Fungsi Hadist Terhadap Al Quran PDF
Fungsi Hadist Terhadap Al Quran PDF
A. Pendahuluan
Al Qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan
ajaran agama Islam, antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Al-Quran merupakan sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-
ajaran yang bersifat umum dan global. Oleh karena itu kehadiran hadits,
sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan keumuman isi al
Qu’ran tersebut.3 Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam surat an
Nahl(16): 44:4
∩⊆⊆∪ šχρã©3xtGtƒ öΝßγ‾=yès9uρ öΝÍκös9Î) tΑÌh“çΡ $tΒ Ä¨$¨Ζ=Ï9 tÎit7çFÏ9 tò2Ïe%!$# y7ø‹s9Î) !$uΖø9t“Ρr&uρ
1
Kajian Studi Qur’an dan Hadist tentang Hukum Keluarga, ditulis tanggal 16
November 2014
2
Mahasiswa Progam Studi Hukum Islam, Konsentrasi Hukum Keluarga, Progam
Pascasarjana Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta, NIM: 1420311011
3
Munzier Suparta, Ilmu Hadist, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 57
4
Ibid...hlm. 58
5
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadist, (Bandung: Angkasa, 1987), hlm. 55
1
dan umum, tentunnya membutuhkan penjelasan-penjelasan yang kebih jelas
dalam penerapannya sebagai petunjuk dan kaidah hidup manusia.6
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai
berikut: (1) Apa fungsi hadits terhadap al-Quran menurut ulama; (2) Apa
fungsi hadits terhadap al-Qur’an.
B. Fungsi Hadits Terhadap Al Qur’an
Imam Malik bin Anas menyebutkan lima fungsi hadits, yaitu bayan al-
taqrir, bayan al Tafsir, bayan al tafsil, bayan al ba’ts, bayan al tasyri’. Imam
Syafi’i menyebutkan bayan al-tafsil, bayan at takhshih, bayan al ta’yin, bayan
al tasyri’, bayan al nasakh. Dalam ar risalah ia menambahkan dengan bayan al
Isyarah. Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan empat fungsi hadits yaitu:
bayan al ta’kid, bayan al tafsir, bayan al tasyri’ dan bayan al takhshish.7
Dr. Muthafa As Siba’iy menjelaskan, bahwa fungsi hadits terhadap al
Qur’an, ada 3(tiga) macam, yakni: (1) Memperkuat hukum yang terkandung
dalam al Qur’an, baik yang global maupun yang detail; (2) Menjelaskan
hukum-hukum yang terkandung dalam al Qur’an yakni mentaqyidkan yang
mutlak quran, mentafsilkan yang mujmal dan mentakhsishkan yang ‘am; (3)
Menetapkan hukum yang tidak disebutkan oleh al Qur’an.8
Adapun fungsi hadist terhadap al Qur’an yang dikemukaan berfungsi
sebagai dikemukakan Muhammad Abu Zahw antara lain: (1) hadist sebagai
bayan at Tafsil; (2) hadist berfungsi sebagai bayan at ta’kid; (3) hadist
berfungsi sebagai bayan al muthlaq atau bayan at taqyid; (5) Hadist berfungsi
sebagai bayan at takhsis; hadist berfungsi sebagai bayan at tasyri; (6) hadist
berfungsi sebagai bayan an nasakh.9
Fungsi hadist terhadap al-Qur’an secara umum adalah menjelaskan
makna kandungan al Al-Qur’an atau lil bayan (menjelaskan). Hanya saja
6
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu …, hlm. 55
7
Munzier Suparta, Ilmu Hadist …, hlm. 58;Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Al-
Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 223-224
8
Ibid
9
Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), hlm.
26-32
2
penjelasan tersebut diperinci oleh para ulama ke berbagai bentuk penjelasan.10
Secara garis besar ada empat makna fungsi penjelasan (bayan) hadist terhadap
al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
1. Bayan at-Taqrir
Bayan at Taqrir disebut dengan bayan at-ta’kid dan bayan al-
itsbat, yang dimaksud dengan bayan ini ialah menetapkan dan memperkuat
apa yang telah diterangkan di dalam al Qur’an.11 Fungsi hadits dalam hal ini
hanya memperkokoh isi kandungan al Qur’an.12 Sehingga dalam hal ini,
hadist hanya seperti mengulangi apa yang disebutkan dalam al-Qur’an.13
Sebagai contoh adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu
Umar, sebagai berikut:14
10
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis… hlm. 16
11
Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 58;
12
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu…hlm. 55
13
Umi Sumbulah, Kajian Kritis… hlm. 27
14
Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 59; Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu…hlm.
55-56
15
Ibid… hlm. 59-60
3
Hadist ini men-taqrir Q.S al Maidah (5): 6 mengenai keharusan
berwudhu ketika hendak mendirikan shalat. Ayat tersebut adalah:
È,Ïù#tyϑø9$# ’n<Î) öΝä3tƒÏ‰÷ƒr&uρ öΝä3yδθã_ãρ (#θè=Å¡øî$$sù Íο4θn=¢Á9$# ’n<Î) óΟçFôϑè% #sŒÎ) (#þθãΨtΒ#u šÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ
ًﻤﺪا َن ُﳏ َ اﷲُ َوأ َﺷ َﻬ َﺎدةُ أَ ْن ﻻَ إِﻟَ َﻪ إِﻻ: ﺲ ٍ َْﺎل َر ُﺳ ْﻮ َل اﷲِ ﺻﻠﻰ اﷲ ﺑُِﲏ اْ ِﻹ ْﺳﻼَ ُم َﻋﻠَﻰ ﲬ َ َﻗ
َ
ِ ِ رﺳﻮ ُل اﷲِ وإِﻗَﺎم اﻟ
(ﻀﺎ َن )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى َ ﺞ َو ﺰَﻛﺎة َو َﺣﺼﻼَة َوإِﻳْـﺘَﺎءُ اﻟ
َ ﺻ ْﻮُم َرَﻣ ُ َ ُْ َ
“Rasulullah SAW bersabda,”Islam dibangun atas lima dasar, yaitu
mengucapkan kalimat syahadat, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,
menunaikan ibadah haji, dan berpuasa dalam bulan Ramadhan.”
Hadist tersebut men-taqrir Q.S al Hujurat: 15, Q.S an Nur: 56; al
Baqarah (2):185 dan Q.S Ali Imran: 97.
Menurut sebagian ulama, bayan ta’kid16 atau bayan taqrir ini disebut
juga dengan bayan al muwafiq li an-nashl al Kitab. Hal ini dikarenakan
munculnnya hadits-hadits itu sesuai dengan nash al-Quran.
2. Bayan At-Tafsir
Bayan al Tafsir adalah bahwa kehadiran hadits berfungsi untuk
memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al Qur’an yang masih
bersifat global(mujmal), memberikan persyaratan/batasan(taqyid) ayat-ayat
al Qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhsish) terhadap al
Qur’an yang masih bersifat umum17.18 Diantara contoh tentang ayat-ayat al
16
Hadist memiliki fungsi memperkuat hukum-hukum yang ditetapkan al-Quran dan
hadist seperti mengulang apa yang dikatakan dalam al-Quran. Umi Sumbulah, Kajian Kritis…
hlm. 27
17
Menurut Muhammad Abu Zahw hadits berfungsi juga sebagai bayan at takhsis
yaitu mengkhususkan lafadz-lafadz yang umum seperti firman Allah dalam surat an-Nisa(4):
24 yang menjelaskan tentang keharaman menikahi wanita-wanita yang bersuami kecuali
budak-budak yang dimiliki dan kehalalan pernikahan dari selain yang tertera dalam Q.S an-
Nisa(4): 24 tersebut, yang artinya “Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari
isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina”. Ayat tersebut menjelaskan
bahwa Allah menghalalkan selain yang tersebut dalam surat an-Nisa(4):23 dan awal ayat 24.
4
Qur’an yang masih mujmal, baik adalah perintah mengerjakan shalat, puasa,
zakat, disyariatkan jual beli, nikah, qhisas, hudud, dan sebagainya. Ayat-
ayat al Qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai
cara mengerjakan, sebab-sebabnya, syarat-syaratnya, atau halangan-
halangannya. Oleh karena itu, Rasulullah Saw, melalui hadistnya
menafsirkan dan menjelaskan seperti disebutkan dalam hadist-hadist
berikut:19
ª!$#uρ 3 «!$# zÏiΒ Wξ≈s3tΡ $t7|¡x. $yϑÎ/ L!#t“y_ $yϑßγtƒÏ‰÷ƒr& (#þθãèsÜø%$$sù èπs%Í‘$¡¡9$#uρ ä−Í‘$¡¡9$#uρ
Akan tetapi di takhsis oleh Nabi, dimana beliau mengharamkan memadu istri dengan bibi, baik
dari garis ibu maupun ayah dengan sabdanya:
ال يجمع بين المراة وعمتھا وال بين المرأة وخالتھا
Tidak boleh seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita dengan ‘ammah
(saudara bapak)nya, dan seorang wanita dengan khalah (saudara ibu)nya. (H.R al-Bukhari
dan Muslim). Lihat dalam Umi Sumbulah, Kajian Kritis… hlm. 29
18
Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 61
19
Ibid
5
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Contoh hadits yang berfungsi men-takhsis keumumman ayat-ayat al
Qur’an,20 seperti sabda Rasulullah SAW:
ِ ِ ِ َْﳓﻦ ﻣﻌ
ُ ﺎﺷَﺮ اﻷَ ﻧْﺒِﻴَﺎء ﻻَ ﻧـَُﺮ
ُاث اﳌُ ْﺴﻠ َﻢ َﻣﺎ ﺗَـَﺮْﻛﻨَﺎﻩ ََ ُ
Kami para Nabi tidak meninggalkan harta warisan. (H.R Bukhari)
Dan sabda Nabi Rasulullah:
3. Bayan at Tasyri’
Bayan at tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran
yang dapat tidak didapati dalam al-Qur’an atau dalam al-Qur’an hanya
terdapat pokok-pokonya saja.21 Dalam hal ini seolah-olah Nabi menetapkan
hukum sendiri. Namun sebenarnya bila diperhatikan apa yang ditetapka oleh
Nabi hakikatnya adalah penjelasan apa yang ditetapkan atau disinggung
20
Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 61; Umi Sumbulah, Kajian Kritis… hlm. 27
21
Abbas Mutawalli Hammadah juga menyebut bayan ini dengan “za’id ala al kitab al
karim”. Hadist Rasul SAW dalam segala bentuknya (baik yang qauli, fi’li, maupun taqriri)
berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul, yang
tidak diketahuinya, dengan menunjukkan bimbimngan dan menjelaskan duduk persoalannya.
Lihat dalam Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 64
6
dalam al-Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan Allah secara
terbatas.22
Dalam hal ini sebagai contoh adalah sebuah hadits yang menyatakan
melarang seorang suami memadu istrinya dengan dua wanita bersaudara.
Hadist ini secara dhahir berbeda dengan Q.S an-Nisa’ (4): 24, maka pada
hakikatnya hadist tersebut adalah penambahan atau penjelasan dari apa yang
dimaksud oleh Allah dalam firman tersebut.23 Contoh lain yang adalah
menghukum yang tidak bersandar kepada saksi dan sumpah apabila tidak
mempunyai dua orang saksi dan seperti radha’ah (saudara sepersusuan)
mengharamkan pernikahan keduanya, mengingat ada hadist yang
menyatakan.24
ِ ﺴﺎﻋ ِﺔ َﻣﺎ َْﳛﺮُم ِﻣﻦ اﻟﻨ
(ﺐ )رواﻩ اﲪﺪ و اﺑﻮ داود َﺿ َ اﻟﺮ
ِ
َ َ ُ َ َْﳛ ُﺮُم ﻣ َﻦ
Haram karena radha’ apa yang haram lantaran nasab (keturunan).( H. R
Ahmad dan Abu Dawud)
Hadist Rasulullah Saw yang termasuk bayan at-tasyri’, wajib
diamalkan. Sebagaimana kewajiban mengamalkan hadist-hadist lainnya.
Ibnul al Qayyim berkata, bahwa hadist-hadist Rasul SAW yang berupa
tambahan terhadap al Qur’an, merupakan kewajiban atau aturan yang harus
ditaati, tidak boleh menolak atau mengingkarinya, dan ini bukanlah sikap
(Rasul Saw) mendahului al-Qur’an melainkan semata-mata karena perintah-
Nya.25
4. Bayan al Nasakh
Ketiga bayan yang pertama yang telah diuraikan di atas disepakati
oleh para ulama, meskipn untuk bayan yang ketiga ada sedikit perbedaan
yang terutama menyangkut definisi (pengertian) nya saja.
22
Umi Sumbulah, Kajian Kritis… hlm. 29. Maka dalam ini para ulama berbeda
pendapat tentang fungsi hadits sebagai dalil pada sesuatu hal yang tidak disebutkan dalam al-
Qur’an. Lihat dalam Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: AMZAH, 2009), hlm. 19;
Menurut Imam Malik dan Syafi’i yang dimaksud dengan bayan tasyri’ adalah mewujudkan
sesuatu hukum yang tidak tersebut dalam al-Qur’an, sedangkan Ahmad bin Hambal
menyatakan bahwa bayan Tasyri’ adalah mendatangkan sesuatu hukum yang didiamkan oleh
al-Qur’an, yang tidak diterangkan hukumnya. Lihat dalam Endang Soetari, Ilmu Hadist,
(Bandung: Amal Bakti Press, 1997), hlm. 101-102
23
Ibid… hlm. 31
24
Endang Soetari, Ilmu Hadist…hlm. 101
25
Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 65
7
Untuk bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang
sangat tajam. Ada yang mengakui dan menerima fungsi hadist hadist
sebagai nasikh terhadap sebagian hukum al Quran dan ada juga yang
menolaknya.26
Kata an-Nasakh dari segi bahasa memiliki beberapa arti, yaitu al-
ibdthal (membatalkan), al ijalah (menghilangkan), at tahwil
(memindahkan), atau at- taqyir(mengubah).27 Menurut Abu Hanifah bayan
tabdil (nasakh) adalah mengganti sesuatu hukum atau me-nasakh-kannya.28
Sedangkan Imam Syafii member definisi bayan nasakh ialah menentukan
mana yang di-nasakh-kan dan mana yang keliatan yang di-mansukh- dari
ayat-ayat al-Qur’an yang keliatan berlawanan.29
Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama adalah
hadits30:
ٍ ﻻَو ِﺻﻴﺔَ ﻟِﻮا ِر
ث َ َ َ
Tidak ada ahli waris bagi ahli waris
Hadist ini menurut mereka me-nasakh isi al Qur’an surat al Baqarah
ayat 180:
Ç÷ƒy‰Ï9≡uθù=Ï9 èπ§‹Ï¹uθø9$# #öyz x8ts? βÎ) ßNöθyϑø9$# ãΝä.y‰tnr& u|Øym #sŒÎ) öΝä3ø‹n=tæ |=ÏGä.
26
Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 65
27
Ibid
28
Menurut ahl-ra’yu men-nasakh-kan al-Qur’an dengan hadist boleh kalau hadist itu
mutawatir, masyhur, atau mustafidh; Endang Soetari, Ilmu Hadist…hlm. 99
29
Ibid… hlm. 102; Dari pengertian di atas jelaslah bahwa ketentuan yang datang
kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang datang terdahulu. Hadist sebagai ketentuan
yang datang kemudian dari al Qur’an, dalam hal ini, dapat menghapus ketentuan dan isi al
Qur’an. Demikianlah menurut ulama yang menganggap adanya fungsi bayan an-nasakh. Imam
Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadist-hadist yang mutawatir dan masyur.
Sedangkan terhadap hadist ahad, ia menolaknya; Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 65
30
Munzier Suparta, Ilmu Hadist … hlm. 66-67
8
untuk ibu-ibu dan karib kerabatya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban
atas orang-orang yang bertakwa.
31
Mu’tazilah membatasi hanya untuk hadits-hadits yang mutawatir. Sedangkan
mazhab Hanafiyah tidak mensyaratkan hadistnya mutawatir, bahkan hadist masyur(yang
merupakan hadist ahad). Hal ini juga sebagaimana Ibn Hazm juga tidak mensyaratkan harus
mutawatir; Ibid
32
Ibid… hlm. 67
9
dalam al Qur’an, baik yang global maupun yang detail; (2) Menjelaskan
hukum-hukum yang terkandung dalam al Qur’an yakni mentaqyidkan yang
mutlak quran, mentafsilkan yang mujmal dan mentakhsishkan yang ‘am; (3)
Menetapkan hukum yang tidak disebutkan oleh al Qur’an.
2. Secara umum fungsi hadits terhadap al-Quran ada 4 yaitu Bayan at-Taqrir,
bayan at-tafsir, bayan at-Tasyri, bayan an-naskh.. Tiga dari fungsi tersbut
disepakati oleh para ulama, namun bayan an-naskh menjadi perselisihan
pendapat.
DAFTAR PUSTAKA
10