalah penambahan atau penjelasan dari apa yang
dimaksud oleh Allah dalam firman tersebut.23 Contoh lain yang adalah
menghukum yang tidak bersandar kepada saksi dan sumpah apabila tidak
mempunyai dua orang saksi dan seperti radha’ah (saudara sepersusuan)
mengharamkan pernikahan keduanya, mengingat ada hadist yang
menyatakan.24
ِ ‫ﺴ‬‫ﺎﻋ ِﺔ َﻣﺎ َْﳛﺮُم ِﻣﻦ اﻟﻨ‬
(‫ﺐ )رواﻩ اﲪﺪ و اﺑﻮ داود‬ َ‫ﺿ‬ َ ‫اﻟﺮ‬
ِ
َ َ ُ َ ‫َْﳛ ُﺮُم ﻣ َﻦ‬
Haram karena radha’ apa yang haram lantaran nasab (keturunan).( H. R
Ahmad dan Abu Dawud)
Hadist Rasulullah Saw yang termasuk bayan at-tasyri’, wajib
diamalkan. Sebagaimana kewajiban mengamalkan hadist-hadist lainnya.
Ibnul al Qayyim berkata, bahwa hadist-hadist Rasul SAW yang berupa
tambahan terhadap al Qur’an, merupakan kewajiban atau aturan yang harus
ditaati, tidak boleh menolak atau mengingkarinya, dan ini bukanlah sikap
(Rasul Saw) mendahului al-Qur’an melainkan semata-mata karena perintah-
Nya.25
4. Bayan al Nasakh
Ketiga bayan yang pertama yang telah diuraikan di atas disepakati
oleh para ulama, meskipn untuk bayan yang ketiga ada sedikit perbedaan
yang terutama menyangkut definisi (pengertian) nya saja.

22
Umi Sumbulah, Kajian Kritis… hlm. 29. Maka dalam ini para ulama berbeda
pendapat tentang fungsi hadits sebagai dalil pada sesuatu hal yang tidak disebutkan dalam al-
Qur’an. Lihat dalam Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: AMZAH, 2009), hlm. 19;
Menurut Imam Malik dan Syafi’i yang dimaksud dengan bayan tasyri’ adalah mewujudkan
sesuatu hukum yang tidak tersebut dalam al-Qur’an, sedangkan Ahmad bin Hambal
menyatakan bahwa bayan Tasyri’ adalah mendatangkan sesuatu hukum yang didiamkan oleh
al-Qur’an, yang tidak diterangkan hukumnya. Lihat dalam Endang Soetari, Ilmu Hadist,
(Bandung: Amal Bakti Press, 1997), hlm. 101-102
23
Ibid… hlm. 31
24
Endang Soetari, Ilmu Hadist…hlm. 101
25
Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 65

7
Untuk bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang
sangat tajam. Ada yang mengakui dan menerima fungsi hadist hadist
sebagai nasikh terhadap sebagian hukum al Quran dan ada juga yang
menolaknya.26
Kata an-Nasakh dari segi bahasa memiliki beberapa arti, yaitu al-
ibdthal (membatalkan), al ijalah (menghilangkan), at tahwil
(memindahkan), atau at- taqyir(mengubah).27 Menurut Abu Hanifah bayan
tabdil (nasakh) adalah mengganti sesuatu hukum atau me-nasakh-kannya.28
Sedangkan Imam Syafii member definisi bayan nasakh ialah menentukan
mana yang di-nasakh-kan dan mana yang keliatan yang di-mansukh- dari
ayat-ayat al-Qur’an yang keliatan berlawanan.29
Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama adalah
hadits30:
ٍ ‫ﻻَو ِﺻﻴﺔَ ﻟِﻮا ِر‬
‫ث‬ َ َ َ
Tidak ada ahli waris bagi ahli waris
Hadist ini menurut mereka me-nasakh isi al Qur’an surat al Baqarah
ayat 180:

Ç÷ƒy‰Ï9≡uθù=Ï9 èπ§‹Ï¹uθø9$# #—Žöyz x8ts? βÎ) ßNöθyϑø9$# ãΝä.y‰tnr& uŽ|Øym #sŒÎ) öΝä3ø‹n=tæ |=ÏGä.

∩⊇∇⊃∪ tÉ)−Fßϑø9$# ’n?tã $ˆ)ym ( Å∃ρã÷èyϑø9$$Î/ tÎ/tø%F{$#uρ

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan


(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat

26
Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 65
27
Ibid
28
Menurut ahl-ra’yu men-nasakh-kan al-Qur’an dengan hadist boleh kalau hadist itu
mutawatir, masyhur, atau mustafidh; Endang Soetari, Ilmu Hadist…hlm. 99
29
Ibid… hlm. 102; Dari pengertian di atas jelaslah bahwa ketentuan yang datang
kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang datang terdahulu. Hadist sebagai ketentuan
yang datang kemudian dari al Qur’an, dalam hal ini, dapat menghapus ketentuan dan isi al
Qur’an. Demikianlah menurut ulama yang menganggap adanya fungsi bayan an-nasakh. Imam
Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadist-hadist yang mutawatir dan masyur.
Sedangkan terhadap hadist ahad, ia menolaknya; Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 65
30
Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 66-67

8
untuk ibu-ibu dan karib kerabatya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban
atas orang-orang yang bertakwa.

Kelompok yang membolehkan yang membolehkan adanya fungsi


nasakh dalam hadits adalah golongan mu’tazilah, Hanafiyah, dan Mazhab
Ibn Hazm Adh-Dhahiri. Dalam kelompok ini berpendapat bahwa terjadinya
nasakh ini karena adanya dalil syara’ yang datang dan mengubah suatu
hukum ketentuan yang terdahulu, karena yang terakhir dipandang lebih luas
dan lebih cocok dengan nuasanya. Dalam hal ini tentunya ketidakberlakuan
suatu hukum harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, terutama syarat
ketentuan nasakhi dan mansukh. 31
Sementara yang menolak naskh jenis ini adalah Imam Syafi’I dan
sebagian besar pengikutnya, meskipun naskh tersebut dengan hadist yang
mutawatir. Kelompok lain yang menolak adalah sebagian besar pengikut
mazhab Zhahiriyah dan kelompok Khawarij.32
C. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang fungsi Hadits terhadap al-Qur’an adapt disimpulkan
sebagai berikut;
1. Para ulama membagi fungsi hadits terhadap al-Quran bermacam-macam,
namun perbedaan itu hanya dalam pengertian dari segi bahasa. Imam Malik
bin Anas menyebutkan lima fungsi hadits, yaitu bayan al-taqrir, bayan al
Tafsir, bayan al tafsil, bayan al ba’ts, bayan al tasyri’. Imam Syafi’i
menyebutkan bayan al-tafsil, bayan at takhshih, bayan al ta’yin, bayan al
tasyri’, bayan al nasakh. Dalam ar risalah ia menambahkan dengan bayan al
Isyarah. Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan empat fungsi hadits yaitu:
bayan al ta’kid, bayan al tafsir, bayan al tasyri’ dan bayan al takhshish..
Dr. Muthafa As Siba’iy menjelaskan, bahwa fungsi hadits terhadap al
Qur’an, ada 3(tiga) macam, yakni: (1) Memperkuat hukum yang terkandung

31
Mu’tazilah membatasi hanya untuk hadits-hadits yang mutawatir. Sedangkan
mazhab Hanafiyah tidak mensyaratkan hadistnya mutawatir, bahkan hadist masyur(yang
merupakan hadist ahad). Hal ini juga sebagaimana Ibn Hazm juga tidak mensyaratkan harus
mutawatir; Ibid
32
Ibid… hlm. 67

9
dalam al Qur’an, baik yang global maupun yang detail; (2) Menjelaskan
hukum-hukum yang terkandung dalam al Qur’an yakni mentaqyidkan yang
mutlak quran, mentafsilkan yang mujmal dan mentakhsishkan yang ‘am; (3)
Menetapkan hukum yang tidak disebutkan oleh al Qur’an.
2. Secara umum fungsi hadits terhadap al-Quran ada 4 yaitu Bayan at-Taqrir,
bayan at-tafsir, bayan at-Tasyri, bayan an-naskh.. Tiga dari fungsi tersbut
disepakati oleh para ulama, namun bayan an-naskh menjadi perselisihan
pendapat.

DAFTAR PUSTAKA

Ismail, Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadist. Bandung: Angkasa. 1987


Kholis, Nur. Pengantar Al-Qur’an dan Al-Hadits. Yogyakarta: Teras. 2008
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: AMZAH. 2009
Soetari, Endang. Ilmu Hadist. Bandung: Amal Bakti Press. 1997
Sumbulah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadis, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010
Suparta, Munzier. Ilmu Hadist. Jakarta:RajaGrafindo Persada. 2010

10

Anda mungkin juga menyukai